Anda di halaman 1dari 6

“Nikmat Mengajar Tak Pandang Pamrih”

Karya: Feri Indra Mustofa

Mentari terbit merangak di atas rapinya genteng kelas berwarna cerah merah nan
gagah, terlihat sebuah papan tulis yang sudah rusak. Sebuah papan yang berusia hampir lima
belas tahun sejak sekolah ini berdiri. Papan itu berwarna hitam gelap dan sedikit rusak di
bagian tepinya karena termakan oleh rayap. Meja dan kursi berserakan tak beraturan, banyak
masyarakat sekitar heran melihat sekolah ini dari dulu sampai sekarang tidak ada kemajuan
sama sekali, padahal kepala negeri suci Indoneaia tiap lima dekade berganti tapi tetap saja
sekolah ini seperti bayangan nafiri yang tak berarti.
Pemuda bernama Loreh adalah guru baru di SDIT Goreta Jaya. Lokasi sekolah itu
cukup jauh dari tempat tinggalnya, hampir tiap pagi Loreh harus mengayuh sepeda melewati
hamparan ladang persawahan karena membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk sampai
ke sekolah tersebut.
SDIT Goreta Jaya dulu merupakan tempat Loreh menempuh pendidikan dasar,
sewaktu duduk di bangku kelas enam Loreh pernah ditanya oleh guru matematikanya, yaitu
Ibu Kamariyah tentang impiannya esok mau jadi apa? Loreh dengan sigap menjawabnya,
yakni mau jadi guru favorit. Seiring berjalannya waktu terwujudlah yang namanya setiap
untaian kata adalah doa, sebagaimana Loreh adalah guru di SDIT Goreta Jaya atau guru
termuda di antara guru-guru yang lain.
Loreh telah berkeluarga setahun yang lalu setelah berhasil mendapat gelar S1-nya di
Perguruan Tinggi Al Hikmah Surabaya atau lulusan dalam jejaring prodi pendidikan guru
sekolah dasar. Pernikahan dengan perempuan berparas cantik nan solehah telah beranjak kira-
kira dua bulan lamanya, saat ini Loreh membawa istrinya yang bernama Ani untuk hidup
berdua di perumahan pesisir pantai kota Sukowati dengan luas 7: 6 m2 yang merupakan hasil
dari warisan bapaknya setelah dulu seatap dengan bapak dan ibu mertuanya.
Perempuan dengan paras cantik yang menjadi bidadari hati Loreh merupakan anak
sulung yang terlahir dari keluarga sederhana. Ani menikah dengan Loreh setelah lulus dari
sarjana fakultas Psikologi Universitas Brawijaya Malang, Ani memang perempuan dambaan
loreh sewaktu SMA di kota Runggo Pulau Madura, mereka berpisah dengan impian yang
berbeda dalam studinya, akan tetapi dengan seiring berjalannya waktu dan atas jodoh yang
diberkahi Allah, kini Ani dan Loreh menikah dan saat ini Ani sedang mengandung anak
pertama dari Loreh.
Perguruan Tinggi Al Hikmah Surabaya yang menjadi tempat belajar Loreh sebelum
lulus merupakan kampus favorit bagi calon guru abad 21 dengan latar belakang kedisiplinan
dan keislaman. Dari kampus tersebut banyak ilmu yang diraih Loreh, mulai dari pengalaman
mengajar di sekolah-sekolah surabaya dan juga di luar negeri, serta ilmu-ilmu seperti Tahfid
Alquran, bahasa Arab, Bahasa Inggris dan juga terkhusus ilmu dari program studinya,
sehingga saat ini Loreh menjadi guru.
Hari pertama masuk ke sekolah Loreh mulai mengajar di kelas empat pelajaran
matematika. Dengan penuh rasa bangga Loreh menapaki kakinya dihari pertama seolah-
seolah tak terbayang bisa mengabdi ke sekolah yang menjadi pondasi pertama dalam jenjang
kependidikannya, yakni SDIT Goreta Jaya.

“2.122 + 1.325 – 556= ... Berapa ayo?” Dengan suara lembut yang mendidik Loreh
memulai hari pertamanya di kelas 5 SDI Goreta Jaya.
“2.669 ,,, 2.652,, 2.854,,, 2.891.” Metode pembelajaran mengajak keaktifan murid
yang mana telah dipelajari sewaktu kuliah di Al Hikmah, membuat puluhan siswa dan
siswi mengacungkan tangannya dengan sorak gembira, sampai-sampai berbagai jenis
macam jawaban yang keluar atas soal yang diberikan Loreh.
“Tepuk tangan untuk kita semua..... Kepruk, kepruk, kepruk, kepruk... 2.122 + 1.325
– 556= jawaban yang benar adalah..... 2.891.” Sentil Loreh hingga siswa-siswi
penasaran.

Bermula dari mengajar matematika, bahasa Indonesia, Ipa hingga bahasa inggris dari
berbagai kelas di SDIT Goreta Jaya, Loreh sangat bangga dan istiqomah mendidik siswa-
siswinya walau statusnya masih guru honorer dari pada guru-guru lain yang sudah PNS.
Mengajar di SDIT Goreta Jaya dalam satu bulan Loreh mendapatkan gaji 500 ribu.
Sebagai seorang guru honorer Loreh harus mengajar sesuai dengan jam yang sudah
ditentukan oleh kepala sekolah. Saat itu gaji yang diterima Loreh dengan rasa syukur dan
penuh rasa sayang kepada istrinya, semua gajinya diberikan semuanya kepada Ani.
***

Kandungan Ani sudah beranjak sepuluh bulan, Ani hampir melahirkan...


Suatu ketika disaat senja matahari mulai memudar Ani membawa segelas teh hangat
mendatangi Loreh yang sedang duduk membaca buku dikursi teras depan rumah. Ani
mendekat di sampingnya sembari mengecapkan untai-untai kata serasa ingin menyampaikan
sesuatu kepada Loreh.
“Bi... Apa kabar? Abi tidak capek, Abi belom istirahat?” Tanya Ani dengan lembut.
“Kenapa Mi? Abi baik, Abi tidak capek kok, lihat ini Abi tersenyum untuk Ami.”
Jawab Loreh dengan muka tersenyum sembari mengelus rambut Ani.
“Ada yang ingin Ami bicarakan kepada Abi.”
“Emang ada apa Mi, kenapa kok muka Ami masam begitu?” Tanya Loreh kepada
Ani.
“Bi... Uang yang Abi berikan kemarn sudah habis, rasanya tidak cukup untuk
kebutuhan pokok kita Bi... tapi tak mengapa Bi, Ami mau bekerja, Ami kasihan ke
Abi yang terus-terusan bekerja sedangkan Ami disini cuma duduk dirumah serasa istri
tak berguna saya Bi..” Ungkap Ani dengan raut wajah sedih.
“Udah Mi, Ami ini bicara apa, ini sudah menjadi kewajiban Abi sebagai seorang
suami dan juga seorang guru yang sepantasnya berjuang serta mendidik murid-murid
dan keluarga Abi, Ami yang sabar ya... Meskipun gaji Abi tak seberapa insyaallah
berkah buat kita dan anak kita percaya sama Allah yang maha pemberi jalan terbaik
nantinya.” Loreh dengan perasaan sedih sembari merangkul Ani.

***
Empat tahun kemudian, bayi yang terlahir dari perut sakti seorang ibu kini sudah bisa
berjalan, rambutnya berwarna hitam, yang mana dididik dengan penuh kasih sayang oleh Abi
dan Aminya. Kata warga sekitar kulitnya putih parasnya sangat rapi, wajahnya ganteng mirip
Abinya begitu tampak latar belakang keluarganya merupakan seorang pendidikan.
Inaf Bagus Mustofa bin Loreh Mustofa begitulah nama yang diberikan Loreh kepada
anak pertamanya diambil dari nama kakeknya Zainuddin Mustofa, sebagaimana menandakan
keluarga besar dari keturunan Mustofa. Nama yang diberikan Loreh kepada anak pertamanya
dengan besar harapan Inaf menjadi anak yang Sholeh, berbakti kepada orang tua, Negara
serta Allah Swt.
Hari terus berlalu, Loreh yang kesehariannya mengajar sebagai guru honorer kini
saatnya libur, semua murid-murid SDIT Goreta Jaya sudah melaksanakan ujian akhir
sekolah. Loreh bersama istri dan anaknya berlibur ke Pantai Gili Labak untuk menikmati
keindahan pasir dan air dengan tujuan bersenang-senang atau Refreshing bersama keluarga.
Berjalan, menyelam serta bermain-main bersama keluarga dengan perasaan puas yang
dirasa Loreh sebagaiamana seorang bapak dikala itu. Suatu ketika, Loreh duduk di tepian
pantai dengan tubuh sedikit terlentang ditemani segarnya air kelapa dan juga keindahan laut
yang diiringi hembusan angin sepoi suasana pantai, tiba-tiba ada seorang laki-laki mendekat
padanya yang mengaku teman SMA-Nya.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Apa kabar kamu kawan?” Tanya teman Loreh.
“Alhamdulillah baik, kalau kamu gimana kabarnya?” Jawabnya.
“Namamu Loreh kan, oh iya kamu sekarang ada dimana, bekerja apa?”
“Iya, kamu Nathan kan. Aku ada di Pesisir pantai Sukowati dan sekarang aku menjadi
guru disalah satu sekolah dasar di sekitar desaku, kalau kamu?”
“Kalau saya jadi karyawan bagian restaurant di kapal pesiar ‘Carnival Square’,
dengan gaji 13 juta perbulan, kalau kamu berapa gajinya kawan?”
“Waw enaknya itu kawan gajinya besar dan juga di kapal pesiar, kalau gajiku tidak
seberapa kawan paling mentok 500-600 ribu.” Dengan sedikit masam Loreh
mengungkapkan.
“Kok segitu gajinya, mending ayo ikut saya saja kawan.” Nathan menawarkan diri
dengan sedikit memaksa Loreh.
“Bingung saya kawan, masak saya mau meninggalkan murid-murid di sekolah?”
Jawabnya dengan gugup.
“Tidak apa-apa kawan mending ikut saya saja, kasian istri dan anakmu dengan gajimu
segitu mereka kurang kawan.” Nathan semakin memperjelas untuk memboyong
Loreh.
“Tidak tahu saya bingung...”
“Ya sudah pikirkan dulu nanti kalau misalkan kamu mau, telepon saya dan jangan
lupa saya berlayar ke London dua minggu lagi.”

Loreh bingung akan tawaran itu, memandanginya anak dan istri yang sedang bermain dari
kejauhan membuat hati loreh menangis dengan rasa bertanya-tanya.
***
Rasa bahagia setelah berlibur kini terkesan bagi Ani dan Inaf , kembalinya kerumah
dengan wajah keduanya tersemar manis namun keanehan yang tampak oleh Ani yaitu raut
muka Loreh terlihat bingung seperti terbebani.
“Abi kenapa, kok rasanya ada sesuatu yang Abi pikirkan?” Tanya Ani penasaran.
“Oh tidak Mi, Abi tidak apa-apa kok.” Jawab Loreh.
“Tidak gimana Bi saya lihat Abi tidak biasanya begitu, apa ada yang salah dari saya
Bi?”
“Tidak sayang kamu tidak salah Abi yang salah, maafkan Abi yaa... Abi tidak bisa
membahagiakan kamu dan anak kita.” Loreh dengan mata berkaca-berkaca sembari
memeluk erat Ani.
“Tidak Bi, Ani bahagia kok sama Abi lagian kemarin kita sudah berlibur.” Jawab Ani
dengan air mata bercucuran.
“Tidak sayang tidak, begini Abi ingin menyampaikan sesuatu kepada Ami, Abi
kemaren bertemu dengan Abi dia bekerja di kapal pesiar dengan gaji 13 juta perbulan,
sementara Abi jadi guru honorer gajinya 500 ribu, bagaimana Abi tidak menangis
dengan kehidupan kita, kasian anak kita Mi...” Loreh menundukkan kepala dengan
cucuran air mata dengan perasaan sesal di hati.
“Istighfar Bi... Ani bahagia meskipun gajinya Abi segitu, lihat Ani Bi apakah Abi
lupa dengan kata Abi dulu bahwa kita mempunyai Allah dan semisal Abi pergi dari
profesi guru gimana dengan murid Abi, dengan kata-kata itu saya bahagia
mempunyai lelaki tangguh seperti Abi.”
“Baik sayang terima kasih! Kamu yang sabar ya... semoga dengan profesi yang mulia
ini, Abi mendapat ridha dari Allah Swt bisa melihat kamu dan anak kita tersenyum
setiap saat.
“Amin...”
Sejatinya lelaki pejuang bersandar dipangkuan wanita solehah bahkan sebaliknya,
tidak akan bisa melepas kesetiaan dari sikap serta perilaku dalam kehidupannya. Begitupun
Loreh dan Ani sebagai seorang guru yang gajinya tidak menentu dan ibu rumah tangga yang
taat, tak lagi pandang pamrih meskipun berbagai rintangan yang membentang
dikehidupannya jauh sekali dengan kata pudar, karena dengan saling menutupi segala
kekurangan dengan keimanan terjalinnya keluarga yang sakinah mawadda warohmah.
Setelah dua minggu liburan sekolah, kini waktunya siswa-siswi SDIT Goreta Jaya masuk
“Assalamualaikum dan selamat pagi semuanya..!”
“Waalaikum salam Ustad Loreh...”

Surabaya, 20 Februari 2019


-------------Bersambung---------------
Penulis bernama Feri Indra Mustofa lahir di Pamekasan,
seorang mahasiswa S-1 STKIP Al Hikmah Surabaya Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, bukan seorang penulis yang
hebat tetapi memiliki keinginan yang kuat untuk belajar menjadi
penulis yang jauh lebih hebat. Semoga langkah demi langkah
penulis tercapai.
Email: indrafery073@gmail.com
No hp: 085235775559
No.rekening : 140-00-1562540-4 (mandiri)

Anda mungkin juga menyukai