DIBALIK TEKANAN
DISUSUN OLEH:
MATA KULIAH:
PENDIDIKAN PANCASILA
DOSEN PENGAMPU:
Oleh
Abstrak
Pelecehan seksual sering kali muncul di sekitar kita, terutama sering merugikan pihak
perempuan. Pelecehan seksual diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak dapat diterima, baik secara
lisan, fisik atau isyarat seksual dan pernyataan-pernyataan yang bersifat menghina atau keterangan
seksual yang bersifat membedakan. Tidak hanya di lingkungan masyarakat, pelecehan seksual juga
kerap ditemui di lingkungan pendidikan. Lingkungan yang identik dengan ilmu pengetahuan dan
pengembangan diri oleh karena oknum menjadi sebuah tempat yang mengerikan bagi orang-orang yang
menjadi korban para oknum yang tak bertanggung jawab. Seperti halnya kasus yang menimpa
mahasiswi Universitas Riau (UNRI) jurusan Hubungan Internasional Angkatan 2018 dengan berkedok
bimbingan skripsi, dosen dengan mudah melecehkan mahasiswinya sendiri. Alih-alih mendapatkan
keadilan, pelaku pelecehan seksual terhadap mahasiswi UNRI malah divonis bebas oleh Pengadilan
Negeri Pekanbaru. Dengan dalih bukti tidak cukup dan korban diancam dengan tuntutan pencemaran
nama baik dan UU ITE selain itu korban juga di tuntut ganti rugi sebesar Rp 10 miliar.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Teori kebutuhan Maslow.................................................................................................. 12
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelecehan seksual merupakan salah satu dari 15 bentuk kekerasan seksual menurut
Komnas Perempuan. Sedangkan kekerasan seksual sendiri menurut World Health
Organization (WHO) adalah setiap tindakan seksual, usaha melakukan tindakan seksual,
komentar atau menyarankan untuk berperilaku seksual yang tidak disengaja at aupun
sebaliknya, tindakan pelanggaran untuk melakukan hubungan seksual dengan paksaan
kepada seseorang. Pelecehan seksual dan kekerasan seksual di Indonesia merupakan suatu
isu hangat yang sering dibicarakan akhir akhir ini, bahkan hingga saat ini isu pelecehan
seksual menjadi sebuah polemik yang tidak pernah selesai sejak lama. Dikutip dari Simfoni
PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) data terakhir pada 1
Januari 2022 kasus kekerasan seksual mencampai angka 10.833 kasus yang terdiri dari
1.683 korban laki-laki dan 10.046 merupakan korban perempuan.
1
1.2 Rumusan masalah
2
9. Untuk mengetahui upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) dalam mewujudkan lingkungan
perguruan tinggi yang aman dari kekerasan seksual.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pelecehan seksual
Pelecehan seksual memiliki rentang yang sangat luas, mulai dari
ungkapan verbal (komentar, gurauan dan sebagainya) yang jorok, perilaku tidak
senonoh (mencolek, meraba, mengelus, memeluk dan sebagainya),
memperlihatkan gambar porno, atau bahkanmemberikan serangan atau paksaan
yang seharusnya tak patut dilakukan, memaksa untuk mencium atau memeluk,
mengancam akan menyulitkan si perempuan perempuan bila menolak untuk
memberikan pelayanan seksual, hingga pemerkosaan.1 Istilah pelecehan seksual
juga dapat mengacu pada sebuah perbuatan tercela yang merugikan suatu individu
dengan melakukan suatu kegiatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan.
Sehingga pelecehan seksual
Meyer dkk. (1987) menyatakan secara umum ada tiga aspek penting
dalam mendefinisikan pelecehan seksual yaitu aspek perilaku (apakah hal itu
merupakan proposisi seksual), aspek situasional (apakah ada perbedaan di
mana atau kapan perilaku tersebut muncul) dan aspek legalitas (dalam
keadaan bagaimana perilaku tersebut dinyatakan ilegal).2
a. Aspek perilaku
Pelecehan seksual sebagai sebuah rayuan yang tidak diterima
penerimanya dan rayuan yang muncul dapat berupa bentuk
fisik,verbal ataupun searah. Pada masyarakat pelecehan seksual
memiliki bentuk umum seperti verbal atau godaan secara fisik. Bentuk
verbal dapat berupa bujukan seksual yang tidak diharapkan, guraunan
yang berbau sex, pesan yang merendahkan, pesan untuk melakukan
tindakan sex, berkomentar yang berbau sexist dan sebagainya.
Pelecehan seksual dalam bentuk godaan fisik termasuk
pandangan yang menunjukkan bagian tubuh (menatap payudara,
pinggul atau bagian tubuh lainnya), pandangan menggoda dan mata
yang berkedip, palpasi; termasuk mencubit, meremas, menggelitik,
1
Andi Suci Syifawaru, Mulyati Pawennei, and Ahmad Fadil, ‘Tinjauan Kriminolgi Terhadap
Residivis Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual’, Journal of Lex Generalis
(JLS), 3.2 (2022).
2
Buletin Psikologi and X I Tahun, Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Di Tempat Kerja,
2003.
4
berpelukan, dan berciuman, pelecehan seksual seperti meraba-raba
atau berciuman yang terjadi karena situasi yang sangat mendukung
seperti di lift, koridor dan tempat-tempat sepi lainnya setelah bekerja,
penawaran janji dengan imbalan promosi atau persuasi perempuan
untuk mencium, dorongan seksual, tekanan halus untuk aktivitas
seksual, percobaan perkosaan dan pemerkosaan diri. Dari sudut
pandang situasional, pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja dan
dalam keadaan tertentu.perempuan sebagai korban pelecehan seksual
dapat berasal dari setiap ras,umum, karakteristik, status perkawinan
kelas sosial dan sebagainya.3
b. Aspek situasional
Pelecehan seskual dapat terjadi dimana saja dan kapanpun
saja dengan kondisi tertentu. Dan korban dari sebuah pelecehan
seksual tidak memandang ras, umur, karakteristik, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, bahkan status sosial.
c. Aspek legalitas
3
Higgins, L.P,& Hawkins,J.W., Human Sexuality Across the Life Span: Implication for Nursing
Practice. California: Woodsworth Health Science Devision, 1986.
5
terjadinya kekerasan pada perempuan berkaitan dengan faktor yang menjadi cara
seorang laki- laki untuk menunjukan kekuasaannya dengan cara:
a. Kekuasaan patriartki (patriarki power)
Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat,
sehingga masyarakat akan mengarahkan pada ketidaksetaraan gender
sehingga munculah konstruksi pemikiran dlam diri masyarakat bahwa
laki-lakilah yang memegang kendali dalam kehidupan.
b. Hak istimewa (privilege)
Pandangan masyarakat bahwa anak laki-laki merupakan
segalanya sehingga minimbulkan perspektif bahwa anak laki-laki
harus mendapatkan semua hal yang terbaik. Hal tersebut didukung
dengan banyaknya orang yang rela untuk kawin cerai demi
mendapatkan seorang anak laki-laki sehingga kelahiran suatu anak
laki-laki merupakan sebuah emas yang harus dijaga. Berbanding
terbalik dengan anak perempuan, mereka tidak mendapatkan sebuah
hak istimewa sehingga terjadinya perbedaan kualitas sehingga
munculah sebuah pandangan bahwa laki laki di identikan sebagai
aktor utama yang melanggengkan dominasi atas kaum perempuan
dalam susunan masyarakat patriarki.
c. Sikap pesimis atau memperbolehkan (permission)
6
2.2 Hubungan antara pelecehan seksual dengan kekerasan seksual
Kekerasan terhadap perempuan dapat didefenisikan secara
sederhana sebagai segala bentuk perilaku yang dilakukan kepada
perempuan yang memunculkan akibat psikis berupa perasaan tidak
nyaman dan perasaan takut hingga akibat berupa perlukaan fisik.4
REAKSI FISIOLOGIS
REAKSI PSIKOLOGIS
4
Yonna Beatrix Salamor and Anna Maria Salamor, ‘Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan (
Kajian Perbandingan Tiongkok . Kekerasan Terhadap Perempuan Di India Merujuk Pada
Kekerasan Fisik Atau Diwujudkan Di India . Penegakan Hukum Terhadap Kekerasan Perempuan
Di India’, 2.1 (2022), 7–11.
5
https://nasional.tempo.co/read/1557395/ini-beda-kekerasan-seksual-dengan-pelecehan-
seksual#:~:text=Kekerasan%20seksual%20ini%20dapat%20terjadi,fisik%20maupun%20kontak%
20non%2Dfisik. Diakses pada tanggal 02 Juli 2022 pada pukul 01.39 WIB
6
Susi Wiji Utami, ‘Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Pelecehan Seksual PAda Remaja DI
Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Purwerkerto’, 2016, 1–57.
7
b. Kebingungan, perasaan tidak berdaya
c. Marah, takut, frustasi, mudah tersinggung
d. Rasa malu, kesadaran diri, harga diri rendah
e. Ketidakamanan, rasa malu, perasaan dikhianati
7
Tangri, S.S., Burt, M.R., & Johnson, L.B. 1982. Sexual Harassment at Work: Three Explanatory
Model. Journal of Social Issues, 35, 33-54.
8
masyarakat yang sebenarnya merugikan kaum perempuan. Hal tersebut
juga didukung dengan penanaman sifat feminim dalam diri perempuan dan
sifat maskulin dalam diri lakilaki sjak kecil. Makadari itu sebuah
pelecehan seksual terjadi akibat pengondisian sosial dalam masyarakat
yang masih memegang budaya patriarki dimana lelaki selalu dominan dan
kekuasaan selalu dipegang oleh laki laki sehingga perempuan hanya
dipandang sebagai sebuah subordinat yang boleh di remehkan.
9
b. Masih berkembangya budaya patriarki di lingkungan
Pendidikan
Tidak bisa dipungkiri bahwa pelecehan seksual terjadi
karena adanya sebuah relasi kuasa yang membuat korban pada
umumnya perempuan terjebak dalam sebuah hubungan yang
intimidatif. Pada lingkungan perguruan tinggi yang
didominasi oleh laki-laki tercipta karena adanya pengaruh
budaya patriarki di lingkungan pendidikan sehingga
partisipasi perempuan dalam lingkungan akademik kurang.
Karena terlpeliharanya budaya petriarti, mengakibatkan
kurangnya Tindakan, kebijakan dan keputusan oleh para
petinggi kampus yang didominasi oleh laki laki apabila terjadi
pelecehan seksual.
8
Richmond-Abbott, M. (1992). Masculine and Feminine. New York: McGraw-Hill.
Ryan, W. (1976). Blaming the Victim. New York: Vintage Books.
10
d. Perspektif feminisme dalam kasus perempuan sebagai korban
pelecehan seksual
Masyarakat memandang bahwa perempuan memiliki
kedudukan yang lebih rendah. Sehingga oknum tak
bertanggungjawab yang berada di lingkungan perguruan
tinggi cecara mentah tanpa menlaah menjadikan stigma
tersebut sebagai acuan untuk menjadikan perempuan
sebagi korban pelecehan seksual. Selain itu, korban yang
telah dilecehkan dalam lingkungan masyarakat dijadikan
sebuah objek terpojok untuk disalahkan karena dianggap
telah mengundang pelaku untuk berbuat pelecehan.
9
https://nasional.tempo.co/read/1577206/kronologis-lengkap-vonis-bebas-kasus-pelecehan-
seksual-syafri-harto-dekan-unri Diakses pada tanggal 02 Juli 2022 pada pukul 14.47 WIB
11
korban malah diancam pelaku dengan tuntutan pencemaran nama baik dan
UU ITE. Tidak hanya itu korban juga dituntut oleh korban untuk
mengganti rugi sebanyak 10 milyar rupiah. Selain itu, korban juga harus
menerima pil pahit dikala hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru
memutuskan Syafri Harto tak terbukti secara sah bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana dakwaan JPU. Karena itu, hakim menyatakan
Syafri Harto dibebaskan dari segala dakwaan dan terdakwa harus
dibebaskan. Hakim menilai unsur dakwaan baik primer dan subsider tidak
terpenuhi.
10
Feist, Jess (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika. hlm. 331.
ISBN 978-602-85555-18-0.
12
Dikutip dari detiknews, korban mengaku ditekan dan diancam
agar tidak melaporkan kasus itu pada saat akan menemui ketua jurusan
untuk melaporkan kasus yang dialami korban dengan alasan kasus tersebut
dapat menceraikan Syafri Harto dengan istrinya. Dari alasan tersebut
terlihat pihak kampus menggunakan asas praduga tak bersalah dalam
kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswi sebagai senjata untuk
menyalahkan pihak pelapor atau korban. Sehingga di indikasi bahwa pihak
kampus justru menyalahkan korban atas hal yang sudah terjadi seolah-olah
korbanlah yang menjadi biang kerok kasus pelecehan seksual yang
melibatkan Syafri Harto dan mahasiswi tersebut. Dari hal tersebut terlihat
juga seakan petinggi kampus ingin berusaha untuk menjaga reputasi
kampus terkait.
13
menerapkan hukum, menemukan hukum in concreto dalam
mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil, dengan
menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.11
11
Sjachran Basah, Mengenal Peradilan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 9
12
https://nasional.tempo.co/read/1577206/kronologis-lengkap-vonis-bebas-kasus-pelecehan-
seksual-syafri-harto-dekan-unri?page_num=2 Diakses pada tanggal 02 Juli 2022 pada pukul 22.28
WIB
14
dibebaskan. Hakim menilai unsur dakwaan baik primer dan subsider tidak
terpenuhi.
13
Fakih, Mansour. 1996, November. “Gender Sebagai Analisis Sosial”. Jurnal Analisis Sosial.
Edisi 4: 7-20.
15
Sebuah perilaku pelecehan seksual sebagai sebuah perbuatan
tercela yang diukur dengan adanya pelanggaran terhadap norma-norma
atau kaedah yang sudah berakar pada nilai-nilai social-budaya sebagai
sebuah sistem tata kelakuan dan pedoman terhadap tindakan masyarakat,
yang menyangkut norma keagamaan, kesusilaan dan hukum. Sedangkan
kaedah hukum tersebut terhimpun pada suatu sistem hukum yang pada
hakekatnya merupakan konkretisasi dari nilai-nilai social budaya yang
terwujud dan terbentuk dari sebuah kebudayaan dalam masyarakat atau
kebudayaan khusus dari bagian masyarakat. 14
14
Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: CV.
Rajawali.
16
c. Declaration on The Elimination of Violence Against
Women (1993);
d. Beijing Declaration and Platform for Action.15
Jikalau ditinjau dari perannya, hukum seharusnya dapat
memberikan sebuah keadilan bagi korban pelecehan seksual yang pada
kasus ini menimpa mahasiswi. Namun pada eksekusinya dilapangan,
sering terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, yang
disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan sebuah rumusan yang
bersifat abstrak dan tidak dipahami secara sungguh-sungguh batas
kewenangan karena kurang dilakukan pembinaan terhadap perilaku
penegak hukum.Sedangkan jika dilihat, kepastian hukum merupakan
sebuah prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Hal tersebut yang
menjadi salah satu faktor yang menjadi kurang maksimalnya peranan
hukum untuk mengupayakan keadilan bagi korban pelecehan seksual.
15
Harkristuti Harkrisnowo, (2017) Hukum Pidana Dan Kekerasan Terhadap Perempuan,
Bandung : Alumni, hal.79.
16
http://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/1230-agus-widjojo-keadilan-
restoratif-dan-pendekatan-humanis-tidak-untuk-menggantikan-keadilan-retributif Diakses pada
tanggal 3 Juni 2022 pada pukul 2.31 WIB.
17
2.9 Upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) dalam mewujudkan
lingkungan perguruan tinggi yang aman dari kekerasan seksual
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) untuk mewujudkan
lingkungan perguruan tinggi yang aman dari kekerasan seksual telah
menetapkan sebuah Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi.
18
Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang bermasalah,
seperti pada pasal 1 ayat 1 tentang definisi pelecehan seksual. Pasal 3 pada
pencegahan dan prinsip pencegahan terlihat mengabaikan norma agama.
Karena tidak disebut secara exsplisit, norma agama perlu dimasukkan
dalam permendikbud. Dan yang terakhir disorot pada pasal 5 terlihat ada
kesan menimbulkan legalisasi terhadap kegiatan asusila dan sex bebas
berbasis persetujuan. Hal ini menimbulkan masalah karena adanya
penggunaan kata persetujuan di dalam pasal tersebut. Sehingga
menimbulkan masalah seakan-akan jika kegiatan tersebut tanpa ada
pemaksaan, penyimpangan tersebut seakan seperti sesuatu hal yang benar
dan dibenarkan.17
a. Satgas
Permendikbud No. 30 Tahun 2021 memiliki satgas yang
bertanggung jawa melakukan semua
pelaporan,pemuulihan,perlindungan, dan monitoring
rekomendasi sanksi
b. Penjabaran
17
https://www.youtube.com/watch?v=rhWxoA-32Lg&ab_channel=NarasiNewsroom diakses pada
tanggal 3 Juli 2022 pada pukul 11.40
19
Permendikbud No. 30 Tahun 2021 menjabarkan definisi yang
sangat spesifik yaitu 20 perilaku yang dimasukkan dalam
kategori kekerasan seksual. Bukan hanya fisik melainkan juga
verbal bahkan secara digital. Itu merupakan sebuah inovasi
sehingga tidak ada kasus abu—abu
c. Partisipasi daripada seluruh civitas akademika di dalam
prosesnya
Karena keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan akhlak mulia
sehingga permendikbud dapat dilihat sebagai hasil dari asas pertama dari
merdeka belajar yaitu akhlak mulia. Sehingga negara melalui
Kemendikbudristek harus melindungi anak anak di setiap institusi
Pendidikan.
18
http://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila diakses pada tanggal 3 Juli 2022 pada
pukul 14.26 WIB
20
kuasa ataupun yang lain, pelaku dapat menyadari bahwa hal yang
dilakukan dapat berdampak buruk bagi masa depan pelaku. Pada akhirnya
Permendikbud No. 30 Tahun 2021 diharapkan menjadi sebuah solusi yang
dapat memutuskan rantai kasus pelecehan seksual yang selama ini terus
menerus menggerogoti dunia pendidikan khususnya di perguruan tinggi.
21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelecehan seksual merupakan sebuaah permasalahan yang sering terjadi di
lingkungan pendidikan khususunya pada lingkungan perguruan tinggi. Hal tersebut sangat
disayangkan karena perguruan tinggi yang pada dasarnya menjadi mercusuar pemuda-
pemudi bangsa untuk menjadi sosok-sosok yang berpengaruh di bangsa berubah menjadi
tempat berkembangnya pelaku pelecehan seksual. Ditinjau dari kasus mahasiswi UNRI
mencari keadilan karena kasus yang dialaminya saat melakukan bimbingan skripsi,
mhasiswi belum mendapatkan sebuah keadilan yang yang diharapkan. Dari pihak kampus
sendiri baru melakukan penyelidikan dan tindakan karena adanya sebuah demo dari
mahasiswa dan mahasiswi UNRI. Pada pengadilan, hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru
menyatakan Syafri Harto dibebaskan dari segala dakwaan dan terdakwa harus
dibebaskan.Hakim menilai unsur dakwaan baik primer dan subsider tidak terpenuhi. Dari
hal tersebut masih terlihat bahwa budaya patriarki dan relasi kuasa masih bermain di
lingkup keadilan bagi perempuan.
Untuk menggapai keadilan pada kasus pelecehan seksual diperlukannya sebuah hati
nurani yang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan tanpa melupakan prinsip-prinsip atau
prosedur hukum yang telah di buat pemerintah. Selain itu, untuk mencapai sebuah keadilan
pada kasus pelecehan seksual, perlunya penghapusan mindset mengenai pandangan bahwa
laki laki sebagai makhluk superior dan perempuan sebagai makhluk inferior. Dengan
adanya peleburan mindset bahwa manusia memiliki hak dan kesempatan yang sama maka
sebuah keadilan dapat tercapai dengan sendirinya. Dominasi laki-laki pada segala
instrumen pendidikan juga harus dihapus, karena korban dari pelecehan seksual itu sendiri
adalah perempuan sehingga dalam membuat sebuah keputusan ataupun kebijakan
diperlukannya peran akademisi perempuan disitu. Keterbukaan kempus dan dukungan
22
kampus juga berperan besar bagi korban pelecehan seksual khususnya bagi mahasiswi
UNRI yang mengalami pelecehan seksual. Jika suatu instansi hanya mementingkan nama
baik ataupun akreditasi dimana mahasiswi dapat memperoleh keadilan jikalau dari pihak
kampus sendiri mencekal korban agar tidak melaporkan kasus yang dialaminya kepada
pihak berwenang. Keadilan pada kasus pelecehan seksual mahasiswi UNRI bersifat mutlak
yang layak dan wajib diperjuangkan. Bukan hanya mahasiswi UNRI yang berhak mendapat
keadilan namun semua orang yang mengalami kasus serupa berhak mendapatkan keadilan
dan penjaminan hak-haknya baik sebagai korban ataupun sebagai warga negara.
23
DAFTAR PUSTAKA
Andi Suci Syifawaru, Mulyati Pawennei, and Ahmad Fadil, ‘Tinjauan Kriminolgi
Terhadap Residivis Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual’,
Journal of Lex Generalis (JLS), 3.2 (2022).
Buletin Psikologi and X I Tahun, Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Di Tempat
Kerja, 2003.
Fakih, Mansour. 1996, November. “Gender Sebagai Analisis Sosial”. Jurnal Analisis
Sosial. Edisi 4: 7-20.
Harkristuti Harkrisnowo, (2017) Hukum Pidana Dan Kekerasan Terhadap Perempuan,
Bandung : Alumni, hal.79.
Susi Wiji Utami, ‘Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Pelecehan Seksual PAda Remaja
DI Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Purwerkerto’,
2016, 1–57.
Tangri, S.S., Burt, M.R., & Johnson, L.B. 1982. Sexual Harassment at Work: Three
Explanatory Model. Journal of Social Issues, 35, 33-54.
Yonna Beatrix Salamor and Anna Maria Salamor, ‘Kekerasan Seksual Terhadap
Perempuan ( Kajian Perbandingan Tiongkok . Kekerasan Terhadap Perempuan Di
India Merujuk Pada Kekerasan Fisik Atau Diwujudkan Di India . Penegakan Hukum
Terhadap Kekerasan Perempuan Di India’, 2.1 (2022), 7–11.
Feist, Jess (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika. hlm.
331. ISBN 978-602-85555-18-0.
Higgins, L.P,& Hawkins,J.W., Human Sexuality Across the Life Span: Implication for
Nursing Practice. California: Woodsworth Health Science Devision, 1986.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2021 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1000)
24
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 120, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6792)
25
i