Istilah Lomban oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “Lomba-
lomba” yang berarti masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang melaksanakan
lomba-lomba laut yang seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban,
tetapi ada sebagian mengatakan bahwa kata-kata lomban berasal dari kata
“Lelumban” atau brsenang-senang. Semuanya mempunyai makna yang sama yaitu
merayakan hari raya dengan bersenang-senang setelah berpuasa Ramadhan sebulan
penuh.
Mereka mempersiapkan “Amunisi” guna dipergunakan dalam “Perang Teluk Jepara”
baik amunisi logistic berupa minuman dan makanan maupun amunisi perang berupa
ketupat, lepet dan kolang kaling, guna meramaikan dibawa pula petasan sehingga
suasananya ibarat perang masa sekarang Keberangkatan armada perahu ini diiringi
dengan gamelan Kebogiro.
KIRAB SEDEKAH LAUT CILACAP
Upacara sedekah laut konon berawal dari peristiwa tumbuhnya kembang Wijayakusuma
pada jaman Prabu Aji Pramosa dari Kediri yang telah bertahun-tahun menimbulkan
kepercayaan bagi raja-raja di Surakarta dan Yogyakarta, sebagai kembang yang diyakini
mempunyai makna vertikal baik warna maupun rupa atau bentuk. Kembang wijaya
kusuma terdiri dari tiga warna (merah, hijau dan kuning) dengan 5 (lima) kelopak dan 7
(tujuh) makhota yang mempunyai makna tersendiri bagi seorang pemimpin.
Upacara sedekah laut sebelum hari pelaksanaan didahului dengan prosesi nyekar atau
ziarah ke Pantai Karang Bandung (Pulau Majethi) yang terletak di sebelah timur tenggara
Pulau Nusakambangan yang dilakukan oleh ketua adat Nelayan Cilacap dan diikuti
berbagai kelompok nelayan serta masyarakat untuk memohon kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar tangkapan ikan pada musim panen ikan melimpah dan para nelayan
diberi keselamatan. Masyarakat nelayan Cilacap mempersiapkan upacara adat sedekah
laut sejak satu tahun sebelum upacara adat tersebut diadakan, terutama mengenai
persiapan dana. Nelayan umumnya memberikan iuran rutin setiap bulan untuk
menyambut upacara adat sedekah laut.
Upacara adat sedekah laut di pantai Selatan Kabupaten Cilacap merupakan tradisi atau
adat yang diselenggarakan masyarakat nelayan Cilacap satu kali dalam setahun, yaitu
setiap bulan Suro (kalender Jawa) yang bertepatan dengan hari Selasa Kliwon atau Jumat
Kliwon. Upacara adat ini mengandung makna religius yaitu sebagai perwujudan rasa
syukur atas hasil tangkapan ikan nelayan dan permohonan doa keselamatan dan
kelimpahan hasil tangkapan ikan pada tahun berikutnya. Upacara adat ini juga
mengandung makna budaya, sosial dan ekonomi.
TAMBAK GARAM MADURA
Pulau Madura sering disebut sebagai pulau garam, ada sejumlah fakta serta data yang
memperkuat penahbisan Pulau Madura sebagai salah satu daerah penghasil garam terbesar di
Indonesia. Salah satunya bisa dilihat dari data Analisis Produksi Garam Indonesia 2011-2014
yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia pada 2015.
Dalam data itu diperlihatkan antara lain jumlah produksi tambak garam rakyat, peta lokasi
produksi garam rakyat (kabupaten/kota), hingga tertera pula luas lahan serta jumlah produksi
yang dihasilkan oleh lahan tambak garam rakyat (di kabupaten/kota) di Indonesia. Dapat
disarikan dari data tersebut bila semua kabupaten di Pulau Madura memiliki lahan tambak
garam rakyat dan menghasilkan garam rakyat dalam jumlah yang besar.
Lantas mengapa semua kabupaten di Pulau Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
Sumenep) bisa memiliki lahan tambak garam rakyat dan menghasilkan garam rakyat dalam
jumlah besar? Adakah faktor yang mendukungnya?
Rupanya keunikan alam Madura jarang dijumpai di pulau-pulau lain di Indonesia. Sumatra dan
Kalimantan yang memiliki sungai dan muara, di mana garam sulit dibuat di sana karena air
lautnya tak begitu pekat, walau ada ladang garam di sejumlah titik di Sumatra, seperti di Aceh.
Pulau Madura memang dikenal bermusim kering lebih panjang, tak banyak sungai dan sumber
air tawar. Daratan Madura relatif datar di sisi selatan, dengan dataran tinggi di tengah, dan
pantai utara yang berbeda ketinggian. Suhu rata-rata Pulau Madura 26,9 derajat celsius, dengan
kemarau panjang antara 4 sampai 5 bulan (rata-rata bulan kering 2 sampai 4 bulan). Meski
garam hanya dihasilkan di sepanjang pantai Selatan Madura. Sedikitnya sungai dan muara
membuat kawasan Selatan memiliki air laut berkadar garam tinggi.
Proses pembuatan garam rakyat di Pulau Madura kerap disebut cara 'Madurese' atau cara orang
Madura, di mana pembuatan garam dengan kristalisasi air laut secara total, garam diambil mulai
dari lapisan terbawah hingga atas. Para petani garam secara tradisional memindahkan air laut
antarmeja garam.
BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI SULAWESI SELATAN
Berdasarkan laporan KKP, produksi rumput laut Indonesia mencapai 9,12 juta
ton pada 2021. Sulawesi Selatan menjadi daerah yang memproduksi rumput
laut terbanyak di Indonesia, yakni 3,79 juta ton.
Kelenteng Xiao Yi Shen Tang dibangun di atas laut dengan dermaga di sisi utara. Ombak laut
hanya tenang saat pagi hari, dan menjadi ganas setelah lepas siang. Bangunan kelenteng
berukuran 20 meter x 20 meter dan menghadap ke timur. Seluruh bangunan dibuat dari
kayu belian (ulin atau "kayu besi") yang sangat kuat. Atap bangunan berwarna merah sementara
dinding kayu dicat warna biru.
Keseluruhan bangunan kelenteng terdiri atas tiga buah bangunan dengan bubungan atap
kelenteng melengkung khas kelenteng. Bangunan paling depan dihiasi sepasang fenghuang,
sementara yang paling belakang dihiasi sepasang long (Naga Tiongkok). Empat buah altar
dibangun di keempat sudut kelenteng, sementara sayap kiri bangunan memuat enam buah
tempat tidur bersusun untuk tamu. Sayap kanan digunakan sebagai dapur dan toilet. Menurut
Agni Malagina, Naga melambangkan elemen Yang, simbol kekuatan tertinggi dan
keberuntungan. Sedangkan mutiara merupakan simbol kesehatan dan kesejahteraan.
Sementara burung phoenix melambangkan elemen Yin, simbol kerendahan hati, kebajikan,
kebaikan, dan kesopanan.
Pintu masuk kelenteng dijaga oleh Qin Qiong dan Yuchi Gong (Shen Shu dan Yu Lei). Dewa
utama kelenteng ini adalah Guan Gong.
MASJID AL-ALAM KENDARI