TINJAUAN PUSTAKA
1.1.1 Epidemiologi
Nephrolithiasis atau batu ginjal salah satu penyakit utama saluran kemih dan
batu ginjal merupakan penyakit yang paling sering (Fauzi dan Putra, 2016).
Kejadian pada pria lebih banyak dari pada wanita. Pembentukan batu ginjal salah
satu gangguan urologis yang menyakitkan terjadi pada 15% populasi global dan
tingkat kemunculan kembali sekitar 74-86% pada pria dan 45-64% pada wanita
Faktor risiko yang berkontribusi untuk batu ginjal adalah obesitas, resistensi
insulin, penyakit yang berkaitan dengan gastrointestinal, hidup di iklim hangat, dan
Batu kalsium adalah batu ginjal yang dominan sekitar 80% dari semua
batu saluran kemih dan kekambuhannya lebih besar daripada batu ginjal
yang lain. Proporsi batu kalsium meliputi batu CaOx 50%, CaP 5%, dan
kalsium oksalat dapat berupa CaOx, COM, COD, dan kombinasi. COM
4
5
adalah bentuk batu yang paling stabil secara termodinamik (Alelign dan
Petros, 2018).
2. Batu struvite
Batu struvite disebut sebagai batu infeksi dan batu tripel fosfat,
kemih kronis yang menghasilkan urease, yang paling umum adalah proteus
amonia dan CO2, membuat urin lebih basa yang meningkatkan pH (biasanya
> 7). Fosfat kurang larut pada pH basa dan asam, sehingga fosfat mengendap
pada produk amonia yang tidak larut, menghasilkan formasi batu staghorn
Batu asam urat sekitar 3-10% dari semua jenis batu dan lebih sering
terjadi pada wanita. Penyebab batu asam urat yang paling umum adalah
idiopatik. Diet tinggi purin terutama yang mengandung diet protein hewani
pH urin yang rendah (pH <5.05) memperburuk pembentukan batu asam urat
4. Batu sistin
Batu ini akibat kelainan genetik dari pengangkutan asam amino dan
sistin. Kelainan autosom resesif disebabkan oleh kerusakan pada gen rBAT
dari sistin atau bocor sistin ke dalam urin. Hal tersebut mengakibatkan
kelebihan cistinuria pada ekskresi urin dan membentuk batu sistin (Alelign
Kejadiannya sekitar 1% dari semua jenis batu. Obat obatan seperti obat
nidus pada batu ginjal yang sudah ada. Di sisi lain, obat-obatan ini dapat
2018).
1.1.3 Patofisiologi
fisikokimia dan supersaturasi urin. Solusi jenuh mengacu pada larutan yang
mengandung lebih banyak bahan terlarut daripada bahan yang bisa dilarutkan oleh
pelarut, karena tidak dapat dilarutkan akibat jumlah yang berlebihan akan
7
membentuk endapan dalam urin yang mengarah pada nukleasi kemudian menjadi
kristal. Kristalisasi terjadi ketika konsentrasi dua ion sudah melebihi titik jenuh.
Transformasi cairan ke fase padat dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi tertentu dari
zat berlebih. Berikut urutan peristiwa yang memicu pembentukan batu termasuk
nukleasi, pertumbuhan, agregasi, dan retensi kristal didalam ginjal (Alelign dan
Petros, 2018).
1.Nukleasi kristal
dari urin super jenuh yang disimpan di dalam ginjal. Dalam cairan super
1. Pertumbuhan kristal
Nidus tercapai, beberapa atom atau molekul dalam cairan super jenuh
cluster meningkat oleh energi permukaan, namun, hanya ketika cluster kecil.
sifat fisik material, pH, dan cacat yang mungkin terbentuk dalam struktur
2. Agregasi kristal
8
produksi ROS dan menyebabkan kerusakan epitel ginjal (Liu, et al., 2018).
3. Interaksi kristal-sel
disebut sebagai retensi kristal atau interaksi sel kristal. Pada individu dengan
kristal dari sisi sel basolateral ke membran basemen (Alelign dan Petros,
2018).
Interaksi kristal COM dengan permukaan sel epitel ginjal bisa menjadi
antara kristal dan sel sel epitel tubulus ginjal yang cedera mempromosikan
kristalisasi CaOx. Kristal CaOx adalah racun bagi sel epitel ginjal yang
kristal yang melekat pada sel epitel diduga dicerna oleh makrofag atau
lisosom di dalam sel, kemudian dibuang lewat urin. Sel tubular ginjal yang
reaktif dianggap sebagai salah satu faktor yang terlibat dalam cedera sel
9
ginjal. Studi tentang interaksi sel kristal kultur jaringan menunjukkan bahwa
kristal COM cepat melekat pada mikrovili pada permukaan sel. Molekul
paling umum di sebagian besar sel dan jaringan. Deposisi hiperoksaluria dan
pada sel LLC-PK1 dan MDCK. Paparan sel LLC-PK1 terhadap oksalat
akumulasi ROS, lipid peroksida dan protein tiol teroksidasi. Sitrat juga
sitrat eksogen ke sel LLC-PK1 dan MDCK memperkuat pertahanan ini dan
mengurangi cedera sel yang diakibatkan oleh paparan kristal Ox dan CaOx
produksi H2O2 dan 8-IP, yang merupakan produk akhir dari penguraian lipid
(Khan, 2014).
primer yang parah, sel tubular ginjal terluka dan kristal menjadi melekat
kristal CaOx konsentrasi tinggi atau ion oksalat tampaknya beracun yang
pertumbuhan kristal, laju agregasi, atau proses lain yang diperlukan untuk
untuk semua orang oleh karena itu, beberapa orang membentuk batu. Tetapi,
jika kristal yang terbentuk tetap kecil, biasanya ia bergerak melalui saluran
kemih dan keluar dari tubuh dengan percikan urin tanpa diketahui. Inhibitor
dapat bertindak baik secara langsung dengan berinteraksi dengan kristal atau
tubular. Kreatinin disintesis oleh otot skelet sehingga kadarnya dapat bergantung
pada massa otot dan berat badan (Alfonso, et al., 2016). Menurut Malole dan
Pramono (1989), kadar kreatinin normal pada tikus adalah 0,2-0,8 mg/ dl
toksik pada ginjal, penyakit ginjal, hipertensi tidak terkontrol, dll (Alfonso, et al.,
2016).
Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin. Kreatin dari
hepar akan menuju ke otot sebagai fosfokreatin yang irreversible maupun dalam
bentuk bebas. Kreatinin sebagian besar dibuat di dalam otot melalui proses
dehidrasi non enzimatik dan fosfokreatin melepaskan fosfat anorganik (Wyss dan
Daouk, 2000). Fosforil kreatin merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis
ATP. ATP yang dibentuk oleh glikolisis dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan
kreatin membentuk ADP dan fosfsokreatin yang mengandung ikatan fosfat energi
tinggi, lebih tinggi dari ATP. Fosfokreatin dapat saling memindahkan energi
dengan ATP, Bila ATP banyak dalam sel, sebagian besar energinya digunakan
mulai habis, energi dalam fosfokreatin ditransfer kembali menjadi ATP. Jadi
hubungan antara fosfokreatin dengan ATP bersifat reversible (Guyton 1994 dan
Ganong 1995). Hasil kreatinin akan menuju ke ginjal bagian glomerulus untuk
difiltrasi dan direabsorbsi oleh tubulus menuju aliran darah, serta diekskresikan
bersama urin (Wyss dan Daouk, 2000). Pada hewan normal, hasil buangan kreatin
15
adalah kreatinin yang sangat bergantung pada filtrasi glomerulus (Guyton 1994 dan
Ganong 1995).
pada endotel vaskuler. Hal ini dikenal dengan fenomena vasorelaksasi yang
seluruhnya oleh glomerolus dan di buang bersama urine (Defriana, et al., 2015).
energi untuk otot. Kreatinin dibuang dari darah melalui ginjal. Jika ginjal
maksimal dan menurun, hal ini akan menyebabkan peningkatan kadar kreatinin
konsentrasinya relatif konstan atau stabil dalam plasma dari hari ke hari. Kadar
kreatinin serum relatif tidak terpengaruh terhadap makanan, umur, jenis kelamin,
senam ataupun diet. Kreatinin difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan
terutama pada fungsi massa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan. Pada
kondisi normal, kreatinin dijumpai dalam urin dengan konsentrasi sedikit dan
relatif konstan. Sehingga dapat dijadikan indikator yang efektif untuk menentukan
16
1.1.6 Taksonomi
G. Riaz, R. Chopra %LRPHGLFLQH 3KDUPDFRWKHUDS\²
Kingdom : Plantae
investigations on the roselle plant has been summarised that provides a
scientific basis for its use as functional food and to facilitate further
investigations on the therapeutic uses of this plant.
4. Nutritional composition
Morfologi Rosella
1.1.7 Persebaran
Hibiscus sabdariffa memiliki lebih dari 300 spesies yang tersebar di daerah
tropis dan non tropis. Rosella juga dapat hidup pada daerah yang lembab dan hangat
seperti daerah tropis dan sub tropis. Habitat aslinya berasal dari Nigeria, lalu
(ternate), Mbrambos hijau (Jawa tengah), Asam rejang ( Muara Enim), kemudian
dikenal pula rosella, asam paya, asam susur, dan lain lainnya (Riaza dan Choprab,
2018).
1.1.8 Morfologi
Memiliki batang berwarna merah dan berbulu yang dapat tumbuh hingga mencapai
2,4 m. Daun berwarna hijau berseling 3-5 helai yang bersifat anisofili (polimorfik)
dengan panjang 7,5-12,5 cm. Daun daun dibagian cabang dan ujung batang terbagi
menjadi 3 toreh. Lebar toreh daun 2,5 cm, tepi daun beringgit. Pangkal daun tumpul
hingga meruncing, sedikit berambut. Warna tulang daun kemerahan dan tangkai
daunnya berwarna hijau hingga merah dengan panjang 0,3-12 cm. Bunga tunggal,
kuncup bunga tumbuh dari bagian ketiak daun, tangkai bunga berukuran 5-20 mm.
Kelopak bunga berlekatan, tidak gugur, tetap mendukung buah berbentuk lonceng.
dengan jumlah 5 petal. Benang sari berwarna merah dengan panjang mencapi
18
20mm. Kepala sari berwarna merah, panjang tangkai 1 mm dengan dibawah kolom
pendukung benang sari terdapat putik sejumlah 5 buah, berwarna merah. Buah
kapsul berbentuk bulat telur ukuran 13-22 mm × 11-20 mm, tiap buah berisi 30-40
biji. Biji berwarna coklat kemerahan dengan biji 3-5 mm × 2-4 mm (BPOM RI,
2010).
1.1.9 Kandungan
sabdariffa). Nilai kemanfaatan rosella sangat luas baik untuk pangan dan kesehatan
sehingga potensi diverifikasi cukup besar. Bagian tanaman rosella yang memiliki
1.Daun
yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti bakteri. Senyawa anti oksidan
yang terdapat dalam daun rosella antara lain asam neo klorogenat, asam
mg/g flavonoid, 0,125 mg/g fenolik, 0,13 mg/g saponin, 0,12 mg/g alkaloid,
dan 0,17 mg/g tanin. Disamping itu kandungan nutrisi daun rosela herbal
berupa 86.2% kadar air, 1,7–3,2% protein, 1,1% lemak, 10% serat, kalsium
kaprilik, asam sitrat, asam asetat, etanol, asam format, asam pelargonik,
rosella herbal adalah 9,2% kadar air, 1,145% protein, 2,61% lemak, 12%
serat, 12% kalsium, 273,2 mg fosfor, dan 6,7 mg asam askorbat (Nurnasari
dan Purwati tahun 2014 kalik rosella mengandung vitamin C yang tinggi
yakni berkisar antara 188 - 2.033,52 mg/100 g kelopak kering (Nurnasari dan
Khulud, 2017).
3. Biji
(BPOM RI, 2010). Kandungan fenolik pada tanaman rosella paling banyak
ditemukan pada biji. Hal ini dikarenakan senyawa tersebut digunakan untuk
melindungi bunga dan biji dari serangan patogen tanaman (Nurnasari dan
Khulud, 2017).
0,131 mg/g flavonoid, 0,165 mg/g saponin, 0,745 mg/g alkaloid, dan 0,881
tanin. Sedangkan pada bagian akar terdapat 0,750 mg/g flavonoid, 0,107
mg/g fenolik, 0,145 mg/g saponin, 0,854 mg/g alkaloid, dan 0,187 mg/g
kalus rosella memiliki efek biologis. Calyces kering disoroti sebagai sumber
menghambat enzim santin oksidase sampai 93%. Pada mencit dengan model
21
PGE2 dan aktivitas iNOS protein pada makrofag sampai 20% Dosis 10-40
2017).
jaringan terhadap insulin. Hal ini menyebabkan kadar gula dalam darah
Khulud, 2017).
2. Anti-hipertensi
asetilkolin dan histamin, dan efek diuretik (Nurnasari dan Khulud, 2017).
3. Antioksidan
adanya efek inhibisi pada aktifitas xantin oksidase, aksi proteksi terhadap t-
BHP yang dikarenakan stres oksidatif, proteksi sel dari kerusakan yang
besar dibandingkan dengan alfa tokoferol (vitamin E), asam askorbat, dan
2017). Ekstrak aquous rosella pada dosis (500-2500 mg / kg) memiliki efek
6. Anti-karsinogenik
pada karsinogenesis kolon. AOM dan PhIP yang diinduksi ACF berkurang
mitokondria dan menstimulasi kematian sel oleh autofagi dan nekrosis pada
sel MCF-7, bukan kematian sel terprogram. Hal ini membuktikan jika
anthocyanin dari Hibiscus sabdariffa l memiliki efek anti kanker dan lebih
banyak penelitian in vivo diperlukan diarea ini untuk lebih mendukung efek
anti kanker dari ekstrak antosianin rosela (Alelign dan Petros, 2018).
7. Anti urolitik
Petros, 2018).
8. Hepatoprotektif
dimana efek anti-oksidan ini mengurangi kerusakan sel yang terjadi dengan
besar dibandingkan dengan alfa tokoferol (vitamin E), asam askorbat, dan beta
24
karoten. Pada dosis 1000µg antosianin mampu menghambat efek radikal anion
tertekannya proses stres oksidatif yang terjadi pada batu ginjal CaOx (Spormann,
kristal CaOx, aktivitas inhibisi pada fase Growth dan menghambat perlekatan
COM pada epitel tubulus ginjal yang akan menyebabkan cedera sel tubular ginjal.
eksogen memperkuat pertahanan ini dan mengurangi cedera sel yang diakibatkan
oleh paparan kristal Ox dan CaOx yang meningkat (Alelign dan Petros, 2018).
Etilen glikol merupakan salah satu bahan pelarut penting di dunia industri dan
salah satu material atau bahan mentah dari berbagai proses. Dalam perindustrian
minyak dan gas MEG digunakan untuk mengurangi risiko terbentuknya gas hidrat
dan transportasi hidrokarbon. Adanya gas hidrat saat produksi dapat menimbulkan
masalah keamanan yang serius hal ini dikarenakan gas hidrat memblok saluran-
Etilen glikol termasuk salah satu tipe alkohol yang beracun. Kegunaan utama
adalah sebagai antifreeze, misalnya digunakan pada sistem pendingin ruangan (air
conditioning system). Ciri ciri dari EG yaitu tidak memiliki odor, tidak berwarna,
dan memiliki rasa yang manis. Produk ini sering ditemukan pada perlengkapan
Menurut WHO pada tahun 2002 etilen glikol bebas akan mengalami
degradasi oleh reaksi radikal hidroksil di atmosfer. Etilen glikol jika terpapar pada
hewan dan manusia dapat menyebabkan masalah kesehatan. Menurut Tibbitts dan
Etilen glikol jika tertelan dapat menyebabkan jejas dalam tubuh. Hal ini
disebabkan karena Etilen glikol produk metabolik yang terbentuk tersebut akan
berakhir menjadi asam oksalat, dimana target utama dari etilen glikol ini adalah
ginjal. Sehingga, paparan etilen glikol dalam jumlah besar dapat menginduksi
terjadinya kerusakan pada ginjal, sistem syaraf, paru-paru, dan jantung (Patočka, et
al., 2010).
Intoksikasi etilen glikol sering terjadi di seluruh dunia (Latus, et al., 2013).
Keracunan etilen glikol pada ginjal terjadi pada 24-72 jam setelah proses menelan.
Keracunan ini disebabkan langsung oleh efek sitotoksik dari asam glikolat. Asam
oksalat berikatan dengan kalsium untuk membentuk kristal kalsium oksalat dan
terdeposit pada organ yang dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ
26
tubuh termasuk otak, jantung, ginjal, dan paru-paru. Akumulasi kalsium oksalat
factured from ethylene, via intermediate ethylene oxide, can result in hypocalcemia, hematuria, proteinuria, and cry-
which reacts with water to produce ethylene glycol. stalluria, increased creatinine and renal failure.
pada ginjal menyebabkan kerusakan ginjal yang mengakibatkan oliguria dan
Calcium oxalate crystal formation is one of the toxic ef-
Toxicokinetics fects of ethylene glycol poisoning. The shape of the urinary
crystals can be prismatic and resemble hippurate rather
anuria serta kegagalan ginjal akut (Brent 2001)
Dermal exposure, through activities such as changing
antifreeze, is the most likely route of exposure to ethylene
than the expected dipyramidal calcium oxalate dihydrate.
X-ray crystallography positively identified them as calcium
glycol, but dermal exposure is not likely to lead to toxic ef- oxalate monohydrate (6).
fects. On the other hand, inhalation exposure is due to low
volatility of ethylene glycol practically excepted. Only oral
exposure, through accidental or intentional ingestion, is
likely to lead to such effects, and then only if a sufficient
amount is swallowed at one time. Ethylene glycol is rapidly
and completely absorbed upon ingestion from the gastroin-
testinal tract and achieves peak concentration within 30 to
60 minutes after oral ingestion. It has a half-life of 2.5 to 4.5
hours and the half-life may be extended to as long as 17
hours in the presence of therapeutic blood ethanol levels
(100–200 mg/dL). Ethylene glycol has a volume of distri-
bution (0.54–0.8 L/kg) similar to that of total body water.
Ethylene glycol is filtered by the renal glomeruli and is pas-
sively reabsorbed. Approximately 20 % of ethylene glycol is
is eliminated by the kidneys, but the rate of excretion through
this route is slow, with a half-life of 18 to 20 hours (3). How-
ever, major part of ethylene glycol is metabolized by the liver
(80 %) with a short half-life of 3 to 8 hours and its metabo-
lites are actually dangerous (8).
Ethylene glycol is toxic also for numerous animals.
Sometimes there are accidental poisoning of domestic ani-
mals. Cats and dogs are relative sensitive, unlike mice, rats
or guinea pigs (18, 24).
20
oksalat yang terkumpul pada ginjal akan menyebabkan jejas pada sel epitel ginjal
sehingga menginduksi produksi ROS (Liu ,et al., 2018). Selain itu, glycolate yang
2017).
Tikus merupakan hewan mamalia yang paling umum digunakan sebagai hewan
percobaan pada laboratorium, dikarenakan banyak keunggulan yang dimiliki oleh tikus
sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklusi
hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya
tinggi, dan mudah dalami penanganan. Tikus putih (Rattus Norvegicus) memiliki
beberapa galur yang merupakan hasil persilangan sesama jenis, namun demikian galur
yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah Sparaque dawley. Adapun
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Sub-kelas : Theria
Ordo : Rodensia
Sub-ordo : Scuirognathi
Famili : Muridae
Genus : Rattus
(Besselsen, 2004)