Anda di halaman 1dari 13

Modul 11

Kegiatan Belajar 1

Warga Negara Yang Cerdas

A. Konsep Warga Negara

1. Warga negara dalam Bahasa Inggris disebut Citizen. Dalam Bahasa Yunani disebut Civic yang
berarti penduduk sipil (Citizen) yang melakukan polis atau negara kota (City State).
2. Polis adalah suatu organisasi yang berperan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik
bagi warga negaranya.
3. Menurut Aristoteles, warga negara adalah orang yang secara aktif ikut mengambil bagian
dari kehidupan bernegara, yaitu orang yang bisa berperan sebagai orang yang memerintah.
Orang yang diperintah dan yang memerintah sewaktu-waktu akan bisa bertukar peran
karena pada dasarnya orang-orang bebas dan sederajat. Jadi, warga negara harus sanggup
memainkan peranannya yang sangat penting dalam kehidupan bernegara.
4. Warga negara dibagi dala 2 golongan: a. yang menguasai atau yang memerintah, b. yang
dikuasai/diperintah.
5. Warga negara yang memerintah harus memiliki sifat kearifan dan kebaikan.
6. Warga negara yang dikuasai atau yang diperintah, kebijaksanaan dan kearifan tidak berlaku.
Namun yang memerintah dan diperintah pasti akan bertukar peran.
7. Menurut Aristoteles, kebajikan adalah yang harus dimiliki warga negara yang baik ialah yang
mampu untuk menguasai dan dikuasai dengan baik atau kemampuan untuk memerintah
dan diperhatikan dengan baik.
8. Menurut Turner (1990), dalam buku “Civica: Citizen in Action”, warga negara adalah anggota
dari sekelompok manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu. Hukum dibuat
dan disusun dan diselenggarakan oleh orang-orang yang memerintah dengan tujuan
mengatur kelompok masyarakat.
9. Orang yang mengatur masyarakat disebut pemerintah (government).
10. Menurut Turner, warga negara adalah anggota dari suatu kelompok yang hidup dalam
aturan-aturan pemerintah.

B. Karakteristik Warga Negara Yang Cerdas


1. Warga negara yang cerdas adalah warga yang mampu memahami kompetensi dan mampu
mempraktikannya dalam kehidupan keseharian.
2. Kompetensi merupakan sejumlah kemampuan yang direfleksikan dalam perilaku atau
perbuatan sehari-hari.
3. Kompetensi warga yang harus dimiliki adalah: a. Kemampuan memperoleh informasi dan
menggunakan informasi, b. Membina ketertiban, c. Membuat keputusan, d. Berkomunikasi,
e. Menjalin kerjasama, f. Melakukan berbagai macam kepentingan secara benar.
4. Kemampuan memperoleh dan menggunakan informasi, selain warga harus menguasai
teknologi dan mengetahui informasi dari berbagai lingkup, nasional, regional, dan
internasional serta warga dituntut untuk dapat memperoleh informasi dan mampu
menggunakan informasi tersebut secara efektif.
5. Menurut Alfin Toffler, era kehidupan manusia dewasa ini adalah kehidupan masyarakat
informasi sebagai perkembangan dari era kehidupan masyarakat sebagai perkembangan
dari era kehidupan masyarakat sebelumnya yakni masyarakat industry.
6. Masyarakat informasi ditandai dengan kemajuan yang cukup pesat dalam bidang teknologi
informasi atau dikenal dengan kemajuan yang cukup pesat dalam bidang teknologi informasi
atau dikenal dengan IT (Information Technology) yang memberi peluang dan kemudahan
dalam mengakses informasi dengan cepat. Warga bisa mendapatkannya dari internet.
7. Dalam mencari, memperoleh, dan menggunakan informasi, warga negara harus tetap
berpedoman pada nilai-nilai ideology bangsa yaitu Pancasila dan nilai-nilai agama.
8. Penerimaan informasi atau pembuatan informasi yang didapat harus disaring/di filter sesuai
dengan ideologi dan nilai agama karena Bangsa Indonesia memiliki moral dan nilai.
9. Manfaat memperoleh teknologi informasi untuk warga adalah: a. memperluas wawasan
pemikirannya, sebab dengan informasi orang akan terbuka pola pikirnya yang sangat
memungkinkan baginya untuk berkembang dan meningkatkan daya pikirnya. b. Mengetahui
perkembangan informasi yang terjadi sehingga ia tidak digolongkan sebagai orang yang
ketinggalan informasi, c. Meningkatkan keterampilan mengambil keputusan (decision
making) atas masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari, d.
Mendorong keterampilan berpikir kritis dan kreatif yang sangat menunjang terwujudnya
karakter warga negara yang cerdas, bertanggungjawab, dan berpartisipasi.
10. Menjaga dan Membina Ketertiban, warga negara yang cerdas adalah warga negara yang
mampu menjaga dan membina ketertiban. Sedangkan ketertiban dalam kehidupan
masyarakat akan terwujud apabila setiap warga negaranya memiliki kesadaran yang kuat
segala peraturan atau norma-norma yang berlaku serta mampu mengamalkannya dalam
praktik kehidupan sehari-hari.
11. Menurut Sorjono Soekanto (1990), terdapat 4 indikator penting untuk mengembangkan
kesadaran hukum warga negara, yaitu: 1) Pengetahuan hukum, 2) pemahaman hukum, 3)
sikap hukum, 4) Perbuatan hukum.
12. Contoh sikap perbuatan yang mesti dilakukan oleh seluruh warga negara yang cerdas, yaitu:
a. Menggunakan hak yang dimiliki sesuai dengan kaidah-kaidah normatif yang berlaku,
seperti norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.
b. Menghargai hak dan kewajiban serta kepentingan orang lain.
c. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, seperti pendapat, ide, pikiran, dan
sebagainya.
d. Menjungjung tinggi toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
e. Menerima keanekaragaman sosial, politik, ekonomi, dan budaya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
f. Memecahkan konflik dengan mengedepankan cara-cara yang menghindari kekerasan,
melainkan dengan cara-cara yang mengandung perdamaian.
13. Membuat keputusan, manusia pasti akan dihadapkan pada keputusan, terkait dengan
masalah yang dihadapi baik di dalam keluarga, masyarakat, dan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Warga negara yang cerdas adalah warga negara adalah warga negara yang
mampu mengambil keputusan secara cerdas, hasil keputusan tersebut tidak didasari sikap
emosional tetapi dengan tindakan rasional, logis, dan sistematis sehingga keputusannya
lebih bermakna bagi diri sendiri atau masyarakat lain.
14. Menurut Nu’man Soemantri (2001), pentingnya dialog kreatif sebagai wahan memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dialog kreatif
merupakan pendekatan pendidikan dalam memecahkan masalah-masalah bangsa, dengan
menghidari sifat-sifat egoistic, liberalistic, dan praktik otoriter yang sangat merugikan
kehidupan bermasyarakat.
15. Kemampuan berkomunikasi, wujud komunikasi baik lisan atau tulisan diekspresikan warga
negara yang cerdas bukan sekedar informasi yang tidak bermakna. Kominikasi memiliki
unsur-unsur komunikasi, yaitu: pembicara, pesan media, dan penerima pesan.
16. Menurut Gerald S. Nirenberg, dalam buku yang berjudul “Getting Through to People”,
kerjasama dalam percakapan dapat tercapai apabila anda menunjukkan bahwa anda
menganggap ide dan perasaan orang lain sama pentingnya, seperti milik anda.
17. Perwujudan komunikasi efektif yang harus dikembangkan warga negara yang cerdas,
dilakukan dengan cara: 1) Menyampaikan ide-ide kritis kepada pemerintah baik dalam
mengusulkan program tertentu maupun dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 2) ikut
serta mengomunikasikan berbagai program pemerintah sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki masing-masing sebagai bagian dari partisipasi bagi kehidupan bagsa dan negara, 3)
Menggunakan atau memanfaatkan saluran-saluran komunikasi yang benar dalam
menyampaikan berbagai tuntutan, harapan, keinginan, meupun apresiasi terhadap
pemerintahannya. 4) Mengembangkan etika komunikasi baik sesama warga negara maupun
dengan negara dan pemerintahannya.
18. Kerja Sama, sikap yang harus dikembangkan dari kesadaran tersebut adalah menjalin kerja
sama yang baik sesama warga masyarakat, dengan cara menghindari sikap-sikap yang
egoistic, materialistic, liberalisitik, dan otoriter.
19. Menurut Wispe (1972), masyarakat harus memiliki sikap prososial, yaitu: a. Mendahulukan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan, b. Saling
menolong/membantu, c. Menjungjung hak asasi manusia yang berakal pada moral, d.
bersikap demokratis yang sehat dan berakar agama, e. berperilaku saling memberi, f.
berperilaku saling meminjam dengan jujur.
20. Melakukan berbagai Kepentingan dengan Benar, warga negara yang cerdas senantiasa
menempatkan kepentingan dalam konteks kepentingan orang lain, artinya dalam
menggunakan kepertingan tersebut selalu memperhatikan atau mempertimbangkan
keberadaan kepentingan orang lain.
21. Secara teoritis, ketika mengenal adanya bentuk-bentuk pertentangan atau konflik yakni
interpersonal conflict, yaitu pertentangan yang melibatkan individu yang satu dengan yang
lainnya. Agar kepentingan tersebut tidak saling bertentangan dalam pelaksanaannya,
masyarakat harus melihat kaidah-kaidah atau sistem norma yang berlaku dalam masyarakat
tertentu.

C. Dimensi-Dimensi Kecerdasan Warga Negara


1. Warga negara yang cerdas itu disamping akan mengangkat martabat bangsa, juga akan
menjadikan bangsa Indonesia sebagai negara dan bangsa yang kompetitif dalam pencaturan
global saat ini.
2. Mewujudkan warga negara yang cerdas tidaklah mudah atau bersifat instan, membutuhkan
proses dan waktu yang lama.
3. Warga negara yang cerdas sebagaimana hendak diwujudkan melalui pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan tidak semata-mata memenuhi kualifikasi cerdas secara
intelektual melainkan cerdas secara emosional, cerdas spiritual, cerdas secara moral. Oleh
karena penting untuk diusahakan bagaimana memadukan dimensi-dimensi kecerdasan
tersebut.
4. Kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman diwujudkan dalam bentuk sikap dan
perbuatan yang menghargai orang lain, menghormati kepentingan orang lain dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Kecerdasan moral berkenaan dengan kemampuan untuk senantiasa melandasi sikap dan
perilaku dengan nilai moral yang baik.
6. Kecerdasan spiritual berkenaan penanaman, pemahaman, serta pengamalan nilai-nilai
agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Warga negara yang cerdas adalah warga negara yang mampu memberdayakan segala
potensi yang dimilikinya serta diaktualisasikan dalam kehidupan riil.
8. Untuk memperoleh pemahaman tentang potensi-potensi tersebut, dijelaskan sebagai
berikut: a. Minat (Sense of Interest), keinginan atau kehendak terhadap sesuatu, b.
Dorongan ingin tahu (Sense of Curiosity), c. Dorongan ingin membuktikan kenyataan (sense
of reality), d. Dorongan ingin menyelidiki (sense of inquiry), e. Dorongan ingin menemukan
sendiri (sense discovery).

Kegiatan Belajar 2

A. Pengertian Partisipasi
1. Partisipasi dimaknai sebagai keterlibatan atau keikutsertaan warga negara dalam berbagai
kegiatan kehidupan bangsa dan negara.
2. Partisipasi yang diberikan bervariasi bentuknya, seperti partisipasi secara fisik dan non-fisik.
Partisipasi yang terbaik adalah yang bersifat otonom, yaitu partisipasi atau keterlibatan
warga negara atau masyarakat yang dilandasi oleh kesadaran dan kemauan sendiri.
3. Ada 3 bentuk partisipasi menurut Koentjaraningrat (1994), yaitu:
4. Berbentuk tenaga, warga negara terlibat atau ikut serta dalam berbagai kegiatan melalui
tenaga yang dimilikinya karenanya bentuk partisipasi ini disebut sebagai partisipasi secara
fisik. Contoh: ikut serta dalam kegiatan kerja bakti atau gotong royong.
5. Berbentuk pikiran, dilakukan melalui sumbagan ide, gagasan, atau pemikiran yang
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama dan untuk kebaikan bersama.
Contoh: menyampaikan saran atau masukan kepada pemerintah baik secara lisan maupun
tulisan melalui media tertentu (koran, majalah, televisi, maupun radio) yang disampaikan
dengan cara yang baik dan konstruktif.
6. Partisipasi bentuk materi, berhubungan dengan benda atau materi tertentu sebagai
perwujudan dalam keikutsertaan warga negara tersebut. Contoh: memberikan sumbangan
atau bantuan untuk dana kemanusiaan bagi korban bencana alam.
7. Warga negara yang baik adalah warga negara yang berpartisipasi dalam segala hal. Jika tidak
berpartisipasi, maka kehidupan demokrasi akan terhambat dalam perkembangannya.
8. Ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan warga negara berpartisipasi dalam
kegiatan berbangsa, bernegara, berpemerintahan (Wasistiono, 2003), yaitu: 1) Ada
kesukarelaan (tanpa paksaan), 2) ada keterlibatan secara emosional, 3) Memperoleh
manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.
9. Warga negara yang partisipatif adalah warga negara yang senantiasa melibatkan diri atau
ikut serta dalam berbagai kegiatan dalam konteks kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya maupun keamanan. Lingkup
partisipasi itu meliputi partisipasi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan keamanan.

B. Partisipasi Politik
1. Rush dan Althoff (1993), partisipasi politik sebagai keterlibatan atau keikutsertaan individu
warga negara dalam sistem politik.
2. Menurut Hutington dan Nelson (1990), kegiatan warga preman (private citizen) yang
bertujuan mempengaruhi pengembilan keputusan oleh pemerintah.
3. Huntington dan Nelson menekankan 3 hal arti dari partisipasi politik, yaitu:
4. Pertama, partisipasi mencakup kegiatan-kegiatan politik yang objektif, kecuali subjektif.
5. Kedua, yang dimaksud warga negara preman adalah warga negara sebagai perorangan-
perorangan dalam berhadapan dengan masalah politik.
6. Ketiga, kegiatan dalam partisipasi itu difokuskan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah.
7. Rush and Althoff (1993), menguraikan luasnya partisipasi politik, dalam bentuk hierarki atau
berjenjang yang dimulai dari yang rendah sampai ke yang tinggi. Yakni, voting, aktif, dan
diskusi politik, terlibat dalam rapat umum, demonstrasi, menjadi anggota pasif suatu
organisasi semua politik, keanggotaan aktif suatu organisasi politik, keanggotaan pasif suatu
organisasi politik, keanggotaan aktif organisasi politik, mencari jabatan politik, dan terakhir
menduduki jabatan politik atau administratif.
8. Partisipasi politik secara teoritis dibedakan menjadi 2, a. partisipasi politik konvensional,
kegiatan partisipasi politik yang normal dalam negara demokrasi modern, b. Partisipasi
politik non-konvensional, bentuk partisipasi politik yang pada umumnya dianggap illegal
karena didalamnya penuh dengan kekerasan dan bersifat revolusioner.
9. Contoh Perwujudan Manifesti Politik yaitu: 1) Mengkritisi secara Arif terhadap Kebijakan
Pemerintah. Sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1998, tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum. 2) Aktif dalam Partai Politik, 3) Aktif dalam kegiatan lembaga
swadaya masyarakat (LSM), merupakan anggota non-pemerintah, 4) Diskusi Politik, agar
partisipasi ini dilaksanakan dengan baik maka ada beberapa sikap yang masih dihindari: a.
apatisme (tidak punya minat/perhatian terhadap orang lain), b. Sinisme (mencurigai
seseorang berlebihan), c. Alienasi (perasaan keterasingan seseorang dari politik dan
pemerintahan masyarakat, sekumpulan aturan yang tidak adil), d. Anomie (perasaan
kehilangan nilai dan ketiadaan arah.

C. Partisipasi Sosial
1. Kegiatan atau aktivitas warga negara sebagai anggota masyarakat untuk terlibat/ikut serta
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
2. Partisipasi sosial warga negara akan dilakukan dengan baik jika didukung oleh kepekaan
sosial (social sensitivity), yakni kondisi seseorang atau individu warga negara yang mudah
dan cepat bereaksi terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
3. Kepekaan sosial yang mapan (establish), pada diri setiap warga negara akan mendorong
terwujudnya warga negara partisipatif khususnya pasrtisipasi dalam kehidupan sosial dan
kemasyarakatan.
4. Partisipasi sosial dapat diwujudkan dengan cara: 1) membantu anggota masyarakat yang
membutuhkan baik bantuan moril maupun materil sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,
2) Turut serta membantu jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
masyarakat, 3) Tidak menjadi beban masyarakat melainkan menjadi motor penggerak
masyarakat kearah perubahan yang lebih baik, 4) Berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti
atau gorong yang dilakukan oleh masyarakat, 5) turut menjaga keamanan, kenyamanan, dan
ketertiban dalam kehidupan masyarakat, misalnya mengikuti siskamling atau memberikan
sumbangan kepada siskamling, 6) Menjaga persatuan, kesatuan, dan keutuhan masyarakat
dengan cara mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan
tertentu.

D. Partisipasi Dalam Bidang Ekonomi


1. Contoh dari Partisipasi dalam bidang ekonomi: 1) Membayar pajak sesuai dengan ketentuan
dan peraturan hukum yang berlaku, 2) Hemat dan cermat dalam menggunakan anggaran
belanja sesuai dengan kebutuhan, 3) Mensosialisasikan gerakan menabung untuk untuk
jaminan kehidupan masa yang akan datang yang lebih baik dan cerah, 4) Menyisihkan
sebagian harta untuk kepentingan warga masyarakat lain yang lebih membutuhkan, 5) Bagi
pejabat pulik tidak menggunakan fasilitas negara untuk keperluan atau kepentingan sendiri
dan kepentingan keluarga serta kerabat dekat, 6) jika mungkin dapat menghimpun modal
untuk kepentingan lapangan kerja baru yang diharapkan dapat menyerap tenaga untuk
mengurangi angka pengangguran, 7) Mengembangkan jiwa kewirausahaan atau
entrepreneurship melalui berbagai usaha mandiri yang kokoh dan terpercaya.
E. Partisipasi Dalam Bidang Budaya
1. Tujuan ini dapat dicapai jika warga negara berperan serta atau terlibat secara aktif untuk
menjaga dan melestarikan budaya bangsa itu.
2. Contoh sikap perilaku dalam partisipasi dalam bidang budaya, yaitu: a. Menghilangkan
etnosentrisme dan chauvinism, b. mencintai budaya local dan nasional, c. Melakuka
berbagai inovasi kreatif untuk menyokong pengembangan budaya daerah.
3. Menurut Margarett Branson (1994), partisipasi warga dalam budaya adalah: 1) penguasaan
terhadap pengetahuan pemahaman tertentu, 2) pengembangan intelektual dan
partisipatoris, 3) pengembangan karakter atau sikap mental tertentu, 4) Komitmen yang
benar terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional.

Kegiatan Belajar 3

Warga Negara yang Bertanggung Jawab

A. Pengertian Tanggung Jawab


1. Menurut Ridwan Halim (1988), tanggungjawab sebagai suatu akibat tindak lanjut dari
pelaksanaan peranan, baik peranan hak atau kewajiban.
2. Secara umum tanggungjawab diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau
berperilaku menurut caar tertentu.
3. Menurut Purbacaraka (1988), tanggungjawab bersumber atau lahir atas penggunaan
fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak/melaksanakan
kewajibannya.
4. Dalam menggunakan hak nya, warga harus memperhatikan beberapa aspek berikut:
1) Aspek kekuatan, kekuasaan atau wewenang untuk melaksanakan hak tersebut.
2) Aspek perlindungan hukum (proteksi hukum), yang melegalisir atau mensahkan aspek
kekuasaan atau wewenang untuk menggunakan hak.
3) Aspek pembatasan hukum (restriksi hukum), yang membatasi dan menjaga jangan
sampai terjadi penggunaan hak oleh suatu pihak yang melampaui batas.
5. Dalam melaksanakan kewajiban diperlukan aspek-aspek sebagai berikut:
1) Aspek kemungkinan dalam arti keegoisan, pihak tersebut berkewajiban mengembannya.
2) Aspek perlindungan hukum yang melagalisir atau mensahkan kedudukan pihak yang
telah melaksanakan kebijakan oleh setiap pihak yang harus dilindungi.
3) Aspek pembatasan hukum, yang membatasi dan menjaga agar pelaksanaan kewajiban
oleh pihak yang bersangkutan.
4) Aspek pengecualian hukum, yang merupakan suatu aspek yang memuat pertimbangan
“jiwa hukum” dalam hal pelaksanaan kewajiban oleh seseorang atau suatu pihak yang
tidak memadai.
6. Menurut Aristoteles warga negara yang bertanggungjawab adalah warga negara yang baik,
warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki keutamaan atau kebijakan
(virtue) selaku warga negara.
7. Menurut Plato ada 4 keutamaan atau kebajikan yang dapat dihubungkan dengan tiga bagian
jiwa manusia. 4 kebajikan itu adalah: pengendalian diri (temperance) yang dihubungkan
dengan nafsu, keperkasaan (fortitude) yang dihubungkan dengan semangat, kebijaksanaan
atau kearifan yang dihubungkan dengan akal (noun), dan keadilan dengan tiga aspek
tersebut.
8. Menurut Aristoteles, keutamaan atau kebajikan bagi setiap manusia sesuai dengan fungsi
dan peranannya yang harus dilihat secara utuh. Fungsi warga negara itu berbeda-beda,
maknanya kebajikan seluruh warga negara tidak mungkin hanya satu, melainkan sesuai
dengan kepelbagian fungsi dan peranan seseorang dalam negara, demikian juga kepelbagian
keutamaan atau kebijakan itu.
9. Warga negara yang bertanggungjawab adalah yang menaati aturan-aturan yang berlaku,
meliputi: 1) tanggung jawab pribadi, 2) tanggung jawab sosial.

B. Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Tuhan Yang Maha Esa


1. Sesuai dengan sila Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Menurut Pasal 29 ayat (1), Negara berdasarkan atas Tuhan Yang Maha Esa, Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap pemeluk agama untuk masing-masing dan beribadat
menurut agamanya masing-masing dan beribadat menurut kepercayaan dan agamanya.
3. Tanggung jawab warga negara terhadap Tuhannya dengan taat beribadah sesuai dengan
keyakinannya masing-masing.
4. Perwujudan tanggung jawab bisa dilakukan dengan cara: 1) mensyukuri nikmat yang telah
dikaruniakan-Nya kepada kita semua, 2) beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan keyakinan dan kepercayaan yang dianut masing-masing, 3) melaksanakan segala
perintah-Nya serta berusaha menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang Tuhan
YME, 4) Menuntut ilmu dan menggunakannya untuk kebaikan umat manusia sebagai bekal
kehidupan baik di dunia maupun di akhirat kelak, 5. Menjalin tali silaturahmi atau
persaudaraan guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram damai dan
sejahtera.

C. Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Masyarakat


1. Setiap individu memiliki tanggungjawab, antara lain diwujudkan dengan sikap dan perilaku:
2. Memelihara ketertiban dan keamanan hidup masyarakat
3. Menjaga dan memelihara rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
4. Meningkatkan rasa soladiritas sosial sebagai sesama anggota masyarakat
5. Menghapuskan bentuk-bentuk tindakan diskriminatif dalam kehidupan di masyarakat untuk
menghindari disintegrasi masyarakat, bangsa, dan negara.

D. Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Lingkungan


1. Menurut Sumaatmadja (1998), manusia dengan alam ada dalam konteks keruangan yang
saling mempengaruhi.
2. Setiap warga memiliki tanggung jawab dapat dicontohkan dengan sikap:
3. Memelihara kebersihan lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan
4. Tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan, mengingat keterbatasan sumber daya alam
yang ada.
5. Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan agar kebersihan dan keasrian lingkungan
tetap terjaga dengan baik.

E. Tanggung Jawab Warga Negara Terhadap Bangsa Dan Negara


1. Tanggung jawab warga negara terhadap bangsa dan negaranya dilaksanakan dengan cara
mengaktualisasikan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai UUD 1945.
2. Tanggung jawab negara mencerminkan perwujudan tanggung jawab terhadap negara dan
bangsa yaitu:
3. Memahami dan mengamalkan ideologi nasional kita, yakni Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari dalam berbagai bidang kehidupan
seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.
4. Menjaga dan memelihara nama baik bangsa dan negara di mata dunia internasional sebagai
bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat, dan berperadaban, dan bermartabat.
5. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan dengan menghindari sikap dan perilaku
yang diskriminatif.
6. Membina solidaritas sosial sebagai sesama warga negara Indonesia.
7. Meningkatkan wawasan kebangsaan agar senantiasa terbina rasa kebangsaan, paham
kebangsaan pada setiap warga negara.
Kegiatan Belajar 4

Warga Negara yang Religius dan Penuh Toleransi

A. Manusia Sebagai Makhluk Religius


1. Manusia adalah homo religious artinya mahluk yang beragama, mahluk yang mempunyai
keyakinan akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang menguasai alam jagad raya beserta
mahluk lainnya di dunia.
2. Agama merupakan masalah yang mengenai kepentingan mutlak setiap orang.
3. Paus Tellich mengatakan, setiap orang yang beragama selalu dalam keadaan terlibat dengan
agama yang dianutnya.
4. Menurut Rasyidi, manusia yang beragama itu aneh, ia mengikatkan dirinya kepada Tuhan,
tetapi bersamaan dengan itu ia merasa bebas karena dengan itu ia bebas menjalankan
segala sesuatu menurut keyakinannya.
5. Landasan ideal dengan Pancasila, Negara berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa. Seluruh
bangsa Indonesia meyakini dengan benar kekuasaan Tuhan, pencipta dan pengurus seluruh
penjuru alam beserta isinya.
6. Ada pada pembukaan UUD alinea ke-3, dan konstitusi negara kita pun UUD 1945 pada Pasal
29, “Negara Indonesia berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa”.

B. Pengertian Warga Negara Religius


1. Warga yang religious berdasarkan UUD RI Nomor 20 Tahun 2003 pasal (3), warga negara
yang hendak diwujudkan melalui proses pendidikan adalah warga negara yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia.
2. Pertama, berhubungan dengan Tuhannya, warga negara yang religious senantiasa tunduk
dan patuh kepada perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
tidak diperkenankan Tuhan.
3. Ketundukan dan kepatuhan kepada Tuhan dimanifestasikan dengan cara: 1) melaksanakan
ibadah secara khusus, 2) mensyukuri segala nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita
semua.
4. Kedua, berhubungan dengan semua warga negara, warga negara yang religious senantiasa
menjalin hubungan atau interaksi sesama warga negara atas dasar prinsip persamaan
sebagai mahluk Tuhan yang memiliki harkat, derajat, dan martabat yang sama.
5. Dalam ajaran Islam disebutkan, bahwa Tuhan menciptakan manusia di bumi dalam keadaan
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dan tujuannya untuk saling mengenal satu sama lain.
6. Ketiga, dalam berhubungan dengan lingkungannya, warga negara yang religious senantiasa
berusaha semaksimal mungkin untuk memelihara dan menjaga lingkungan untuk
menunjang kehidupan masyarakat yang lebih baik.
7. Keempat, warga negara yang religious berusaha menempatkan dirinya sebagai warga
negara yang berkewajiban untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik dan
penuh dengan tanggung jawab.
C. Pentingnya Suatu Toleransi
1. Istilah toleransi berasal dari Bahasa Inggris “tolerance”.
2. Menurut Webster New American’s Dictionary, memberi kebebasan atau membiarkan
pendapat orang lain dan berlaku sabar atau lapang dada dalam menghadapi orang lain.
3. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi diartikan sebagai sikap menegang, dalam
makna menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, kepercayaan,
kelakuan yang lain, dari yang dimiliki seseorang atau yang bertentangan dengan pendirian
orang.
4. Toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip atau pendiria orang, tanpa
mengorbankan prinsip dan pendirian sendiri.
5. Perwujudan sikap toleran: 1) bergaul dan berinteraksi dengan sesama warga masyarakat
dengan tidak menonjolkan perbedaan agama, keturunan, bahasa, budaya, ras, 2) tidak
melakukan tindakan yang memprovokasi, seperti mengadu domba, rasa kedaerahan yang
sempit etnosentrisme, pelecehan agama tertentu, 3) tidak mencampuradukan ajaran-ajaran
agama yang satu dengan yang lainnya.

Modul 12

Kegiaran Belajar 1

Konsep dan Prinsip Penilaian PKn SD/MI

1. Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu kajian yang berada dalam UUD Sistem
Pendidikan No. 20 Tahun 2003 dan program studi yang fungsinya sebagai pendidikan hukum,
pendidikan politik dan pendidikan kewarganegaraan.
2. Penilaian mempunyai kedudukan yang strategis untuk mengetahui sampai sejauh mana
seseorang dapat mencapai Indikator yang diharapkannya.
3. Penilaian juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, dalam
pengumpulan data guru dapat melihat kelemahan anak didik terhadap materi dan evaluasi
dalam mengajar.
4. Evaluasi dan penilaian memiliki perbedaan dan persamaan, persamaannya mempunyai
pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu, perbedaannya adalah penilaian dilakukan
dalam konteks yang sempit.
5. Istilah penilaian diartikan sebagai sebagai kegiatan menilai objek seperti baik buru, efektif-tidak
efektif, dll.
6. Penilaian yang dilakukan guru bertujuan untuk, 1) membantu mengklarifikasi tujuan
pembelajaran, 2)mengonfirmasikan kelebihan dan kekurangan peserta didik dalam belajar, 3)
menginformasikan peserta didik bagaimana meningkatkan proses belajarnya, 4) bahan informasi
esensial kepada orang tua dan masyarakat mengenai efektivitas program sekolah.

Kegiatan Belajar 2

Berbagai Alat Penilaian dalam PKn SD/MI

1. Tes Tertulis
- Penilaian ini dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang bersifat kompleks. Dalam
mengerjakannya anak merasa tenang dan yakin karena berbeda dengan PG.
2. Tes Perbuatan, penilaian perbuatan, adalah penilaian tindakan atau tes praktik yang secara
efektif dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengumpulan berbagai informasi tentang
bentuk-bentuk perilaku yang muncul pada diri siswa. Alat yang digunakan adalah lembar
pengamatan.
3. Tes Lisan, digunakan untuk menilai hasil belajar dalam bentuk mengemukakan ide-ide dan
pendapat-pendapat secara lisan.
4. Penilaian Non-Tes, dipergunakan guru untuk melakukan penilaian objektif dan adil. Guru perlu
mmemiliki keterampilan dalam non-tes. Teknik alat non-tes:
5. Observasi, teknik ini baik menilai hasil belajar psikomotor, missal dalam praktek keterampilan,
diskusi, bermain, atletik.
6. Kuesioner, digunakan untuk menilai hal-hal yang bersifat umum di kalangan peserta didik.
Antara lain: minat-minat, identitas pendidik, sosial-ekonomi orang tuanya, dll.
7. Wawancara, pertanyaan dijawab langsung oleh siswa yang bersangkutan sehingga ada timbal
balik.
8. Daftar cek, daftar aktivitas sifat-sifat, masalah-masalah dan jenis kesukaan.
9. Skala Pilihan, sifatnya hamper sama dengan daftar cek. Skala pilihan dapat digunakan untuk
observasi, wawancara, angket, mengukur sikap, kebiasaan/minat.
10. Studi Kasus, untuk mempelajari peserta didik yang memiliki masalah yang ekstrim.
11. Portofolio, penilaian yang bertujuan mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam
mengkontruksi dan merefleksi suatu pekerjaan sehingga tugas tersebut dapat guru nilai.

Kegiatan Belajar 3

Model-model Alat penilaian PKn SD/MI

A. Pengembangan Alat Penilaian Kelas Dalam PKn SD/MI


1. Langkah yang harus diperhatikan dalam pembuatan soal:
2. Menyusun spesifikasi tes: a. menentukan kompetensi dasar yang akan diukur, b. menyusun
kisi-kisi tes (format: KD, Materi pembelajaran, Indikator)
3. Menulis soal tes,
4. Menelaah soal tes
5. Melakukan uji coba tes
6. Menganalisis butir soal
7. Memperbaiki soal tes
8. Merakit soal
9. Melaksanakan tes
10. Menganalisis hasil tes.

B. Model-Model Alat Penilaian PKN SD/MI


1. Kaidah-kaidah pengembangan soal pilihan ganda:
2. Pokok soal yang merupakan permasalahan yang akan ditanyakan kepada siswa harus
dirumuskan secara jelas
3. Perumusan soal alternative langsung ke pernyataan
4. Dalam setiap soal hanya satu jawaban yang benar
5. Dalam pokok soal dicegah perumusan negatif
6. Diusahakan tidak ada petunjuk jawaban yang benar
7. Diusahakan mencegah penggunaan pilihan yang berbunyi “semua jawaban diatas benar/
semua jawaban diatas salah”
8. Alternative jawaban homogen baik dari materi/panjang pendek pernyataan
9. Alternative jawaban beebentuk angka, disusun dari angka terkecil ke terbesar.
10. Tidak menggunakan ungkapan/kata-kata yang sifatnya tidak tentu.
11. Jawaban butir soal tidak tergantung dengan butir soal yang lain.
12. Jawaban soal yang benar kunci jawabannya dibuat menyebar diantara A,B,C,D.
13. Mengembangkan model nilai non tes: model penilaian perbuatan, model penilaian skala
sikap, model penilaian daftar cek.

C. Model Penilaian Catatan Anekdot


1. Catatan-catatan kejadian khusus yang dapat dilihat untuk melihat perkembangan individu
atau kelompok siswa.
D. Model penilaian daftar cocok
1. Untuk mengetahui bagaiamana respons siswa terhadap permasalahan yang berkaitan
dengan materi/pokok.
E. Model penilaian skala bertingkat
1. Skala bertingkat adalah penilaian non-tes untuk mengukur karakteristik tertentu yang
diharapkan muncul dalam diri siswa. Kaidah yang dilakukan:
2. Jumlah pernyataan dan pertanyaan harus terbatas, namun memberi penggambaran
3. Angka untuk perangkat rate scale harus mempunyai arti yang sama
4. Jumlah kategori angka yang digunakan diusahakan bermakna.
5. Setiap pernyataan dan pertanyaan disusun secara urut berdasarkan prosedur
6. Digunakan untuk mengukur suatu hasil, pertanyaan dan penrnyataan disusun secara urut
dari mudah ke sukar.

F. Model Penilaian Sosiometri


1. Sosiometri adalah suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang struktur hubungan
sosial anggota kelompok dalam suatu kelompok formal.
G. Model Penilaian Pedoman Wawancara
1. Pertanyaan diajuka secara lisan,
2. Pertimbangan jenis penilaian:
3. Aspek kemampuan yang akan dinilai, seperti kognitif, afektif, dan psikomotor
4. Sifat bahan yang akan disajikan
5. Besar kecilnya kelompok
6. Frekuensi penggunaan alat penilaian
7. Kesempatan guru untuk koreksi.
H. Model Penilaian Daftar Baik Buruk
Menentukan pilihan dari setiap pernyataan, apakah baik/buruk.
I. Model Penilaian Daftar Tingkat Urutan

Kegiatan Belajar 4
Penggunaan Model Alat Penilaian PKn SD/MI Berbasis Portofolio

1. Portofolio berasal dari bahasa Inggris “portofolio”, yang berarti hasil kumpulan hasil karya siswa
yang menyajikan kemajuan, pencapaian dan prestasi, masing-masing siswa.
2. Menurut Azis Wahab (1999:2), portofolio penilaian sebagai sebuah laporan proses belajar siswa,
kumpulan hasil kerja siswa tentang capaiannya.
3. Hasil kerja siswa disebut artefak, artefak dihasilkan dari pengalaman belajar atau proses
pembelajaran siswa.
4. Konteks asesmen berdasarkan portofolio:
5. Tujuan: hakikat hasil belajar, focus bukti, rentang waktu, hakikat bukti.
6. Peran penilaian: pemantapan kembali penanaman nilai, penilaian jati diri, penilaian formal,
momentum dan media umpan balik.
7. Tujuan penilaian portofolio: menghargai perkembangan siswa, menghargai prestasi terbaik,
mendokumentasikan kegiatan belajar, merefleksikan kemampuan mengambil resiko,
meningkatkan efektivitas belajar, bertukar informasi dengan orang tua/wali murid, membina
dan mempercepar pertumbuhan, meningkatkan kemampuan merefleksikan diri, membantu
siswa dalam merumuskan tujuan.

Anda mungkin juga menyukai