Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“ILMU KEPERAWATAN DASAR”


(TUGAS II)

Disusun Oleh :
RIZKATUL HIKMAH
NPM : 016.01.3319

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2016
1. Anatomi dan fisiologi system pencernaan beserta fungsinya masing-masing

1. Kelenjar ludah
2. Parotis

3. Submandibularis (bawah
rahang)

4. Sublingualis (bawah
lidah)

5. Rongga mulut
6. Amandel

7. Lidah
8. Esofagus

9. Pankreas
10. Lambung

11. Saluran pankreas


12. Hati

13. Kantung empedu


14. duodenum

15. Saluran empedu


16. Kolon

17. Kolon transversum


18. Kolon ascenden

19. Kolon descenden


20. Ileum

21. Sekum
22. Appendiks/Umbai cacing

23. Rektum/Poros usus


24. Anus
1. Kelenjar ludah :
Struktur yang membentuk kelenjar luadah terdiri atas alveolus yang tersusun atas sel-sel
epitel batang (kolumnar). Alveolus tersusun atas dua jenis sel epitel, yaitu sel mukosa basalis
dan sel serosa. Sel mukosa basalis menghasilkan lender (mucus). Sel serosa mengahasilkan
cairan bening yang mengandung ptyalin.

2. Parotis : mensekresi saliva yang dialirkan ke dalam rongga mulut lewat saluran Stensen
(ductus paroticus).
3. Submandibularis (bawah rahang) : menghasilkan getah yang mengandung air dan lendir.

4. Sublingualis (bawah lidah) : menghasilkan getah yang mengandung air dan lendir.
Kelenjar ludah terstimulasi untuk mengeluarkan ludah ketika sesorang melihat, mencium bau
atau terlintas di dalam fikirannya akan suatu makanan menurut perintah otak.
5. Rongga mulut :

1.Pemilihan Makanan
2. Penghalusan Makanan
3. Pelumasan
4. Pencernaan (merupakan bagian keselauruhan)
6. Amandel : sebagai penangkal utama bila ada serangan yang memasuki tubuh melalui saluran
pernapasan dan mulut.

7. Lidah :
a. Sebagai indra perasa
 Manis : di ujung lidah
 Asin : di ujung dan di tepi depan lidah
 Asam : dikedua tepi lidah
 Pahit : di dekat pangkal lidah
b. Berbicara
c. Membantu proses mengunyah dan menelan
d. Sebagai organ indra sentuhan

8. Esofagus :

 menghubungkan faring dengan lambung


 jalan bolus dari mulut menuju lambung.
9. Pankreas :
 Mengahasilkan getah pancreas
 Menghasilkan hormone insulin dari pulau-pulau Langerhans.

10. Lambung :

 menyimpan bahan makanan untuk sementara agar dapat dicerna.


 Menghasilkan getah lambung yang dibutuhkan dalam pencernaan makanan.
 Asam klorida yang terbentukdi dalam lambung memusnahkan beberapa jenis kuman
yang masuk ke dalam lambung.
 Lambung mengahasilkan factor intrinsik yang dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B-
12.
 Lambung memungkinkan penyerapan bahan makanan tertentu melalui dindingnya,
misalnya penyerapan air, glukosa, alcohol, dan sebagian obat-obatan. )
 Protein diubah menjadi peptone
 Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan

11. Saluran pancreas :

 menghubungkan antara pankreas dan duodenum.


 mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glucagen yang menambah
kadar gula dalam darah dengan mempercepat tingkat pelepasan dari hati.
12. Hati :

 Menghasilkan cairan empedu.


 Menghasilkan bahan-bahan yang terdapat di dalam darah.
 Menyimpan zat besi dan vitamin.
 Melemahkan atau memusnak\hkan racun.
 Mengahasilkan panas.
 Metabolism, berkaitan dengan :
a. Karbohidrat, menyusun glikogen.
b. Protein, berfungsi menghasilkan limbah urea.
c. Lemak, berfungsi memisahkan hydrogen dari lemak.
13. Kantung empedu :

 Sebagai organ penampung yang menyimpan getah empedu yang dihasilkan oleh hati.
 Memekatkan empedu.

14. Duodenum :
 menghubungkan lambung ke usus kosong (jejunum)
 untuk menyalurkan makanan ke usus halus.
 Secara histologis, terdapat kelenjar Brunner yang menghasilkan lendir.
15. Saluran empedu :
 untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah
dan kelebihan kolesterol).
 membantu penyerapan lemak.

16. Kolon :

 Membran mukosa yang melapisi dinding dalam kolon menghasilkan cairan lendir yang
melicinkan saluran itu dan memungkinkan feses bergerak dengan mudah.
 Di dalam usus besar terjadi penyerapan air. Air yang belum diserap oleh tubuh diserap
ketika sampai di usus besar. Usus besar juga menyerap garam dan glukosa ke dalam
dindingnya.
 Berbagai kuman yang biasanya terdapat di dalm usus besar beraksi terhadap bahan
makanan yang tidak dicerna, lalu melepaskan beberapa vitamin yang diserap ke dalam
kolon.
 Di bagian akhir usus besar terjadi defekasi. Bahan makanan yang tidak dicerna
dikeluarkan dari rectum sebagai feses.
17. Kolon transversum : untuk menyerap air selama proses pencernaan.

18. Kolon ascenden : berperan dalam proses penyerapan air dan juga nutrisi yang belum
sepenuhnya terserap di bagian usus halus.

19. Kolon descenden : menampung sementara feses sebelum menuju ke bagian rektum.
20. Ileum : untuk menyerap nutrisi dari chyme, atau makanan dicerna.

21. Sekum : untuk menyerap cairan dan garam yang masih tersisa setelah selesai pencernaan usus
dan penyerapan dan untuk mencampur isinya dengan zat pelumas, lendir.

22. Appendiks/Umbai cacing : membantu sistem kekebalan tubuh dalam melawan mikroba dan
agen penyebab penyakit lainnya dengan membunuh atau menetralkan mereka. Selain usus
buntu juga bertindak sebagai organ transplantasi untuk pembangunan kandung kemih
fungsional dan membangun kembali otot sfingter ke saluran kemih.

23. Rektum/Poros usus :

 Menerima feses dari usus besar.


 Sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Dinding rektum elastis sehingga bisa
menampung cukup banyak feses.
 Memberi perasaan ingin buang air besar (defekasi).
 Membantu feses keluar dengan gerak peristaltik.
 Mendorong kembali feses ke usus besar jika feses tak kunjung dikeluarkan. Ini
berbahaya karena bisa membuat feses mengeras akibat airnya kembali diserap usus
besar.
 Menahan feses agar tidak keluar secara tiba-tiba.

24. Anus : saluran keluarnya feses.

2. Proses pencernaan

Pertama-tama, pencernaan dilakukan oleh mulut. Disini dilakukan pencernaan mekanik


yaitu proses mengunyah makanan menggunakan gigi dan pencernaan kimiawi menggunakan
enzim ptialin (amilase). Enzim ptialin berfungsi mengubah makanan dalam mulut yang
mengandung zat karbohidrat (amilum) menjadi gula sederhana (maltosa). Maltosa mudah
dicerna oleh organ pencernaan selanjutnya. Enzim ptialin bekerja dengan baik pada pH antara
6,8 – 7 dan suhu 37oC.
Makanan selanjutnya dibawa menuju lambung dan melewati kerongkongan. Makanan bisa
turun ke lambung karena adanya kontraksi otot-otot di kerongkongan. Di lambung, makanan
akan melalui proses pencernaan kimiawi menggunakan zat/enzim sebagai berikut:

 Renin, berfungsi mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI).
Hanya dimiliki oleh bayi.
 Pepsin, berfungsi untuk memecah protein menjadi pepton.

 HCl (asam klorida), berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.


Sebagai disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin pada
usus halus.
 Lipase, berfungsi untuk memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit.
Setelah makanan diproses di lambung yang membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 jam,
makanan akan dibawa menuju usus dua belas jari. Pada usus dua belas jari terdapat enzim-
enzim berikut yang berasal dari pankreas:

1. Amilase. Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih
sederhana (maltosa).

2. Lipase. Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
3. Tripsinogen. Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim
yang mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap diserap oleh
usus halus.

Selain itu, terdapat juga empedu. Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung di dalam
kantung empedu. Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran empedu ke usus dua belas jari.
Empedu mengandung garam-garam empedu dan zat warna empedu (bilirubin). Garam empedu
berfungsi mengemulsikan lemak. Zat warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan
dengan cara merombak sel darah merah yang telah tua di hati. Empedu merupakan
hasil ekskresi di dalam hati. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada feses.
Selanjutnya makanan dibawa menuju usus halus. Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan
kimiawi dengan melibatkan berbagai enzim pencernaan. Karbohidrat dicerna menjadi glukosa.
Lemak dicerna menjadi asam lemak dan gliserol, serta protein dicerna menjadi asam amino.
Jadi, pada usus dua belas jari, seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein
diselesaikan. Selanjutnya, proses penyerapan (absorbsi) akan berlangsung di usus kosong dan
sebagian besar di usus penyerap. Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, lemak diserap
dalam bentuk asam lemak dan gliserol, dan protein diserap dalam bentuk asam amino. Vitamin
dan mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat langsung diserap oleh usus halus.
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan lendir akan
menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat bakteri Escherichia coli.
Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan menjadi feses. Selain
membusukkan sisa makanan, bakteri E. coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan
penting dalam proses pembekuan darah. Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak
mengandung air. Karena tubuh memerlukan air, maka sebagian besar air diserap kembali ke
usus besar. Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari usus besar.
Selanjutnya sisa-sisa makanan akan dibuang melalui anus berupa feses. Proses ini dinamakan
defekasi dan dilakukan dengan sadar.

3. Masalah-masalah yang timbul karena kekurangan nutrisi


Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan tidak berpuasa (normal)
atau resiko penurunan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme.
Tanda klinis :
 Berat badan 10-20% di bawah normal
 Tinggi badan di bawah ideal
 Lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar
 Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
 Adanya penurunan albumin serum
 Adanya penurunan transferin

Kemungkinan penyebab :

 Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori akibat penyakit infeksi,
luka bakar,atau kanker
 Disfagia karena adanya kelainan persarafan
 Penurunan absorbsi nutrisi akibat crohn atau intoleransi laktosa
 Nafsu makan menurun
 Sekresi berlebihan, baik melalui latihan fisik, muntah, diare, ataupun prneuaran lainnya
 Ketidakcukupan absorbs akibat efek samping obat atau lainnya
 Kesulitan mengunyah

Penyakit yang dapat timbul akibat kekurangan nutrisi :

 Anemia : akibat kekurangan zat besi


 Gangguan mata : akibat kekurangan vitamin A
 Gangguan pada kulit : akibat kekurangan vitamin B-kompleks
 Sariawan dan gusi berdarah : akibat kekurangan vitamin C
 Gangguan pertumbuhan gigi dan tulang : kekurangan vitamin D
 Gangguan saraf dan otot : kekurangan vitamin E
 Darah sulit membeku : kekurangan vitamin K

4. Contoh tindakan-tindakan keperawatan terkait gangguan nutrisi

Intervensi Rasional
Menjaga kebersihan mulut pasien; Mulut yang bersih meningkatkan napsu makan

Membantu pasien makan jika tidak mampu Memant pasien makan


Menyajikan makanan yang mudah dicerna dalam Meningkatkan selera makan dan intake makan
keadaan hangat, tertutup dan berikan sedikit-sedikit
tapi sering;
Hindari makanan yang banyak mengandung gas; Mengurangi rasa nyaman
Selingi makan dan minum; Memudahkan makanan masuk
Lakukan latihan pasif dan aktif (menambah nafsu Menambah nafsu makan
makan)
Memberikan umpan balik tentang peningkatan Meningkatkan kepercayaan untuk meningkatkan
intake berat badan; makan
Adapun tindakan-tindakan keperawatan terkait gangguan nutrisi :
 Membantu Pasien Makan Dan Minum Secara Oral

Pemberian nutrisi melalui oral merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada
pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara sendiri dengan cara membantu
memberikan makanan nutrisi melalui oral. Adapun hal yang perlu diperhatikan sebelum
pemberian makan dan minum pasien adalah :
a.        Ciptakan lingkungan yang nyaman disekitar pasien.
b.        Sebelum di hidangkan, makanan di periksa dahulu, apakah sudah sesuai dengan
daftar makanan/diet pasien.
c.        Usahakan makanan dihidangkan dalam keadaan hangat kecuali kontra indikasi.
d.        Sajikan makanan secukupnya, tidak terlalu banyak tetapi juga tidak terlalu sedikit.
e.        Peralatan makanan dan minuman harus bersih
f.         Untuk pasien anak – anak, usahakan menggunakan peralatan yang menarik
perhatiannya.
g.        Untuk pasien yang dapat makan sendiri, perhatikan apakah makanan di makan
habis atau tidak.
h.        Perhatikan selera dan keluhan pasien pada waktu makan serta reaksinya setelah
makan.
Indikasi :
Diberikan kepada pasien yang memiliki ganguan mobilitas tetapi masih sadar.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan pada pasien koma , CA nasofaring, CA mandibularis
Alat dan Bahan :
1.      Piring
2.      Sendok
3.      Garpu
4.      Gelas
5.      Serbet
6.      Mangkok cuci tangan
7.      Pengalas
8.      Jenis diet
Prosedur :
1.        Cuci tangan
2.        Jelaskan prosedur yang dilakukan
3.        Mengatur posisi pasien dengan posisi kepala lebih tinggi daripada badan
4.        Membentangkan serbet dibawah dagu pasien
5.        Anjurkan pasien untuk berdoa sebelum makan
6.        Pasien ditawari minum, jika perlu gunakan sedotan
7.        Beritahu pasien jika makanan panas atau dingin, anjurkan untuk mencicipi
makanan terlebih dahulu.
8.        Suapkan makanan sedikit demi sedikit untuk menghindari tersedak
9.        Setelah selesai makan pasien diberi minum, bersihkan mulut pasien, dan
dianjurkan dengan pemberian obat.
10.    Catat hasil atau respon pemenuhan terhadap makanan.
11.    Bereskan alat dan cuci tangan.

 Memberi Makan Melalui NGT ( Nasogastric Tube)


Pemberian nutrisi melalui pipa penduga atau lambung merupakan tindakan keperawatan
yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral atau tidak
mampu menelan, dengan cara memberi makan melalui pipa lambung.
a.      Tujuan :
·         Dekompressi yaitu membuang dan substansi gas dari saluran gastrointestinal,
mencegah atau menghilangkan distensi abdomen.
·         Memberi makan yaitu memasukkan suplemen nutrisi cair atau makanan kedalam
lambung untuk klien yang tidak dapat menelan cairan.
·         Kompressi yaitu memberi tekanan internal dengan cara mengembangkan balon
untuk mencegah perdarahan internal pada esofagus.
·         Bilas lambung yaitu irigasi lambung akibat pendarahan aktif, keracunan, atau
dilatasi lambung.
b.      Persiapan Pasien
1. Mengkaji pasien yang diberi makan atau minum lewat NGT.
2. Mencocokkan identitas.
3. Menentukan pasien yang harus diberi makan atau minum personde
4. Menjelaskan kepada pasien hal-hal yang akan dikerjakan (maksud dan tujuan).
5. Mengatur posisi pasien . Sikap pasien semi fowler sedikit flexi sedang untuk pasien
anak dengan 1 bantal.
c.       Persiapan Alat
1.      Baki yang dilapisi pengalas berisi :
·         Bak instrumen steril:

 Sepasang sarung tangan.


 NGT / maslang / sonde lambung
 Sudip lidah / spatel
 Kasa pada tempatnya
 Corong / tabung semprot 50-100 cc
 Kapas alkohol

·         Bak instrumen non steril:

 Jeli
 Senter
 Plester
 Stetoskop
 Handuk kecil / serbet / pengalas
 Tisu / selstop
 Bengkok
 Makanan cair pasien
 Gelas berisi air minum
 Gunting
 Air bersih di dalam baskom kecil
 Peniti
 Spuit 20 cc

d.      Prosedur :
1.         Beri salam/sapa pasien
2.         Jelaskan tindakan yang akan dilakukan.
3.         Perawat cuci tangan.
4.         Pasang sampiran.
5.         Dekatkan alat kepasien.
6.         Bentu pasien pada posisi nyaman (bila memungkinkan pada posisi semi
fowler/fowler)
7.         Pasang handuk di atas dada pasien sampai ke pinggir tempat tidur dan letakkan
tisu di dekat bantal pasien.
8.         Untuk menentukan insersi NGT, minta klien untuk rileks dan bernafas normal.
Kemudian cek udara yang melalui lubang hidung, caranya: pijit salah satu kuping
hidung dan rasakan aliran udara pada lubang hidung yang bebas dan begitu pula
sebaliknya.
9.         Pasang sarung tangan
10.     Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan dengan menggunakan:

 Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga bawah dan ke prosesus
xyfoideus di sternum.
 Ukur selang dari puncak dahi ke epigastrium.
 Ukur selang dari daun telinga bawah kepuncak lubang hidung dan ke prosesus
xyfoideus di sternum.

11.     Beri tanda pada panjang selang yang sudah di ukur.


12.     Olesi jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.
13.     Atur posisi klien dengan kepala ekstensi, dan masukkan selang melalui lubang
hidung yang telah ditentukan.
14.     Masukkan slang sepanjang rongga hidung. Jika terasa agak tertahan, putarlah slang
dan jangan dipaksakan untuk dimasukkan.
15.     Lanjutkan memasang slang sampai melewati nasofaring (3-4 cm) anjurkan pasien
untuk menekuk leher dan menelan.
16.     Dorong pasien untuk menelan dengan memberikan sedikit air minum (jika perlu).
Tekankan pentingnya bernafas lewat mulut.
17.     Jangan memaksakan slang untuk masuk. Jika ada hambatan atau pasien tersedak,
sianosis, hentikan mendorong selang. Periksa posisi slang di belakang tenggorok
dengan menggunakan sudip lidah dan senter.
18.     Jika telah selesai memasang NGT sampai ujung yang telah ditentukan, anjurkan
pasien untuk rileks dan bernafas normal.
19.     Periksa letak slang dengan cara:

 Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma stetoskop pada
perut di kuadran kiri atas pasien (lambung) kemudian suntikkan 10-20 cc udara
bersamaan dengan auskultasi abdomen.
 Dengan menggunakan spuit, mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi
lambung.
 Memasukkan ujung bagian luar slang NGT ke dalam waskom yang berisi air.
Jika terdapat gelembung udara, slang masuk ke paru-paru, jika tidak slang
masuk ke dalam lambung

20.     Oleskan alkohol pada ujung hidung pasien dan biarkan sampai kering.
21.     Yakinkan slang tidak tersumbat dengan cara:

 Masukkan makanan dengan aliran perlahan (perhatikan: aliran air dan


jarak corong 30 cm dan lihat reaksi pasien terhadap rasa tidak nyaman).
 Setelah makan masukkan 15-30 ml air putih (bila ada obat dalam bentuk
tablet haluskan dahulu).
 Fiksasi slang dengan plester 10 cm dan silangkan plester pada slang yang
keluar dari hidung

22.     Klem dan tutup ujung slang dengan kassa dan plester / karet gelang.
23.     Penitikan slang kebaju pasien. Biarkan pasien pada posisi semifowler / fowler
selama 15-30 menit.
24.     Evaluasi klien setelah terpasang NGT.
25.     Rapikan alat.
26.     Perawat cuci tangan.

5. Pengkajian nutrisi
Pengkajian terhadap msalah kebutuhan nutrisi dapat meliputi pengkajian khusus masalah nutrisi dan
pengkajian fisik secara umum yang berhubungan dengan kebutuhan nutrisi.
1. Riwayat makanan
Riwayat makanan meliputi informasi atau keterangan tentang pola makan, tipe makanan yang
dihindari ataupun diabaikan, makanan yang lebih disukai, yang dapat digunakan untuk membantu
merencanakan jenis makanan untuk sekarang, dan rencana makanan untuk masa selanjutnya.
2. Kemampuan makanan
Meliputi kemampuan mengunyah, menelan, dan makan sendiri tanpa bantuan orang lain.
3. Pengetahuan tentang nutrisi
Aspek yang sangat penting dalam pengkajian nutrisi adalah penentuan tingkat pengetahuan
pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
4. Nafsu makan, jumlah asupan.
5. Tingkat aktifitas.
6. Pengonsumsian obat.
7. Penampilan fisik
Dapat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik terhadap aspek-aspek berikut :
 rambut yang sehat berciri mengkilat, kuat, tidak kering, dan tidak mengalami kebotakan
bukan karena factor usia;
 daerah di atas kedua pipi dan bawah kedua mata tidak berwarna gelap, mata cerah dan
tidak ada rasa sakit atau penonjolan pembuluh darah;
 daerah bibir tidak kering, pecah-pecah, ataupun mengalami pembengkakan;
 lidah berwarna merah gelap tidak berwarna merah terang, dan tidak ada luka pada
permukaannya;
 gusi tidak bengkak, tidak mudah berdarah, dan gusi yang mengelilingi gigi harus rapat
serta erat tidak tertarik ke bawah sampai di bawah permukaan gigi;
 gigi tidak berlubang dan tidak berwarna, kulit tubuh halus,tidak bersisik,tidak timbul
bercak kemerahan, atau tidak terjadi pendarahan yang berlebihan, kuku jari kuat dan
berwarna merah muda.
8. Pengukuran Antropometrik
Pengukuran ini meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan. Tinggi badan
anak dapat digambarkan pada suatu kurva/grafik sehingga dapat terlihat pola perkembangannya.
Tinggi dan berat badan orang dewasa sering dibandingkan dengan bermcam-macam peta untuk
dirinya. Pada umumnya, berat untuk peria lebih dari mempunyai persentase jaringan dan struktur
tulang yang berbeda.
Seseorang dengan persentase bagian tubuh yang besar dan jarigan otot yang banyak akan terlihat
gemuk (over weight). Metode khusus yang sering berada diatas otot trisep. Pada umumnya,
wanita mempunya lipatan kulit yang lebih tebal di daerah ini. Ini disebabkan banyaknya jaringan
subkutan pada wanita, sehingga membuat wanita terlihat lebih gemuk.
9. Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi
adalah pemeriksaan serum, Hb glukosa, elektrolit, dan lain-lain.

6. Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk menentukan status nutrisi seseorang


a. Keadaan fisik: apatis, lesu.
b. Berat badan: obesitas, kurus (underweight).
c. Otot: flaksia/lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu bekerja.
d. Sistem saraf: bingung, rasa terbakar, paresthesia, reflek menurun.
e. Fungsi gastrointersinal: anaroksia, konstripasi, diare, flatulensi, pembesaran liver/tinggi.
f. Kardivaskuler: denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama abnormal, tekanan darah
rendah/tinggi.
g. Rambut: kusan, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah/patah-patah.
h. Kulit: kering, pucat, iritasi, patekhie, lemak disubkutan tidak ada.
i. Bibir: kering, pecah, iritasi, bengkak, lesi, stomatitis, membrane mukosa pucat.
j. Gusi: pendarahan, peradangan.
k. Lidah: edema, hiperemis.
l. Gigi: karies, nyeri, kotor.
m. Mata: konjungtiva pucat, kering, exotalmus, tanda-tanda infeksi.
n. Kuku: mudah patah.
o. Pengukuran antropomtri:
 Berat badan ideal: (TB – 100)+_ 100%
 Lingkar pergelangan tangan
 Lingkar lengan atas(MAC)
Nilai normal Wanita : 28,5 cm
Peria :28,3 cm
 Lipatan kulit pada otot trisep (TSF):
Nilai normal Wanita : 16,5-18 cm
Peria : 12,5-16,5 cm
7. Diet pada pasien hipertensi dan diabetes mellitus
- Diet pada pasien hipertensi
 Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.
 Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.
 Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar
diet.
- Diet pada pasien diabetes mellitus
Diet pada pasien diabetes mellitus dibagi menjadi 3 tipe diet. Pembagian tipenya
bergantung kepada beratnya penyakit diabetes , tipe pengobatannya, kepribadian pasien, umur,
berat badan dan gaya hidup penderita :
 Diet rendah kalori
Prioritas pertama dalam mengatasi pasien diabetes yang obese adalah menurunkan berat
badannya. Pasien diabetes yang menjalani diet rendah kalori harus menyadari perlunya penurunan
berat badan dan berat badan yang sudah diturunkan tidak boleh dibiarkan naik kembali. Ada
berbagai macam diet untuk menurunkan berat badan. Jika penyakit diabetesnya ringan, setiap diet
rendah kalori dapat digunakan asalkan mempunyai nilai gizi yang memadai dan memberikan
landasan bagi diet selanjutnya untuk mempertahankan berat badan. Pasien diabetes yang
kelebihan berat mula-mula harus dimotovasi dahulu sehingga mau menurunkan berat badan.
Penurunan berat badan harus diperhatikan dan didorong dengan mengukur berat secara teratur,
sebagian pasien diabetes dapat menarik manfaat dari dukungan dan tekanan suatu kelompok
perampingan tubuh (slimming group) dan hal ini harus terus didorong.
 Diet bebas gula
Tipe diet ini digunakan untuk pasien diabetes yang berusia lanjut dan tidak memerlukan suntikan
insulin. Diet bebas gula ditetapkan berdasarkan dua prinsip.
a. Tidak memakan gula dan tidak mengandung gula.
b. mengkonsumsi makanan sumber hidratarang seagai bagian dari keseluruhan hidangan secara
teratur.
Gula (gula pasir, gula aren dan lain_lain) dan makan yang mengandung gula tidak boleh dimakan
karena cepat dicerna dan diserap sehingga dapat menimbulkan kenaikan gula darah yang yang
cepat. Jenis_jenis makanan ini adalah:
Madu, selai dan marmalade.
Permen, menisan dan cikelat.
 System penukaran hidratarang
Sistem ini disusun untuk menghasilkn suatu metode pengaturan hidratarang yang tepat.
Sistem penukaran hidratarang digunakan pada pasien-pasien diabetes yang mendapatkan suntikan
insulin atau obat_obat hipoglikemik oral dengan dosis tinggi. Diet yang berdasar sistem ini
penukaran hidratarang diperlukan sebuah daftar standar yang berisiskan berbagai jenis makanan
penukar dengan kandungan HA standar 10 gram (lihat Tabel 24.2, halaman 306) Pada halaman
306 (Tabel 24.3) juga terdapat contoh susunan diet dengan menggunakan sistem penukar 10 gram
HA. Dengan mengikuti standar, pasien diabetes dapat memakan berbagai ragam makanan dengan
kandungan hidratarang yang tetap.
Berapa banyak satuan penukar?
Dalam daftar standar, satu satuan penukar (SP) dibuat sama dengan 10 gram hidratarang
(Bandingkan dengan satuan penukar dalam Daftar Bahan Makanan Penukar pada diet dengan
sistem penukaran hidratarang ini, diperlukan dahulu midifikasi pada daftar tersebut seperti yang
terlihat dalam Tabel 24.2, halaman 306.
Untuk mengetahui jumlah satuan penukar (SP) hidrataran yang boleh diberikan kepada seorang
pasien diabetes selama sehari, factor berikut ini harus diperhatikan:
1. Kebutuhan teori energy pasien.
2. Persentase dari kebutuhan total energy terseut yang harus disediakan dalam bentik hidratarang.
Kebutuhan total energy ditentukan setelah diet terakhir pasien diabetes tersebut selesai
dinilai. Biasanya 55 pasien dari total energy disediakan dalam bentuk hidratarang.
Jumlah SP hidratarang yang boleh diberika kepada pasien diabetes memperlihatkan
variasi yang luas. Sebagai contoh, pasien diabetes yang overweight mungkn hanya diperbolehkan
mendapatkan 12 SP (120 gram) hidratarang/hari sedangkan untuk pasien diabetes dengan berat
badan ‘ideal’ boleh diberikan 30 SP (300 gram) hidratarng/hari. Tentu sja, kedua pasien diabetes
ini mempunyai kebutuhan total energy yang berbeda.

8. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien yang kekurangan nutrisi


 Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan mencerna secara berkelanjutan akibat
penyakit infeksi, luka bakar, ataupun kanker.
 Disfagia akibat kelumpuhan serebral.
 Penurunan absorpsi nutrisi akibat intoleransi laktosa.
 Penurunan nafsu makan.
 Sekresi berlebihan, baik melalui latihan fisik, muntah, diare, ataupun pengeluaran
lainnya.
 Ketidakcukupan absorpsi akibat efek samping obat atau lainnya.
 Kesulitan mengunyah.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2008. Praktik Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :
Salemba Medika
Hidayat, A.Aziz Alimul.2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Syarifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wartonah,Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Salemba
Medika
Mashudi, Sugeng. 2011. Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta : Salemba Medika
Potter, Patricia A dan Anne G. Perry. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai