Anda di halaman 1dari 9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

1 Judul : Eksistensi Sie Reuboh Sebagai Makanan Tradisional Khas


Aceh Besar Pada Masyarakat Gampong Krueng Mak
Kecamatan Simpang Tiga
Ditulis Oleh : Afdhal, Muhammad
Jurnal : Jurnal UIN Raniry
Tahun : 2021
Persamaan Perbedaan
1. Menggunakan metode 1. Objek penelitian adalah
penelitian kualitatif masyarakat Aceh Besar
2. Menggunakan teori eksistensi 2. Tujuan penelitian lebih fokus
dan juga teori pendukung mencari makna dari sebuah
kuliner kuliner Sie Reuboh, tidak fokus
terhadap minimnya eksistensi.
Hasil penelitian: Sie reuboh berfungsi sebagai sarana pengikat
silaturrahmi
antar sesama, sebagai ungkapan kasih sayang baik sesama keluarga
ataupun masyarakat sekitar. Berfungsi sebagai pelengkap tradisi, dan
sebagai wujud pengenal atau identitas masyarakat Aceh Besar terutama
warga Gampong Krueng Mak.

2 Judul : Analisis Eksistensi Nasi Tradisional Sunda di Kota


Bandung
Ditulis Oleh : Sa’diyyah, Halimah
Jurnal : Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia
Tahun : 2020
Persamaan Perbedaan

Sumber: Data Diolah (2023)

1
1. Menggunakan teori 1. Penelitian ini menerapkan metode
eksistensi sebagai teori mix method
utama dalam penelitian 2. Teknik pengambilan sampel
2. Penelitian sama-sama menggunakan random sampling.
berfokus terhadap salah satu
kuliner tradisional di daerah
Indonesia
Hasil penelitian: Nasi tradisional Sunda masih eksis di kalangan
masyarakat masyarakat meskipun terdapat perubahan dari waktu ke waktu
karena masuknya budaya asing yang ikut memengaruhi ragam pilihan
makanan di Indonesia. Setiap varian nasi memiliki tingkat eksistensi yang
berbeda sehingga makanan varian nasi yang eksistensinya di bawah harus
didorong kembali agar lebih dikenal masyarakat.

3 Judul : Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta


Ditulis Oleh : Andiani, Maritfa Nika
Jurnal : Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 2 2013
Tahun : 2013
Volume :2
Persamaan Perbedaan
1. Menggunakan teori eksistensi 1. Objek penelitian adalah pasar
sebagai teori utama dalam tradisional, bukan kuliner
penelitian tradisional.
2. Latar belakang penelitian 2. Menerapkan mix method sebagai
sama-sama berfokus terhadap metode penelitian.
perubahan budaya yang 3.
terjadi
Hasil penelitian: Variabel kunci sebagai penentu eksistensi pasar
tradisional terletak pada modal social karena perannya yang begitu besar
dan mengalahkan variabel yang lainnya dalam menentukan eksistensi
pasar tradisional.
Sumber: Data Diolah (2023)

2.2 Eksistensi

Berdasarkan definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksistensi

merujuk pada keberadaan atau kehadiran yang memiliki unsur bertahan. Namun,

menurut Abidin (2012), eksistensi dapat dijelaskan sebagai “suatu proses dinamis

yang melibatkan menjadi atau mengada”. Dalam kata-kata aslinya, eksistensi


2
berasal dari kata exsistere yang artinya keluar dari, melampaui, atau mengatasi.

Oleh karena itu, eksistensi tidaklah statis atau terbatas, tetapi fleksibel atau dapat

berubah-ubah dan mengalami kemajuan atau kemunduran tergantung pada

kemampuan untuk mengaktualisasikan potensinya. Lebih jauh dari itu, Ali (2009)

dapat membagi eksistensi kedalam 4 (empat) poin utama definisi, yaitu:

a. Dalam arti yang sederhana, eksistensi merujuk pada keberadaan dari

suatu benda atau hal.

b. Eksistensi merujuk pada kepemilikan atau keberadaan dari suatu benda

atau hal.

c. Eksistensi adalah sesuatu yang dapat dirasakan dengan penekanan pada

keberadaannya.

d. Tepat untuk menyatakan bahwa eksistensi adalah kesempurnaan.

Menurut kamus ilmiah, eksistensi dapat diartikan sebagai keberadaan

nyata yang dapat dilihat. Konsep eksistensi juga dapat dipahami sebagai adanya

pengaruh pada keberadaan atau ketiadaan sesuatu yang diusahakan. Dalam

konteks tertentu, eksistensi dapat menjadi bukti hasil kerja atau performa dalam

suatu kejadian. Selain itu, eksistensi juga bisa dipahami sebagai keberadaan yang

diakui tidak hanya oleh diri sendiri, tetapi juga oleh orang lain.

Oleh karena itu berdasarkan beberapa definisi yang disebutkan di atas,

dapat disimpulkan bahwa eksistensi adalah konsep yang merujuk pada keberadaan

atau kehadiran yang nyata dari suatu benda, hal, atau konsep. Eksistensi juga

dapat diartikan sebagai suatu proses dinamis yang melibatkan menjadi atau

mengada. Eksistensi memiliki pengaruh pada keberadaan atau ketiadaan suatu

3
benda atau hal, dan dapat dianggap sebagai bukti performa atau keberhasilan

dalam suatu konteks. Selain itu, eksistensi juga dapat diakui oleh diri sendiri dan

orang lain. Oleh karena itu, eksistensi adalah konsep yang kompleks dan dapat

dipahami dari berbagai perspektif.

2.3 Kuliner

Kuliner atau yang biasa disebut hidangan, makanan, atau kudapan dapat

diartikan sebagai benda yang dapat diambil dengan tangan, dimasukkan ke dalam

mulut, dikunyah, dan ditelan (Herayati, 2016).

Makanan merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari karena

makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan tersebut harus

dipenuhi dengan makanan yang mengandung gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Manusia membutuhkan berbagai jenis makanan untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi karena satu jenis makanan tidak dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh.

Dalam perspektif antropologi, makanan merupakan sebuah fenomena

budaya yang dapat mencerminkan identitas suatu suku bangsa atau negara.

Budaya dapat mengatur jenis makanan dengan nilai-nilai yang dimilikinya.

Beberapa kondisi dapat membatasi jenis makanan yang dapat dikonsumsi, baik itu

melalui larangan maupun anjuran. Walaupun banyak orang menganggap makanan

hanya untuk memenuhi rasa lapar, makanan juga memegang peranan sosio-

kultural dalam kehidupan manusia, yang meliputi fungsi sosial dan budaya.

4
Berdasarkan definisi dari para ahli yang telah disajikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa makanan atau kuliner adalah benda yang dapat diambil

dengan tangan, dimasukkan ke dalam mulut, dikunyah dan ditelan, yang

memenuhi kebutuhan pokok manusia untuk bertahan hidup dan tumbuh kembang.

Selain itu, makanan juga memiliki peran sosio-kultural dalam kehidupan manusia,

mencerminkan identitas suku bangsa atau negara, dan dapat diatur oleh budaya

dengan nilai-nilai yang dimilikinya. Makanan juga dianjurkan untuk mengandung

gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.

Menurut Wongso (2015), Kuliner memiliki peran penting sebagai bagian

dari identitas budaya Indonesia. Keanekaragaman makanan yang berbeda antar

daerah harus dijaga agar tidak diklaim oleh negara lain, seperti halnya tarian.

Dalam setiap daerah, kuliner juga menjadi identitas dan mencerminkan kondisi

geografis daerah tersebut. kuliner sering menjadi simbol atau lambang dalam

acara adat, perayaan, dan acara keluarga besar. Selain itu, makanan juga

dihidangkan pada hari-hari besar seperti Maulid, Hari Raya, Halal Bi Halal,

Keunduri Jirat, dan lain sebagainya.

2.3.1. Kuliner Tradisional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makanan diartikan sebagai segala

hal yang dapat dimakan dan memberikan manfaat pada tubuh. Sementara itu,

tradisional diartikan sebagai kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun.

Selain itu, makanan tradisional juga mencerminkan peradaban dan kebudayaan

suatu masyarakat dan negara, termasuk dalam hal sikap dan cara memperlakukan

5
serta pendistribusian sumber makanan secara merata. Menurut Gardjito (2014),

makanan tradisional memiliki ciri khas yang dikenal, digemari, dirindukan, dan

menjadi penciri kelompok masyarakat tertentu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makanan tradisional adalah

makanan yang dapat dimakan dan bermanfaat, diolah dari bahan pangan hasil

produksi setempat, dengan proses yang telah dikuasai masyarakat dan diwariskan

secara turun-temurun

Makanan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi oleh golongan

etnik dari suatu daerah tertentu secara turun-temurun, baik itu makanan pokok,

selingan, maupun sajian khusus. Makanan ini diolah dari sumber daya (bahan)

setempat dengan resep yang diwariskan dan sesuai dengan selera masyarakat

tersebut.

Makanan tradisional terkait dengan faktor ruang dan waktu. Ada batasan

dalam hal ruang, yaitu asal usul bahan baku, produsen, dan pemilik makanan

tersebut harus berasal dari wilayah tertentu. Suatu makanan tidak dapat dianggap

sebagai makanan tradisional jika bahan baku yang digunakan asing bagi produsen

atau konsumennya. Bahan yang dianggap asing adalah bahan yang tidak dapat

ditanam atau diproduksi di daerah tersebut dengan metode budidaya yang biasa

dilakukan. Dalam hal ini, contohnya adalah makanan yang dibuat dari tepung

terigu yang tidak dapat dikategorikan sebagai makanan tradisional di Indonesia,

meskipun makanan tersebut sudah umum ditemukan di masyarakat.

Beberapa ciri-ciri dari makanan tradisional (Sosrodiningrat, 2013) adalah:

6
a. Resep dari sebuah makanan merupakan turunin atau warisan dari nenek

moyang ataupun generasi pendahulu

b. Dalam beberapa aspek, pengolahan makanan masih dibuat dengan cara

tradisional

c. Menggunakan teknik khusus dalam pembuatan, karena bertujuan untuk

mendapatkan ke”khas”an dari sisi rupa dan rasa.

Makanan tradisional merupakan bagian dari warisan budaya yang

diwariskan dari zaman nenek moyang dan terus dilestarikan dari generasi ke

generasi. Seiring dengan sejarahnya, makanan tradisional Indonesia telah menjadi

bagian dari jalur perdagangan dunia berkat lokasi dan sumber daya alam yang

dimilikinya. Pengaruh dari teknik memasak dan bahan makanan asli Indonesia

kemudian dipadukan dengan seni kuliner dari India, Timur Tengah, China, dan

Eropa, sehingga makanan tradisional Indonesia memiliki variasi dan cita rasa

yang khas dari setiap daerahnya.

2.3.2 Kuliner Semanggi

Kota Surabaya memiliki banyak peninggalan objek sejarah dan religi,

beberapa di antaranya telah dilindungi sebagai bangunan dan situs cagar budaya.

Selain itu, perkembangan kota Surabaya sebagai kota metropolitan telah

membawa pengaruh pada pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan modern yang

menjadi daya tarik wisata minat khusus, terutama dalam hal wisata belanja. Selain

wisata belanja, kota Surabaya juga menawarkan wisata kuliner sebagai minat

khusus.

7
Salah satu makanan tradisional khas Surabaya adalah semanggi Surabaya,

yang terdiri dari dua jenis sayuran, yaitu daun semanggi dan kecambah yang

direbus dan disajikan dengan campuran petis dan bumbu khas. Harga dari

semanggi cukup terjangkau, hanya sekitar Rp. 6.000,00 per porsi. Para penjual

semanggi kebanyakan berasal dari Desa Kendung, Benowo, yang dikenal sebagai

kampung semanggi, di mana warganya membudidayakan tanaman semanggi dan

sebagian besar bekerja sebagai penjual. Mereka menjajakan semanggi secara

berkelompok dan menyebar ke berbagai pelosok di Surabaya. Sejarah dan

keunikan semanggi Surabaya juga tercermin dalam lagu kroncong yang berjudul

"Semanggi Suroboyo".

Menurut Widodo (2002), lagu Semanggi Suroboyo membuktikan bahwa

sayur semanggi merupakan kuliner yang melekat di hati masyarakat Surabaya.

Namun, hal tersebut selalu tergerus seiring semakin berkurangnya “stok”

semanggi di alam karena sawah-sawah yang hilang. Selain itu, ia menyatakan

bahwa dengan berkembangnya zaman dan teknologi, makanan produk asing

seperti makanan cepat saji dan usaha restoran asing semakin berkembang di kota-

kota besar. Masyarakat lebih memilih makanan cepat saji dan restoran asing

dibandingkan makanan tradisional. Lebih lanjut, kesadaran masyarakat akan

pentingnya kuliner tradisional terutama Semanggi Surabaya kurang, hal ini

dikarenakan minimnya informasi yang tersedia tentang kuliner tradisional

Semanggi Surabaya.

8
2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka penelitian atau research framework merupakan suatu konsep yang

digunakan untuk merencanakan dan mengorganisasi penelitian. Kerangka

penelitian berfungsi sebagai dasar teoritis dan metodologi yang akan digunakan

dalam penelitian tersebut. Kerangka penelitian dalam penelitian ini adalah:

Latar Belakang Masalah:

Kurangnya kesadaran masyarakat Surabaya dalam mempertahankan kelestarian makanan semanggi membuat
generasi-generasi selanjutnya kurang mengetahui dan memiliki keinginan untuk menjaga makanan khas
Surabaya, “Semanggi”. Padahal, semangg iseharusnya dapat dikembangkan agar menjadi daya tarik dari segi
makanan khas atau,makanan lokal yang ada di Surabaya.

Rumusan Masalah

1. Apa penyebab minimnya eksistensi makanan semanggi khas Surabaya terhadap masyarakat
Surabaya?
2. Seberapa banyak masyarakat Surabaya yang merekomendasikan makanan semanggi sebagai makanan
khas Surabaya?

Tinjauan Pustaka: Penelitian Terdahulu

4. Eksistensi
menurut Abidin (2012), eksistensi dapat
didefinisikan sebagai “suatu proses dinamis
yang melibatkan menjadi atau mengada”.
Dalam kata-kata aslinya, eksistensi berasal 1. Penelitian berjudul “Eksistensi Sie
dari kata exsistere yang artinya keluar dari, Reuboh Sebagai Makanan Tradisional
melampaui, atau mengatasi. Khas Aceh Besar Pada Masyarakat
Gampong Krueng Mak Kecamatan
5. Kuliner Simpang Tiga” oleh Afdhal (2021)
Menurut Herayati (2016), Kuliner atau yang 2. Penelitian berjudul “Analisis Eksistensi
biasa disebut hidangan, makanan, atau Nasi Tradisional Sunda di Kota
kudapan dapat diartikan sebagai benda yang Bandung” oleh Sa’diyyah (2020)
dapat diambil dengan tangan, dimasukkan ke 3. Penelitian berjudul “Kajian Eksistensi
dalam mulut, dikunyah, dan ditelan Pasar Tradisional Kota Surakarta” oleh
Andiyani (2013)
6. Kuliner Tradisional
Menurut Gardjito (2014), makanan
tradisional memiliki ciri khas yang dikenal,
digemari, dirindukan, dan menjadi penciri
kelompok masyarakat tertentu.

Pengumpulan Data
9
Analisis Data

Hasil dan Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai