Anda di halaman 1dari 23

STANDAR PELAPORAN KEUANGAN

Makalah

Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi tugas Dosen Mata Kuliah Pelaporan Korporat

Oleh :

1. Dwita Ninzi Maiviza NPM 51622220013

2. Aulia Hafiizh NPM 51622220051

3. Angga Pujaprayoga NPM 51622220042

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................5
C. Tujuan Makalah........................................................................................................................5
BAB II................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN.................................................................................................6
A. Jenis - Jenis Standar Akuntansi di Indonesia.........................................................................6
B. Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan Internasional....................................................8
C. Isu Terkini dari Standar Pelaporan Keuangan......................................................................8
D. Dampak Perubahan Standar Pelaporan Keuangan...............................................................9
E. Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK)............................................................9
F. Study Kasus Penerapan PSAK 23 dalam Pengakuan Pendapatan Pada PT G..................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Pelaporan Korporat merupakan elemen penting bagi proses tata kelola (governance)
perusahaan khususnya pada penerpan prinsip akuntabilitas (IAI, 2021). Pelaporan ini
digunakan sebagai cara manajamen untuk berkomunikasi kepada para stakeholders.
Selain itu, Para stakeholders juga menggunakan laporan korporat sebagai bahan
pengambilan keputusan sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Beberapa jenis
laporan yang dapat dikategorikan sebagai ouput dari pelaporan korporat antara lain
adalah:

1. Laporan Keuangan;
2. Laporan Tahunan;
3. Laporan Tata kelola Perusahaan;
4. Laporan Corporate Social Responsibility;
5. Sustainability Report;

Laporan keuangan memiliki peran yang penting dalam pelaporan korporat. Laporan
keuangan digunakan stakeholders sebagai rujukan untuk menilai akuntabilitas dan
kinerja pengelolaan sebuah perusahaan/pemerintahan/organisasi. Oleh karena itu, untuk
mendorong terciptanya akuntabilitas di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
menerbitkan standar akuntansi keuangan yang terdiri dari Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) yang digunakan oleh entitas pemerintahan dan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang digunakan oleh entitas privat.

SAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan interpretasi


Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAS IAI) serta peraturan regulator pasar modal untuk entitas yang berada di bawah
pengawasannya.

Efektif 1 Januari 2015 SAK yang berlaku di Indonesia secara garis besar akan
konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Selain SAK
berbasis IFRS, DSAK IAI telah menerbitkan PSAK dan ISAK yang merupakan produk
non-IFRS antara lain seperti PSAK 28 dan PSAK 38, ISAK 31, ISAK 32, ISAK 35, dan
ISAK 36.

2
Pada tanggal 10 Maret 2017 DSAK IAI telah mengesahkan Eksposure Draft ISAK 32
menjadi ISAK 32 tentang definisi dan hierarki SAK. Ruang lingkup interpretasi tersebut
adalah PSAK 1 paragraf 7 dan PSAK 25 paragraf 05 tentang definisi dan hierarki SAK.

ISAK 32 berisi tentang interpretasi definisi dan hierarki Standar Akuntansi Keuangan.
(IAI, 2017). ISAK 32 menjelaskan bahwa jika suatu PSAK secara spesifik berlaku untuk
suatu transaksi, peristiwa atau kondisi,kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk pos
tersebut menggunakan PSAK tersebut. Jika tidak ada PSAK yang spesifik mengatur
suatu transaksi, peristiwa atau kondisi, manajemen menggunakan pertimbangannya
dalam mengembangkan dan menyusun kebijakan akuntansi dengan urutan menurun
yaitu:

 SAK yang berhubungan dengan masalah serupa dan terkait


 Definisi, kriteria pengakuan, konsep pengukuran untuk aset, liabilitas, penghasilan,
dan beban dalam Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK)
 Standar akuntansi terkini yang dikeluarkan oleh badan penyusun standar akuntansi
lain yang menggunakan kerangka dasar yang sama untuk mengembangkan standar
akuntansi, literatur akuntansi, dan praktik akuntansi industri yang berlaku, sepanjang
tidak bertentangan dengan SAK dan KKPK.

Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) merupakan pengaturan yang


merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan untuk
pengguna eksternal. Kerangka Konseptual bukan merupakan PSAK sehingga tidak
mendefinisikan standar untuk pengukuran atau isu pengungkapan tertentu. SAK IAI pada
tanggal 28 September 2016 telah mengesahkan Kerangka Konseptual Pelaporan
Keuangan (KKPK) yang merupakan adopsi dari the Conceptual Framework for Financial
Reporting per 1 Januari2016. Revisi Kerangka Konseptual merupakan bagian dari wujud
komitmen konvergensi IFRS di Indonesia

Konvergensi IFRS di Indonesia mulai diberlakukan pada tahun 2012 dimana IAI
mengeluarkan keputusan untuk melakukan konvergensi dengan IFRS yang diberlakukan
yang dilakukan secara bertahap/gradual strategy. Keputusan untuk melakukan
konvergensi dengan IFRS dimaksudkan agar dapat mengkomunikasikan kinerja
perusahaan kepada para pemangku kepentingan yang terkoneksi secara global, sehingga
untuk dapat menjalankan praktik pelaporan keuangan sesuai dengan international best

3
practice, Indonesia perlu menggunakan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku
dan diterima didunia internasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka makalah akan menjelaskan tentang jenis-
jenis standar akuntansi di Indonesia, konvergensi standar akuntansi keuangan
internasional, isu terkini dari standar pelaporan keuangan, dampak perubahan dari
standar pelaporan keuangan, penerapan dalam pengaturan kerangka konseptual
pelaporan keuangan, dan studi kasus.

C. Tujuan Makalah

Makalah ini bertujuan untuk membantu pembaca dalam memahami jenis-jenis standar
akuntansi di Indonesia, menjelaskan konvergensi standar akuntansi keuangan
internasional. menjelaskan isu terkini dari standar pelaporan keuangan, mengevaluasi
dampak dari perubahan standar pelaporan keuangan, menerapkan pengaturan dalam
Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK).

4
BAB II

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Jenis - Jenis Standar Akuntansi di Indonesia.

SAK diterbitkan oleh IAI melalui DSAK IAI untuk akuntansi umum dan Dewan
Standar Syariah untuk akuntansi transaksi berbasis syariah. SAK di Indonesia meliputi
Standar Akuntansi Keuangan yang berbasis pada International Financial Reporting
Standards (SAK Umum), Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik (SAK ETAP), dan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan
Menengah (SAK EMKM).

1. SAK ETAP

SAK umum adalah standar akuntansi yang diperuntukan untuk entitas yang
diwajibkan Menyusun laporan keuangan (IAI, 2021), Namun demikian, dikarenakan
penerapan standar akuntansi keunagan yang cukup kompleks untuk entitas dengan
skala relatif kecil, maka diterbitkan SAK ETAP.

Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang:

a. tidak memiliki akuntabilitas public signifikan; dan


b. menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial
statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik
yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan Lembaga
pemeringkat kredit.

Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan menurut SAK ETAP, yaitu jika:

a. entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan


pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan
penerbitan efek di pasar modal; atau
b. entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar
masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang, dan/atau pedagang efek, dana
pensiun, reksa dana, dan bank investasi.

SAK ETAP memuat 30 Bab pengaturan yang berlaku untuk entitas yang memenuhi
definisi ETAP sesuai Bab 1: ruang lingkup di SAK tersebut. Entitas yang tergolong
entitas nirlaba, sepanjang memenuhi ruang lingkup ETAP, dapat menerapkan SAK

5
ETAP ini dengan tetap mengacu pada PSAK 45: Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba
(telah dicabut dan digantikan dengan ISAK 35: Penyajian Laporan Keuangan Entitas
Berorientasi Nonlaba) untuk aspek pelaporannya. Entitas di luar ruang lingkup ETAP
juga dapat menggunakan SAK ETAP apabila regulator terkait mengizinkan.

SAK ETAP jauh lebih sederhana dibandingkan International Financial Reporting


Standard for SMALL and Medium Enterprise (IFRS for SME). Penyederhanaan dalam
SAK ETAP memudahkan entitas dalam Menyusun laporan keuangan dan auditor
yang melakukan audit menggunakan SAK ETAP sebagai acuan dalam mengaudit
serta menyebutkan hal tersebut dalam laporannya.

2. SAK EMKM

SAK EMKM dirancang lebih sederhana dibanding SAK ETAP. Standar ini
ditujukan kepada entitas yang tidak atau belum mampu memenuhi persyaratan
akuntansi yang diatur pada SAK ETAP. UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha
mikro, kecil, dan menengah dapat digunakan sebagai acuan rentang kuantitatif
EMKM. Sehingga SAK EMKM dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelaporan
keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah yang berisi informasi posisi dan kinerja
keuangan.

Informasi dalam laporan keuangan EMKM berguna bagi investor/kreditur dalam


menilai kinerja manajemen pemilik usaha dan menentukan pengambilan keputusan.
Setidaknya tiga laporan keuangan menurut SAK EMKM:

a. Laporan posisi keuangan (neraca);


b. Laporan laba rugi;
c. Catatan atas laporan keuangan yang berisi tambahan dan rincian.

Disajikan dalam bentuk dua periode untuk dapat dibandingkan satu sama lain.

3. SAK TRANSAKSI SYARIAH (SAK Syariah)


SAK Syariah merupakan standar akuntansi bagi entitas yang melaksanakan
transaksi syariah. SAK ini tidak dibatasi penggunaannya untuk entitas syariah namun
seluruh entitas yang terdapat transaksi dengan skema syariah di dalamnya. Secara
khusus entitas harus menggunakan SAK Umum, SAK ETAP, SAK EMKM sebagai
dasar penyusunan laporan keuangan, dan SAK Syariah untuk transaksi yang berbasis
syariah.

6
B. Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan Internasional.

Untuk menunjang bahasa bisnis yang mengkomunikasikan kinerja keuangan kepada


para stakeholders yang terhubung dengan perekonomian global, pada tahun 2008 IAI
mendorong penggunaan standar praktik pelaporan keuangan sesuai dengan international
best practice. IAI mengeluarkan keputusan untuk melakukan konvergensi dengan IFRS
yang diberlakukan pada tahun 2012 yang dilakukan secara bertahap/gradual strategy.
Fase pemberlakukan dapat diuraikan sebagai berikut.

1. FASE 1 (2008-2012)

Fase awal dari proses konvergensi dapat dilihat dalam bentuk pernyataan
komitmen kepada publik bahwa Indonesia akan melakukan konvergensi IFRS.
Komitmen tersebut dinyatakan pada tanggal 08 Desember 2008 dengan target
pemberlakukan secara efektif standar akuntansi yang mengacu pada IFRS di tahun
2012.

2. FASE 2 (2012-2015)

Fase konvergensi secara menyeluruh ditandai dengan banyaknya PSAK baru yang
dikeluarkan oleh DSAK dan berlaku efektif. Walaupun demikian masih terdapat gap
antara PSAK dengan IFRS. Untuk menjaga komitmen DSAK IAI agar gap antara
PSAK dan IFRS tidak terlalu besar maka standar-standar baru yang dikeluarkan IASB
yang efektif pada Tahun 2018 harus diadopsi di Indonesia pada Tahun 2019.

C. Isu Terkini dari Standar Pelaporan Keuangan

Isu – isu penting dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan saat ini adalah:

1. Besarnya pertimbangan manajerial (managerial judgement) yang dibutuhkan dalam


proses pengakuan, penyajian, dan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan.
IFRS merupakan standar akuntansi yang bersifat principle based yang berarti suatu
standar hanya mengatur aspek-aspek pengakuan, penyajian, dan pengungkapan
transaksi akuntansi secara prinsipnya saja. Dengan demikian pengaruh managerial
judgement sangat besar dengan dampak bahwa perusahaan dapat menyajikan nilai
ekonomis sesungguhnya sesuai karakter perusahaan dan/atau apabila terdapat self-

7
interest dapat mengakibatkan penggunaan managerial judgement dalam pengelolaan
laba.
2. Penggunaan nilai wajar yang semakin umum digunakan untuk mengukur posisi
keuangan perusahaan. Sehingga ketersediaan data pendukung nilai wajar di berbagai
industri menjadi isu tersendiri dalam penerapan IFRS.
3. Cepatnya perubahan standar akuntansi dan praktik bisnis.

D. Dampak Perubahan Standar Pelaporan Keuangan

Berikut beberapa dampak yang dapat terjadi akibat perubahan standar pelaporan
keuangan antara lain sebagai berikut:

1. PSAK 71 tentang “Instrumen Keuangan”, dapat berdampak pada industri keuangan


karena PSAK mewajibkan pencadangan atas kerugian penurunan nilai dengan
menggunakan expected credit loss, yang berakibat naiknya nilai pencadangan yang
harus dilakukan suatu perusahaan. Hal ini berdampak pada laba dan struktur modal
perusahaan.

2. PSAK 72 tentang “Pendapatan dari kontrak dengan pelanggan”, dapat berdampak


pada perusahaan konstruksi, real estate, atau perusahaan yang memiliki kontrak
penjualan yang menyatu dengan kontrak lainnya.

3. PSAK 73 tentang “sewa”, PSAK yang mengatur tentang transaksi leasing dengan
perubahan mendasar terletak pada pengakuan transaksi leasing dari sudut pandang
penyewa (leasee). PSAK ini berdampak kepada perusahaan yang memiliki asset yang
disewa dalam jumlah yang signifikan.

E. Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK)

KKPK adalah konsep yang menjadi landasan bagi penyusunan dan penyajian laporan
keuangan. Tujuan kerangka konseptual adalah:

1. membantu DSAK IAI mengembangkan standar yang berdasarkan konsep yang


konsisten.
2. membantu penyusunan laporan keuangan untuk mengembangkan kebijakan
akuntansi yang konsisten ketika tidak ada standar yang berlaku untuk transaksi
tertentu atau peristiwa lain. atau ketika standar memberikan pilihan kebijakan
akuntansi.

8
3. membantu semua pihak untuk memahami dan menginterpretasikan standar.
Kerangka konseptual bukan merupakan standar. Kerangka konseptual ini tidak ada
yang mengungguli standar atau persyaratan dalam standar tertentu.

Aspek kerangka dasar yaitu:

1. Tujuan, kegunaan, dan keterbatasan pelaporan keuangan bertujuan umum.


Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan tentang
entitas pelapor yang berguna untuk investor saat ini, investor potensial, pemberi
pinjaman, kreditor dalam membuat keputusan tentang penyediaan sumber daya
kepada entitas. Keputusan tersebut dapat berupa:
a. Pembelian, penjualan, atau pemilikan instrument ekuitas dan instrument utang;
b. Penyediaan dan penyelesaian pinjaman dan bentuk kredit lainnya;
c. Menggunakan hak untuk memilih atau mempengaruhi Tindakan manajemen yang
mempengaruhi penggunaan sumberdaya ekonomik entitas.
Kegunaan laporan keuangan bagi pengguna dalam menilai kinerja kuangan adalah
sebagai berikut:
a. Kinerja keuangan terefleksi oleh akuntansi akrual
Akuntansi akrual menggambarkan dampak transaksi dan peristiwa serta kondisi
lainnya atas sumber daya ekonomik dan klaim entitas pelapor pada periode saat
dampak tersebut terjadi, meskipun penerimaan dan pembayaran kas terjadi di
periode yang berbeda. Hal ini memberikan dasar yang lebih baik dalam menilai
kinerja masa lalu dan masa dating entitas dibandingkan hanya menampilkan
informasi semata mengenai penerimaan dan pembayaran kas selama periode
tersebut.
b. Kinerja keuangan terefleksi oleh arus kas masa lalu
Informasi arus kas menyajikan informasi kepada pengguna tentang kemampuan
entitas dalam menghasilkan arus kas masuk netto masa depan dan untuk menilai
penatagunaan sumberdaya ekonomik entitas. Selain itu informasi arus kas juga
dapat menggambarkan kinerja manajemen dalam menggunakan sumberdaya kas,
penggunaan pinjaman, investasi, deviden kas, dan distribusi lainnya kepada
investor.

9
2. Karakteristik kualitatif laporan keuangan.
Karakteristik kualitatif adalah ciri khas yang membuat laporan keuangan berguna
bagi pemakasi. Karakteristik kualitatif fundamental dan kualitatif peningkat dapat
dijelaskan sebagai berikut:

a. Fundamental
1) Relevansi
Informasi laporan keuangan harus relevan untuk memenuhi kebutuhan dari
stakeholders dalam pengambilan keputusan. Informasi keuangan mampu
membuat perbedaan dalam keputusan jika memiliki nilai prediktif, nilai
konfirmasi, atau keduanya. Nilai prediktif tercipta jika informasi keuangan
dapat membantu pengguna dalam memprediksi keputusan yang akan diambil di
masa depan, sedangkan informasi keuangan memberikan nilai konfirmasi jika
menyediakan masukan terhadap evaluasi sebelumnya. Selain itu relevansi
informasi tergantung dari hakikat dan materialitas informasi tersebut dalam
pengambilan keputusan pengguna.
2) Representasi tepat
Laporan keuangan menyajikan fenomena ekonomi dalam kata dan angka. Oleh
karena itu informasi keuangan yang disajikan harus dapat dengan tepat
menyajikan fenomena ekonomi yang sedang terjadi. Tiga karakteristik informasi
keuangan dinyatakan tepat yaitu lengkap, netral, dan bebas kesalahan.
b. Peningkat
1) Keterbandingan
Keterbandingan adalah karakteristik kualitatif yang memungkinkan
pengguna untuk mengidentifikasi dan memahami persamaan dalam, dan
perbedaan antara, pos-pos. Sebuah perbandingan mensyaratkan lebih dari satu
pos perbandingan.
2) Keterverifikasian
Keterverifikasian membantu meyakinkan pengguna dalam merepresentasikan
fenomena ekonomi secara tepat sebagaimana mestinya. Keterverifikasi berarti
beberapa pengguna dengan perbedaan pengetahuan mendapatkan kesamaan
gambaran tertentu secara konsensus.

10
3) Ketepatwaktuan
Ketepatan waktu berarti informasi keuangan tersedia pada waktu yang tepat
sesuai dengan kebutuhan pengguna yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan.
4) Keterpahaman
Keterpahaman yaitu mengklasifikasikan, pengkarakteristikan, dan penyajian
informasi secara jelas dan ringkas dapat membuat informasi tersebut terpaham.
3. Kendala biaya pelaporan keuangan.
Biaya merupakan kendala untuk informasi yang dapat disajikan dalam pelaporan
keuangan. Pelaporan informasi keuangan menimbulkan biaya dan penting bahwa
biaya tersebut dapat dijustufukasi melalui manfaat dari pelaporan informasi tersebut.
4. Laporan keuangan dan laporan keuangan entitas pelapor.
Laporan keuangan memberikan informasi keuangan pada periode akuntansi
tertentu tentang aset, liabilitas, modal, penghasilan, dan beban dari entitas pelaporan.
Sedangkan entitas pelapor dapat dijelaskan sebagai entitas yang disyaratkan atau
memilih menyusun laporan keuangan. Entitas ini dapat berbentuk entitas tunggal
maupun terdiri dari lebih dari satu entitas. Entitas dapat berbentuk entitak induk dan
anak yang laporannya disebut sebagai laporan konsolidasian.
5. Unsur laporan keuangan.
Laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan dampak keuangan dari
transaksi dan peristiwa lain yang dikelompokan dalam beberapa kelompok besar
menurut karakteristiknya. Berikut penjelasan atas unsur laporan keuangan sesuai
dengan karakteristiknya:
a. Posisi keuangan/neraca
Unsur yang berkaitan langsung terhadap laporan posisi keuangan adalah aset,
liabilitas, dan modal dengan penjelasan:
1) Aset adalah sumberdaya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat peristiwa
masa lalu dan diharapkan terdapat manfaat ekonomi yang mengalir di masa
depan.
2) Liabilitas adalah kewajiban entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan arus keluar dari sumberdaya entitas yang
mengandung manfaat ekonomis.
3) Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas setelah dikurangi liabilitas.

11
b. Kinerja/laba rugi
Unsur yang secara langsung berkaitan dengan laporan kinerja adalah penghasilan
dan beban. Unsur-unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau peningkatan aset atau penurunan liabilitas yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas.
2) Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pengeluaran atau berkurangnya aset atau terjadinya liabilitas yang
mengakibatkan penurunan pada ekuitas.
3) Penyesuaian pemeliharaan modal adalah revaluasi atau penyajian Kembali aset
dan kewajiban yang menimbulkan kenaikan atau penurunan ekuitas.
6. Pengakuan unsur laporan keuangan

Pengakuan dalam unsur laporan keuangan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pengakuan aset
Aset diakui jika kemungkinan besar dapat mendatangkan manfaat ekonomi
masa depan bagi entitas dimasa depan serta aset tersebut mempunyai nilai/biaya
yang dapat diukur dengan andal.
b. Pengakuan liabilitas
Liabilitas diakui jika terdapat kemungkinan besar bahwa pengeluaran sumber
daya yang mengandung manfaat ekonomis bagi entitas akan dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban serta jumlahnya dapat diukur dengan andal.
c. Pengakuan penghasilan
Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi ketika kenaikan manfaat ekonomi
masa depan yang berkaitan dengan kenaikan aset atau penurunan liabilitas telah
terjadi dan dapat diukur dengan andal.
d. Pengakuan beban
Beban diakui dalam laporan laba rugi Ketika penurunan manfaat ekonomi masa
depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau kenaikan liabilitas terjadi dan
dapat diuku dengan andal.
7. Pengukuran unsur laporan keuangan
Pengukuran merupakan proses penetapan jumlah moneter Ketika unsur-unsur laporan
keuangan akan diakui dan dicatat dalam laporan posisi keuangan dan laba rugi.
Terdapat sejumlah dasar dalam melakukan pengukuran dalam laporan keuangan yaitu:

12
a. biaya historis (historical cost);
biaya historis adalah informasi moneter tentang aset, liabilitas, penghasilan, dan
beban terkait yang diperoleh dari harga transaksi atau peristiwa lain yang
memunculkannya.

b. nilai Kini (current value);


metode pengukuran nilai aset, liabilitas, penghasilan, dan beban dengan
menggunakan informasi nilai termutakhir untuk mencerminkan kondisi pada
tanggal pengukuran. Dasar pengukuran current value adalah:
1) nilai wajar (fair value), nilai yang akan diterima untuk menjual aset atau
dibayarkan untuk mengalihkan liabilitas pada tanggal pengukuran.
2) nilai pakai untuk aset dan nilai pemenuhan untuk liabilitas, nilai pakai adalah
nilai sekarang dari arus kas atau manfaat ekonomik lainnya, yang entitas
perkirakan akan diperoleh dari penggunaan aset dan dari pelepasan akhirnya.
Sedangkan nilai pemenuhan adalah nilai sekarang dari kas atau sumber daya
ekonomik lainnya, yang entitas perkirakan akan wajib untuk dialihkan selama
entitas memenuhi suatu liabilitas.
3) biaya pakai dari aset adalah biaya atas aset yang setara pada tanggal
pengukuran yang terdiri dari imbalan yang akan dibayar beserta biaya transaksi
pada tanggal pengukuran.
c. nilai terealisasi (Settlement value);
aset dicatat sebesar jumlah kas atau setara kas yang dapat diperoleh sekarang
dengan menjual aset dalam pelepasan normal. Sedangkan liabilitas dicatat sebesar
nilai penyelesaiananya
d. nilai sekarang (present value);
aset dicatat sebesar jumlah kas/setara kas masuk netto masa depan yang
didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diekspektasikan dapat memberikan
hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Sedangkan liabilitas dicatat sebesar arus
kas keluar netto masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang
diekspektasikan akan diperlukan untuk menyelesaikan liabilitas dalam pelaksanaan
usaha normal.
8. Konsep modal dan pemeliharaan modal

13
Konsep modal yang dianut oleh Sebagian besar entitas dalam penyusunan laporan
keuangan adalah konsep modal keuangan dan konsep modal fisik. Konsep modal
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pemeliharaan modal keuangan
Konsep ini menjelaskan bahwa laba hanya diperoleh jika jumlah finansial (atau
uang) aset neto pada akhir periode melebihi jumlah finansial (atau uang) aset neto
pada awal periode, setelah mengeluarkan distribusi kepada dan kontribusi dari
pemilik selama periode. Pemeliharaan modal keuangan dapat diukur baik dalam
satuan moneter nominal atau satuan daya beli yang konsisten. Sehingga kenaikan
harga aset yang dimiliki selama suatu periode secara konsep digolongkan sebagai
laba, namun tidak diakui sampai aset tersebut dilepaskan dalam transaksi
pertukaran.
b. Pemeliharaan modal fisik
Menurut konsep ini, laba hanya diperoleh jika kapasitas produktif fisik atau
kemampuan usaha entitas pada akhir periode melebihi kapasitas produktif fisik
awal periode setelah mengeluarkan distribusi kepada, dan kontribusi dari, para
pemilik selama periode. Sehingga seluruh perubahan harga yang mempengaruhi
aset dan liabilitas dipandang sebagai perubahan pengukuran kapasitas produktif
fisik yang diperlakukan sebagai penyesuaian pemeliharaan modal dan digolongkan
sebagai bagian dari ekuitas (bukan secagai laba)
Perbedaan pokok dari dua konsep di atas terletak pada perlakuan terhadap dampak
perubahan harga aset dan liabilitas entitas. Selisih lebih dari jumlah yang
disyaratkan untuk memelihara modal pada awal tahun merupakan laba.

F. Study Kasus Penerapan PSAK 23 dalam Pengakuan Pendapatan Pada PT G.

Jurnal : (Wahyu Vitaningsih et al., 2020)

PT G pada tahun buku 2018 berhasil melaporkan kinerja keuangannya dalam


keadaan laba sebesar U$D809 ribu, padahal di tahun 2017 perseroan tersebut masih
mengalami rugi sebesar U$D216,28 juta. Namun keadaan tersebut justru menjadi
polemik karena dua komisaris PT G,menolak menandatangani laporan keuangan
tahun 2018 PT G. Penolakan tersebut dikarenakan adanya pencatatan transaksi
atas perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh PT G dan PT M terkait penyediaan
pelayanan wifi dan hiburan dalam pesawat dan manajemen yang telah dicatat pada

14
pos pendapatan pada tahun 2018. Padahal hingga akhir tahun 2018 belum ada
pembayaran yang diterima oleh PT G, di mana dalam perjanjian tersebut telah
disebutkan bahwa pada bulan Oktober saat penandatangan kontrak seharusnya PT
G telah menerima pembayaran.
Berdasarkan hasil analisis dan didukung dengan bukti penolakan komisaris dan
pendapat informan menunjukkan bahwa kontrak perjanjian antara PT G dan PT M
belum bisa diakui sebagai pendapatan. Sekjen Kemenkeu H menyatakan bahwa
“Kesimpulannya ada dugaan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit itu belum
sepenuhnya mengikuti standar yang berlaku”(Muslimawati, 2019). Adapun juga
pendapat dari anggota1 Badan Pemeriksa Keuangan, AFS mengungkapkan,
“Secaraumum memang kami melihat ada dugaan kuat terjadi financial enginering,
rekayasan keuangan,” (Hendartyo, 2019). Selain itu juga pendapat Menteri Keuangan
SMI menyebutkan bahwa, “Sekarang, setelah pertemuan dengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) kami sepakat menetapkan bahwa ada kejanggalan pada standar
audit keuangan G,”(Victoria, 2019).
Sementara itu, menurut pendapat auditor PT. G menyatakan bahwa
“ Pengakuanpendapatan atas hak layanan konektivitas kepada PT. M sesuai dengan
ketentuan akuntansi yang berlaku” (Ayuningtyas, 2019).
PSAK 23 memberikan regulasi mengenai kriteria pengakuan pendapatan dalam
penyusunan laporan keuangan yaitu: 1) pemindahan risiko dan manfaat secara
signifikan, 2) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal, 3) kemungkinan besar
manfaat ekonomi (arus kas masuk) mengalir ke perusahaan (Ikatan Akuntan
Indonesia, 2018). Ketiga kriteria tersebut harus dipenuhi, jika salah satu kriteria tidak
terpenuhi maka pendapatan belum bisa diakui.
Berdasarkan kriteria tersebut dan opini auditor, Manajemen PT. G bersikukuh
menyatakan bahwa laporan keuangan PT. G tahun 2018 telah sesuai dengan PSAK
23 (Ibrahim & Binekasri, 2019). Bahkan Vice President Corporate Secretary PT.
G menegaskan bahwa tidak akan ada audit ulang untuk laporan keuangan PT. G
tahun 2018 (Kmj, 2019).
Ruang lingkup PSAK No. 23 dapat diterapkan untuk akuntansi pendapatan
yang timbul dari transaksi dan kejadian: 1) penjualan barang, 2) penjualan jasa, 3)
penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan
dividen (Ikatan Akuntan Indonesia, 2018).

15
Dalam kasus PT. G yang diperjualbelikan adalah hak untuk melakukan
pemasangan koneksi wifi in flight service. Dalam transaksi tersebut dirasa kurang
memadai jika diklasifikasikan sebagai penjualan barang ataupun jasa. Opsi yang ada
dalam PSAK 23 selain penjualan barang dan jasa adalah penggunaan aset entitas
oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen. Namun demikian,
karena yang diperjualbelikan adalah hak, maka perlu dilakukan pertimbangan
apakah dalam perjanjian tersebut mengandung sewa atau tidak. Dasar penentuan
suatu perjanjian mengandung sewa atau tidak tertuang dalam ISAK 8.
Untuk menentukan apakan suatu perjanjian mengandung sewa atau tidak
diperlukan penilaian atas dua aspek yaitu: 1) pemenuhan perjanjian bergantung pada
penggunaan suatu aset-aset tertentu, dan 2) perjanjian tersebut memberikan suatu hak
untuk menggunakan aset tersebut (Ikatan Akuntan Indonesia, 2018).
Saragih (2019) memaparkan jawaban direktur keuangan dan manajemen risiko
yang disampaikan oleh PT. Garuda yang menyatakan bahwa perjanjian atara PT.
G dengan PT. M bukanlah perjanjian sewa ataupun perjanjian yang mengandung
sewa.
Berdasarkan PSAK No. 23 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2018) Paragraf 20
disebutkan bahwa hasil transaksi dapat diestimasi secara andal apabila memenuhi
seluruh kondisi yaitu jumlah pendapatan dapat diukur secara andal dan kemungkinan
besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke
entitas.
Terkait jumlah pendapatan dapat diukur secara andal dalam perjanjian PT G
dengan PT M jumlah transaksi dapat diukur tetapi tidak memenuhi keandalan.
Padahal jumlah tersebut dikatakan andal apabila diungkapkan sesuai fakta,
dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak menyesatkan. Adanya ketidaksesuain
jumlah antara pendapatan kompensasi dengan jumlah pendapatan dalam laporan
keuangan.
Pendapatan kompensasiatas penyediaan layanan konektivitas pada 153
pesawat sebesar U$D131.940.000. Adapun pendapatan kompensasi terkait hak
pengelolaan layanan hiburan dan manajemen konten untuk 99 pesawat senilai
U$D80.000.000. Jumlah total untuk pendapatan kompensasi atas kedua perjanjian
kontrak tersebut senilai U$D211.940.000. Namun jumlah tersebut tidak sesuai
dengan yang dicantumkan dalam laporan keuangan tahun 2018 PT G sebesar

16
U$D239.940.000. Terdapat selisih U$D28.000.000 yang merupakan bagi hasil
dari PT. S tanpa diketahui dasar pembagiannya dan diakui sebagai pendapatan
oleh PT G padahal sampai laporan keuangan tahun 2018 diterbitkan belum ada
pembayaran dari pihak PT M. Sedangkan dalam laporan keuangan PT G dicantumkan
piutang dari PT M sebesar U$D233.134.000. Hal ini tidak sesuai dengan perjanjian
kompensasi yang akan dibayarkan PT M sebesar U$D211.940.000.
Selanjutnya terkait kebermanfaatan ekonomik yang mengalir ke entitas PT
G terkait kerjasama dengan PT M tidak dapat dipastikan dengan jelas. Pada
kuartal 1 laporan keuangan tahun 2019 PT. G dipublikasikan, belum ada keterangan
pembayaran apapun yang diterima dari PT. M. Jumlah tagihan yang harus
dibayarkan oleh PT. M kepada PT. G memang sudah jelas, namun keandalan dari
tagihan tersebut masih kontroversial. Halini terjadi karena ketidakjelasan “term of
payment” dalam perjanjian tersebut. Pada perjanjian juga tidak ada penjelasan secara
detail yang mengatur tingkat penyelesaian transaksi kerjasama tersebut.
PT. M dan PT. G melakukan kontrak kerjasama dengan term of payment
yang telah diamandemen pada 31 Oktober 2018. Pada tanggal 26 Desember 2018
perjanjian kerjasama tersebut dilakukan amandemen ke dua. Dalam laporan
keuangan tidak diungkapkan alasan yang jelas terjadinya amandemen kedua. Hal ini
menunjukkan ketidakjelasan pembayaran oleh PT M sesuai dengan yang
disampaikan Direktur Penilaian BEI, Y bahwa tidak ada informasi yang detail soal
pembayaran dalam kontrak antara PT G dan PT M. Menurutnya, diketahui bahwa
dalam kontrak tersebut bagaimana PT M melaksanakan kewajibannya dalam
pembayaran penuh dibulan Oktober 2018 saat perjanjian tersebut ditandatangani
(Supriyatna & Fauzi, 2019). Amandemen atas term of payment yang terjadi beberapa
kalimenunjukkan bahwa kolektabilitas piutang tersebut rendah. Azka (2019)
menjelaskan bahwa pembayaran yang diterima oleh PT. G dari PT. M per 30 Juni
2019 baru sebesar US$160.000.
Banjarnahor (2019) menyatakan bahwa PT. M tidak punya teknologi tersebut,
dia hanya bertindak sebagai broker sehingga manfaat ekonomik masa depan tidak
dapat dipastikan, karena keberhasilan pembayaran yang dilakukan PT. M bergantung
pada keberhasilan aplikasi teknologi yang dimiliki oleh pihak ketiga yang tidak
bersangkutan dalam pernjanjian antara PT. M dengan PT. G. Dalam penjelasan FR
yang merupakan Direktur Manajemen dan Risiko PT. G juga diungkapkan bahwa

17
untuk menjalankan kontrak tersebut PT. M melakukan pendekatan kepada
investor dan baru dikonfirmasikan memproleh pendanaan dari pihak lain pada 1
Maret 2019. Berdasarkan beberapa kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
kesanggupan PT. M pada tahun 2018 untuk melaksanakan kontrak sangat lemah, dan
masih sangat prematur untuk dinilai kemungkinan arus kas masa depan yang akan
masuk ke PT. G.
Selanjutnya terkait dengan biaya yang disebabkan terkait transaksi yang
berkaitan dapat diukur secara andal. Di masa mendatang belum diketahui biaya yang
kemungkinan terjadi atas transaksi perjanjian tersebut. Bahkan tidak ada jaminan
yang diberikan oleh PT M terkait transaksi yang dilakukan dengan PT G.
Berdasarkan kriteria yang harus dipenuhi dalam pengakuan pendapatan sesuai
PSAK 23 paragraf 20 maka pendapatan dalam perjanjian tersebut seharusnya belum
bisa diakui sebagai pendapatan karena hampir semua kriteria tidak dapat
dipenuhidalam perjanjian kerjasama tersebut.
Dalam kontrak antara PT G dan PT M hanya diketahui jangka waktu kontrak
selama 15 tahun namun tenggang waktu pembayaran tidak dijelaskan secara detail.
Padahal dalam perjanjian yang relevan seharusnya hal tersebut dapat diungkapkan
secara jelas dan detail. Selain itu berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan BEI
dikatakan bahwa sampai kuartal I tahun 2019 PT M menemukan kejanggalan
baru (Sugianto, 2019a). Kejanggalan tersebut terkait dengan pengakuan awal
tetapi tidak diakui penjualan dan colectibility kelayakan dicatatkan sebagaipiutang.
Manajemen PT. G menyatakan bahwa kolektabilitas pembayaran piutang tidak
akan mengakibatkan penyesuaian terhadappengakuan pendapatan, namun jumlah
yang tidak tertagih diakui sebagai beban. Prosedur yang diterapkan tersebut memang
sudah sesuai dengan PSAK 23 paragraf 22, namun demikian hal itu dilaksanakan
ketika kriteria pengakuan awal pendapatan terpenuhi, sedangkan dalam kasus PT. G
pengakuan awal pendapatan tidak memenuhi kriteria karena prematur.
Terdapat landasan konseptual yang tidak boleh dilanggar dalam pengakuan
pendapatan. Menurut Suwarjono (2017) konseptual pendapatan hanya dapat diakui
apabila keterukuran nilai asset (measurability of asset value) dapat terpenuhi.
Berdasarkan kontrak kerjasama antara PT G dan PT M dapat dilihat dalam kondisi
pertama terkait keterukuran nilai asset di mana jumlah rupiah atas transaksi tersebut
terbilang sangat besar dan dalam jangka waktu 15 tahun yang diakuidalam 1 periode

18
tahun dinilai tidak objektif dan tidak dapat diuji kebenarannya apakah di masa
mendatang PT M sanggup membayarnya
Selain itu ketika menelusuri terkait PT M melalui website perusahaan tersebut
belum bisa diakses dan tertulis domain is for sale. Selain itu dalam perjanjian tersebut
juga tidak ada jaminan yang diberikan oleh PT M, padahal dalam perjanjian yang
bernilai besar tersebut jaminan dalam suatu perjanjian seharusnya ada dan
dicantumkan. Selain itu, terkait adanya transaksi seharusnya dalam perjanjian
tersebut dalam pengakuan pandapatan harus terdapat transaksi yang dilakukan oleh
kedua belah pihak, tetapi sampaikuartal I juga belum terdapat transaksi yang
dilakukan oleh PT M.
Dalam proses penghimpunan secara substansial telah selesai seharusnya
subtansial yang dimaksud dalam perjanjian tersebut telah selesai sehingga pada saat
penyerahan hak pendapatan benar- benar bisa diakui. Namun kenyataannya dalam
perjanjian tersebut diungkapkan bahwa “term of payment” masih dalam negosiasi
yang artinya perjanjian tersebut belum selesai hingga terdapat pengakuan pendapatan
oleh PT G.
Dalam laporan keuangan tahun 2018 PT G mengakui pendapatan atas
transaksi yang timbul akibat perjanjian kerjasama dengan PT M sebagai pengakuan
penuh dengan akrual basis. Perjanjian kontrak tersebut disepakati selama 15 tahun,
sehingga kontrak tersebut dapat dikategorikan sebagai kontrak jangka panjang.
Menurut Riahi & Belkaoui (2011) pendapatan diakui dengan dasar akrual apabila
pendapatan dilaporkan selama produksi (dalam kasus di mana laba dapat dihitung
secara proporsional terhadap pekerjaan yang diselesaikan atau jasa yang dilakukan),
pada akhir produksi, pada saat penjualan produk, atau pada saat penagihan
penjualan.
Berdasarkan pengertian tersebut pendapatan yang timbul dari perjanjian
tersebut seharusnya belum bisa diakui sepenuhnya sebagai pendapatan karena
hingga akhir periode tahun 2018 PT G belum menerima pembayaran dan
ketidakjelasan alasan diakui sebagai piutang. Padahal dalam kontrak tersebut
dijelaskan bahwa pembayaran akan diserahkan setelah penandatanganan kontrak
yang dilakukan pada bulan Oktober 2018.
Selain itu Riahi & Belkaoui (2011) juga menyebutkan dalam pengakuan
pendapatan atas kontrak jangka panjang diakui berdasarkan kemajuan konstruksi atau

19
“persentase penyelesaian”. Di mana dalam persentase penyelesaian ini dihitung
melalui estimasi teknik dari pekerjaan yang dilakukan sampai tanggal tersebut
dibandingkan dengan total pekerjaan yang akan diselesaikan dalam hal kontrak.
Dalam perjanjian antara PT G dengan PT M menggunakan sistem slot akan tetapi
tidak disebutkan kejelasan waktu kapan pemasangan penyediaan konektivitas akan
dilakukan. Berikutnya berdasarkan total biaya yang terjadi sampai tanggal tersebut
dibandingkan dengan keseluruhan biaya yang diestimasi untuk total proyek di dalam
kontrak tersebut. Dalam kontrak yang terjalin antara PT G dan PT M hanya
disebutkan biaya yang yang harus dibayarkan setiap tahunnya sejak penerbangan
perdana, atas pendapatan aktual yang diperolehnya. Akan tetapi persentase slot dalam
perjanjian antara PT G dengan PT M tidak dijelaskan yang mendasari kenaikan
persentase setiap tahunnya. Selain itu alokasi slot dalam perjanjian untuk tahun ke-11
sampai 15 belum ditentukan.
Berdasarkan kriteria di atas maka dapat disimpulkan jika PT G seharusnya
belum dapat mengakui pendapatan atas perjanjian antara PT G dengan PT M. Hal ini
didasarikarena dua kriteria dalampengakuan pendapatan atas kontrak jangka panjang
tersebut belum dapat diestimasi secara pasti dan belum ada kemajuan konstruksi yang
dilakukan oleh PT M.
Penolakan penandatangan laporan keuangan oleh dua komisaris tersebut juga
menjadi polemik tersendiri bagi PT G. Pasalnya terdapat ketidaksesuaian pendapat
antara Direktur Keuangan dengan dua komisaris PT G. Namun penolakan
tandatangan tersebut tidak dimuat dalam laporan keuangan tahun 2018 PT G.
Menurut (Sugianto, 2019) PT G mempercantik laporan keuangan tahun 2018
yang di kuartal III tahun 2018 masih mengalami rugi mendadak saat tutup buku tahun
2018 perusahaan mengalami laba yang nilaicukup signifikan. Darikonflik tersebut
dapat diketahui bahwa jika kemungkinan terdapat kepentingan pribadi. Pasalnya
Direktur Keuangan PT G bersikukuh mengakui pendapatan bahkan mendukung
opini auditor yang mengatakan Wajar Tanpa Pengecualian.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terkait opini auditor PT G tersebut
seharusnya belum bisa diakui Wajar Tanpa Pengecualian karena terdapat kejanggalan
dalam pengakuan pendapatan atas perjanjian kontrak kerjasama antara PT G dan PT
M. Opini tersebut merupakan pelanggaran berat yang dilakukan oleh auditor karena
dapat memberikan pengaruh pengambilan keputusan yang salah

20
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap perjanjian kerjasama antara PT.
G dengan PT. M serta ketentuan dari ISAK 8 mengenai penentuan apakah transaksi
mengandung sewa atau tidak, ditemukan bahwa seharusnya kontrak tersebut masuk
dalam transaksi yang mengandung sewa. ISAK 8 paragraf 09 menyatakan bahwa
ketika suatu pernjanjian memberikan hak untuk menggunakan kepada pembeli atas
penggunaan suatu aset, dimana pembeli memiliki kemampuan untuk mengoperasikan
aset atau mengarahkan pihak lain untuk mengoperasikan serta memiliki pengendalian
atas akses fisik aset, maka perjanjian tersebut mengandung sewa. Pada perjanjian PT.
G dengan PT. M, PT. M memiliki hak untuk menggunakan aset PT. G sebagai sarana
pemasangan teknologi yang dimiliki PT. M. PT. M juga bisa mengalihkan hak
pemasangan teknologi tersebut kepada pihak ketiga karena pada kondisi riilnya PT.
M tidak mempunyai teknologi tersebut, hanya bertindak selaku broker.
Selanjutnya untuk transaksi yang mengandung sewa harusnya tidak mengacu
pada PSAK 23 namun lebih kepada PSAK 30. Namun demikian dalam PSAK 30
tidak dijelaskan secara eksplisit bagaimanakah kriteria yang dipersyaratkan untuk
pengakuan awal pendapatan sewa. Untuk itu IAI telah melakukan adaptasi terhadap
standar akuntansi baru untuk memasukkan regulasi terhadap pendapatan yang
sebelumnya belum tercukupi dengan standar yang sudah ada melalui penerbitan
PSAK 72 pada tahun 2018. Namun demikian, PT. G belum menerapkan standar
tersebut karena baru diwajibkan untuk implementasi pada tahun 2020.

Simpulan Studi Kasus


PT G telah menerapkan Standar Akuntansi Keuangan dalam Laporan
Keuangannya. Kebijakan tersebut salah satunya dalam hal perlakuan akuntansi
dalam pengakuan pendapatan. Akan tetapi penerapan PSAK 23 dalam pengakuan
pendapatan yang akibat perjanjian antara PT G dengan PT M belum sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan. Hal ini dikarenakan syarat dalam pengakuan
pendapatan yang didasarkan pada PSAK 23 Paragraf 28, Paragraf 29, dan Paragraf
30 belum terpenuhi. Kriteria tersebut adalah kemungkinan besar manfaat ekonomik
suatu transaksi akan mengalir ke entitas, jumlah dapat diukur dengan andal masih
belum diketahui kejelasan yang detail terkait kontrak kerjasama yang dilakukan.

21
DAFTAR PUSTAKA

IAI. (2017). ISAK 32 Definisi Dan Hirarki Standar Akuntansi KeuanganNo Title. IAI.
http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/interpretasi-sak-27-isak-32-
definisi-dan-hirarki-standar-akuntansi-keuangan

IAI. (2021). Pelaporan Korporat (Cetakan I). Ikatan Akuntansi Indonesia.


https://web.iaiglobal.or.id/assets/materi/Sertifikasi/CA/modul/pk_19/

Wahyu Vitaningsih, T. A., Budiwibowo, S., & Astuti, E. (2020). Studi Kasus Penerapan
PSAK 23 dalam Pengakuan Pendapatan pada PT G. E-Jurnal Akuntansi, 30(4), 840.
https://doi.org/10.24843/eja.2020.v30.i04.p03

22

Anda mungkin juga menyukai