Anda di halaman 1dari 11

BANGKIT

MAN Insan Cemerlang, 08.30 AM

"Apa cita-cita kalian saat dewasa kelak, anak-anak? Bapak harap kalian tidak bosan dengan
pertanyaan ini karena pasti kalian selalu mendapat pertanyaan yang sama, bukan? Yakinlah,
pertanyaan semacam itu berguna sekali untuk masa depan. Membantu menemukan apa
sesungguhnya impian kalian. Maka jawablah dengan sungguh-sungguh, apa cita-cita kalian,
anak-anak?" Pertanyaan Pak Alif di pagi hari itu membuat kelas X IPA-8 hening seketika.
Sembari mengerutkan kening, mereka sibuk mengelana di pikiran masing-masing. Pak Alif
Hermanto, guru BK yang bijaksana dan penuh kasih adalah guru kesayangan semua murid. Tak
heran semuanya berusaha keras memutar otak demi memberikan jawaban terbaik tanpa
terkecuali.

Begitupun dengan Bagas, Dika, Lintang, dan aku. Maksudnya, aku turut sibuk mengelana di
pulau kapuk, hehe. Saking bingungnya harus menjawab apa, aku tertidur dengan tangan yang
mengampu wajah. Habisnya ngantuk sih, kan enak tuh tidur ditemani kipas angin kelas yang
adem. Hehe, maafkan kebiasaan ngantuk muridmu ini wahai Pak Alif yang budiman.

Baru 5 menit aku terpejam, seseorang memukul punggungku keras-keras. Asem, baru aja mau
mimpi ketemu Stephanie Poetri, kok malah dibangunin. Mana mukulnya enggak santai lagi.
Sambil meringis, ku tolehkan kepala ke sebelah kiri, tempat manusia yang tak
berperikemanusiaan itu duduk.

"Apaan sih Gas! sakit tauk!"

Bagas hanya ber-sshh ria sambil menunjuk ke arah kanan dengan dagunya. Aku yang masih
kesal segera melihat apa yang ditunjuk Bagas.

"Jadi nak Jojo, sudah menemukan jawaban yang tepat? sepertinya kau berpikir begitu keras
hingga tertidur." Pak Alif mencondongkan badannya dan mendekatkan wajahnya padaku.
Wajahnya yang teduh dan selalu dihiasi senyum membuat mataku terbuka lebar.

"Ah,emm.. itu.. o-oh, be-belum Pak." Jawabku tertunduk malu.

Sontak seisi kelas tertawa. Dika tertawa terpingkal-pingkal sambil memukul-mukul bahu
Rangga, teman sebangkunya. Rangga yang menerima pukulan Dika hanya bisa tertawa sambil
menahan sakit. Tak ketinggalan Bagas yang tertawa sampai keluar air matanya. Karena kesal,
aku memelototinya.

"Jojo, Jojo. Kamu belum bisa menghilangkan kebiasaan ngantukmu itu ya? tak apa, ngantuk itu
manusiawi. Tapi bukan berarti kita bisa tidur setiap saat, sepanjang waktu. Boleh Bapak
bertanya, jam berapa kamu tidur biasanya nak Jojo?" Tanya Pak Alif sambil memandangku
lembut.

"Jam..jam 12 Pak." kataku pelan.

"Nah, begitulah. Kamu rasakan sendiri akibatnya, bukan? Anak-anak, tidur itu mubah kok.
Tidak bapak larang apalagi sampai mengharamkan. Tapi ingat, ada waktu-waktu tertentu dimana
Rasulullah memakruhkan seorang muslim untuk tidur. Apakah ada yang tau, kapan sajakah
waktu-waktu dilarang itu?" Pak Alif kembali melayangkan pertanyaan.

"Setelah shubuh, setelah ashar, sebelum isya', setelah makan, dan tidur sepanjang hari, Pak!"
Jelas Ezra.

"Tepat sekali, Ezra. Itulah mengapa tidur selalu ada porsinya tersendiri. Termasuk kebutuhan
tidur malam yang harus tercukupi. Kita harus bisa mengatur kapan waktunya tidur, kapan
waktunya belajar, kapan waktunya bermain, dan kapan waktu-waktu yang lainnya. Mengerti,
Jojo?" Terang Pak Alif sembari mengusap kepalaku.

Aku hanya mengangguk-mengangguk, masih berusaha mencerna ucapan pak Alif. Duh, Pak
Aliff. Rasanya tingkat kekagumanku padamu semakin bertambah. Rasa sayangku sepertinya
juga bertambah berkali-kali lipat. Tuh kan, mulai lebay. Tapi serius, aku sangat mengagumi Pak
Alif. Kalau ada pertanyaan dari skala 1-10 seberapa kagum diriku pada beliau tanpa ragu aku
akan menjawab 20. Akan kumasukkan namanya di list 10 orang yang paling menginspirasi
hidupku. Sebegitu kerennya kah beliau sampai sampai aku berlebihan begini? Tentu saja. Beliau
ini alumni Fulbright, man. Tamatan S1 psikologi UI dan S2 psikologi NYU alias New York
University. Hebatnya, meski lulusan Negeri Paman Sam beliau sangatlah agamis. Bisa dibilang
merangkap profesi, selain menjadi guru BK beliau juga menjadi guru agama. Keren banget, kan?

Kembali ke pelajaran BK, Pak Alif kemudian mulai menulis sesuatu di papan tulis:
PROPOSAL HIDUP SAYA. Ditulisnya tulisan itu dengan huruf balok yang besar-besar. Kami
semua hanya menonton apa yang beliau lakukan. Tak lama kemudian Pak Alif membalikkan
badan lalu melihat ke arah kamu satu persatu.

"Proposal hidup, apakah itu? ada yang bisa membantu menjawab?" Tanyanya sembari
mengedarkan pandangan ke penjuru kelas.

Kami semua menggeleng. Bahkan Ezra dan Citra yang berwawasan luas saja tidak tau. Ezra
aja enggak tau, apalagi aku. Gitu kan logikanya? Eh enggak ding,wkwk. Kalau proposal acara
sih aku tau, lah ini? proposal hidup, apa maksudnya? aku terheran-heran dalam hati.

Pak Alif hanya menyunggingkan senyum.

"Yang dimaksud dengan Proposal hidup adalah proposal untuk kehidupan kita. Mau dibawa
kemana kehidupan kita, kelak ingin menjadi apa, apa saja yang ingin diraih dalam hidup,
semuanya terangkum jelas dalam proposal hidup. Sama seperti proposal pada umumnya,
proposal hidup juga harus terperinci. Ada waktunya, ada angka-angkanya, dan ada nama-
namnya. Contoh sederhana, akhir semester genap nanti aku ingin meraih peringkat satu di kelas.
Contoh lagi, aku ingin berangkat haji bersama ayah dan ibu dengan uang sendiri pada tahun 2024
mendatang." Pak Alif berhenti sejenak. Lantas melanjutkan,

"Apa manfaat proposal hidup? Ternyata proposal hidup membantu kita menjadi manusia yang
sukses. Menjadikan kita sosok yang visioner dan merencanakan masa depan dengan matang.
Berusaha untuk senantiasa memenuhi target yang telah dibuat. Kids, did you know what Malcom
X said? the future belongs to those who prepare for it today. Proposal hidup mengingatkan saya
ketika merancang masa depan setelah lulus SMA. Memang sedikit telat, tapi tak mengapa. Justru
proposal hiduplah yang mengantar saya menuju psikolgi Universitas Indonesia hingga berlanjut
ke New York University hingga kini mejadi guru kalian. Terlihat mustahil awalnya, namun
demikianlah kekuatan mimpi. Anak-anak, itulah mengapa tadi bapak bertanya tentang cita-cita
kalian. Jangan takut bermimpi selagi mimpi masih gratis!" Tutur Pak Alif panjang lebar.

"Setelah pelajaran ini, bapak harap kalian tercerahkan. Jangan takut untuk bermimpi terlalu
tinggi, karena tidak ada yang mustahil bagi Allah. Misalnya kalian ingin memiliki mobil ferari
namun merasa tidak memiliki uang yang cukup, jangan khawatir. Masukkan saja itu ke dalam
proposal hidup kalian, insyaAllah akan tercapai selama kalian berkemauan kuat untuk
memilikinya. Dengan catatan tidak digunakan untuk balapan liar ya, anak-anak."

Seisi kelas kembali tertawa. Ada-ada saja Pak Alif ini. Tapi memang benar apa yang
diucapkannya.

"Oh ya, omong-omong soal kuliah, apa kalian sudah ada rencana ingin melanjutkan kemana?
sekedar informasi, pendidikan kita sekarang tidaklah murah. Liat saja STEI ITB yang notabene
mencakup jurusan terfavorit di ITB, pada tahun 2019 membutuhkan Biaya Penyelenggaraan
Pendidikan sebesar dua belas juta lima ratus rupiah. Pun sama dengan universitas-universitas
favorit lainnya di Indonesia. Nyaris tidak ada yang murah. Oleh sebab itu, pintar-pintarlah
mencari beasiswa. Apalagi jika kalian ingin meringankan beban orangtua."

Kami manggut-manggut mendengar petuah Pak Alif. Setelahnya Pak Alif menutup KBM
dengan do'a kafaratul majlis dan diakhiri dengan salam. Kemudian kami mencium tangan beliau
sebelum keluar kelas menikmati waktu istirahat.

Kelas mulai lengang sebab semua murid pergi ke kantin untuk menenagkan perut mereka yang
bergejolak. Tapi tidak denganku. Aku masih sibuk merenungkan petuah Pak Alif tadi. Pintar-
pintarlah mencari beasiswa, apalagi jika kalian ingin meringankan beban orangtua. Sepertinya
nasihat ini cocok sekali untukku. Aku, seorang Harjo Daniswara hanyalah anak kedua dari empat
bersaudara. Memiliki satu kakak laki-laki dan dua orang adik perempuan. Hidup pas-pasan
nyaris kekurangan. Bukan anak yang pintar apalagi good looking. Bukan anak yang famous,
because my life is always flat. Standar, biasa-biasa saja. But I’m proud of myself. Mencintai diri
sendiri itu penting. Mengeluh tidak ada gunanya, bukan?

Tapi soal biaya kuliah, ini yang mengganggu pikiranku. Abangku yang baru lulus SMA saja
terancam tidak bisa melanjutkan kuliah. Ayah dan ibu tidak memiliki uang yang cukup untuk
membiayai kuliahnya. Lalu bagaimana denganku? aku ingin menjadi orang sukses dan ingin bisa
mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Masalahnya disini, aku tidak memiliki dana.
Apa aku harus mencari beasiswa? bagaimana cara mendapatkannya?

"Ish! gimana sih caranya?" Erangku frustasi.

Tepukan seseorang di bahuku mengagetkanku tiba-tiba.

"Woi, bro! lu kenapa? gak ke kantin?"

Ketika kulihat siapa sosok itu, ternyata si manusia tak berperikemanusiaan yang mengaku
bernama Bagas Adinata Pradana. Menyusul di belakang Bagas, ada Dika, Rangga, dan Citra.
Mereka semua adalah sahabat baikku sejak kelas sepuluh semester satu. Meski karakter kami
berbeda-beda, kami tetap menyatu. Saling melengkapi satu sama lain. Mari kujelaskan secara
singkat bagaimana meraka, empat sahabat yang selalu mewarnai hari-hari SMA-ku

First, Bagas. Bagas adalah laki-laki tersabar yang pernah kutemui, selain Pak Alif tentunya.
Bagas bertubuh atletis, berkulit putih, dan memiliki senyuman yang manis. Ia tampan dan masuk
dalam jajaran cogan di angkatan kami. Sifatnya yang sabar dan dewasa sangat membuatku betah
berteman dengannya. Selain itu, Bagas memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Tak heran ia
menjadi pimpinan geng kami berlima.

Second, Mahardika Lintang Lesamana . Bisa dibilang ia adalah manusia terheboh seantero
sekolah. Hyperaktif dan selalu ekspresif. Jail dan terkadang konyol. Selain itu, dia juga memiliki
sifat humoris dan jago melawak. Siapapun yang berteman dengan Dika akan selalu terhibur dan
geleng-geleng dengan tingkahnya. Bila jam pelajaran kosong, teman-teman kelas sering meminta
Dika untuk melakukan stand up comedy di depan kelas. Demi mengobati perasaan hectic teman-
temannya, Dika selalu mengiyakan. Memang ia punya bakat bekerja di dunia entertaiment.

Third, Rangga Baskara. Bila ingin mengetahui definisi anak rajin, rapi, pendiam, dan sangat
pemalu, Rangga-lah orangnya. Ia sangat pemalu, namun dibalik itu ia adalah pendengar yang
setia dan seorang pekerja keras. Herannya, Rangga sangat dekat dengan Dika yang tidak bisa
diam. Katanya, mereka sudah bersahabat sejak SD. Rangga berasal dari keluarga berada namun
ia tidak pernah menyombongkan kekayaannya. Sebaliknya, ia sangat suka berbagi.

Last and the only one, Citra Fajarina. Cewek? iya bener kok, Citra itu cewek. Sifatnya yang
tomboi membuatnya tidak betah bersahabat dengan perempuan. Terlalu lembek dan kurang asik,
katanya. Sesuai namanya, Citra adalah anak periang dan selalu menebarkan kehangatan bagai
fajar dipagi hari. Ia ramah dan suka tersenyum, membuat siapapun nyaman bersamanya. Citra
bagai happy virus di tengah-tengah kami, selalu menularkan energi postif kepada kami berempat.

Yah, begitulah mereka para anggota geng lima sekawan. Berbeda-beda namun aku bersyukur
memiliki mereka. Sebenarnya aku memiliki banyak teman, tapi yang paling dekat dan kuanggap
sahabat hanya mereka berempat saja.

"Jo, jangan ngelamun terus coy! Nanti kalo udah enggak waras baru tau rasa!" Dika
menambahkan dan disusul toyoran Rangga atas ucapan nyelenehnya tadi.

"Kamu ada masalah Jo? kepikiran soal omongannya Pak Alif tadi ya?" Tanya Citra tepat
sasaran. Well, Citra memang cerdas. IQ-nya saja 139.

"Hmm, iya. Aku masih kepikiran soal tadi. Aku gak bisa bayangin kalo aku nanti enggak kuliah
gimana. Orangtuaku gak ada biaya buat nyekolahin aku sampai perguruan tinggi, padahal aku
ingin jadi orang sukses. Gimana caranya dapet beasiswa ya, guys?" Aku bertanya dengan raut
putus asa.

"Setau aku nih ya, Jo. Anak beasiswa itu selalu berprestasi. Punya kelebihan diatas rata-rata.
Nilainya harus selalu seimbang dan cenderung meningkat, karena kalo tidak beasiswanya akan
dicabut. Intinya, dia harus tetap menjaga prestasinya. Nah pertanyaannya sekarang, kamu punya
apa sehingga pantas mendapatkan beasiswa?" Citra menerangkan.

"Bener tuh Jo. Kalau kamu mau dapet beasiswa, kamu harus punya kelebihan. Harus di atas
rata-rata, karena nyatanya tidak semua orang bisa dapat beasiswa, kan? Kalo belum punya, ayo
kejar. Dengan cara apa? Bisa dengan mengikuti lomba, baik bidang akademik dan non akademik.
Tingkatkan terus nilai-nilaimu, terutama nilai peminatan IPA bila kamu memang mau
melanjutkan di jurusan sains." Tutur Bagas melengkapi.

"Ya ampun broo, udahlah gak usah terlalu dipikirkan. Jangan takutkan sesuatu yang belum
terjadi. Kita memang gak bisa tau masa depan, tapi kita masih punya Allah untuk
menggantungkan segala harapan. Udah, gak usah frustasi lagi kek gini" Ujar Dika yang
mendadak bertransformasi menjadi Dika Teguh.

"Iya, udahan yuk frustasinya. Ayo ke kantin, aku yang traktir." Ajak Rangga yang sedari tadi
hanya diam. Tentu ajakan Rangga kusambut dengan baik berikut yang lainnya.

Semenjak saat itu, setiap hari aku belajar dengan giat. Digaris bawahi, dengan sangat giat. Aku
selalu letakkan impianku di depan mata. Agar aku yang tadinya malas berubah menjadi rajin.
Dengan semangat 45, aku belajar semuanya. Selalu menguasai materi sebelum materi itu
diajarkan oleh guru. Di tengah jalan, aku beberapa kali merasa bahwa ini tidak mudah. Ingin
rasanya aku berhernti namun aku tau, sesuatu yang luar biasa selalu didapat dengan usaha yang
luar biasa pula. Dengan sabar, sahabat-sahabatku selalu membantu. Belajar bersama mereka
selalu menyenangkan. Kami nyaris selalu belajar bersama sepulang sekolah setiap hari dengan
Citra sebagai tutornya. Namun terkadang bila ada yang lebih mumpuni di suatu bidang tertentu,
dia yang akan menggantikan Citra. Yap, mereka semua mendapat bagian masing-masing
untukku. Citra membantuku memahami pelajaran, Bagas menjadi penasihatku, Dika dan Rangga
menjadi penyemangat hari-hariku yang mulai berat. Citra mengajariku memahami pelajaran
eksak yang sulit bagi pemula sepertiku. Selain Bagas, Rangga juga kerap memberi masukan dan
nasihat. Dari Rangga, aku berusaha meniru sifatnya yang rajin dan menghilangkan rasa malas.
Rajin itu pangkal pandai, Jo. Begitu nasihatnya kala itu. Mereka semua mendukung penuh
impianku mendapat beasiswa. Hari demi hari, minggu demi minggu, aku terus belajar, banyak
berlatih soal dan banyak membaca, hingga perlahan-lahan mulai membuahkan hasil.
Perjuanganku tidak sia-sia, aku selalu mendapat nilai bagus yang nyaris sempurna setiap
ulangan. Tentunya aku sangat berterimakasih pada sahabat-sahabatku. Prinsip kami: maju
bersama, sukses semua.

Soal beasiswa, ini yang belum kuketahui. Baiklah, sepertinya aku harus berkonsultasi dengan
Pak Alif sang guru BK kesayangan sejuta umat. Begitu aku menghadap Pak Alif dan kuutarakan
keinginanku, Pak Alif berseri-seri.

"Nak Jojo, tekadmu itu sungguh luar biasa. Kepercayaan dirimu, perjuanganmu, bapak
apresiasi. Terus semangat ya, Jo!" aku menganggukkan kepalaku dan mengucapkan terimakasih
padanya.

"Bapak tau beasiswa yang bagus untukmu. Sebaiknya kamu mengikuti beasiswa LPDP yang
didanai oleh Kementerian Keuangan. Beasiswa LPDP akan membantumu dalam membiayai
kuliahmu dan biaya hidup secara full beserta uang saku tiap bulan. Nah Nak Jojo, apa kamu
sudah tau hendak melanjutkan ke jurusan apa di universitas apa?"

"Saya ingin ke luar negeri juga Pak, sama seperti bapak. Sebelumnya saya sudah riset tentang
ini. Saya ingin masuk jurusan impian Bill Gates, yaitu jurusan Artificial Intelligence di
Birmingham University Pak." Terangku percaya diri.

"Bagus sekali, Jojo! kau masih kelas 10 tapi sudah punya target yang amazing. Lanjutkan nak,
bapak akan dukung dengan sepenuh hati. Bapak dengar, beasiswa LPDP juga menyokong anak-
anak yang kuliah S1 ataupun S2 di luar negeri. Salah satunya Inggris,"

"Wah, yang benar Pak?" seruku girang.

Pak Alif mengangguk lalu melanjutkan, "Iya, Nak Jojo. Apakah kamu sudah tau persyaratan
untuk bisa mendapat beasiswa?" Tanya Pak Alif dengan sorot mata penuh selidik.

"eh, belum Pak." Kataku malu-malu

"Yang jelas kamu harus punya nilai bagus dan selalu meningkat tiap semester. Kalaupun
semester lalu nilaimu kurang memuaskan, tak apa. Masih ada 4 semester lagi yang bisa kau
kejar. Usahakan nilai rata-ratamu selalu diatas 85. Dan Bapak dengar, jurusan Artifical
Intelligence itu mempelajari matematika, statistika, ilmu komputer dan tentunya kecerdasan
buatan yang mendalami pembelajaran mesin, pemahaman bahasa, dan visi komputer. Jurusan ini
belum banyak tersedia di PTN Indonesia, namun di luar negeri sudah cukup banyak. Artificial
Intelligence memanglah yang paling dibutuhkan dan digunakan oleh generasi milenial sekarang
ini, makanya lulusan artificial intelligence punya prospek kerja yang cerah. Menarik, tapi
menantang." Jelas Pak Alif panjang lebar.

"Selain nilai rapor yang harus bagus, kemudian apalagi pak?"

‘’Kamu harus lulus tes kesehatan dan punya skor 550 dalam TOEFL Tentunya tidak mudah,
tapi kalau kamu berusaha pasti bisa. Nah, untuk menunjang peluang mendapat beasiswa, kamu
harus punya banyak prestasi dengan mengikuti perlombaan atau olimpiade. Ikuti saja olimpiade
matematika, informatika, dan logika. Insya Allah itu membantu banyak. Satu lagi, bapak ada
kabar baik buat kamu," Aku mendengarkan dengan takzim.

"Desember nanti ada lomba spelling bee tingkat nasional yang diadakan oleh salah satu
Lembaga Kursus Bahasa Inggris terkemuka di Indoenesia. Ini kesempatan emas, Jojo. Karena
bagi para pemenang akan diberi voucher 1,4 juta hingga 2,2 juta! tunggu apalagi, kamu tidak
boleh menyia-nyikannya. Ini bagus untuk meningkatkan skor TOEFL mu untuk meraih
beasiswa."

"Baiklah Pak, saya pasti akan mengikutinya. Saya akan berusaha maksimal. Mohon do’anya,
Pak." Ujarku mantap.

Perbincanganku dan Pak Alif berakhir disitu. Esoknya, aku berjanji untuk menjadi lebih aktif
mengikuti perlombaan dan olimpiade. Statusku berubah, dari yang sebelumnya Jojo murid yang
rajin bertransformasi menjadi Jojo anak yang ambisius. Apakah ambisius itu buruk? Tentu
tidak! Bila aku mengutip dari KBBI, ambisius bermakna berkeinginan keras mencapai sesuatu
seperti harapan dan cita-cita. KarenA ambisius, aku ingin nilaiku selalu bagus dan kemampuan
bahasa Inggrisku meningkat. Sejak aku memutuskan akan mengikuti lomba spelling bee, aku
menjadi bersahabat dengan kamus. Dari yang kecil hingga besar dan dari yang ringan hingga
berat, aku bersama mereka setiap hari. Meneliti setiap kata dan menghafalkan susunan hurufnya.
Melafalkannya keras-keras hingga menancap di kepala. Dengan setia, kubawa kamus kemana-
mana. Main lompat tali sambil menghafal vocabulary, makan diselingi baca kamus, mau belajar
baca kamus dulu, mau tidur juga baca kamus. Untung saja ke kamar mandi enggak baca kamus,
wkwkwk.

Teman-teman kelas yang mulai menyadari perubahanku menganggapku aneh. Mereka risih
denganku yang terlalu ambisius. Mereka juga jengkel kenapa aku kini selalu mendapat nilai
bagus di kelas, disamping Citra dan Ezra. Padahal kan Jojo dulu anaknya biasa aja. Enggak
pintar-pintar amat, malah cenderung berada di peringkat bawah. Lah, sekarang kok bisa dia ada
di peringkat atas bahkan hingga mengalahkan Citra dan Ezra? Gak mungkin ini. Wah, sono make
dukun mana tuh? Begitu tuduhan mereka padaku.
Astaghfirullah, ingin rasanya kuteriakkan, itu semua butuh proses! Butuh waktu! Tidakkah
mereka menyadari disaat mereka asyik bercanda dan beleha-leha, aku masih sibuk belajar! Dasar
manusia-manusia julid tak tau diri! Mohon dimaafkan ya guys, diriku sangat marah dengan
tuduhan mereka yang tak berdasar. Tapi tenang saja, aku tak akan melampiaskannya pada
mereka. Orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan amarah, bukan?

Omong-omong tentang Ezra yang digosipkan teman-teman kelas, Ezra adalah sekretaris kelas
X IPA-8. Ia pintar, tau banyak hal namun sayangnya sombong sekali. Ia tidak suka dikalahkan
dan selalu ingin menjadi nomor satu tak peduli dengan cara apapun. Well, Ezra memang licik.
Terakhir kali kami ulangan fisika, aku mendapatkan nilai terbaik di kelas, yaitu 96. Berbeda tipis
dengannya yang mendapatkan 95,5 dan Citra 95. Ezra sangat kesal dan mulai menghasut teman-
teman kelas untuk menjauhiku. Bahkan menghujatku tak henti-hentunya. Seperti, "Ih, Jojo mah
apaan! gak mungkin dia bisa dapet beasiswa ke luar negeri!" dan "kelas kita gak butuh orang
kayak elo! Kalau mau ambis keluar aja dari sini!" juga makian-makian kasar beserta tuduhan
yang tak berdasar tadi. Benar, Ezra-lah yang memulainya. Ya Allah, sepertinya ini adalah masa-
masa sulitku. Belum genap setahun aku berada disini, tapi sudah dijauhi teman-teman sekelas.

Waktu membuktikan bahwa sahabat sejati selalu setia menemani disaat orang lain mulai
menjauh. Sahabat-sahabatku lima sekawan selalu membelaku. Mereka memarahi Ezra habis-
habisan. Ezra tak menyesal bahkan tak meminta maaf, dengan santainya ia mengangkat bahu
beserta kedua tangannya sambil berujar kurang ajar,’’Loh, kok salahku sih. Salahin dia dong
karena sudah berani sok pintar.’’ Bagas yang sudah sangat geram akhirnya menghadiahi
bogeman mentah di pipi Ezra. Selepasnya, Rangga dan Dika melaporkan Ezra yang sudah
keterlaluan pada Pak Alif.

Aku bisa sedikit lega karena lima sekawan datang menghiburku yang terpuruk akibat makian-
makian itu. "Tenang saja, Jo. Mereka hanya iri pada kau yang bisa menjadi yang terbaik. Tak
perlu diambil hati, anggap saja mereka angin lalu. Orang hebat selalu diuji, maka kamu harus
terus bersabar. Percayalah, Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar. Ayo, bangkit!
tunjukkan pada mereka bahwa dengan perjuangan keras disertai doa kamu bisa sukses.
Percayalah, suatu hari nanti mereka akan meminta maaf dan mendukungmu. Jangan bersedih lagi
ya, Jojo!" Hibur mereka menenangkan. Baiklah, aku memutuskan untuk bangkit. Untuk apa
berlama-lama dalam kubangan kesedihan, tidak berfaedah. Pelan-pelan aku mencoba
menghiraukan dan melupakan ujaran-ujaran kebencian para haters.

Hari H lomba akhirnya datang juga. Dengan percaya diri, aku memperkenalkan diri di hadapan
para juri. Meski deg-degan, kueja satu persatu kata yang diajukan dengan baik. Kuingat kembali
hafalan-hafalan vocabulary selama ini. Jerih payah ku tidak sia-sia, aku mendapat juara 2 dalam
lomba itu. Alhamdulillah, aku bersyukur pada Allah yang meberikan kemudahan setelah
kesulitan. Orang tuaku turut bangga, ternyata anaknya ini bisa mendapat juara juga. Kebiasaanku
membaca kamus saat makan yang selalu mendapat omelan ibu ternyata bisa menbuahkan hasil.
Empat sahabatku berseru senang dan memberiku selamat, raut puas juga kutangkap dari Pak alif.
"Jangan senang dulu, Jo. Perjalanan masih panjang. Whatever happens, keep moving forward!"
dukungnya menyemangatiku.

"Benar, Pak. Saya masih harus terus berjuang." ujarku dengan semangat.

MAN Insan Cemerlang, 14 Mei 2021.

Malam ini adalah malam perpisahan sekolah. Ya, aku sudah kelas 12 dan sekarang sekolah
sedang mengadakan acara perpisahan bagi kelas 12. Adik kelas 10 dan 11 menampilkan
penampilan-penampilan yang spektakuler untuk kami, kakak kelas mereka. 3 tahun sudah
terlewat dengan begitu cepat. Susah senang, manisnya persahabatan, ujian yang berat serta
begitu banyak telah aku rasakan. Banyak teman-teman yang sudah mendapatkan kampus
impiannya lewat jalur SNMPTN, termasuk Rangga dan Citra. Rangga diterima di Teknik Mesin
ITB dan Citra masuk di Kedokteran UI. Sedangkan Bagas dan Dika menjadi pejuang SBMPTN
2021. Aku? aku hanya tinggal menunggu pengumuman dari pihak LPDP. Seleksi berkas dan
nilai rapor sudah kulaksanakan, wawancara pun sudah kulakukan. Pihak LPDP mengatakan akan
menghubungi sekolah terlebih dahulu dalam waktu 2 hari (15-16 Mei) karena ini adalah
beasiswa S1 yang penyeleksiannya lebih ketat daripada beasiswa studi jenjang S2 . Bila tidak
ada panggilan atau email pada kedua hari itu, maka aku gagal. Maka dari itu, aku merasa cemas
hari ini karena pukul 12 nanti informasi lulus atau tidaknya diumumkan.

Meski gugup, aku berusaha untuk tetap menikmati jalannya pertujukkan. Adik kelas sudah
berusaha yang terbaik demi jalannya acara ini, maka perlu dihargai dengan menikmatinya.
Bagas yang tau kalau aku gugup segera mengelus punggungku.

‘’Tenanglah, Jo. Tidak usah cemas berlebihan begitu. Tawakkal aja kali, Allah tau yang terbaik
buat kita. Kalau kamu gagal, at least kamu sudah berusaha yang terbaik. Insya Allah dicatat
sebagai amal sholeh.’’ Bisiknya menenangkan.

Pukul 12 tepat, acara perpisahan sudah hendak berakhir. Tiba-tiba di akhir acara, MC
memberitahukan ada sedikit selingan kecil dari Guru BK kita tercinta. Lalu Pak Alif maju dan
memberikan sedikit pidato.

‘’Anak-anakku tersayang, taukah kalian mengapa bapak mau menjadi guru BK? Saya teringat
ketika kalian beberapa kali menanyakan ‘Pak, bapak kan tamatan S2 NYU Psikologi, kenapa
bapak enggak jadi dosen atau psikolog saja? Kok malah jadi guru bk?’ Iya Nak, Bapak akan
menjawab semua pertanyaan itu hari ini.

Alasan saya menjadi guru bk tepatnya adalah, saya ingin mengabdi. Saya adalah alumni
angkatan pertama sekolah ini dan saya terpanggil untuk mengabdikan ilmu saya. Karena saya tau
persis, saya bisa sukses menjadi sekarang juga berkat doa dan dukungan guru-guru saya. Mereka
menuntun saya untuk menggapai asa dan mengenal Allah lebih dekat. Maka dari itu saya
menolak seluruh ajakan untuk menjadi dosen atau apapun itu. Saya mencintai anak-anak dan
menyukai pengajaran di dunia sekolah. Saya ingin membantu anak-anak SMA menemukan
impian mereka dan terus mengejarnya hingga perguruan tinggi. Membimbing mereka hingga
menjadi orang yang sukses. Mungkin beberapa sudah berhasil, namun beberapa belum berhasil.
Saya ucapkan selamat bagi yang berhasil, stay humble, ok? Bagi yang belum jangan berkecil
hati. Sekali gagal bukan berarti selamanya akan gagal, ingat?

Anak-anak, malam ini adalah malam yang spesial. Karena baru saja perjuangan salah seorang
kawan kita tidak berakhir sia-sia. Siapa dia? Dia yang sudah merancang masa depannya sejak
kelas 10 dengan rapi, punya target yang jelas, dan penuh ambisius. Diajauhi teman-teman
sekelasnya tidak membuatnya berkecil hati namun ia jadikan sebagai lecutan untuk terus maju
dan berprestasi. Yak, siapakah dia? Dia adalah Harjo Daniswara dari Kelas XII IPA-8! Selamat
untuk Jojo, yang mendapatkan beasiswa LPDP full di Birminghan Universiy! Barakallahu fiik!’’
Pak Alif berseru gembira disambut dengan tepuk tangan audiens.

Seketika rasanya jantungku berhenti berdetak dan sekelilingku menjadi sunyi. Apa kata Pak
Alif tadi? Aku...lulus? Seriusan? Ini bukan prank kan? Tidak, tidak mungkin Pak Alif
berbohong. Aku langsung sujud syukur saat itu juga. Alhamdulillah ya Allah, kau mendengarkan
do’aku ya rabb. Lima sekawan mendatangiku dan memelukku bergantian, kecuali Citra tentu
saja. Citra menjabat tanganku sambil berucap dengan senyuman manis, ‘’Selamat Jo, kamu
berhasil membuktikan bahwa kamu layak mendapatkan yang terbaik.’’

Bagas, Dika, dan Rangga mengangkat tubuhku tinggi-tinggi sambil meneriakkan ‘’Hidup
Jojo!’’ hahaha, ada-ada saja mereka ini.

Dan benar saja, perkataan lima sekawan ada benarnya juga. Lihat saja teman-teman sekelasku
yang berbondong-bondong meminta maaf akibat tingkah buruk mereka dahulu. Memang
semenjak saat itu hubungan lima sekawan dengan Ezra dan teman-teman sekelas merenggang.
Namun kini mereka bersungguh-sungguh meminta maaf karena merasa bersalah padaku. Mereka
berjanji akan selalu mendukungku. Yang mengejutkan, ternyata Ezra juga datang padaku.
Meminta maaf yang sebesar-besarnya dan menyatakan selamat dengan tulus. Ezra mengaku
bahwa dia dulu begitu jahat dan berlaku sombong, TapI pada akhirnya ia tetap tidak lulus
SNMPTN juga.Tentu saja aku memaafkan mereka, bahkan sejak jauh-jauh hari aku sudah
menerima dengan lapang dada.

‘’Sudahlah guys, yang lalu biarlah berlalu. Sekarang kita fokus pada apa yang akan kita
lakukan ke depan. Semuanya sudah kumaafkan dan aku berharap tidak ada permusuhan lagi di
antara kita, oke? Karena ini perpisahan, bagaimana kalau kita berfoto bersama sebagai kenang-
kenangan? Lumayan bisa jadi penawar rindu kalau aku sudah jauh disana. Tunggu apa lagi?
Kuy!’’ Ajakku riang. Lalu selepasnya, kami asik berfoto bersama dan melupakan segala dendam
kesumat yang pernah ada. []

Anda mungkin juga menyukai