Anda di halaman 1dari 21

TERJEMAAH KTPI KELOMPOK 7

HAL 88-107

BAB. IV

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A.Makna Tujuan,Syarat dan Kepentingannya

1. Makna Tujuan

Kadangkala manusia melakukan perbuatan tanpa mengetahui tujuannya,


disebabkan oleh keinginan instinktif untuk hidup yang ada dalam fitrahnya. Dia
menerangkan, bahwa perbuatannya itu disebabkan oleh dorongan ini. Sebagai
contoh perbuatan instinktif ialah menarik tangan jika yang tidur ditusuk dengan
peniti. Perbuatannya ini didorong oleh keinginan untuk hidup, meski dia tidak
mengetahui tujuannya.

Dalam kehidupan manusia yang telah baligh,berakal dan sadar,biasanya dia


berpikir dan mengarah kepada suatu tujuan tertentu yang hendak dicapainya di
balik perbuatannya. Contohnya ialah pelajar yang giat belajar sepanjang tahun
ajaran agar dapat lulus di dalam ujian, mencapai diploma ilmiah, kemudian
mencapai status sosial tertentu, atau gaji yang menghidupinya.

Hasil yang dicapai oleh pelajar itu mungkin sesuai dengan tujuan, mungkin tidak,
mungkin pula hanya merealisasikan sebagian dari tujuan itu. Oleh sebab itu, hasil
dan pendorong bukanlah tujuan.Hasil adalah apa yang dicapai oleh manusia dan
lahir dari tingkah laku, baik sudah merealisasikan tujuan maupun belum. Tujuan
adalah apa yang dicanangkan oleh manusia, diletakkannya sebagai pusat
perhatian, dan demi merealisasikannyalah dia menata tingkah lakunya. Sedangkan
pendorong adalah pengajak, baik fisiologis maupun psikis, yang membangkitkan
seseorang untuk berbuat, atau yang memberikan santapan kepada kekuatan
pembangkit perbuatan itu di dalam jiwa dan tubuh. Pendorong itu meng-
gerakkannya hingga dapat merealisasikan tujuan utama yang penting bagi
eksistensi manusia, baik dia mengetahui tujuan itu dengan akal dan ruhnya
maupun tidak.

2. Pentingnya Menentukan dan Membatasi Tujuan


Jika seseorang diperintahkan untuk berjalan pada jalan tertentu, tanpa mengetahui:
mengapa dia harus melakukan perjalanan itu, niscaya dia akan berjalan dengan
ragu-ragu, bertolak dengan lemah, serta akan bertanya- tanya lalu mundur ke
belakang. Penangguhan ini akan terjadi juga apabila dia tidak tahu mengapa dia
harus memilih jalan ini, dan mengapa tidak yang lain.

Tetapi jika dikatakan sekali lagi kepada orang ini, "Berjalanlah pada jalan ini. Di
ujung jalan nanti anda akan mendapatkan sebuah kebun yang indah”, sedangkan
orang ini tengah lapar dan siap untuk makan, dia akan segera pergi dengan
gembira dan senang hati, dan akan memotong jalan dengan tubuh yang tegar dan
penuh kegigihan, serta dalam waktu yang relatif singkat. Apalagi kalau dilukiskan
bahwa para pemilik kebun itu adalah orang-orang yang dermawan yang akan
mengajak seluruh utusan untuk makan bersama mereka di tepian air terjun dan air
mancur, maka perjalanan itu akan cepat-cepat dilaksanakan. Jelaslah bahwa
tujuan memang mengarahkan aktivitas, mendorong untuk bekerja, dan membantu
mencapai keberhasilan.

Dari contoh ini dapat kita ketahui dengan jelas,bahwa menentukan tujuan
mempunyai kepentingan yang membuat tujuan itu menjadi kebutuhan mutlak bagi
setiap macam tingkah laku yang sadar. Lantas bagaimana dengan proses
pendidikan yang di-maksudkan untuk mengarahkan generasi, membina umat, dan
menentukan pola bertingkah laku dalam kehidupan ini dengan
bahagia,teratur,saling membahu, konsisten, optimis, senang, berani,sadar, penuh
pemikiran dan rapi?

B. Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sadar dan bertujuan, dan Allah telah
meletakkan asas-asasnya bagi seluruh manusia di dalam syari'at ini. Oleh sebab
itu, sudah semestinya pengkaji pendidikan ini lebih dahulu menjelaskan tujuannya
yang luhur dan luas, yang telah ditetapkan oleh Allah bagi seluruh
manusia,sebelum mulai menerangkan metoda dan beberapa ciri khasnya, karena
tujuanlah yang menentukan metode. Untuk mengetahui tujuan pendidikan Islam,
ada baiknya penyusun singgung kembali asas-asas pendidikan Islam pada Bab.
III, dan pandangan Islam tentang alam, kehidupan dan tujuan hidup.

Telah diterangkan, bahwa Allah menciptakan alam ini dengan tujuan tertentu.
Allah mengadakan manusia di muka bumi untuk menjadi khalifah yang akan
melaksanakan ketaatan kepada Allah dan mengambil petunjuk- Nya, dan
menundukkan apa yang ada di langit dan bumi untuk mengabdi kepada
kepentingan hidup ma-nusia dan merealisasikan hidup itu. Kemudian Allah
meminta kepada manusia supaya merenungkan segala yang ada di dalam alam,
agar dengan demikian dia dapat membuktikan keagungan Allah,sehingga yang
demikian itu dapat mendorongnya untuk menaati dan mencintai Allah, serta
tunduk kepada segala perintah-Nya dan bermunajat kepada-Nya. Allah
menjadikan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kesiapan untuk berbuat
ke-baikan maupun kejahatan, dan mengutus para Rasul-Nya kepada umat manusia
agar membimbing mereka untuk beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya.

Allah telah menetapkan ajal bagi alam dan kehidupan duniawi ini yang berakhir
pada waktu yang telah ditentukan di sisi-Nya. Kemudian alam dan kehidupan
duniawi itu musnah. Setelah itu Allah menciptakan manusia dalam keadaan baru
dan alam yang baru,agar Allah menghisab segala amal mereka; membalas orang
yang berbuat kejahatan dan kufur kepada nikmat Allah, para Rasul dan syari'at-
Nya dengan neraka yang abadi; dan membalas orang yang berbuat kebaikan,
beriman kepada Allah,mensyukuri nikmat-Nya dan mengikuti Rasul serta Kitab-
Nya dengan surga yang abadi.

Dari pandangan Islam tentang alam ini tampaklah dengan jelas, bahwa tujuan
asasi dari adanya manusia di dalam alam ini adalah beribadah dan tunduk kepada
Allah, serta menjadi khalifah di muka bumi untuk memakmurkannya dengan
melaksanakan sya-ri'at dan menaati Allah. Allah swt. telah menjelaskan tujuan ini
di dalam firman-Nya:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.”

(QS.51 ad-Dzariat:56)

Jika ini tujuan hidup manusia, maka pendidikannya pun harus mempunyai tujuan
yang sama, yaitu: mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku
serta perasaannya berdasarkan Islam.(Lihat Bab. III).

Dengan demikian, tujuan akhir pendidikan Islam adalah me-realisasikan ubudiyah


kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat.

C. Islam dan Tujuan Pendidikan Barat

Untuk merealisasikan tujuan ini, tidak hanya terpusat pada pengurasan tenaga
untuk melaksanakan upacara peribadatan, kegiatan di masjid dan pembacaan al-
Qur’an, sebagaimana tampak pada sebagian orang untuk pertama kalinya.
Ketaatan dan ibadah kepada Allah tidak hanya terpusat pada upacara peribadatan,
bahkan mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal itu telah penyu-sun jelaskan pada
pasal terdahulu ketika menyajikan masalah ibadah dalam rangkaian asas-asas
pendidikan Islam.

Atas dasar ini, maka seluruh tujuan pendidikan yang diakui oleh pendidikan barat
dewasa ini,sebenarnya telah tercakup dalam tujuan akhir pendidikan Islam.
Pendidikan Islam telah menjunjung tinggi dan mengarahkan tujuan itu kepada
arah ideal, sehingga pendidikan terhindar dari penyimpangan atau keter-
gelinciran, mengabdi kepada kemanusiaan serta mewujudkan ke-bahagiaan
individu dan masyarakat.

Hendaknya kita mempelajari masing-masing tujuan ini agar kita mengetahui


dengan jelas maknanya di dalam pendidikan barat,dan bagaimana ia telah
terealisir di dalam pendidikan Islam.

1. Islam dan Perealisasian Kepribadian

Tujuan pendidikan ini merupakan faktor paling menonjol yang membedakan


negara-negara barat dengan negara-negara sosialis. Juga merupakan perkara
paling menonjol yang dibicarakan Sir Bersey Nan.Dalam bukunya, "Pendidikan”,
Bersey mengata-kan:

"Perealisasian kepribadian adalah tujuan akhir yang diusahakan tercapai oleh


pendidikan. Tidak ada suatu kebaikan pun yang mungkin diperoleh oleh dunia ini,
kecuali dengan jalan memberikan aktivitas mutlak bagi setiap individu, baik laki-
laki maupun wanita. Dan bahwa pendidikan yang menjadikan prinsip
'perealisasian kepribadian' sebagai tujuannya adalah satu-satunya pendidikan yang
berjalan sesuai dengan hukum-hukum alam, dan diakui oleh hakikat-hakikat yang
bersumber pada biologi”.

Tujuan ini yakni, bahwa setiap manusia,dengan individualitasnya, mempunyai


kepribadian dan beberapa ciri khas yang membedakannya dengan manusia lain.
Pendidikan yang benar,menurut pandangan mereka, adalah yang menonjolkan
ciri-ciri khas dengan jalan memberikan kebebasan kepada setiap manusia,
memberikan waktu yang cukup dan menyediakan situasi yang sesuai bagi seluruh
anak, agar setiap anak dapat merealisasikan kepribadiannya dalam suasana sosial
yang sesuai dengan semua pihak.

Kritik terhadap tujuan ini ini:

Ada dua hal yang perlu ditanggapi berkenaan dengan tujuan

Pertama: bahwa kebebasan atau "aktivitas mutlak”, sebagai. mana diungkapkan


oleh Bersey Nan, memerlukan beberapa pe-doman yang menjaga setiap individu
agar tidak tertipu oleh ke-pribadian mereka, menganiaya orang lain, atau
menggunakan ciri. ciri khas kepribadian mereka dalam berbuat jahat terhadap
umat manusia dan membahayakan masyarakat.

Jika setiap anak tumbuh sedangkan dia melihat bahwa masyarakat dan alam
secara keseluruhannya merupakan suatu lapangan bagi kepribadiannya tanpa
kepribadian ini mempunyai suatu tujuan luhur yang mengarahkan berbagai
potensinya,maka masyarakat macam apakah yang akan dipersembahkan oleh
pendidikan ini kepada kita?

Kedua: bahwa kebebasan pribadi membutuhkan tujuan tertinggi yang terpadu dan
direalisasikan oleh pribadi-pribadi ini, dengan tetap memberikan lapangan gerak
kepada setiap pribadi untuk merealisasikan perbedaan individualnya.

Tujuan tertinggi ini belum pernah dicatat oleh orang-orang yang menyerukan
tujuan "perealisasian kepribadian”, meski Bersey Nan pernah mengisyaratkan
sebagai berikut:

”Adalah keliru, jika orang berkeyakinan bahwa teori kami ini tidak membedakan
antara contoh yang baik bagi kehi-dupan dengan contoh yang buruk, tidak pula
antara macam-macam kepribadian yang harus terus dihidupkan dengan macam-
macam kepribadian yang harus dipadamkan...” Hanya saja, dalam isyaratnya ini
dia tidak bersandar kepada suatu prinsip atau standar kebaikan dan kejahatan.
Kalaupun dia meletakkan sebuah prinsip, pasti dalam hal ini dia akan berselisih
dengan para pendidik dan filosof lainnya,kemudian orang-orang akan senantiasa
berselisih. Oleh

sebab itu, harus ada standar Ilahi yang membuat manusia sepakat terhadap materi
ini.Standar produk manusia berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kondisi sosial,
psikis dan keluarga mereka; dan tidak ada satu pun di antaranya yang dapat
digunakan untuk mendidik seluruh umat manusia. Mengenai bagaimana tujuan
pendidikan Islam yaitu ikhlas beribadah kepada Allah mencakup tujuan
"merealisasikan kepribadian", penyusun sajikan penjabarannya sebagai berikut:

a. Allah mewajibkan manusia untuk beribadah kepada-Nya, dengan pertimbangan


bahwa manusia adalah makhluk yang mampu membedakan antara yang baik
dengan yang jahat.Sedangkan Allah telah menjelaskan akibat dari mengikuti jalan
kebaikan dan kejahatan pada hari kiamat. Di sini terdapat penghormatan yang
penuh terhadap kepribadian manusia. Yang demikian itu dikarenakan Allah telah
menjadikan manusia sebagai makhluk yang mampu membedakan dan memilih,
yakni memberinya ke- bebasan memilih, kemudian menjelaskan tanggung
jawabnya terhadap pemilihan ini.

b. Allah telah membukakan lapangan perlombaan seluas-luasnya bagi seluruh


manusia untuk mengejar k Demikianlah, Islam tidak melepaskan tujuan
perealisasian ke. pribadian dan kebebasan secara mutlak, tanpa mempunyai suatu
pedoman. Bahkan Islam memandang tujuan itu sebagai suatu jalan untuk
mencapai tujuan tertinggi darinya. Pada kenyataannya, realisasi kepribadian itu
hanya merupakan suatu jalan, bukan tu-juan yang mutlak. Jika kita bertanya
kepada setiap orang yang mahir dalam ilmu kedokteran, umpamanya: mengapa
dia mengem-bangkan kemahirannya ini, yakni merealisasikan "kepribadian
kedokterannya” niscaya dia akan menjawab sesuai dengan tujuannya yang sempit,
baik karena ingin mendapatkan harta maupun karena perasaan bersaing.
Sedangkan dokter yang Mu'min, tujuannya adalah merealisasikan perintah
Rasulullah saw. untuk mengobati. Allah tidak menurunkan suatu penyakit pun,
kecuali bersamaan dengannya Dia menurunkan obatnya.

c. Allah menjadikan tujuan tertinggi, yaitu ketaatan dan ibadah kepada Allah,
sebagai standar untuk membedakan antara kepribadian yang baik dengan
kepribadian yang buruk; atau untuk membedakan antara perealisasian kepribadian
di jalan kebaikan dengan perealisasiannya dijalan kejahatan. Uraian tentang
standar ini telah dipaparkan di dalam kitab-kitab fiqih dan tauhid, serta dalam
ayat-ayat al-Quran dan Hadits Rasulullah saw.

d. Dalam sebagian ayat dan Hadits Nabi, telah ditetapkan suatu tuntutan agar
setiap manusia bekerja sesuai dengan kemam-puan dan kesiapan kepribadiannya.
Di antara ayat tersebut adalah firman Allah Ta'ala:

”Sucikanlah nama Rabb-mu Yang Paling Tinggi; Yang menciptakan dan


menyempurnakan.(penciptaan-Nya); dan Yang menentukan kadar (masing-
masing) dan memberi petunjuk."(QS.87 al-A'la:1-3)

Allah yang menentukan bagi masing-masing makhluk kesiapan yang khusus


baginya, dan memberinya petunjuk kepada jalan hi-dup yang merealisasikan
kepribadian, kemampuan dan kesiapan-nya.

Firman-Nya:

Dan katakanlah, "Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang- orang
Mu'min akan melihat pekerjaan kalian...”(Q.S.9 at-Taubah:105) kebaikan, dan
menjadikan prinsip pembalasan berdasarkan amal: jika amal itu baik, maka
balasannya baik; dan jika buruk, maka buruk pulalah balasannya. Allah
menghisab setiap amal manusia, meskipun hanya sebesar biji sawi, kemudian
melipatgandakan balasannya bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya. Tidak ada
perbedaan dalam hal ini antara laki-laki dengan wanita, dan tidak ada kelebihan
bagi orang Arab atas non-Arab, kecuali dengan taqwa berupa amal yang
membuktikan ketakutan kepada siksa Allah, dan ketundukan serta ketaatan
kepada-Nya.

Masyarakat Mu'min akan melihat amal individu-individunya, mendorong


kemampuan mereka, serta menanggapinya dengan rasa syukur dan penghormatan.

Dan sabda Rasulullah saw.:


”Bekerjalah kalian, karena setiap orang dimudahkan untuk mengerjakan apa yang
telah diciptakan baginya. ”

(al-Hadits)

Allah menciptakan setiap makhluk dan manusia untuk suatu tujuan atau tugas,
serta membekalinya dengan berbagai kemampu-an dan kecakapan tertentu.
Kemudian Allah memudahkan lapang-an-lapanġan baginya sesuai dengan
kepribadiannya,kecakapan dan kemampuannya. Untuk itu, Allah memerintahkan
kepadanya supaya bekerja dan berusaha mewujudkan tujuan tertingginya se-suai
dengan kemampuan dan kepribadiannya.

Ada kalimat yang baik dan perlu dijadikan bahan renungan berkenaan dengan ini,
yaitu perkataan seorang pendidik besar, Ibnu Qayyim al- Jauziyyah, di dalam
kitabnya, ”Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud”:

"Dan di antara hal yang patut dijadikan sandaran ialah keadaan anak, dan
pekerjaan yang telah disediakan serta disiapkan bagi-nya dan diizinkan oleh
syara'. Jika diketahui bahwa pekerjaan itu memang telah diciptakan baginya, maka
janganlah dia dibebani untuk mengerjakan yang lainnya. Jika dia dibebani untuk
mengerjakan apa yang tidak dipersiapkan baginya,maka pekerjaan itu tidak akan
berhasil dan dia akan ketinggalan apa yang telah disediakan baginya. Jika terlihat
dia mempunyai daya pemahaman yang baik, daya berpikir yang benar, daya hapal
yang baik dan dia sadar, maka ini adalah tanda-tanda kesiapan dan kesediaannya
untuk menerima ilmu guna diukirkan pada lembaran qalbunya selagi masih
kosong. Alasannya ialah bahwa,dalam kondisi seperti ini, ilmu akan melekat,
tetap dan tumbuh dengan suci. Jika terlihat berbeda dengan itu dari segala segi,
dan tampak mempunyai kesiapan untuk menjadi ahli perkudaan dan hal- hal yang
berkenaan dengannya, maka tetapkanlah dia untuk menekuni masalah ini, karena
akan bermanfaat bagi dirinya dan Kaum Muslimin. Demikian juga jika terlihat
berbeda dengan itu dan dia tidak diciptakan untuknya, serta tampak mempunyai
kecenderungan, kesiapan dan hasrat kepada masalah perindustrian, sedangkan
perindustrian dibolehkan oleh syara' dan bermanfaat bagi manusia, maka
tetapkanlah dia untuk itu. Tetapi semua ini setelah menga-jarkan kepadanya apa-
apa yang dibutuhkannya di dalam Agama-nya”28).

Di dalam Al-Qanun, Ibnu Sina mengatakan:

"Pendidik hendaknya mencarikan suatu keterampilan yang cocok dengannya, dan


jangan memaksanya untuk menuntut ilmu jika dia tidak mempunyai
kecenderungan kepadanya. Dan jangan membiarkan dia menuruti kemauannya
begitu saja,karena tidak setiap keterampilan yang digandrungi anak akan
memberikan faedah baginya, tetapi hendaknya diarahkan kepada perkara yang
sesuai dengan tabiatnya. Jika beberapa kesusastraan dan perindustrian dipaksakan
untuk ditekuni oleh anak,tanpa memperhatikan kesesuaian, niscaya tidak akan ada
seorang pun yang luput dari kesusastraan atau perindustrian, dan niscaya seluruh
manusia akan sepakat untuk memilih perindustrian yang paling mulia”29)

2. Islam dan Tujuan Perkembangan :

Islam Menumbuh kembangkan berbagai Aspek Pendidikan Para sarjana dan


filosuf pendidikan dewasa ini berpendapat, bahwa satu- satunya tujuan pendidikan
adalah perkembangan manusia dari seluruh aspek: intelektual, fisik dan psikis.
Tetapi makna perkembangan ini perlu dijelaskan: (1) apakah perkembangan hanya
sekedar pertambahan besar, berat, atau (2) pertambahan ilmu pengetahuan dan
pemikiran; ataukah (3) perkembangan itu berdimensi kualitatif bagi gaya hidup
anak sejak lahir hinggabaligh,di samping bagi aktivitas, tindakan dan tingkah
lakunya?

Para sarjana pendidikan sepakat, bahwa pertambahan kuantitatif saja bukan


makna perkembangan yang dituju oleh pendidikan. Di samping kesepakatan ini,
mereka berbeda pendapat tentang perkembangan tingkah laku manusia:

Pertama: sebagian mereka mengatakan bahwa perkembangan itu berjalan secara


otomatis dan hanya merupakan reaksi-reaksi reflektif. Mereka menjadikan
manusia seperti mesin pabrik yang besar: jika salah satu tombolnya ditekan, maka
bergeraklah salah satu alatnya dan setiap alat menggerakkan alat berikutnya,
sehingga produksi sampai kepada pase terakhir, lalu diterima oleh tangan berupa
kulkas, mobil, alat cetak dan lain sebagainya. Demikian pula halnya dengan
manusia, setiap kali terpengaruh oleh faktor luar, maka dia akan berusaha untuk
memenuhi salah satu syahwatnya.

Mereka tidak membutuhkan banyak perbantahan,serta tidak mau dengan sengaja


mendebat kehendak manusia dan perubahan respon dari seseorang kepada
seseorang, sesuai dengan tingkat pendidikan masing- masing orang dan
kondisinya yang sekarang atau cita-citanya di masa mendatang. Sebagaimana
telah dimaklumi bahwa satu pengaruh luar, seperti melihat makanan,memberikan
reaksi yang berbeda-beda: seperti ketidakpedulian bagi orang yang sangat
kenyang, sabar bagi orang yang menjalankan shaum, dan rasa senang bagi orang
berjiwa mulia yang tidak mempunyai kecenderungan yang cukup terhadap macam
makanan ini. Masing-masing orang berpikir terlebih dahulu sebelum memberikan
respon. Mereka bukan alat yang hanya memberikan respon tanpa berpikir.
Golongan kedua mengatakan, bahwa tingkah laku manusia berkembang
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah terbentuk padanya. Umpamanya,
anak di tengah-tengah keluarganya. Ketika baju barunya kotor dengan makanan,
mereka mencela, memarahi dan menampakkan di hadapannya kesan-kesan yang
mempertalikan antara penyakit psikis dengan pengotoran baju baru. Pertalian ini,
oleh John Dewey3°), dinamakan pengalaman. Oleh karena pengalaman dalam
contoh ini lahir dari masyarakat dan mengenai interaksi dengan kelompok, maka
kita namakan pengalaman sosial. Pengalaman-pengalaman sosial anak datang
terus-menerus sekitar tingkah laku yang tercela di hadapan tamu dan tingkah laku
yang disenangi seperti mengucapkan selamat. Maka jika kita mengatakan bahwa
anak tumbuh berkembang secara sosial, berarti pengalaman-pengalaman sosialnya
bertambah, dan bersamaan dengan itu tumbuh pula perasaan-perasaan sosial-nya,
seperti: ramah terhadap oranglain, seperti terhadap anak kecil;takut kepada
sebagian orang atau sebagian sikap; lari dari sebagian orang dan seterusnya.
Analogikanlah hal-hal semacam ini dalam perkembangan pengalaman-
pengalaman menghitung, bahasa, kisah, keterampilan tangan dan lain sebagainya.

Kritik terhadap tujuan ini:

Tidak diragukan lagi, bahwa pengalaman yang terus-menerus akan dapat


mengembangkan pikiran anak dan lebih mampu berinteraksi dengan masyarakat,
dengan kebudayaan serta berbagai penemuannya, dan dengan kondisi-kondisi
kehidupan serta segala tuntutannya.

Tetapi tidak semua pengalaman sama dalam mewujudkan kebaikan umat manusia.
Dan selanjutnya tidak setiap perkembangan dapat digunakan untuk mencapai
kebaikan. Komplotan-komplotan para penjahat di Amerika umpamanya,
menggunakan penga-laman dan perkembangan intelektual serta keterampilan
mereka untuk merampok bank, dan menculik para pembesar atau anak-anak orang
kaya.

Apakah hal ini akan dipandang sebagai suatu tujuan pendidikan? Di kalangan
komplotan para penjahat, perilaku seperti ini memang merupakan tujuan yang
harus dicapai dalam mendidik anak-anak atau melatih para pegawai mereka,
bahkan itulah tujuan utama mereka. Tetapi pada hakikatnya, ia hanya merupakan
alat untuk melakukan kejahatan. Yang demikian itu, dikarenakan perkembangan,
pengalaman dan keterampilan ini bukan tujuan, melainkan hanya alat untuk
mencapai tujuan lain, yaitu mencapai kekayaan dengan cepat dan mendadak, atau
meminta kebebasan dari sebagian lapisan masyarakat, atau lain sebagainya.

Dari contoh ini dan dari seluruh sikap hidup, kita ketahui bahwa perkembangan
hanya merupakan alat untuk merealisasikan. tujuan yang lebih jauh.
Perkembangan adalah senjata yang mempunyai dua ujung yang tajam: jika sejak
kecil tidak diarahkan kepada tujuan tertinggi, maka setelah keluar kepada
masyarakat, anak akan menggunakan perkembangan itu untuk mencapai tujuan
yang hina atau perbuatan- perbuatan yang berbahaya.

Pendidikan Islam, yang meletakkan segala sesuatu pada tem-patnya yang alami,
memandang perkembangan dengan segala aspeknya sebagai alat untuk mencapai
tujuannya yang paling tinggi,yaitu: beribadah dan taat kepada Allah, serta
melaksanakan keadilan dan syari'at-Nya dalam seluruh urusan kehidupan individu
dan masyarakat. Islam sangat memperhatikan perkembangan dengan segala
bentuknya, yakni bahwa pendidikan Islam mengan-dung pemeliharaan
perkembangan dari segala aspeknya; fisik, intelektual, budi pekerti, sosial, estetis,
psikis dan instinktif; sambil mengarahkan perkembangan ini kepada pencapaian
tujuan tertinggi. Pencapaian ini memerlukan pembatasan dan penjelasan seba-
gaimana yang akan penyusun sajikan dalam point-point berikut :

a. Pendidikan Islam dan Perkembangan Fisik

Tidak diragukan, bahwa ketaatan,ibadah dan da'wah di jalan Allah, membutuhkan


usaha keras dan kekuatan fisik. Di dalam Hadits syarif disebutkan:

"Orang Mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
Mu'min yang lemah.”

Tidak diragukan pula, bahwa:(1) bunuh diri, membunuh orang dan melukai tubuh,
termasuk perkara yang diharamkan dan di. berikan balasannya oleh syara' di dunia
dan akhirat; (2) shalat, shaum dan haji mengandung hal-hal yang mengaktifkan
dan me-ngarahkan sebagian daya dan organ tubuh; dan (3) menyusui, mencukupi
serta memberi makan dan pakaian kepada anak,ter-masuk perkara yang
dibebankan kepada orang tua, atau wakilnya, atau kepada negara jika keluarga
tidak ada.

Kemudian Islam menganjurkan perkara yang menguatkan fisik seperti memanah,


menunggang kuda dan berenang.Rasulullah saw. pernah memperkenankan orang-
orang Habasyah (Abesinia) untuk bermain lembing, bahkan beliau dan Aisyah
mengintai permainan itu.

Rasulullah saw. pernah mengajak Rakanah, pahlawan kaum-nya pada masa itu,
untuk bergulat, dan beliau mampu mengalahkannya. Selain itu, beliau juga pernah
berlomba lari dengan Aisyah.

Seusai melaksanakan shalat maghrib, para shahabat berlomba dan berlatih


melempar panah. Rafi' bin Khudaij berkata:

"Kami shalat maghrib bersama Nabi saw., lalu salah se-orang di antara kami
pulang dalam keadaan dapat melihat tempat jatuh anak panahnya.”
(H.R.Bukhari,vol.I,hal.140,Darul Fikr)

Rasulullah saw. pernah menyelenggarakan pacuan kuda. Diriwayatkan melalui


Abdullah bin Umar r.a.:

"Bahwa Rasulullah saw. memperlombakan antara kuda yang telah dikuruskan dari
Hafya ke Tsaniyyatul Wada, dan memperlombakan kuda yang belum dikuruskan
dari Tsaniyyatul Wada ke masjid Bani Zuraiq....” (H.R. Bukhari dalam Fathul
Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari,vol.I,al- Mathba'ah as-Salafiyyah)

Demikianlah kita menyimak, bahwa pendidikan Islam mengan-dung


pengembangan fisik dan latihan anggota tubuh. Tetapi bersamaan dengan itu, ia
mengarahkan potensi-potensi ini kepada kebaikan manusia dan masyarakat, serta
melarang untuk memu-suhi dan berbuat kasar terhadap orang lain.

Pendidikan Islam mempunyai dua cara dalam mengarahkan potensi fisik:


Pertama: mengarahkannya kepada segala yang diridlai Allah, seperti menolong
orang yang membutuhkan pertolongan dan berjihad di jalan Allah.

Kedua: memperingatkannya dari segala yang dimurkai Allah, serta


mengisyaratkan hukuman bagi setiap tindak kekerasan dan penganiayaan yang
dilakukan oleh manusia siapa pun, walau bagai-manapun kekuatan dan
kedudukannya.

b.Pendidikan Islam dan Perkembangan Intelektual

Menurut pandangan Islam, akal merupakan kekuatan manusia yang paling vital.
Oleh karena itu, seluruh Rukun Iman didasarkan atas pemahaman akal.

Al-Quran telah berbicara dengan akal guna membuktikan kepadanya atas adanya
Allah. Ia mengajak manusia supaya berpikir tentang alam dan dirinya sendiri,
guna membuktikan kepada-nya bahwasanya Allah-lah yang berhak disembah.
Kemudian menyerukan supaya mengkiaskan pembangkitan di akhirat kepada
penciptaan dan kejadian pertama, guna membuktikan dengan metode deduksi atas
kebenaran akidah pembangkitan dan pembalasan. Ia memerintahkan supaya
berpikir tentang penciptaan langit dan bumi, serta mempelajari jejak kaum-kaum
terdahulu. Allah telah menurunkan al-Qur’an agar kita memahami maknanya dan
merenungi ayat-ayatnya, serta mengingkari orang-orang yang tidak menggunakan
akal mereka untuk memahami dan berpikir sehat. Kemudian menggambarkan
mereka sebagai orang-orang yang bisu, tuli dan buta, karena mereka tidak mau
berpikir tentang apa-apa yang dipindahkan oleh indra mereka dari apa-apa yang
dilihat dan didengar. Oleh karena mereka enggan untuk mengatakan kebenaran
yang dicenderungi oleh akal, maka mereka buta untuk melihat kebenaran, atau
tanda-tanda kekuasaan Allah di dalam jagat raya, dan tuli untuk mendengar hujjah
serta berpikir tentang kesudahan mereka.

Jika dihitung-hitung, kalimat ta'qilun dan ya'qilun terdapat dalam 48 ayat atau
tempat di dalam al-Quran, kalimat yatafakka-run dalam 17 tempat dan kalimat
yafqahun dalam 16 ayat. Di antara ayat-ayat ini ada yang menganjurkan supaya
berpikir, ada yang mengajak berbicara kepada orang-orang yang berakal saja
tanpa orang-orang yang tidak mau berpikir,dan ada pula yang Demikianlah, dalam
merealisasikan tujuannya yang tertinggi, yaitu beriman dan tunduk kepada Allah,
serta mengingat keagungan-Nya setiap manusia memperhatikan alam atau dirinya
sendiri. Pendidikan Islam menyeru akal agar menggunakan haknya dalam
memberikan bukti dan keterangan, merenungkan dan memperhatikan,serta
menggunakan hujjah yang logis. Juga menyerunya supaya menggunakan segala
apa yang ditundukkan Allah baginya di dalam alam, dan mempelajari kekuatan
alam dengan maksud mengetahuihukum-hukumnya untuk kemudian
dipergunakan. Dengan kata lain, pendidikan Islam mengembangkan akal dengan
metode yang paling luhur. Ia tidak memperkenankan akal untuk
sombong,sehingga tidak mau menerima kebenaran dan tidak membenarkan akal
untuk tuli, sehingga tidak mendengarkan hujjah yang logis. Sombong dan tuli
termasuk perilaku mengikuti hawa nafsu dan terus- menerus melakukan
kebatilan,demi mencapai suatu kedudukan, harta, kehormatan atau kemuliaan
yang palsu. Gejala ini nampak pada akal orang- orang awam yang tertipu dan
menyimpang.

Pendidikan Islam mengembangkan akal agar berpikir sehat, merendahkan diri,


tunduk kepada kebenaran, menjaga amanat ilmiah, mencari kebenaran tanpa
menuruti hawa nafsu, menggunakan apa yang diketahui, dan tidak merasa puas
dengan hanya memiliki ilmu teoritis. Pengetahuan saja tidak cukup, akan tetapi
harus disertai dengan penerapannya. Hal ini telah penyusun jelaskan dalam
pembicaraan tentang dampak-dampak edukatif dari asas pendidikan Islam.
Meskipun pendidikan Islam tidak digariskan secara jelas untuk mengembangkan
akal, namun tujuan akhirnya mencakup pengembangan intelektual dan fisik.
Pengembangan aspek intelektual ini diarahkan kepada: (a) ketelitian dalam
berpikir, menjaga amanat dan implementasinya; (b) usaha mengenal Allah pada
ayat-ayat dan makhluk-Nya; (c) melihat petunjuk, jauh dari hawa nafsu dan ikut-
ikutan secara buta; serta (d)mencari dalil dan pengetahuan yang yakin, dan jauh
dari prasangka.

c. Pendidikan Islam dan Perkembangan Sosial

Tujuan pendidikan Islam mencakup aspek sosial yang merupakan salah satu aspek
pendidikan:

1)Makna Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial atau aspek sosial dalam pendidikan mem-punyai banyak


makna, yang terpenting ialah:

a) Perkembangan perasaan sosial,seperti perasaan bersandar dan kecenderungan


fitriah kepada kelompok (ingroup feeling), serta suka meniru.

b) Perkembangan pengalaman sosial dan segala implikasinya, seperti: cara


berinteraksi dengan kelompok; pengetahuan tentang apa yang diharamkan,
disukai dan diwajibkan oleh kelompok kepada setiap individunya; dan bertingkah
laku didalam kelompok dan tata-cara hidup bersama.

c)Perkembangan konsep sosial dan tujuan bersama yang lahir dari dalam jiwa
setiap individu sebagai dampak dari pendidik. an sosial yang mereka peroleh, dan
dari partisipasi dalam hari-hari raya umat, ibadahnya, penampilan hidup
kelompoknya,atau usaha-usaha perekonomian atau pembelaan agama (termasuk
pem-belaan negara dan masyarakat).

Berikut ini akan penyusun jelaskan sejauh mana pendidikan Islam dengan tujuan
tertingginya mencakup makna-makna dan aspek-aspek sosial tersebut.

Pendidikan manusia agar ikhlas, tunduk, taat dan beribadah kepada Allah semata
dalam seluruh urusan hidupnya, pada puncaknya akan sampai kepada
pengembangan perasaan sosial dengan bentuknya yang sangat baik. Perkara
pertama yang ditetapkan oleh para sosiolog adalah, bahwa masyarakat terbentuk
dengan berkumpulnya suatu kelompok individu dan kebersamaan mereka dalam
berbagai konsepsi berpikir, tujuan dan kemaslahatan yang sama-sama mereka
pahami dan perjuangkan. Kebersamaan ini mengikat seluruh individu di antara
mereka,mengeratkan ikatan antara sebagian dengan sebagian yang lain dan
membuat mereka senang untuk hidup bersama,saling menolong dan menjamin di
antara mereka.

Tujuan yang kita kenal dimiliki oleh pendidikan Islam ini, merupakan salah satu
konsepsi bersama tertinggi yang paling mampu menghimpun berbagai individu
yang bercerai-berai, di samping mengikat qalbu serta perasaan mereka dengan
ikatan yang kuat. Ikatan ini tidak akan pernah berubah selama mereka
memeliharanya dengan melaksanakan tingkah laku praktis yang dihasilkan dari
ikatan tersebut, menyadari dan menghormati berbagai kondisi kehidupan
berdasarkan konsepsi Islam tentang alam dan kehidupan. Di antara rukun akidah
Islam adalah,bahwa seluruh asas ideal, ta'abbudiyah dan tasyri'iyyah pendidikan
Islam telah penyusun sajikan pada pasal terdahulu menghimpun suatu rangkaian
konsepsi bersama masyarakat Muslim. Konsepsi ini sangat berbeda dengan
seluruh konsepsi masyarakat non-MusIim ditinjau dari kedalaman, kesadaran,
kejelasan, kekokohan, keradikalan dan kelogisannya.

Anggota masyarakat non-Muslim memperoleh tradisi dan konsepsi sosialnya


melalui peniruan buta dan semangat membabi buta. Sedangkan pendidikan Islam
mensyaratkan kepada setiap individunya supaya: pertama-tama berpikir logis,
kemudian men-jaga kebersamaan kelompok dalam ibadah dan hari-hari raya,
berdasarkan kelogisan, kejelasan tujuan bersama, menjunjung tinggi tujuan ini
dan terhimpunnya aktivitas kelompok yang bertujuan. Hal ini dapat dilihat seperti
pada takbir bersama dalam Idul Adha, jihad dan sebagainya; shalat jamaah dengan
gerakan bersamanya, shalat Id dan Jum'at beserta khutbahnya, sampai kepada
shalat lima waktu. Semuanya wajib dilakukan secara berjamaah.

Demikianlah, konsepsi bersama yang Islami ini mempunyai andil besar dalam
membentuk kebudayaan dan pemikiran seorang Muslim, sebagai pedoman
pertama bagi tingkah laku sosial,dan kendali psikis yang tidak hanya berpengaruh
terhadap interaksi sosial, tetapi juga terhadap seluruh kondisi anak, baik
individual maupun sosial.

Dalam pendidikan Islam, masyarakat mempunyai kekuasaan yang besar dalam


memelihara syari'at dan akidah yang dianut oleh kelompok. Masyarakat tidak
akan turun dari singgasana kekuasaan ini, selama bersandar kepada Allah yang
mewakilkan kepada kelompok tugas saling menasehati supaya menegakkan
kebenaran dan menjauhi kemungkaran. Semua itu telah penyusun jabarkan beserta
sebagian dalilnya, baik dari al- Quran maupun dari Hadits.

Pendidikan Islam, dengan tujuan bersamanya: ikhlas meng-hambakan diri kepada


Allah, memadukan pikiran kebersandaran dan mengikatnya dengan tujuan
tertinggi ini. Seluruh manusia Pada dasarnya bersandar kepada satu umat yang
menganut aqidah tauhid dan menempuh jalan amar ma'ruf dan nahyi munkar.
Bangsa Arab sebelum Islam pernah tidak mengenal kebersandaran kepada satu
umat, sehingga datanglah al-Quran menjelaskan hal itu kepada mereka:

”Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah...”

(Q.S.3 Ali Imran:110)

Juga menjelaskan agar menjadikan Allah sebagai Pelindung:

'Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada kekha-watiran terhadap mereka


dan tidak (pula) mereka ber-sedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan
mereka selalu bertaqwa.” (Q.S.10 Yunus: 62-63)

Dijelaskan pula, bahwa sebagian orang Mu'min menjadi pelindung bagi


sesamanya. Mereka tidak boleh mencari pelindung dari kalangan orang- orang
yang bukan Mu'min. Mereka terikat oleh persaudaraan keimanan.

Demikianlah, dengan menanamkan makna ini di dalam jiwa anak, berarti


pendidikan Islam memelihara pengembangan benih-benih sosial padanya
berdasarkan suatu tujuan yang mulia, yang tidak terbatas oleh kesukuan,
kebangsaan, kenegaraan ataupun bahasa. Tidak akan terjadi penganiayaan
terhadap sesama Mu'min yang disebabkan oleh perbedaan bangsa dan tanah air.
Menurut pendidikan Islam, kebersaudaraan itu menjadi yang utama.
2) Pendidikan Islam dan Warga Negara yang Baik

Sebelum melangkah lebih lanjut kepada pembahasan tentang pendidikan Islam


dan warga negara yang baik, terlebih dahulu penyusun menyajikan makna warga
negara yang baik menurut pendidikan Barat dan kritik terhadapnya.

Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lain yang menjadikan tujuan


perkembangan sosial adalah pendidikan warga negara yang baik. Menurut
mereka, warga negara yang baik adalah yang dididik dengan pendidikan sosial
yang sesuai dengan masyarakat di mana dia tumbuh, serta yang merealisasikan
berbagai maslahat, tujuan dan tuntutan masyarakat itu. Warga negara yang baik
dalam konsep barat adalah yang mengabdi kepada tujuan bangsanya meskipun
tujuan ini mengharuskannya untuk menjajah, menghancurkan dan merampas
kekayaan bangsa-bangsa lemah. Dalam masyarakat komunis, warga negara harus
menjadi alat produksi yang diberjalankan oleh para pemimpin partai yang
berkuasa. Warga negara ini mengagungkan dan menjadikan mereka sebagai
arbában min dúnilláh (tuhan-tuhan selain Allah) yang memberlakukan syari'at
dan memberjalankan segala urusan hidupnya. Mereka mengagungkan diri dan
menakut-nakuti rakyatnya, serta memandang bahwa di tangan merekalah hidup,
mati dan rizkinya.

Oleh karena itu, menciptakan warga negara yang baik yang seiring sejalan dengan
masyarakatnya dalam kebenaran dan kebatilan tidak pantas dijadikan tujuan
pendidikan, tidak pula untuk membentuk kehidupan sosial yang sehat dan
konsepsi bersama bagi masyarakat yang lurus.

Sikap pendidikan Islam :

Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik warga negara Mu'min dan masyarakat
Muslim agar dapat merealisasikan ubudiyah kepada Allah semata. Dengan
terealisasinya tujuan ini, maka terealisasi pulalah segala keutamaan kehidupan
sosial, seperti saling menolong, bahu-membahu, menjamin dan mencintai. Di
samping itu, pendidikan Islam menanamkan pada anak rasa butuh untuk dekat
dengan masyarakat, bersandar kepadanya,cenderung kepada tradisi dan merasa
bangga dengan umat. Semua itu di-tanamkannya tanpa penyimpangan, kepatuhan
secara membuta,atau kehilangan watak dan kepribadian.

Dengan kata lain, pendidikan Islam memadukan secara seimbang antara


pendidikan kepribadian individual dengan pendidikan kecenderungan sosial, tanpa
salah satu di antara kedua pihak ini meremehkan yang lain, atau salah satu pihak
menyimpang dari kebaikan dan ketaatan kepada Allah, dari perealisasian syari'at-
Nya, dan dari konsistensi dalam hidup. d. Pendidikan Islam dan Tujuan Mencari
Rizki
Banyak remaja yang belajar dan memasuki perguruan tinggi dengan maksud
menciptakan lapangan kerja atau status sosial yang menjamin rizki mereka di
kemudian hari.

Tujuan ini memang disyari'atkan. Bahkan pendidikan yang mengabaikan tujuan


ini akan mempersempit cakrawalanya, serta menghalangi manusia untuk
mencapai keluhuran akhlak, berpikir dan berbudaya. Di samping itu pengabaian
tujuan ini kadangkala menjadikannya sebagai budak nafsunya, sehingga
kesenangannya adalah mengumpulkan harta, bermewah-mewah dan mencari
kesenangan hidup.

Oleh karena itu, pendidikan Islam mengarahkan tujuan tersebut dan tidak pernah
mengekang instink ini; yaitu instink mengumpulkan harta, keinginan untuk hidup
senang dan kekal.

Islam telah menjadikan pencarian harta sebagai salah satu alat ibadah dan
pendekatan diri kepada Allah. Syaratnya ialah bahwa mencari harta itu
dimaksudkan untuk memberi nafkah bagi keluarga, bagi dirinya sendiri, atau bagi
janda dan orang miskin; atau untuk mengeluarkan zakat harta atau menanam
tanaman guna dimakan burung atau manusia.

Diriwayatkan melalui Abu Mas'ud al-Anshari bahwa Nabi saw.bersabda: "Jika


orang Muslim mengeluarkan nafkah bagi keluarganya, sedangkan keluarga itu
mencari-carinya(nafkah itu), maka ia menjadi sedekah baginya.”

(Shahih Bukhari,vol. VII, Kitab Nafaqah, hal. 80)

Diriwayatkan melalui Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda:

”Orang-orang yang berusaha mencari nafkah untuk janda dan orang miskin,
bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah, atau orang yang bangun
malam(untuk shalat) dan menjalankan shaum pada waktu siang.” (Shahih
Bukhari,vol. VII, hal.81, Daru Ihya-it Turats al-Arabi,Beirut)

Dan diriwayatkan melalui Anas bin Malik bahwa Nabi saw. bersabda:

”Tidak ada seorang Muslim pun yang menanam tanaman, kemudian tanaman itu
dimakan oleh burung atau manusia atau binatang, kecuali tanaman itu akan
menjadi sedekah baginya.”

(H.R. Bukhari,Muslim dan Ahmad: Hadits ke-8 dari Silsilatul Ahadits ash-
Shahihah, Muhammad Nashirud-din al-Albani, al-Maktab al-Islami) Demikianlah,
tujuan pendidikan Islam, yaitu ikhlas beribadah kepada Allah, telah mencakup
proses pendidikan dari segala aspek-nya: pikiran,fisik, spiritual, sosial dan
individual.
e. Kelebihan Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam mempunyai beberapa kelebihan, karena ia merupakan


tujuan Rabbani. Sedangkan tujuan Rabbani mempunyai sifat- sifat sebagai
berikut:

1) Sempurna, kesempurnaannya bersumber pada kesempurnaan Ilahi.


Kesempurnaan tersebut menjauhkan kita dari berbagai kekurangan di segala
lapangan, serta mengarahkan kita kepada pencapaian berbagai keutamaan dan
kebaikan insani, baik individu maupun masyarakat.

2) Luas, mencakup seluruh aspek kehidupan dan psikis insani.

3) Umum bagi seluruh manusia. Oleh karena itu, ia bersifat humanis, tidak khusus
untuk kemaslahatan suatu umat atau bangsa tertentu saja.

4) Pantas untuk kekal dan abadi di setiap masa, karena ia datang dari Allah.

5) Sesuai dengan fitrah insani. Meski masa terus berlalu, namun fitrah manusia
tidak akan pernah berubah, mengingat bahwa ia adalah individu, anggota
kelompok, berasal dari darah dan daging serta mempunyai kecenderungan,
syahwat dan dorongan-dorongan instinktif. Ia adalah manusia yang mempunyai
akal, kehendak dan kemampuan untuk mengerjakan kebaikan atau kejahatan.

Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik seluruh kecende-rungan, dorongan dan


fitrah, kemudian mengarahkan semuanya kepada tujuannya yang tertinggi,
menuju ibadah kepada Allah Yang menciptakan manusia.

6) Subur, yang mengandung arti melahirkan buah yang baik. Dan bukan tujuan
yang mandul, karena ia tidak menjauhi fitrah, tidak pula menghalang-halangi
segala potensi manusia, bahkan sebaliknya menganjurkan agar terus memproduksi
hasil yang baik dan segala kebaikan yang dapat dipersembahkan kepada individu,
kelompok dan umat manusia.

7) Ia adalah tujuan yang jelas, dipahami dan dimengerti oleh seluruh manusia. Ia
sesuai dengan fitrah psikis dan intelektual, berdasarkan atas indra dan kesadaran,
serta diterima oleh pendidik dan pelajar seluruhnya.

8) Ia adalah tujuan yang melahirkan keseimbangan dan me-niadakan bentrokan


antara aspek-aspek kehidupan dengan jiwa. Bahkan ia memadukan semuanya
dalam satu tujuan yang mempunyai banyak cabang yang mencakup seluruh aspek
ini.

9) Ia adalah tujuan yang realistis, mudah dilaksanakan, dan mempengaruhi


tingkah laku seluruh manusia dengan perbedaan tarap perkembangan dan usia
mereka.
10) Ia adalah tujuan yang fleksible (lentur), mengikuti berbagai kondisi, dapat
mengikuti manusia di berbagai masa dan tempat. Fleksibilitas ini tidak akan
terhalang oleh gaya hidup dan mata pencaharian yang berbeda, seperti oleh
perniagaan, pertanian dan perindustrian.

Persyaratan terpenting tujuan pendidikan ini telah dipenuhi oleh tujuan


pendidikan Islam. Karena itu persyaratan tersebut menjadi ciri khas terpenting
yang membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan- pendidikan lain.

D.Pentingnya Pendidikan Keagamaan (Dengan Maknanya yang Khas) Dalam


Merealisasikan Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan keagamaan dalam kurikulum sekolah dimaksudkan sebagai apa yang


dipelajari dalam berbagai periode ajaran. Isinya mencakup pendidikan al-Quran,
Tauhid, Hadits, Fiqih, Tafsir, Kebudayaan Islami dan Perjalanan Hidup Nabi saw.

Subyek-subyek ini telah diletakkan guna menyempurnakan pendidikan anak


supaya: (1) benar-benar menjadi seorang Muslim dalam seluruh aspeknya: psikis,
sosial, spiritual, tingkah laku dan intelektual; (2) merealisasikan ubudiyah kepada
Allah swt. dengan segala makna yang terkandung di dalam tujuan ini, dan dengan
segala dampaknya, seperti dampak-dampak di dalam kehidupan,akidah, akal dan
pikiran.

1. Pendidikan Dengan Al-Quran dan Tujuannya

Tujuan jangka pendek dari pendidikan dengan al-Quran ialah mampu


membacanya dengan baik, memahaminya dengan baik dan menerapkan segala
ajarannya. Di sini terkandung segala ubudiyah dan ketaatan kepada Allah,
mengambil petunjuk dari kalam-Nya, taqwa kepada-Nya, melaksanakan segala
perintah-Nya dan tunduk kepada-Nya.

Dengan kata lain jika pelajaran al-Qur’an telah mampu merealisasikan tujuannya,
niscaya akan termasuk cara terbaik untuk merealisasikan tujuan tertinggi
pendidikan Islam dan dampak edukatif seluruh asas pendidikan ini, sebagaimana
telah penyusun jelaskan.

2. Pendidikan Dengan Mengikuti Rasul

Di antara hal yang menyempurnakan ubudiyah kepada Allah adalah mengikuti


Rasul-Nya dan melaksanakan ibadah, mu'amalah serta segala urusan hidup
berdasarkan petunjuk Rasul yang diutus oleh Allah untuk ditaati. Maka tujuan
pelajaran Hadits dan Perjalanan Hidup Nabi adalah untuk mengikuti Rasulullah
saw. Beliau adalah orang yang menyampaikan ajaran dari Rabb-nya, dan orang
yang memberi penjelasan tentang al-Qur’an serta syari'at Allah. Demikianlah,
ubudiyah dan ketundukan kepada Allah hanya akan dapat terealisasi jika kita
mengikuti petunjuk Nabi Muhammad saw. dalam segala ibadah, ketaatan dan
urusan hidup.

Inilah yang harus dicapai dari pelajaran Hadits dan Sirah (Perjalanan Hidup) Nabi
saw.

3. Pendidikan Keimanan Dalam Pelajaran Tauhid

Keimanan akan bertambah dengan menjalankan ketaatan, membaca al- Qur’an


dan merenungkan dampak rahmat Allah terhadap alam. Sedangkan asas keimanan
adalah memahami rukunnya, menyadari serta membenarkan dan meyakini
maknanya dengan penuh keyakinan.Keyakinan tersebut akan melahirkan
ketentraman jiwa dan kelurusan tingkah laku berdasarkan makna keimanan yang
dibenarkan oleh qalbu.

Pendidikan keimanan dimulai dari menjelaskan tujuan tertinggi pendidikan Islam,


yakni menjelaskan makna uluhiyah, Rububiyah dan makna ubudiyah manusia
kepada Allah semata serta sifat-sifat Ilahiyah yang tidak boleh disandarkan
kepada selain Allah.

Pendidikan aqidah Islamiyah di dalam pelajaran tauhid inilah yang mengenalkan


anak kepada tujuan tertinggi pendidikan Islam. Tujuan tertinggi pendidikan Islam
itu agar peserta didik: (a) ikhlas beribadah kepada Allah semata; (b) memahami
makna dan maksud ibadah dan tingkah laku hidup, yang pada gilirannya akan
mengantarkan anak kepada tujuan tertinggi itu; (c) menjauhi segala yang harus
dijauhinya, seperti segala manifestasi syirik dan aqidahnya, yang mengalihkan,
mengaburkan atau menyimpangkan tujuan pendidikan Islam, dalam memahami
dan menerapkan Islam.

Aspek dogmatis dari pelajaran Agama Islam ini merupakan aspek terpenting dan
pertama yang wajib diperhatikan, agar buah dan hasil pemahamannya relevan
dengan seluruh pelajaran. Diharapkan anak mengetahui, bahwa dia mempelajari
al-Qur’an dan mengagungkannya, karena ia kalam Ilahi dan jalan untuk ber-
munajat kepada-Nya, mengenal- Nya, tunduk kepada-Nya dan melaksanakan
segala perintah-Nya.

Dengan demikian kita telah menjelaskan kepada anak, sebagaimana telah


penyusun isyaratkan, bahwa dia mengikuti Rasulullah saw., karena Allah telah
memerintahkan kepada kita supaya mengikuti beliau.

4. 4. Mendidik Tingkah Laku Islami Dalam Pelajaran Fiqih Sebagaimana telah


dijelaskan ketika menyajikan asas-asas tasyri'iyah pendidikan Islam, bahwa
pelajaran fiqih merupakan kaidah terinci yang dipetik dari al-Quran dan as-
Sunnah. Kaidah tersebut menjelaskan:
(a)tata-cara beribadah dan bertingkah laku yang diridlai Allah dalam seluruh
urusan kehidupan, dan

b) tatanan hubungan sosial, sebagaimana diperintahkan Allah kepada kita untuk


merealisasikannya dalam seluruh hubungan kita dengan orang lain. Kaidah-kaidah
itu harus selalu dikaitkan dengan tujuan tertinggi, yaitu: (a) ketaatan kepada
Allah,(b) pengikutan petunjuk Rasulullah, (c) perealisasian ketundukan dan
ubudiyah sebagai-mana yang dikehendaki- Nya. Ini berarti bahwa pelajaran itu
jangan dipandang sebagai kaidah- kaidah hasil meringkas yang hanya di-hapal
sekedar untuk hapalan, atau untuk diketahui dan memberi fatwa kepada manusia
saja.

5. Pendidikan Islam dalam Pelajaran Kebudayaan Islam

Pelajaran kebudayaan Islami menyajikan berbagai masalah yang dibangkitkan


oleh pendidikan Barat dan kebudayaan non-Islami yang menodai aqidah Islam.
Kebudayaan non Islami itu berusaha menyimpangkan jiwa anak didik agar
meragukan dan menjauhkan kebudayaan Islami. Masalah dan pemikiran
paganistis yang kafir kepada Allah ini disajikan dalam bentuk yang menyilaukan
dan mengaburkan hakikat budaya Islami. Bentuk penyimpangan itu bermacam-
macam. Kadangkala terwujud dalam bentuk: (a) pencarian ilmu pengetahuan,
yaitu penghambaan kepada alam dan penyandaran hukum-hukum alam kepada
kekuatan-kekuatannya, (b) pencarian kesenian, yang pada hakikatnya di-
maksudkan untuk membangkitkan nafsu birahi dan mengikuti hawa nafsu yang
mengeluarkan manusia dari fitrahnya kepada perusakan fisik dan masyarakat, (c)
keadilan sosial, yang pada hakikatnya dimaksudkan agar menjadikan setan dan
para pengikutnya sebagai hakim dalam kemerdekaan, harta dan kekuatan hamba-
hamba.Jadilah manusia budak para thaghut yang ditakuti, seperti menakuti Allah.

Pelajaran kebudayaan Islami inilah yang menyingkap kedok kepalsuan


penyimpangan yang kafir ini. Dengan kebudayaan Islami diharapkan anak
kembali dalam keadaan tenteram, puas dan senang beribadah kepada Allah
semata, mentauhidkan-Nya dan merasakan keagungan syari'at serta keadilan-Nya
yang hakiki yang tidak ada keadilan dan kebahagiaan tanpa mengikutinya.

Demikianlah, seluruh aspek pendidikan Islam dengan makna akademisnya yang


khas berusaha merealisasikan tujuan akhir pendidikan Islam dengan makna
pedagogisnya yang umum. Tujuannya ialah melahirkan generasi Muslim yang
mampu me-laksanakan ubudiyah kepada Allah.

Pendidikan Islami, dengan maknanya yang khas, membentuk asas pendidikan


kehidupan anak Muslim dari segala aspeknya. Pendidikan ini mengembangkan
batas terdekat konsep-konsep berpikir Islam tentang alam dan kehidupan; dan
batas terdekat adat tingkah laku, perasaan
Islami-Rabbani, aqidah tauhid,kaidah-kaidah syari'at dan sabda Rasulullah saw.
Atas dasar inilah dan dari titik tolak inilah orang Muslim mendasarkan seluruh
kehidupannya di bidang intelek, psikis, emosional maupun sosial. Dengan
demikian, maka pendidikan keagamaan memahkotai proses pendidikan yang
dilakukan oleh sekolah. Pendidikan agama mengarahkan dan memelihara proses
pendidikan di sekolah, serta membuatnya mampu merealisasikan tujuan akhir
dalam se-luruh fenomena kehidupan persekolahan, aktivitas, ilmu, tingkah laku
dan akhlak. Ia mengarahkan para pemuda kepada perealisa-sian tujuan akhir
mereka di belakang kehidupan sekolah.

Tujuan yang mencakup segala aspek pendidikan ini membimbing makhluk insani
supaya memeluk Agama yang haq, Agama tauhid, mengikuti segala hukumnya
dan ikhlas beribadah kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai