BAB I
PENDAHULUAN
Kuliah Wahidiyah 1
Bab I Pendahuluan
para Malaikat justru diperuntukkan bagi umat manusia. Bahkan
lebih dari pada itu. Segala apa yang ada di langit dan di bumi ini
oleh ALLOH dibikin tunduk kepada manusia, diperuntukkan
bagi umat manusia supaya dengan sebaik-baiknya dimanfa’atkan
bagi kepentingan hidupnya di dunia dan di akhirat.
Firman ALLOH :
2 Kuliah Wahidiyah
Bab I Pendahuluan
yang digariskan oleh ALLOH . Sebagaimana firman-NYA di
dalam Al Qur’an :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat :
“Sesungguhnya ِ ◌AKU hendak menjadi-kan kholifah di muka
bumi”. (2 – Al-Baqoroh : 30)
Kekuatan lahiriyah, seperti yang kita maklumi adalah daya
kemampuan yang kelihatan mata lahir atau yang dapat
diperhitungkan oleh akal fikiran atau rasio. Akal fikiran atau rasio
itu sendiripun tergolong kekuatan lahir. Betapapun besarnya
kemampuan lahiriyah manusia, akan tetapi masih terbatas sekali
apabila dibandingkan dengan kemampuan batin atau jiwa
manusia. Kekuatan lahir hanya bisa berhubungan dengan alam
lahir / alam nyata. Sedangkan kekuatan batin atau jiwa manusia
dapat menembus alam ghaib, dapat menjelajahi alam metafisika,
bahkan dapat mengadakan komunikasi dengan alam luar
manusia, dengan alam jin dan alam Malaikat bahkan dapat
beraudensi dengan Tuhan Pencipta seluruh alam.
Pusat segala kegiatan manusia, baik kegiatan jasmani
maupun rohani terletak di dalam hatinya. Hati manusia
merupakan “Pusat Komando” dari segala macam gerak dan
lakunya. Bahkan disamping sebagai Pusat Komando, sekaligus
merupakan motor penggerak yang menggerak-kan segala macam
gerak dan lakunya. Perbuatan baik maupun jahat, perbuatan yang
menguntungkan ataupun yang merugikan, semua itu dikomando
dan digerakkan oleh hati.
Kuliah Wahidiyah 3
Bab I Pendahuluan
Di dalam hati manusia sama-sama bermarkas dua macam
“dewan” yang berlainan pengaruh dan arahnya satu sama lain.
Bahkan saling bertolak belakang dan saling berlawanan. Yang
satu Dewan Perancang Kebaikan, dan satunya lagi Dewan
Perancang Kejahatan. Siapa diantara dua dewan itu yang
dominan (berkuasa) di dalam hati, dialah yang memegang
komando segala gerak dan perbuatan atau tindakan manusia.
Adapun faktor fikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai
macam perbendaha-raan ilmu pengetahuan dan hikmah
kebijaksanaan, namun fungsinya hanya sebagai Dewan
Pertimbangan, dan tidak memegang peranan yang menentukan.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat,
mendengar atau mungkin pernah bahkan sering menga-lami
sendiri bahwa akal fikiran dapat membedakan mana yang baik
dan mana yang tidak baik, dapat membedakan antara yang benar
dan yang batal, dapat mengetahui mana yang menguntungkan dan
mana yang merugikan, mengerti itu halal ini haram, mengerti itu
boleh dikerjakan dan ini tidak, dan sebagainya, akan tetapi di
dalam prakteknya justru sebaliknya. Yang baik ditinggalkan,
yang buruk di-kerjakan. Yang menguntungkan malah dihindari /
dijauhi dan yang merugikan justru dimasuki / dilakukan. Yang
haram dikejar-kejar, dan yang halal tidak dihiraukan. Yang benar
tidak diikuti dan yang batal dipergauli.
Hal tersebut disebabkan oleh karena yang menguasai hati
pada waktu itu adalah “Dewan Perancang Kejahatan”. Ilmu
pengetahuan yang berada di dalam otak fikiran manusia tidak
mampu mengendalikannya, tidak mampu mengarahkan kepada
suatu perbuatan yang sesuai dengan ilmu dan pengertian yang
dimilikinya. Jika seorang pencuri ditanya ; “Apakah perbuatan
mencuri itu baik ?” Pasti dia menjawab : “tidak baik”. Siapapun
jika ditanya : “Apakah perbuatan menipu, korupsi, merugikan
atau menyakiti orang lain itu diperbolehkan ?”. Semua akan
4 Kuliah Wahidiyah
Bab I Pendahuluan
menjawab : “Tidak !”. Bahkan semua orang mengetahui bahwa
perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela dan sangat terkecam.
Tetapi mengapa toh terjadi dilakukan oleh sebagian orang bahkan
oleh banyak orang ? Tidak lain karena didorong oleh keinginan
nafsu yang bersarang di dalam hati yang sudah dikuasai oleh
“Dewan Perancang Kejahatan” tersebut.
Jelasnya, manusia akan menjerumus kepada kejahatan dan
kehancuran apabila hatinya penuh dengan kotoran-kotoran nafsu
yang berkuasa dan memerintah sebagai “Dewan Perancang
Kejahatan”. Dan manusia dikatakan baik, baik budinya, baik
akhlaqnya, baik perangainya / pekertinya, dan baik perbuatannya,
apabila hatinya dipimpin oleh “Dewan Perancang Kebaikan”,
dan bersih dari kotoran-kotoran nafsu. Oleh karena itu hati
manusia harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran dan dari
hama penyakitnya dengan menempatkan “Dewan Peran-cang
Kebaikan” sebagai pimpinan yang bijak-sana di dalam dirinya !.
Betapa tepat dan bijaksananya Rosululloh . Beliau telah
memberikan peringatan kepada kita dengan sabda-nya :
“Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu)
adalah wajib”. (Kitab Kifayatul Atqiya).
Wajib di sini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang
dalam rangka upaya mencapai hidup selamat sejah-tera dan
bahagia lahir batin, dunia dan akhirat. Tazkiyatun-nafsi atau
membersihkan hati, maksudnya membebaskan hati dari
pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan
bertipudaya untuk menguasai hati manusia. Di dalam Kitab Suci
Al-Qur’an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf tentang tekad
Beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu. sebagai
berikut :
6 Kuliah Wahidiyah
Bab I Pendahuluan
untuk menerima tugas-tugas yang harus dilaksanakan para
ummat, termasuk sholat lima waktu dalam sehari semalam.
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh oleh ummat
masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui
pengajaran dan pendidikan, lewat sistem da’wah dan penerangan-
penerangan agama, menggunakan mass media, surat-surat kabar
majalah, radio, televisi dan buku-buku, melalui perkumpulan,
organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk
pergaulan hidup lain-lain. Bahkan ada yang menempuhnya
dengan riyadloh-riyadloh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaan
atau keroha-niahan. Masing-masing dengan methode dan
sistematika yang berbeda-beda.
Secara umum, cara operasi mental seperti tersebut di atas
dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip penanaman
pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa
tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam praktek
tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum
memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan
jernih terbebas dari pengaruh-pengaruh nafsu yang menjadi
sarang yang subur bagi bercokolnya Dewan Perancang
Kejahatan seperti tersebut di atas.
Mengingat semakin menghebatnya pengaruh-pengaruh dari
berbagai jurusan yang merangsang hati manusia, yakni pengaruh
negatif yang menyuburkan pertumbuhan Dewan Perancang
Kejahatan, maka operasi mental, membersihkan dan
menjernihkan hati harus secara terus menerus diusahakan oleh
setiap orang. Disamping dengan cara-cara operasi mental seperti
di atas dan yang sudah banyak dijalankan oleh masyarakat selama
ini, masih ada suatu cara yang belum banyak dilakukan orang.
Yaitu pendayagunaan kekuatan atau potensi batiniyah dalam
bentuk do’a permohonan kepada ALLOH Tuhan Yang Maha
Kuliah Wahidiyah 7
Bab I Pendahuluan
Kuasa, Maha Pengatur, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Do’a permohonan hidayah / petunjuk dan pertolongan-NYA.
Pendayagunaan potensi batiniyah dalam bentuk do’a atau
permohonan kepada ALLOH baik yang dilaksana-kan secara
sendiri-sendiri atau berkelompok (berjamaah/ bersama-sama), jika
dibandingkan dengan pendayagunaan potensi lahiriyah dalam
bentuk bekerja, berkarya dan bentuk-bentuk aktifitas atau
kegiatan lahiriyah lainnya, adalah masih sangat tidak seimbang.
Masih banyak peluang kesempatan dan sisa kekuatan yang belum
dimanfaatkan untuk berdo’a memohon kepada ALLOH Padahal
seperti yang disebutkan di muka, bahwa kedua kekuatan ;
kekuatan lahir dan kekuatan batin yang sama-sama sebagai
anugerah pemberian ALLOH itu harus dimanfaatkan secara
harmonis dan berkeseimbangan dengan kebutuhan hidup serta
saling isi-mengisi. Lebih-lebih jika diingat bahwa hidayah
ALLOH adalah mutlak dibutuhkan oleh setiap insan. Tanpa
hidayah / petunjuk dari ALLOH , manusia pasti tersesat dan
terjerumus ke jurang kehancuran dan kesengsaraan.
Bertambahnya ilmiah atau ilmu pengetahuan baik berupa
ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengeta-huan umum
lainnya apabila tidak disertai memperoleh hidayah ِ ◌ ِ ◌ALLOH
, maka ilmu-ilmu tersebut tidak akan mampu menanamkan
benih-benih yang menumbuhkan kejernihan hati, ketenteraman
batin dan kesehatan mental. Bahkan boleh jadi ilmu-ilmu yang
tidak disertai hidayah ALLOH itu malah menyuburkan
bercokolnya “imperialis nafsu” sebagai “Dewan Perancang
Keja-hatan” di dalam hati manusia. Sehingga kemudian timbul
rasa kebanggaan, rasa dirinya berilmu, berkemampuan, berkuasa,
dan rasa diri lebih dari orang lain. Akibatnya muncul bendera
“ke-aku-an”, egoisme atau Ananiyah. Ilmu yang seharusnya
8 Kuliah Wahidiyah
Bab I Pendahuluan
menjadi alat penyaring kemurnian dan kemulusan hati yang
bersih, dalam prakteknya disalahgunakan menjadi polusi jiwa
(pengotoran jiwa) yang lebih keruh tetapi lebih halus sehingga
yang ber-sangkutan tidak merasa.
Dalam hubungan antara ilmu dan hidayah, Rosululloh
telah memperingatkan kita dengan sabdanya :
(
“Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak ber-tambah
hidayahnya, maka tidak menjadi bertambah (dekatnya)
melainkan semakin jauh dari ALLOH” (HR Abu Mansur dan
Dailami dari Jabir ).
Orang yang jauh dari ALLOH tidak akan mendapat hidayah-
NYA. Barang siapa tidak mendapat hidayah ALLOH pasti
tersesat dan akhirnya menemui keseng-saraan dan mengalami
kehancuran. Oleh karena itu, disamping ilmu-ilmu pengetahuan
harus kita pelajari, kita harus menuntut ilmu-ilmu yang ada
hubungannya dengan tata cara membersihkan hati dan yang
berkaitan dengan masalah operasi mental untuk memperoleh
ketenangan batin dan ketenteraman jiwa yang disebabkan
memperoleh hidayah dari ALLOH .
Apakah hidayah dari ALLOH dapat diperoleh atau
diusahakan dengan upaya manusia ? Jawabnya tegas; “Dapat !”
Firman ALLOH dalam Al-Qur’an Surat No. 29 Al-
Ankabut Ayat 69 berbunyi :
Kuliah Wahidiyah 9
Bab I Pendahuluan
Artinya kurang lebih :
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridloan)
KAMI, benar-benar akan KAMI tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan KAMI, dan sesungguhnya ALLOH bersama orang-
orang yang berbuat kebaikan” (QS. 29 Al-Ankabut 69)
Berjihad di sini artinya bersungguh-sungguh, ber-usaha
dengan sungguh-sungguh mencari ridlo ALLOH dan
berusaha menuju kepada-NYA untuk memohon hidayah-NYA.
Di dalam Wahidiyah, bersungguh-sungguh atau ber-usaha
dengan sungguh-sungguh memohon kepada ALLOH itu
disebut “MUJAHADAH”.
Tentang hubungan antara hidayah dan mujahadah, Imam
Ghozali mengatakan di dalam kitab Ihya-nya
/
“Mujahadah adalah kunci hidayah, tidak ada kunci untuk
memperoleh hidayah selain mujahadah”.
Banyak sekali macam dan jenisnya do’a yang dilakukan
orang dengan cara dan bahasa yang berbeda-beda menurut bahasa
negara atau daerah masing-masing dan mengikuti tuntunan
agama atau kepercayaan yang dianut sendiri-sendiri. Rosululloh
bersabda :
10 Kuliah Wahidiyah
Bab I Pendahuluan
Do’a adalah senjata orang mukmin ……..” . (H.R. Abu
Ya’la dan Al-Hakim dari Sayyidina ‘Ali )
Ibarat “senjata”, maka daya keampuhan dan kegunaan do’a
juga berbeda-beda. Antara lain berkaitan dengan pribadi /
kepribadian Penciptanya, tujuan dan kepen-tingan apa itu do’a
dicipta, situasi dan kondisi pada waktu do’a itu dicipta, susunan
redaksi do’a, kaifiyah (cara pengamalan) dan adab-adab ketika
berdo’a dan kondisi batiniyah dan kejiwaan orang yang berdo’a.
Misalnya; hudlurnya hati, kekhusyu’an, keikhlasan, kemantapan
hati dan sebagainya.
Di dalam Islam, Rosululloh memberikan tuntunan
bermacam-macam do’a. Hampir setiap gerakan ada do’a-nya.
Ada do’a sebelum makan, selesai makan, ketika berpakaian, do’a
di waktu pagi, sore hari, saat akan tidur, ketika bangun tidur,
waktu keluar rumah, ketika masuk rumah dan sebagainya.
Disamping do’a-do’a pada setiap melakukan gerakan seperti itu,
masih banyak lagi do’a-do’a untuk suatu hajat atau kepentingan,
baik dari tuntunan Rosululloh , maupun dicipta oleh para
Sahabat dan para ulama. Namun sayangnya hanya sedikit sekali
dilakukan oleh umat Islam sendiri.
Para ulama, terutama Ulama Shufi berpendapat bahwa do’a
yang paling diijabahi oleh ALLOH istilah bahasa Jawa paling
mandi adalah do’a Sholawat. Dan pendapat ini cocok dengan
kenyataan. Lebih-lebih di zaman mutakhir ini. INSYA ALLOH
tentang sholawat kepada Baginda Nabi ini akan dibahas dalam
bab tersendiri di belakang.
Secara umum mengenai faedah dan manfaat do’a sholawat
kepada Baginda Nabi , bagi si pembaca sholawat adalah
seperti dikatakan oleh Syekh Hasan Al-‘Adawi di dalam syarah
Kuliah Wahidiyah 11
Bab I Pendahuluan
kitab “Dalaailul Khoiroot” yang kemudian dibenarkan dan
didukung oleh para Ulama Shufi lainnya, yaitu sebagai berikut :
12 Kuliah Wahidiyah
Bab I Pendahuluan
diijazahkan (diberikan ijin penga-malan) secara umum dengan
ijazah mutlak kepada masyarakat luas tidak pandang dari
golongan, aliran, bangsa, dan negara manapun juga serta tidak
membatasi tingkatan dan umur berapa saja. Pokoknya tidak
pandang bulu, siapa saja dan tanpa ada syarat-syarat.
Sekali lagi Alhamdu Lillah, dengan mengamalkan Sholawat
Wahidiyah para pengamalnya dikaruniai ber-bagai macam faedah
; antara lain kejernihan hati, ketenangan batin dan ketenteraman
jiwa sehingga menjadi lebih banyak ingat dan sadar kepada
ALLOH WA ROSUULIHI . Dan disamping kejernihan hati, juga
dikaruniai manfaat lainnya berupa antara lain; soal kesehatan,
soal kerukunan rumah tangga, soal kelancaran usaha dan
pekerjaan, soal kecerdasan dan perbaikan akhlaq di kalangan
kanak-kanak dan remaja, dan masih banyak lagi manfaat yang
dialami oleh mereka yang mengamalkan Sholawat Wahidiyah
tersebut.
Semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniai hati yang
jernih, batin yang tenang dan kukuh, jiwa yang tentram dan stabil
sehingga berhasil wushul, sadar ma’rifat kepada ALLOH
WAROSUULIHI suatu kondisi batiniyah yang menjamin
keselamatan, kesehjateraan dan kebahagiaan hidup lahir batin
dunia sampai akhirat yang mendapat ridlo ALLOH ! Amiin !
Kuliah Wahidiyah 13
Bab I Pendahuluan
14 Kuliah Wahidiyah