Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

TINEA KORPORIS

Nurfitri Hayati Melida.R.,S.Ked

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Raden Mattaher Jambi

Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

1. PENDAHULUAN
Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang dibagi
menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Insidens mikosis
superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas.
Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu
dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan
jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Mikosis
superfisialis diklasifikasikan menjadi dermatofitosis dan
nondermatofitosis.1,2,3,4,5,6,7
Dermatofitosis atau yang dikenal dengan tinea, ringworm, kurap,
herpes sirsinata, teigne adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Golongan jamur dermatofita
mempunyai sifat mencernakan keratin, yang dibagi dalam 3 genus yaitu;
Microsporum, Trichophyton dan Epidermphyton. 1,2,4,5
Pembagian dermatofitosis yang banyak dianut adalah berdasarkan
lokasi, yaitu tinea kapitis (dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala), tinea
barbe (dermatofitosis pada dagu dan jenggot), tinea kruris (dermatofitosis
pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, kadang sampai perut bagian

1
bawah), tenia pedis et manum (dermatofitosis pada kaki dan tangan), tinea
unguium (dermatofitosis pada kuku jari dan kaki), dan tinea korporis
(dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk dari 5 tinea yang
telah disebutkan).1,2,5
Tinea Korporis atau juga dikenal dengan tinea sirsinata, tinea glabrosa,
Scherende Flechte, kurap, herpes sircine trichophytique, merupakan penyakit
kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita,
menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan
tungkai.1,2,6
Insiden tinea korporis dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering
menyerang orang dewasa dan dapat menyerang pria dan wanita. Insiden
meningkat pada kelembapan udara yang tinggi. Penyakit ini tersebar
diseluruh dunia, terutama pada daerah tropis. 1,2,3,6
Tempat predileksinya pada wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada,
punggung. Penyakit ini disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang
tersering adalah Epidermophyton floccpasienum atau T. rubrum. Lingkungan
yang kotor mempengaruhi kebersihan perorangan dalam perkembangan
penyakit pada kulit manusia. Keturunan tidak berpengaruh pada penyakit
ini.1,2,5,6
Variasi klinis tinea korporis dapat berupa lesi berbentuk makula/ plak
yang merah/ hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral.
Pada tepi lesi dijumpai papula – papula eritematosa atau vesikel. Pada
perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi
dapat polisiklis, anular atau geografis. 1,2,6,8
Diagnosa pasien, ditegakkan berdasarkan: anamnesa didapatkan rasa
gatal yang sangat mengganggu, dan gatal bertambah apabila berkeringat, dan
pemeriksaan laboratorium (kerokan kulit dengan KOH 10% bila sensitif
memperlihatkan elemen jamur berupa hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi
oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan
kulit lama dan atau sudah diobati. Penatalaksanaan secara umum perlu
diberikan edukasi kepada pasien untuk meningkatkan kebersihan badan dan

2
menghindari pakaian yang tidak menyerap keringat, dan penatalaksanaan
secara khusus meliputi sistemik dan topikal. 1,2,4,6

2. KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. Rio Herdarwin

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Perumahan Permata Sari No. 1

Status Pernikahan : Menikah

Suku Bangsa : Melayu

Hobi : Olahraga

Tanggal Berobat : 08 Oktober 2013

Autoanamnesis (Tanggal 08 Oktober 2013)

Keluhan Utama : Bercak kemerahan yang melebar disertai rasa


gatal pada perut kiri bawah sejak ± 6 bulan yang
lalu.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak ± 8 bulan yang lalu, awalnya timbul bercak kemerahan yang terasa
gatal pada paha sebelah kiri, gatal semakin bertambah apabila pasien
berkeringat. Apabila terasa gatal, pasien juga sering menggaruk dan bercak
tersebut semakin melebar dan bertambah banyak. Kemudian pasien berobat ke

3
Puskesmas dan diberikan obat salep (pasien lupa nama obatnya), tetapi tidak
ada perubahan.

± 6 bulan yang lalu, timbul bercak kemerahan baru yang sama seperti
bercak pada paha kiri, di perut kiri, bercak tersebut awalnya kecil kurang lebih
sebesar koin 500 rupiah, kelainan ini tidak diawali dengan muncul bintil –
bintil merah, karena terasa gatal maka pasien menggaruknya, rasa gatal makin
bertambah apabila pasien berkeringat dan saat cuaca panas. Kemudian bercak
kemerahan tersebut bertambah luas dan rasa gatal makin bertambah, pasien
kembali berobat ke Puskesmas mendapat salep dan obat minum (pasien lupa
nama obatnya) karena merasa tidak ada perubahan, pasien menghentikan
pemakaian obatnya. Kemudian pasien membeli obat salep sendiri yaitu salep
antijamur (pasien lupa namanya), pasien memakai salep tersebut apabila terasa
gatal. Walaupun rasa gatal berkurang tetapi bercak kemerahan bertambah
lebar.

± 5 bulan yang lalu, timbul bercak kemerahan yang sama dengan di paha
dan perut pada daerah bokong sebelah kiri. Kemudian pasien berobat ke
Poliklinik Kulit-Kelamin RSUD Raden Mattaher dan diberikan beberapa obat
dan salep, dan pasien merasakan perubahan bercak yang memerah tadi
menjadi menghitam dan gatal berkurang pada daerah perut, paha dan bokong
kiri.

± 3 bulan yang lalu kembali timbul keluhan yang sama, bercak kemerahan
di perut bagian kiri dan terasa gatal, Kemudian pasien kembali menggunakan
salep anti jamur yang dibeli sendiri. Pasien mengatakan sering berkeringat
banyak, tetapi tidak segera mengganti pakaiannya. Riwayat mandi dan ganti
pakaian 2 kali sehari, handuk dipakai sendirian dan pakaian yang sering
digunakan pasien adalah kemeja. Karena gatal yang tidak berkurang dan
bercak semakin melebar, akhirnya pasien memutuskan untuk berobat lagi ke
Poliklinik Kulit-Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 08
Oktober 2013.

4
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
 Tidak ada penyakit diabetes.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Pemeriksaan Fisik (Tanggal 08 Oktober 2013)


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 76x/menit
Pernafasan : 16x/menit
Suhu : Afebris

Kepala :
Bentuk : Normochepali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor kiri kanan
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-),
dinding faring hiperemis (-)
Telinga : Normotia, tanda radang (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)


Thorak

5
Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada
simetris
Palpasi : Vokal fremitus (+/+) simetris
Perkusi : Sonor di kedua paru
Auskultasi :
- Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : SN vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : akral hangat, oedem (-), sianpasienis (-)

Ekstremitas Inferior : akral hangat, oedem (-), sianpasienis (-)

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan secara langsung

6
Status Dermatologis
1. Regio Abdominalis lateralis sinistra

Penyembuhan
Plak eritematosa
Sentral

Skuama
Tepi aktif

Gambar 1. Regio Abdominalis lateralis sinistra


 Tampak plak eritematosa, ukuran plakat ɵ 16 cm x 10 cm, tidak
teratur, sirkumskrip dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral
disertai dengan skuama kutikular diatasnya.

2. Regio Femoris Lateralis sinistra

Plak hiperpigmentasi

skuama

Gambar 2. Regio Femoris Lateralis sinistra


 Tampak plak hiperpigmentasi, ukuran 2 cm – 5 cm, jumlah
multiple, bentuk anular dan reguler, sirkumskrip, disertai dengan
skuama kutikular diatasnya.

7
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa
banding, pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini adalah kerokan kulit
dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%, hasilnya : pada sediaan dari paha
kiri dan perut kiri ditemukan adanya Hifa panjang dan bercabang.

Gambar 3. Sediaan kerokan kulit dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%


(Perut)

Gambar 4. Sediaan kerokan kulit dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%


(Paha)

8
2. Pemeriksaan Lampu Wood
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan dengan pitiriasis versikolor
yang akan menunjukkan floresensi kulit berwarna kuning keemasan.1,2,6

3. Pembiakan
Pembiakan diperlukan untuk menentukan spesies jamur, dengan
menggunakan medium agar dekstrosa Sabouraud.1,2,6,8

Resume
Tn. R laki – laki berumur 41 tahun, mengeluh bercak kemerahan yang
melebar disertai rasa gatal pada perut kiri bawah sejak ± 6 bulan yang lalu.
± 6 bulan yang lalu, di perut kiri timbul bercakan kemerahan tersebut awalnya
kecil kurang lebih sebesar koin 500 rupiah, karena terasa gatal maka pasien
menggaruknya, rasa gatal makin bertambah apabila pasien berkeringat.
Kemudian bercak kemerahan tersebut bertambah luas dan rasa gatal makin
bertambah dan berobat ke puskesmas tetapi tidak ada perubahan, oleh karena
itu pasien membeli obat salep sendiri yaitu salep anti jamur, pasien memakai
salep tersebut apabila terasa gatal. Walaupun rasa gatal berkurang tetapi
bercak kemerahan bertambah lebar. Kemudian pasien berobat ke Poliklinik
Kulit-Kelamin RSUD Raden Mattaher dan diberikan beberapa obat dan salep,
dan pasien merasakan perubahan bercak yang memerah tadi menjadi
menghitam dan gatal berkurang pada daerah perut, paha dan bokong kiri. ± 3
bulan terakhir kembali timbul keluhan yang sama, bercak kemerahan di perut
bagian kiri dan terasa gatal, Kemudian pasien kembali menggunakan salep
antijamur yang dibeli sendiri. Riwayat mandi dan ganti pakaian dalam 2 kali
sehari, tetapi gatal tidak berkurang dan bercak kemerahan semakin melebar.
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini meliputi pemeriksaan secara umum
dan pemeriksaan dermatologis. Pada pasien ini, secara umum tidak ada
keluhan. Pada status dermatologis, efloresensi terdapat pada regio abdominalis
lateralis sinistra Tampak plak eritematpasiena, ukuran plakat ɵ 16 cm x 10 cm,
anular, regular, sirkumskrip dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral

9
disertai dengan skuama kutikular diatasnya. Pada regio femoris lateralis
sinistra, Tampak plak hiperpigmentasi, ukuran 2 cm – 5 cm, jumlah multiple,
bentuk anular dan reguler, sirkumskrip, disertai dengan skuama kutikular
diatasnya.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium yaitu
kerokan kulit dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%, hasilnya : pada sediaan
dari paha kiri dan perut kiri ditemukan adanya Hifa panjang dan bercabang.

Diagnosa Banding
1. Tinea Korporis
2. Tinea Versikolor
3. Psoriasis Vulgaris
4. Pitiriasis Rosea
5. Dermatitis Numularis

Diagnosa Kerja
Tinea Korporis

Penatalaksanaan
 Umum
Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada
pasien, seperti:
- menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
- menganjurkan untuk menjaga daerah lesi tetap kering.
- menganjurkan untuk menjaga kebersihan badan.
- menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat,
menggunakan pakaian yang menyerap keringat seperti katun, tidak
ketat dan diganti setiap hari.
- menghindari pemakaian handuk dan baju secara bersama – sama.
- menghindari garukan apabila gatal, karena garukan dapat
menyebabkan infeksi.

10
 Khusus
Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan farmakologi, berupa:
- Sistemik:
Ketokonazol tablet dosis 1 x 200 mg, diminum pagi hari sesudah
makan selama 14 hari
Cetrizine tablet dosis 1 x 10 mg.

- Topikal
Krim Mikonazol Nitrat 2%, 2 kali sehari selama 2 minggu,
dioleskan tipis – tipis pada lesi.

Prognosis
Quo Ad vitam : Bonam
Quo Ad functionam : Bonam
Quo Ad sanationam : Bonam

3. PEMBAHASAN
Tinea Korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Flechte,
herpes sircine trichophytique) atau yang dikenal dengan kurap adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita,
menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan
tungkai.1,2,3,4,5,6,7
Tinea tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut
mempunyai morfologi khas. Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas
tegas, terdiri atas bermacam – macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian
tepi lesi aktif (lebih jelas tanda – tanda peradangannya) daripada bagian
tengah.1,2,3,6
Bergantung pada berat ringannya reaksi radang dapat dilihat berbagai
macam lesi kulit. Wujud lesi dapat berupa; lesi berbentuk makula/ plak yang
merah/ hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral, skuama.
Pada tepi lesi di jumpai papula – papula eritema atau vesikel. Pada perjalanan
penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Kadang terlihat erosi dan

11
krusta akibat garukan. Lesi – lesi pada umumnya merupakan bercak- bercak
terpisah satu dengan yang lainnya. Gambaran lesi dapat polisiklik, anular atau
geografis.1,2,3,5,6,7
Secara epidemiologi dapat menyerang seluruh umur tetapi lebih sering
pada dewasa yang menyerang wanita dan pria, bentuk dengan tanda radang
lebih nyata, sering dijumpai pada anak – anak daripada orang dewasa karena
umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali. Insiden penyakit ini
meningkat pada kelembapan udara yang tinggi dan dipegaruhi juga oleh
kebersihan badan dan lingkungan.1,2,7,8 Pada tinea korporis yang menahun
tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Bentuk khas tinea
korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut tinea
imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan papul berwarna coklat yang
perlahan – lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah terlepas dari
dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari
bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran – lingkaran skuama yang
konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah
luar akan terasa jelas skuama yang menghadap kedalam. Lingkaran –
lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan
lingkaran – lingkaran disebelahnya sehingga membentuk pinggir yang
polisiklik. Pada permulaan penderita akan merasa sangat gatal, akan tetapi
kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. 1,2,3,6
Masa inkubasi dapat dari hari sampai beberapa bulan, dengan lamanya
dapat berminggu – minggu, berbulan – bulan sampai bertahun – tahun.2,4
Keluhan dan gejala yang muncul yang biasa dikeluhkan oleh penderita, dari
gejala subjektif yaitu gatal terutama jika berkeringat dan gejala objektif yaitu
makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif. Oleh karena gatal dan
digaruk, lesi akan meluas terutama pada daerah yang lembab.1,2,4,6,7
Penyakit ini disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang
tersering adalah Epidermophyton floccpasienum atau T. rubrum. Area
predileksi tinea korporis yaitu wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada dan
punggung.1,2,6

12
Gambar 3. Area Predileksi Tinea Korporis

Dermatofitosis adalah salah satu kelompok dermatomikosis superfisialis


yang disebabkan oleh jamur dermatofita, terjadi sebagai reaksi pejamu terhadap
produk metabolit jamur dan akibat invasi oleh suatu organisme pada jaringan
hidup. Terdapat tiga langkah utama terjadinya infeksi oleh jamur dermatofita,
yaitu perlekatan dermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan di antara sel, serta
terbentuknya respon pejamu.1,2,4,7,8
Dermatofit adalah sekelompok jamur yang memiliki kemampuan
membentuk molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai
sumber nutrisi untuk membentuk kolonisasi. Kolonisasi jamur dermatofit
menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit,
rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Terdapat tiga genus penyebab
dermatofitosis, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyto. Pada tinea
korporis, jamur penyebab yaitu; T. rubrum, T. mentagrophytes, M. audouinii, M.
canis, 47% penyakit tinea korporis disebabkan oleh T. rubrum.1,5,8
Patogenesis dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain
iklim yang panas, kebersihan perseorangan, sumber penularan, penggunaan obat-
obatan steroid, antibiotik dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi
organisme, lokasi infeksi serta respon imun dari pasien.1,2,4,8

13
Penularan dermatofitosis, melalui 3 cara yaitu; antropofilik (transmisi dari
manusia ke manusia, ditularkan secara langsung maupun tidak langsung), zoofilik
(transmisi dari hewan ke manusia, melalui kontak langsung atau tidak langsung
melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai
kontaminan pada rumah, sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi,
kuda dan mencit) dan geofilik (transmisi dari tanah ke manusia).8
Terjadinya infeksi dermatofita melalui tiga langkah utama, yaitu:
perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta
pembentukan respon pejamu. 1,2,8
Perlekatan dermatofit pada keratinosit, perlekatan artrokonidia pada
jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, yang dimediasi oleh serabut
dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat
menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum
korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan
mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan)
yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu.
Proses ini juga dipermudah oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada
kulit. Enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis menimbulkan
peradangan. Respon terhadap inflamasi dapat berupa eritema, papulasi, dan
kadang vesikulasi.1,2,8
Spora tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan
melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase,
lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu
4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat
pada keratin. Untuk bertahan dalam menghadapi pertahanan imun yang terbentuk
tersebut, jamur patogen menggunakan beberapa cara: 1,2,8
- penyamaran dengan membentuk kapsul polisakarida yang tebal, memicu
pertumbuhan filamen hifa, sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.
- pengendalian, dengan sengaja mengaktifkan mekanisme penghambatan imun
pejamu, yang berakibat aktivasi makrofag akan terhambat.
- penyerangan, dengan memproduksi molekul yang secara langsung merusak
atau memasuki pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau

14
protease, yang dapat menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan
proses invasi oleh jamur. Pertumbuhan jamur dengan pola radial di dalam
stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas
dan meninggi.
Respon imun pejamu terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami
yang memberikan respons cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons
lambat. Pada kondisi individu dengan sistem imun yang lemah cenderung
mengalami dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-
obatan transplantasi dan steroid membawa dapat meningkatkan kemungkinan
terinfeksi oleh dermatofit non patogenik.

enzim keratolitik kolonisasi hifa

dermatofita

sel
inflamasi

Gambar 4. Patogenesis epidermomikosis (epidermal dermatofitosis)

Pada kasus ini ditegakkan diagnosa tinea korporis bedasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis diketahui, Tn. R laki – laki (41 tahun) sejak ± 6
bulan yang lalu timbul bercak kemerahan awalnya sebesar koin 500 rupiah,
kemudian melebar yang disertai rasa gatal pada perut kiri bawah, rasa gatal
bertambah apabila berkeringat dan pasien sering menggaruknya. Dari keluhan
yang disampaikan oleh pasien, merupakan gejala klinis dari dermatofitosis
yaitu gejala subjektif berupa rasa gatal terutama jika berkeringat dan gejala
objektif yaitu makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif. Oleh
karena gatal dan digaruk, lesi akan meluas terutama pada daerah yang
lembab.1,2,4,6,7 Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi lesi yang timbul,

15
pada pasien ini yaitu di perut kiri bawah digolongkan sebagai tinea korporis,
karena tempat predileksi tinea ini menyerang daerah kulit tak berambut pada
wajah, badan, lengan dan tungkai.1,2,6
Pasien sudah membeli obat salep sendiri yaitu salep antijamur, pasien
memakai salep tersebut apabila terasa gatal, tetapi bercak kemerahan
bertambah lebar. Hal ini bisa disebabkan karena pasien tidak teratur
menggunakan obatnya, dimana pasien hanya memakainya jika terasa gatal.
Pasien mengatakan sering berkeringat banyak tetapi tidak segera
mengganti pakaiannya, merupakan salah satu faktor predisposisi karena
penyakit ini tergantung pada faktor lingkungan seperti iklim yang panas,
kebersihan perseorangan, jamur lebih cepat berkembang pada daerah yang
lembab. 1,2,4,8

Pemeriksaan fisik pada pasien ini meliputi pemeriksaan secara umum


dan pemeriksaan dermatologis. Pada pasien ini, secara umum tidak ada
keluhan.
Pada status dermatologis, efloresensi terdapat pada regio abdominalis
lateralis sinistra Tampak plak eritematematosa, ukuran plakat ɵ 16 cm x 10
cm, anular, regular, sirkumskrip dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral
disertai dengan skuama kutikular diatasnya. Pada regio femoris lateralis
sinistra, Tampak plak hiperpigmentasi, ukuran 2 cm – 5 cm, jumlah multiple,
bentuk anular dan reguler, sirkumskrip, disertai dengan skuama kutikular
diatasnya. Hal ini sesuai dengan efloresensi yang terdapat pada tinea korporis
yaitu lesi dapat berbentuk makula/ plak merah/ hiperpigmentasi, bulat atau
lonjong, berbatas tegas dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral. Timbulnya
kelainan pada kulit ini disebabkan oleh dermatofit melepaskan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis menimbulkan peradangan.
Respon terhadap inflamasi dapat berupa eritema, papulasi, dan kadang
vesikulasi. Karena pertumbuhan jamur dengan pola radial di dalam stratum
korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi. 1,2,4,6,7,8

16
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan langsung sediaan basah. Untuk mendapatkan jamur diperlukan
bahan klinis berupa kerokan kulit. Bahan pemeriksaan mikologik diambil dan
dikumpulkan sebagai berikut: 1,2,6,9,10,11
- tempat kelainan dibersihkan dengan alkohol 70%.
- untuk kulit tidak berambut (glabrous skin), dari bagian tepi kelainan
sampai dengan bagian sedikit iluar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok
dengan pisau tumpul steril.
- sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas alas,
kemudian ditambah 1-2 tetes larutan kalium hidroksida untuk kulit dan
kuku 20%, rambut 10%.
- setelah sediaan tercampur dengan larutan kalium hidroksida sediaan
ditungu selama 15 – 20 menit.
- untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan
basah diatas api kecil. Pada saat keluar mulai keluar uap dari sediaan,
pemanasan sudah cukup.
- pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula
– mula pembesaran 10x10, kemudian 10x45.
- hasilnya : pada sediaan kulit yang telihat adalah hifa.
Hifa adalah elemen terkecil dari jamur berupa benang – benang
filamen yang terdiri dari sel – sel yang mempunyai dinding, protoplasma, inti
dan biasanya mempunyi sekat. Hifa yang tidak mempunyai sekat disebut hifa
sunositik. Hifa berkembang biak dan tumbuh menurut arah panjangnya
dengan membentuk spora. Pada sediaan kulit, hifa terlihat sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderat pada
kelainan kulit lama atau sudah diobati. 1,2,6,9,10,11
Pada pasien ini, hasil pemeriksaan kerokan kulit dengan Kalium
Hidroksida (KOH) 10% pada sediaan dari paha kiri dan perut kiri ditemukan
adanya Hifa panjang dan bercabang.
Anjuran pemeriksaan pada pasien ini adalah pembiakan dan
pemeriksaan sinar Wood. Pembiakan dilakukan untuk menyokong diagnosis
pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.

17
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media
buatan. Medium yang digunakan adalah dekstrosa Sabouraud, pada agar ini
ditambahkan antibiotik kloramfenikol untuk menghindarkan kontaminasi
bakterial maupun jamur kontaminan. 1,2,6,9,10,11
Pemeriksaan sinar Wood adalah sinar ultraviolet yang setelah
melewati suatu “saringan wood”, sinar yang tadinya polikromatis menjadi
monokromatis dengan panjang gelombang 3600 A. Sinar ini tidak dapat
dilihat. Bila sinar ini diarahkan kekulit atau rambut yang mengalami infeksi
oleh jamur – jamur tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat,
dengan memberi warna kehijauan atau fluoresensi. Apabila pemeriksaan
dengan cara ini memberi flouresensi, pemeriksaan sinar wood disebut positif
dan negatif jika flouresensi tidak ada. Jamur – jamur yang dapat memberikan
flouresensi adalah Microsporum lanosum, Microsporum audouinii, M. canis
dan Malassezia furfur (penyebab tenia versikolor). 1,2,6,9,10,11
Diagnosis banding pada kasus ini yaitu Tinea Korporis, Pitiriasis
Versikolor, Psoriasis, Pitiriasis Rosea, Dermatitis Numularis.
 Tinea Korporis
Tinea Korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Flechte,
herpes sircine trichophytique) atau yang dikenal dengan kurap adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan
dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan,
lengan dan tungkai. Penderita mengeluh gatal dan kelainan berbatas tegas,
terdiri atas bermacam – macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi
lesi aktif (lebih jelas tanda – tanda peradangannya) daripada bagian
tengah. Wujud lesi dapat berupa; lesi berbentuk makula/ plak yang merah/
hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral, skuama. Pada
tepi lesi di jumpai papula – papula eritematosa atau vesikel. Gambaran lesi
dapat polisiklik, anular atau geografis.1,2,3,4,6,7,8
 Pitiriasis Versikolor
Pitiriasis Versikolor adalah penyakit jamur superfisialis yang
kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak
berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam yang meliputi

18
badan dan kadang sampai menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai
atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut. Penyakit ini disebabkan
oleh Malassezia furtur Robin, faktor predisposisi endogen: defisiensi imun
dan eksogen: karena faktor suhu, kelembapan udara dan keringat. Kelainan
kulit meliputi bercak – bercak berwarna – warni, bentuk tidak teratur
sampai teratur, batas jelas sampai difus, kadang penderita merasa gatal
ringan. Pada pemeriksaan lampu sinar Wood, flouresensi lesi kulit
berwarna kuning keemasan dan pada pemeriksaan sediaan langsung
kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat hifa pendek dan spora –
spora bulat yang dapat berkelompok.1,2,6,9,10,11
 Psoriasis Vulgaris
Psoriaris adalah penyakit yang disebabkan oleh autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak – bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis – lapis dan transparan
disertai femomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Sebagian penderita
mengeluh gatal ringan. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores.
Fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik – bintik yang
disebabkan oleh papilomatosis. Tempat predileksi meliputi skalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral.1,2,3,6
 Pitiriasis Rosea
Pitiriasis Rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut, morfologi
khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang
sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Penyebab
penyakit ini masih belum diketahui, dapat menyerang semua umur dan
lebih sering pada cuaca dingin. Keluhan biasanya berupa timbul bercak
seluruh tubuh terutama daerah yang tertutup pakaian berbentuk bulat
panjang, mengikuti lipatan kulit. Diawali dengan bercak besar disekitarnya
terdapat bercak kecil. Ukuran bercak dari seujung jarum pentul sampai
sebesar uang logam. Dapat didahului gejala prodormal ringan seperti
badan lemah. sakit kepala, dan sakit tenggorokan. Tempat predileksi yaitu

19
tersebar diseluruh tubuh terutama tempat yang tertutup oleh pakaian.
Efloresensi meliputi makula eritematosa anular dan solitar, bentuk lonjong
dengan tepi hampir tidak nyata dan bagian sentral bersisik, agak
berkeringat. Penyakit ini sering disangka jamur karena gambaran klinisnya
mirip tinea korporis yaitu terdapat eritema dan skuama dipinggir dan
bentuknya anular. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu
berat, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk membedakan dengan tinea korporis
adalah pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%, yang pada tinea akan
memberikan hasil positif. 1,2,6
 Dermatitis Numularis
Dermatitis numularis adalah dermatitis yang lesinya berbentuk
mata uang atau agak lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi berupa
papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah. Penyakit ini terjadi
pada orang dewasa, lebig sering pada pria dibanding wanita. Penderita
dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal dan disertai nyeri,
perjalanan penyakit ini diawali dengan eritema berbentuk lingkaran,
selanjutnya melebar sebesar uang logam yang dikeliling oleh papul dan
vesikel. Pada lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel, kemudian
membesar dengan berkonfluensi atau meluas kesamping, membentuk satu
lesi karakteristik seperti uang logam, eritema, sedikit edematosa, berbatas
tegas, lambat laun akan pecah terjadi eksudasi kemudian mengering
menjadi krusta kekuningan. Pada penyakit ini penyembuhan dimulai dari
tengah sehingga terkesan penyerupai lesi dermatomikosis, lesi yang sama
berupa likenifikasi dan skuama. Jumla lesi pada dermatitis numularis dapat
satu, dapat pula banyak an tersebar, bilateral atau simetri dengan ukuran
dari numular sampai plakat. Tempat predileksi penyakit ini tungkai bawah,
badan, tangan termasuk punggung tangan. Pada pemeriksaan histopatologi,
ditemukan spongiosis vesikel intradermal, serbukan sel radang limfosit
dan makrofag disekitar pembuluh darah. Perbedaaanya pada tinea lesinya
berupa pinggir aktif, bagian tengah agak menyembuh, hifa positif dari
pemeriksaan sediaan langsung. 1,2,6

20
Penatalaksanaan pada pasien meliputi umum dan khusus, pada
pentalalaksanaan umum adalah memberikan edukasi pada pasien untuk
meningkat kebersihan badan karena penyakit ini juga dipengaruhi oleh
kebersihan lingkungan dan kelembapan.1,2,4,6
Penatalaksanaan secara khusus meliputi pemberian obat sistemik
yaitu ketokonazol, merupakan kelompok imidazol yang mempunyai spektrum
luas, bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofitosis. Ketokonazol adalah
antijamur sistemik, yang menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk
menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan akan berkurang pada
pasien dengan pH lambung tinggi, pemberian bersama antagonis H2 atau
bersama antasida, makanan tidak begitu berpengaruh nyata terhadap
penyerapan ketokonazol. Obat ini diberikan sebanyak 200 mg per hari selama
10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari setelah makan. 1,2,6,12
Pemberian obat topikal yaitu anti jamur golongan imidazol yang
mempunyai spekturm luas. Obat topikal yang dipilih untuk pasien ini adalah
mikonazol. Mikonazol merupakan turunan imidazol sintentik yang relatif
stabil, mempunyai spekturm antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit.
Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton,
Microsporum, Candida dan Mallassezia furfur. Mekanisme kerja obat ini
belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk kedalam sel jamur dan
menyebabkan kerusakan dinding sel jamur, dengan cara menghambat sintesa
ergosterol, penimbunan peroksida dalam sel jamur dan mengganggu sintesis
asam nukleat. Obat ini diberikan dalam bentuk krim mikonazol 2% yang
dipakai 2 kali sehari selama 2 minggu. Pada pasien juga diberikan, cetrizine
dihydrochloride merupakan antihistamin H1 untuk mengatasi rasa gatal,
mekanisme kerjanya yaitu inhibisi selektif dari reseptor H perifer. Obat ini
efek mengantuknya minimal, dosis yang diberikan adah 1x10 mg sehari. 1,2,6,12
Prognosis pada kasus tinea korporis ini baik dengan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.2,5,6

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Editor: Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:
FKUI; 2013.
2. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Cutaneus Fungal Infection.
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. The
McGraw Hill Company; 2007; (10 layar).
3. Braun CA. Anderson CM. Phatophysiology Functional Alterations in
Human Health. United Stated: Lipincott Wiliams and Wilkins:
2007.p.114-119.
4. Lesher JL. Tinea Corporis. 2012 Jan 24 (diakses 10 Oktober 2013): (4
layar). Diunduh dari: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview#showall.
5. Hidayati AN, Suyoso S, Hinda PD, Sandra E. Mikosis Superfisialis di
Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya Tahun 2003–2005. 2009 Apr 1; 21.1-8.
6. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-3: Jakarta:
EGC; 2004.
7. Gomes FS, Oliveira EF, Nepomuceno LB, Pimentel RF, Marques SH,
Mesquita M. Dermatophytosis diagnosed at the Evandro Chagas Institute,
Para, Brazil. Brazilian Journal of Microbiology. 2012 Jun 06. 44(2): 443-
446.
8. Kurniati CR. Etiopatogenesis Dermatofitosis. FK UNAIR/RSU Dr.
Soetomo. 2008 Des 03; 20.1-8
9. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi Revisi: Yogyakarta: Amara Books; 2008.hal.204.
10. Siregar RS. Penyakit Jamur Kulit. Edisi ke-2: Jakarta: EGC; 2004.hal.1-
13.
11. Sacher A. Mcpherson RA. Prinsip – prinsip Mikrobiologi Klinis dalam
Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi ke-11: EGC:
Jakarta; 2004.hal.394.
12. Setiabudy R, Bahry B. Obat Jamur. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5:
FKUI: Jakarta; 2007.hal.571-584.

22

Anda mungkin juga menyukai