Anda di halaman 1dari 23

Sedeka laut

Nelayan Jawa
1. Pradiana Syahwa Hafidsya (P1337434121097)
2. Cita Finandhia Putri Pratama (P1337434121098)
3. Rizka Aulia Rachmasari (P1337434121061)
4. Sesilia Ayu Cahyani (P1337434121059)
5. Ista'inu Romansa Yumaida (P1337434121077)
6. Avada Nurbaiti Maulida (P1337434121057)
7. Chairul Habbib Susilo Bakti Nugroho(P1337434121095)
8. Muchamad ikhsan rafi (P133743412100)
9. Diva evina gamaella(P1337434121083)
10. Anggoro dwi pangestu (P1337434121062)
Pembahasan
01 02 03
DEFINISI PROSES MAKNA
Tradisi Sedekah Laut di Tradisi Sedekah Laut Jawa Tradisi Sedekah Laut di
Jawa SIMBOLIS
Jawa

04 05
06
LATAR FUNGSI DAN SIKAP
BELAKANG PERANAN Keberagaman masyarakat
dalam melaksanakan
Adanya Sedekah Laut di Tradisi Sedekah Laut bagi
Jawa Tradisi Sedekah Laut
Masyarakat Jawa
DEFINISI SEDEKAH LAUT
Sedekah laut adalah tradisi adat yang sudah turut menurun. Banyak masyarakat
nelayan Desa Kluwut, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah mengikuti ritual sedekah
laut karena ingin melestarikan tradisi dan memohon keselamatan. Proses ritual
sedekah laut yang pertama adalah menyiapkan sesaji, kemudian sesaji yang
sudah siap dibawa mengelilingi kampung diiringi dengan burok(boneka kayu),
lalu sesaji diinapkan di tempat pelelangan ikan (TPI), dan keesokan harinya sesaji
siap di tenggelamkan di tengah laut. Makna ritual sedekah laut diantaranya
sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta atas hasil laut yang didapat,
memohon keselamatan saat melaut, turut serta dalam melestarikan budaya, dan
apabila melakasanakan ritual sedekah laut nelayan akan mendapat hasil laut yang
berlimpah, adapun manfaat yang didapat masyarakat nelayan yaitu menjadi ajang
silaturahmi bagi masyarakat nelayan Desa Kluwut, sebagai sarana hiburan dan
masyarakat nelayan merasa tenang dan yakin ketika melaut.
PROSES TRADISI
SEDEKAH LAUT
Sedekah laut merupakan suatu ritual sakral yang menjadi tradisi bagi masyarakat
nelayan tradisional di Indonesia dengan menghanyutkan hasil bumi berupa
sesajen ke laut. Sedekah laut merupakan wujud dari simbol rasa syukur nelayan
kepada Tuhan atas hasil laut yang melimpah dan permohonan agar dihindarkan
dari hal buruk yang dapat menimpa nelayan di laut. Ritual ini juga merupakan
simbol penghormatan kepada kekuatan mistis yang dipercaya masyarakat nelayan
sebagai penjaga laut. Sedekah laut mengandung nilai – nilai kehidupan bagi
masyarakat nelayan dalam mendukung aktivitas mereka.
Tujuan dari penulisan laporan studi pustaka ini adalah untuk
mengidentifikasi kebudayaan, hakikat sedekah laut,

.
pelaksanaan sedekah laut di beberapa daerah di Indonesia,
nilai – nilai yang terkandung dalam sedekah laut yang
membentuk keterkaitan dengan aktivitas dalam pengelolaan
sumberdaya laut. Laporan studi pustaka ini disusun
menggunakan metode studi literatur yang menghimpun
konsep dan data kualitatif mengenai praktik ritual sedekah
laut yang masih dipertahankan di beberapa daerah di
Indonesia serta aspek yang terhubung dengan ritual tersebut.
MAKNA SIMBOLIS TRADISI
SEDEKAH
LAUTlaut adalah
Sedekah DI JAWAritual selamatan dengan melarung
jolen (menghanyutkan sesaji yang di letakkan pada
miniatur berbentuk kapal laut berisi buah-buahan,
makanan, dan minuman). Sedekah laut merupakan
bentuk perwujudan rasa syukur para nelayan setempat
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.Ritual dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rizki
yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara
menolak bala dan upacara karena perubahan atau siklus
dalam kehidupan manusia misalnya kelahiran,
pernikahan dan kematian (Agus, 2007:95).
Makna ritual sedekah laut dimaknai secara
berbeda-beda oleh para nelayan.Diantaranya
yaitu supaya diberi keselamatan pada saat
melaut, sebagai wujud rasa syukur kepada
Sang Pencipta atas rezeki yang didapat, turut
serta melestarikan budaya, dan apabila
melaksanakan ritual sedekah laut akan
mendapat hasil laut yang berlimpah. Sebagian
nelayan memaknai sedekah laut sebagai
wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta atas
rezeki yang didapat.
Latar Belakang
adanya Sedeka Laut di Jawa
Upacara sedekah laut konon berawal dari peristiwa tumbuhnya kembang
Wijayakusuma pada jaman Prabu Aji Pramosa dari Kediri yang telah
bertahun-tahun menimbulkan kepercayaan bagi raja-raja di Surakarta dan
Yogyakarta, sebagai kembang yang diyakini mempunyai makna vertikal
baik warna maupun rupa atau bentuk. Kembang wijaya kusuma terdiri dari
tiga warna (merah, hijau dan kuning) dengan 5 (lima) kelopak dan 7 (tujuh)
makhota yang mempunyai makna tersendiri bagi seorang pemimpin. Warna
merah mahkota mempunyai makna kekuatan membentuk sel-sel baru di
tubuh manusia; warna hijau maya mempunyai maknakekuatan memelihara
sel-sel tubuh manusia; warna kuning janur mempunyai makna kekuatan
untuk mengganti sel-sel dalam tubuh manusia.
Tiga warna tersebut akan menyatu membentuk warna putih kebiru-
biruan yang menyilaukan, sehingga bunga ini setelah mekar akan
berwarna putih kebiru-biruan menyilaukan yang diyakini sudah
menyatu dengan ilahi. Kelopak 5 (lima) lembarmelambangkan
makna falsafah Pancasila; mahkota 7 (tujuh) lembar melambangkan
7 (tujuh) unsur dalam tubuh manusia, yaitu rambut melambangkan
suku bangsa dan etnis; kulit melambangkan agamaatau
kepercayaan; darah melambangkan golongan; otot melambangkan
kedudukan; daging melambangkan status sosial; tulang
melambangkan pekerjaan atau kekuasan, serta sunsum
melambangkan kemampuan intelektual, pola pikir, pendapat atau
pandangan (Ronggosegoro, 1990).
Sifat unsur tersebut berdiri tegak tidak lekang oleh panas, tidak luntur oleh
hujan, tidak tergoyahkan oleh hempasan ombakdan terpaan badai, sehingga
setiap raja atau pemimpin negara jangan sampai tenggelam dalam 3 (tiga) hal
yaitu tahta, harta dan wanita, serta harus mempunyai jiwa bijaksana yang
dilambangkan pada bunga wijaya kusuma, sehingga setiap ada penobatan raja
baik Susuhunan di Surakarta maupun Kesultanan di Yogyakarta selalu mengirim
40 (empat puluh) orang utusan ke Nusakambangan untuk memetik kembang
Wijayakusuma. Sebelum melakukan tugas pemetikan, para utusan itu
melakukan ziarah ke makam-makam tokoh leluhur di sekitar Nusakambangan
seperti pesareyan (makam)Adipati Banjaransari di Karangsuci, pesareyan
Adipati Wiling di Donan, pesareyan Adipati Purbasari di Dhaunlumbung,
pesareyanKyai Singalodra di Kebon Baru dan pesareyan Panembahan Tlecer di
Nusakambangan (Ronggosegoro, 1990).
Makam lain yang juga diziarahi yaitu pesareyan Kyai Ageng Wanakusuma
di Giliranga dan pesareyan Kyai Khasan Besari di Gumelem
(Banjarnegara).Selain ziarah atau nyekar, mereka melakukan tahlilan dan
sedekah kepada fakir miskin. Malam berikutnya nyepi (bersemedi
semalam)di Masjid Sela, yaitu sebuah gua di pulau Nusakambangan
yangmenyerupai Masjid. Pemetikan kembang Wijayakusuma juga
dilakukan pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwono XI, yaitu saat
Sunan Pakubuwono XI baru jumenengan (dinobatkan sebagai raja).
Bahkan adat leluhur ini konon sudah dilakukan jauh sebelum itu.Menurut
Babad Tanah Jawi, Adipati Anom, Sunan Amangkurat II pernah mengirim
utusan untuk memetik kembang Wijayakusuma, yaitu setelah ia
rnenobatkan dirinya sebagai raja Mataram menggantikan ayahandanya.
Menurut seorang sejarawanBelanda H.J. de Graaf, peristiwa jumenengan
tersebut dilaksanakan di Ajibarang pada tanggal 7 Juli 1677 dalam
perjalanannya keBatavia saat dikejar Trunojoyo. Menurut keterangan,
cara memetikbunga Wijayakusuma tidak dengan tangan tetapi dengan
cara gaib melalui samadi. Sebelumnya para utusan raja melakukan
upacara “melabuh" (sedekah laut) di tengah laut dekat pulau Karang
Bandung. Sebelum dipetik, pohon itu dibalut terlebih dahulu dengan
cinde sampai ke atas. Dengan berpakaian serba putih utusan itu
bersamadi di bawahnya, jika memang samadinya terkabul,
kembangWijayakusuma akan mekar dan mengeluarkan bau
harum.Kemudian bunga itu jatuh dengan sendirinya ke dalam kendaga
yang sudah dipersiapkan.
Selanjutnya kembang tersebut dibawapara utusan ke Kraton untuk
dihaturkan ke hadapan Susuhunan Sri Sultan. Penyerahan itu pun
dilakukan dengan upacara tertentu, konon kembang itu dibuat sebagai
rujak dan disantap raja yang hendak dinobatkan, dan dengan demikian
raja dianggap syah dan dapat mewariskan tahta kerajaan kepada anak
cucu serta keturunannya. Mitos tentang kembang Wijayakusuma
melahirkanupacara budaya sedekah laut yang dilaksanakan setiap bulan
Sura oleh masyarakat nelayan pantai selatan, dengan melarung
rejekinya ke laut pantai selatan.
Di Cilacap tradisi-adat sedekah laut bermula dari perintah Bupati
Cilacap ke III Tumenggung Tjakrawerdaya III yang
memerintahkan kepada sesepuh nelayan Pandanarang bernama
KiArsa Menawi untuk melarung sesaji ke laut selatan beserta
nelayanlainnya pada hari Jumat Kliwon pada bulan Sura tahun
1875. Sejak itu muncul adat larung sesaji ke laut atau lebih dikenal
dengan istilah upacara adat sedekah laut, yang hingga saat ini
masih menjadi adat atau tradisi yang dilakukan secara rutin satu
tahunsekali pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di bulan
Muharram. Bahkan mulai tahun 1983 upacara sedekah laut
diangkat sebagai atraksi wisata yang menarik bagi wisatawan
mancanegara.
FUNGSI dan PERANAN
Agar Tuhan memelihara keselamatan penduduk, menjauhkan mereka dari mala-petaka, dan
melimpahkan kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan di laut dan hasil pertanian.

Bentuk rasa syukur dari masyarakat nelayan setempat kepada penguasa alam, yang telah
memberikan hasil laut melimpah kepada mereka.

Memohon keselamatan kepada Tuhan agar saat masyarakat nelayan mencari ikan di laut
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan .

Menyampaikan rasa syukur atas rejeki yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan
memohon keselamatan bagi para nelayan dan keluarganya supaya dalam menunaikan
tugasnya sehari-hari sebagai nelayan tidak mendapatkan gangguan apapun, sehingga
memperoleh hasil tangkapanSuryanti, A. (2017). Upacara Adat Sedekah Laut di Pantai
Cilacap. Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 3(2).
SIKAP
Sikap keberagamaan masyarakat sekitar ketika
melaksanakan tradisi sedekah laut pada perilaku dapat
memunculkan suatu ke taatan terhadap agama mereka
dan menganggap tradisi tersebut perlu dilestarikan dan
dijaga. Karakteristik yang mempengaruhi sikap
keberagamaan dimulai dari masa anak-anak, remaja,
dan dewasa yang semuanya memiliki perbedaan dalam
memunculkan sikap beragama.
Ekspresi keberagamaan masyrakat sekitar ketika melaksanakan
tradisi tersebut dilihat dari tiga bentuk ekspresi, yaitu dalam
bentuk pemikiran mereka mendapat dogma-dogma dari nenek
moyang mereka bahwa melaksanakan tradisi tersebut dapat
memberikan keselamatan dan melimpahnya hasil tangkapan.
Dalam bentuk perbuatan mereka mempraktekan tradisi tersebut
setiap tahunnya. Dan dalam bentuk persekutuan yaitu mereka
memiliki wadah kelompok nelayan sebagai tempat untuk
merealisasikan ekspresi dalam bentuk pemikiran dan
perilaku.Harbangkara, R. M. (2020). Ekspresi Keberagamaan Para
Pelaku Tradisi Sedekah Laut di Pantai Teluk Penyu Kecamatan
Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
Nilai-Nilai dalam Tradisi
Sedekah Laut di Jawa
Tradisi sedekah laut memilki nilai-nilai yang
terdapat dalam acara pesta laut/sedekah laut, yaitu:

1.Nilai sosial, wujud dari nilai sosial saat acara


sedekah laut/pesta laut masyarakat sekitar yang
secara bergotong royong dalam menggelar
pelaksanaan kegiatan baik sebelum dan sesudah
acara, sehingga dari upacara tersebut terlahirlah
kerukunan warga, solidaritas dan kebersamaan
masyarakat.
2.Nilai agama, tradisi Sedekah Laut ini diadakan
sebagai sebuah simbolis terhadap rasa syukur
kepada tuhan YME.
3.Nilai ekonomi, pelaksanaan acara pesta laut
menunjukan tingkat perekonomian masyarakat
pesisir, apabila perayaannya meriah dan banyak
pengunjungnya, maka menandakan bahwa
perekonomian mereka saat itu semakin meningkat,
dan harapannya tingkat perekonomian mereka
selalu meningkat seiring berjalannya waktu.
4. Nilai pendidikan, acara pesta laut memberikan
banyak pelajaran terhadap generasi muda agar
senantiasa menjaga, memelihara dan melestarikan
kebudayaan yang ada, serta saling menjaga
kerukunan satu sama lain.
Perwujudan Hakikat Manusia
Sebagai Makhluk Sosial dalam
Tradisi Sedekah Laut di Jawa

Sedekah laut merupakan ajang untuk menciptakan


kembali kekerabatan dan solidaritas antar masyarakat,
dengan adanya pelaksanaan tradisi sedekah laut yang
dihadiri dan diikuti oleh semua warga masyarakat,
hubungan komunikasi antar masyarakat dengan
komponen lainnya yang ikut serta berpartisipasi
dalam jalannya upacara ini dapat terjalin dengan
kompleks, seperti halnya masyarakat Jawa yang
sangat kental dengan kerukunan, komunikasi
merupakan kunci utamanya.
Hubungan kegiatan sedekah laut
terhadap kerja sama, kepekaan
sosial, kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan
sekitar

1.Dalam penyelenggaraan tradisi Sedekah Laut,


masyarakat akan sukarela membantu tanpa
ditunjuk untuk mengerjakan persiapan tradisi.

2.Warga akan berinisiatif sendiri terhadap apa yang


akan mereka kerjakan.
3.Rasa solidaritas dan semangat yang kuat ternyata
memberikan dampat positif bagi masyarakat itu
sendiri dan tentunya jalannya tradisi sedekah laut.

4.Penyelenggaraan tradisi sedekah laut masyarakat


juga saling gotong royong dalam mempersiapkan
segala bentuk perlengkapan tradisi.

Hal ini yang menunjukan semangat kebersamaan


dan kegotong royongan masyarakat Jawa yang
masih kental.
TERIMAKASIH
ADA
PERTANYAAN ?

Anda mungkin juga menyukai