HAL 88-107
BAB. IV
1. Makna Tujuan
Hasil yang dicapai oleh pelajar itu mungkin sesuai dengan tujuan, mungkin tidak,
mungkin pula hanya merealisasikan sebagian dari tujuan itu. Oleh sebab itu, hasil
dan pendorong bukanlah tujuan.Hasil adalah apa yang dicapai oleh manusia dan
lahir dari tingkah laku, baik sudah merealisasikan tujuan maupun belum. Tujuan
adalah apa yang dicanangkan oleh manusia, diletakkannya sebagai pusat
perhatian, dan demi merealisasikannyalah dia menata tingkah lakunya. Sedangkan
pendorong adalah pengajak, baik fisiologis maupun psikis, yang membangkitkan
seseorang untuk berbuat, atau yang memberikan santapan kepada kekuatan
pembangkit perbuatan itu di dalam jiwa dan tubuh. Pendorong itu meng-
gerakkannya hingga dapat merealisasikan tujuan utama yang penting bagi
eksistensi manusia, baik dia mengetahui tujuan itu dengan akal dan ruhnya
maupun tidak.
Tetapi jika dikatakan sekali lagi kepada orang ini, "Berjalanlah pada jalan ini. Di
ujung jalan nanti anda akan mendapatkan sebuah kebun yang indah”, sedangkan
orang ini tengah lapar dan siap untuk makan, dia akan segera pergi dengan
gembira dan senang hati, dan akan memotong jalan dengan tubuh yang tegar dan
penuh kegigihan, serta dalam waktu yang relatif singkat. Apalagi kalau dilukiskan
bahwa para pemilik kebun itu adalah orang-orang yang dermawan yang akan
mengajak seluruh utusan untuk makan bersama mereka di tepian air terjun dan air
mancur, maka perjalanan itu akan cepat-cepat dilaksanakan. Jelaslah bahwa
tujuan memang mengarahkan aktivitas, mendorong untuk bekerja, dan membantu
mencapai keberhasilan.
Dari contoh ini dapat kita ketahui dengan jelas,bahwa menentukan tujuan
mempunyai kepentingan yang membuat tujuan itu menjadi kebutuhan mutlak bagi
setiap macam tingkah laku yang sadar. Lantas bagaimana dengan proses
pendidikan yang di-maksudkan untuk mengarahkan generasi, membina umat, dan
menentukan pola bertingkah laku dalam kehidupan ini dengan
bahagia,teratur,saling membahu, konsisten, optimis, senang, berani,sadar, penuh
pemikiran dan rapi?
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sadar dan bertujuan, dan Allah telah
meletakkan asas-asasnya bagi seluruh manusia di dalam syari'at ini. Oleh sebab
itu, sudah semestinya pengkaji pendidikan ini lebih dahulu menjelaskan tujuannya
yang luhur dan luas, yang telah ditetapkan oleh Allah bagi seluruh
manusia,sebelum mulai menerangkan metoda dan beberapa ciri khasnya, karena
tujuanlah yang menentukan metode. Untuk mengetahui tujuan pendidikan Islam,
ada baiknya penyusun singgung kembali asas-asas pendidikan Islam pada Bab.
III, dan pandangan Islam tentang alam, kehidupan dan tujuan hidup.
Telah diterangkan, bahwa Allah menciptakan alam ini dengan tujuan tertentu.
Allah mengadakan manusia di muka bumi untuk menjadi khalifah yang akan
melaksanakan ketaatan kepada Allah dan mengambil petunjuk- Nya, dan
menundukkan apa yang ada di langit dan bumi untuk mengabdi kepada
kepentingan hidup ma-nusia dan merealisasikan hidup itu. Kemudian Allah
meminta kepada manusia supaya merenungkan segala yang ada di dalam alam,
agar dengan demikian dia dapat membuktikan keagungan Allah,sehingga yang
demikian itu dapat mendorongnya untuk menaati dan mencintai Allah, serta
tunduk kepada segala perintah-Nya dan bermunajat kepada-Nya. Allah
menjadikan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kesiapan untuk berbuat
ke-baikan maupun kejahatan, dan mengutus para Rasul-Nya kepada umat manusia
agar membimbing mereka untuk beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya.
Allah telah menetapkan ajal bagi alam dan kehidupan duniawi ini yang berakhir
pada waktu yang telah ditentukan di sisi-Nya. Kemudian alam dan kehidupan
duniawi itu musnah. Setelah itu Allah menciptakan manusia dalam keadaan baru
dan alam yang baru,agar Allah menghisab segala amal mereka; membalas orang
yang berbuat kejahatan dan kufur kepada nikmat Allah, para Rasul dan syari'at-
Nya dengan neraka yang abadi; dan membalas orang yang berbuat kebaikan,
beriman kepada Allah,mensyukuri nikmat-Nya dan mengikuti Rasul serta Kitab-
Nya dengan surga yang abadi.
Dari pandangan Islam tentang alam ini tampaklah dengan jelas, bahwa tujuan
asasi dari adanya manusia di dalam alam ini adalah beribadah dan tunduk kepada
Allah, serta menjadi khalifah di muka bumi untuk memakmurkannya dengan
melaksanakan sya-ri'at dan menaati Allah. Allah swt. telah menjelaskan tujuan ini
di dalam firman-Nya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.”
(QS.51 ad-Dzariat:56)
Jika ini tujuan hidup manusia, maka pendidikannya pun harus mempunyai tujuan
yang sama, yaitu: mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku
serta perasaannya berdasarkan Islam.(Lihat Bab. III).
Untuk merealisasikan tujuan ini, tidak hanya terpusat pada pengurasan tenaga
untuk melaksanakan upacara peribadatan, kegiatan di masjid dan pembacaan al-
Qur’an, sebagaimana tampak pada sebagian orang untuk pertama kalinya.
Ketaatan dan ibadah kepada Allah tidak hanya terpusat pada upacara peribadatan,
bahkan mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal itu telah penyu-sun jelaskan pada
pasal terdahulu ketika menyajikan masalah ibadah dalam rangkaian asas-asas
pendidikan Islam.
Atas dasar ini, maka seluruh tujuan pendidikan yang diakui oleh pendidikan barat
dewasa ini,sebenarnya telah tercakup dalam tujuan akhir pendidikan Islam.
Pendidikan Islam telah menjunjung tinggi dan mengarahkan tujuan itu kepada
arah ideal, sehingga pendidikan terhindar dari penyimpangan atau keter-
gelinciran, mengabdi kepada kemanusiaan serta mewujudkan ke-bahagiaan
individu dan masyarakat.
Jika setiap anak tumbuh sedangkan dia melihat bahwa masyarakat dan alam
secara keseluruhannya merupakan suatu lapangan bagi kepribadiannya tanpa
kepribadian ini mempunyai suatu tujuan luhur yang mengarahkan berbagai
potensinya,maka masyarakat macam apakah yang akan dipersembahkan oleh
pendidikan ini kepada kita?
Kedua: bahwa kebebasan pribadi membutuhkan tujuan tertinggi yang terpadu dan
direalisasikan oleh pribadi-pribadi ini, dengan tetap memberikan lapangan gerak
kepada setiap pribadi untuk merealisasikan perbedaan individualnya.
Tujuan tertinggi ini belum pernah dicatat oleh orang-orang yang menyerukan
tujuan "perealisasian kepribadian”, meski Bersey Nan pernah mengisyaratkan
sebagai berikut:
”Adalah keliru, jika orang berkeyakinan bahwa teori kami ini tidak membedakan
antara contoh yang baik bagi kehi-dupan dengan contoh yang buruk, tidak pula
antara macam-macam kepribadian yang harus terus dihidupkan dengan macam-
macam kepribadian yang harus dipadamkan...” Hanya saja, dalam isyaratnya ini
dia tidak bersandar kepada suatu prinsip atau standar kebaikan dan kejahatan.
Kalaupun dia meletakkan sebuah prinsip, pasti dalam hal ini dia akan berselisih
dengan para pendidik dan filosof lainnya,kemudian orang-orang akan senantiasa
berselisih. Oleh
sebab itu, harus ada standar Ilahi yang membuat manusia sepakat terhadap materi
ini.Standar produk manusia berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kondisi sosial,
psikis dan keluarga mereka; dan tidak ada satu pun di antaranya yang dapat
digunakan untuk mendidik seluruh umat manusia. Mengenai bagaimana tujuan
pendidikan Islam yaitu ikhlas beribadah kepada Allah mencakup tujuan
"merealisasikan kepribadian", penyusun sajikan penjabarannya sebagai berikut:
c. Allah menjadikan tujuan tertinggi, yaitu ketaatan dan ibadah kepada Allah,
sebagai standar untuk membedakan antara kepribadian yang baik dengan
kepribadian yang buruk; atau untuk membedakan antara perealisasian kepribadian
di jalan kebaikan dengan perealisasiannya dijalan kejahatan. Uraian tentang
standar ini telah dipaparkan di dalam kitab-kitab fiqih dan tauhid, serta dalam
ayat-ayat al-Quran dan Hadits Rasulullah saw.
d. Dalam sebagian ayat dan Hadits Nabi, telah ditetapkan suatu tuntutan agar
setiap manusia bekerja sesuai dengan kemam-puan dan kesiapan kepribadiannya.
Di antara ayat tersebut adalah firman Allah Ta'ala:
Firman-Nya:
Dan katakanlah, "Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang- orang
Mu'min akan melihat pekerjaan kalian...”(Q.S.9 at-Taubah:105) kebaikan, dan
menjadikan prinsip pembalasan berdasarkan amal: jika amal itu baik, maka
balasannya baik; dan jika buruk, maka buruk pulalah balasannya. Allah
menghisab setiap amal manusia, meskipun hanya sebesar biji sawi, kemudian
melipatgandakan balasannya bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya. Tidak ada
perbedaan dalam hal ini antara laki-laki dengan wanita, dan tidak ada kelebihan
bagi orang Arab atas non-Arab, kecuali dengan taqwa berupa amal yang
membuktikan ketakutan kepada siksa Allah, dan ketundukan serta ketaatan
kepada-Nya.
(al-Hadits)
Allah menciptakan setiap makhluk dan manusia untuk suatu tujuan atau tugas,
serta membekalinya dengan berbagai kemampu-an dan kecakapan tertentu.
Kemudian Allah memudahkan lapang-an-lapanġan baginya sesuai dengan
kepribadiannya,kecakapan dan kemampuannya. Untuk itu, Allah memerintahkan
kepadanya supaya bekerja dan berusaha mewujudkan tujuan tertingginya se-suai
dengan kemampuan dan kepribadiannya.
Ada kalimat yang baik dan perlu dijadikan bahan renungan berkenaan dengan ini,
yaitu perkataan seorang pendidik besar, Ibnu Qayyim al- Jauziyyah, di dalam
kitabnya, ”Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud”:
"Dan di antara hal yang patut dijadikan sandaran ialah keadaan anak, dan
pekerjaan yang telah disediakan serta disiapkan bagi-nya dan diizinkan oleh
syara'. Jika diketahui bahwa pekerjaan itu memang telah diciptakan baginya, maka
janganlah dia dibebani untuk mengerjakan yang lainnya. Jika dia dibebani untuk
mengerjakan apa yang tidak dipersiapkan baginya,maka pekerjaan itu tidak akan
berhasil dan dia akan ketinggalan apa yang telah disediakan baginya. Jika terlihat
dia mempunyai daya pemahaman yang baik, daya berpikir yang benar, daya hapal
yang baik dan dia sadar, maka ini adalah tanda-tanda kesiapan dan kesediaannya
untuk menerima ilmu guna diukirkan pada lembaran qalbunya selagi masih
kosong. Alasannya ialah bahwa,dalam kondisi seperti ini, ilmu akan melekat,
tetap dan tumbuh dengan suci. Jika terlihat berbeda dengan itu dari segala segi,
dan tampak mempunyai kesiapan untuk menjadi ahli perkudaan dan hal- hal yang
berkenaan dengannya, maka tetapkanlah dia untuk menekuni masalah ini, karena
akan bermanfaat bagi dirinya dan Kaum Muslimin. Demikian juga jika terlihat
berbeda dengan itu dan dia tidak diciptakan untuknya, serta tampak mempunyai
kecenderungan, kesiapan dan hasrat kepada masalah perindustrian, sedangkan
perindustrian dibolehkan oleh syara' dan bermanfaat bagi manusia, maka
tetapkanlah dia untuk itu. Tetapi semua ini setelah menga-jarkan kepadanya apa-
apa yang dibutuhkannya di dalam Agama-nya”28).
Tetapi tidak semua pengalaman sama dalam mewujudkan kebaikan umat manusia.
Dan selanjutnya tidak setiap perkembangan dapat digunakan untuk mencapai
kebaikan. Komplotan-komplotan para penjahat di Amerika umpamanya,
menggunakan penga-laman dan perkembangan intelektual serta keterampilan
mereka untuk merampok bank, dan menculik para pembesar atau anak-anak orang
kaya.
Apakah hal ini akan dipandang sebagai suatu tujuan pendidikan? Di kalangan
komplotan para penjahat, perilaku seperti ini memang merupakan tujuan yang
harus dicapai dalam mendidik anak-anak atau melatih para pegawai mereka,
bahkan itulah tujuan utama mereka. Tetapi pada hakikatnya, ia hanya merupakan
alat untuk melakukan kejahatan. Yang demikian itu, dikarenakan perkembangan,
pengalaman dan keterampilan ini bukan tujuan, melainkan hanya alat untuk
mencapai tujuan lain, yaitu mencapai kekayaan dengan cepat dan mendadak, atau
meminta kebebasan dari sebagian lapisan masyarakat, atau lain sebagainya.
Dari contoh ini dan dari seluruh sikap hidup, kita ketahui bahwa perkembangan
hanya merupakan alat untuk merealisasikan. tujuan yang lebih jauh.
Perkembangan adalah senjata yang mempunyai dua ujung yang tajam: jika sejak
kecil tidak diarahkan kepada tujuan tertinggi, maka setelah keluar kepada
masyarakat, anak akan menggunakan perkembangan itu untuk mencapai tujuan
yang hina atau perbuatan- perbuatan yang berbahaya.
Pendidikan Islam, yang meletakkan segala sesuatu pada tem-patnya yang alami,
memandang perkembangan dengan segala aspeknya sebagai alat untuk mencapai
tujuannya yang paling tinggi,yaitu: beribadah dan taat kepada Allah, serta
melaksanakan keadilan dan syari'at-Nya dalam seluruh urusan kehidupan individu
dan masyarakat. Islam sangat memperhatikan perkembangan dengan segala
bentuknya, yakni bahwa pendidikan Islam mengan-dung pemeliharaan
perkembangan dari segala aspeknya; fisik, intelektual, budi pekerti, sosial, estetis,
psikis dan instinktif; sambil mengarahkan perkembangan ini kepada pencapaian
tujuan tertinggi. Pencapaian ini memerlukan pembatasan dan penjelasan seba-
gaimana yang akan penyusun sajikan dalam point-point berikut :
"Orang Mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
Mu'min yang lemah.”
Tidak diragukan pula, bahwa:(1) bunuh diri, membunuh orang dan melukai tubuh,
termasuk perkara yang diharamkan dan di. berikan balasannya oleh syara' di dunia
dan akhirat; (2) shalat, shaum dan haji mengandung hal-hal yang mengaktifkan
dan me-ngarahkan sebagian daya dan organ tubuh; dan (3) menyusui, mencukupi
serta memberi makan dan pakaian kepada anak,ter-masuk perkara yang
dibebankan kepada orang tua, atau wakilnya, atau kepada negara jika keluarga
tidak ada.
Rasulullah saw. pernah mengajak Rakanah, pahlawan kaum-nya pada masa itu,
untuk bergulat, dan beliau mampu mengalahkannya. Selain itu, beliau juga pernah
berlomba lari dengan Aisyah.
"Kami shalat maghrib bersama Nabi saw., lalu salah se-orang di antara kami
pulang dalam keadaan dapat melihat tempat jatuh anak panahnya.”
(H.R.Bukhari,vol.I,hal.140,Darul Fikr)
"Bahwa Rasulullah saw. memperlombakan antara kuda yang telah dikuruskan dari
Hafya ke Tsaniyyatul Wada, dan memperlombakan kuda yang belum dikuruskan
dari Tsaniyyatul Wada ke masjid Bani Zuraiq....” (H.R. Bukhari dalam Fathul
Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari,vol.I,al- Mathba'ah as-Salafiyyah)
Menurut pandangan Islam, akal merupakan kekuatan manusia yang paling vital.
Oleh karena itu, seluruh Rukun Iman didasarkan atas pemahaman akal.
Al-Quran telah berbicara dengan akal guna membuktikan kepadanya atas adanya
Allah. Ia mengajak manusia supaya berpikir tentang alam dan dirinya sendiri,
guna membuktikan kepada-nya bahwasanya Allah-lah yang berhak disembah.
Kemudian menyerukan supaya mengkiaskan pembangkitan di akhirat kepada
penciptaan dan kejadian pertama, guna membuktikan dengan metode deduksi atas
kebenaran akidah pembangkitan dan pembalasan. Ia memerintahkan supaya
berpikir tentang penciptaan langit dan bumi, serta mempelajari jejak kaum-kaum
terdahulu. Allah telah menurunkan al-Qur’an agar kita memahami maknanya dan
merenungi ayat-ayatnya, serta mengingkari orang-orang yang tidak menggunakan
akal mereka untuk memahami dan berpikir sehat. Kemudian menggambarkan
mereka sebagai orang-orang yang bisu, tuli dan buta, karena mereka tidak mau
berpikir tentang apa-apa yang dipindahkan oleh indra mereka dari apa-apa yang
dilihat dan didengar. Oleh karena mereka enggan untuk mengatakan kebenaran
yang dicenderungi oleh akal, maka mereka buta untuk melihat kebenaran, atau
tanda-tanda kekuasaan Allah di dalam jagat raya, dan tuli untuk mendengar hujjah
serta berpikir tentang kesudahan mereka.
Jika dihitung-hitung, kalimat ta'qilun dan ya'qilun terdapat dalam 48 ayat atau
tempat di dalam al-Quran, kalimat yatafakka-run dalam 17 tempat dan kalimat
yafqahun dalam 16 ayat. Di antara ayat-ayat ini ada yang menganjurkan supaya
berpikir, ada yang mengajak berbicara kepada orang-orang yang berakal saja
tanpa orang-orang yang tidak mau berpikir,dan ada pula yang Demikianlah, dalam
merealisasikan tujuannya yang tertinggi, yaitu beriman dan tunduk kepada Allah,
serta mengingat keagungan-Nya setiap manusia memperhatikan alam atau dirinya
sendiri. Pendidikan Islam menyeru akal agar menggunakan haknya dalam
memberikan bukti dan keterangan, merenungkan dan memperhatikan,serta
menggunakan hujjah yang logis. Juga menyerunya supaya menggunakan segala
apa yang ditundukkan Allah baginya di dalam alam, dan mempelajari kekuatan
alam dengan maksud mengetahuihukum-hukumnya untuk kemudian
dipergunakan. Dengan kata lain, pendidikan Islam mengembangkan akal dengan
metode yang paling luhur. Ia tidak memperkenankan akal untuk
sombong,sehingga tidak mau menerima kebenaran dan tidak membenarkan akal
untuk tuli, sehingga tidak mendengarkan hujjah yang logis. Sombong dan tuli
termasuk perilaku mengikuti hawa nafsu dan terus- menerus melakukan
kebatilan,demi mencapai suatu kedudukan, harta, kehormatan atau kemuliaan
yang palsu. Gejala ini nampak pada akal orang- orang awam yang tertipu dan
menyimpang.
Tujuan pendidikan Islam mencakup aspek sosial yang merupakan salah satu aspek
pendidikan:
c)Perkembangan konsep sosial dan tujuan bersama yang lahir dari dalam jiwa
setiap individu sebagai dampak dari pendidik. an sosial yang mereka peroleh, dan
dari partisipasi dalam hari-hari raya umat, ibadahnya, penampilan hidup
kelompoknya,atau usaha-usaha perekonomian atau pembelaan agama (termasuk
pem-belaan negara dan masyarakat).
Berikut ini akan penyusun jelaskan sejauh mana pendidikan Islam dengan tujuan
tertingginya mencakup makna-makna dan aspek-aspek sosial tersebut.
Pendidikan manusia agar ikhlas, tunduk, taat dan beribadah kepada Allah semata
dalam seluruh urusan hidupnya, pada puncaknya akan sampai kepada
pengembangan perasaan sosial dengan bentuknya yang sangat baik. Perkara
pertama yang ditetapkan oleh para sosiolog adalah, bahwa masyarakat terbentuk
dengan berkumpulnya suatu kelompok individu dan kebersamaan mereka dalam
berbagai konsepsi berpikir, tujuan dan kemaslahatan yang sama-sama mereka
pahami dan perjuangkan. Kebersamaan ini mengikat seluruh individu di antara
mereka,mengeratkan ikatan antara sebagian dengan sebagian yang lain dan
membuat mereka senang untuk hidup bersama,saling menolong dan menjamin di
antara mereka.
Tujuan yang kita kenal dimiliki oleh pendidikan Islam ini, merupakan salah satu
konsepsi bersama tertinggi yang paling mampu menghimpun berbagai individu
yang bercerai-berai, di samping mengikat qalbu serta perasaan mereka dengan
ikatan yang kuat. Ikatan ini tidak akan pernah berubah selama mereka
memeliharanya dengan melaksanakan tingkah laku praktis yang dihasilkan dari
ikatan tersebut, menyadari dan menghormati berbagai kondisi kehidupan
berdasarkan konsepsi Islam tentang alam dan kehidupan. Di antara rukun akidah
Islam adalah,bahwa seluruh asas ideal, ta'abbudiyah dan tasyri'iyyah pendidikan
Islam telah penyusun sajikan pada pasal terdahulu menghimpun suatu rangkaian
konsepsi bersama masyarakat Muslim. Konsepsi ini sangat berbeda dengan
seluruh konsepsi masyarakat non-MusIim ditinjau dari kedalaman, kesadaran,
kejelasan, kekokohan, keradikalan dan kelogisannya.
Demikianlah, konsepsi bersama yang Islami ini mempunyai andil besar dalam
membentuk kebudayaan dan pemikiran seorang Muslim, sebagai pedoman
pertama bagi tingkah laku sosial,dan kendali psikis yang tidak hanya berpengaruh
terhadap interaksi sosial, tetapi juga terhadap seluruh kondisi anak, baik
individual maupun sosial.
”Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah...”
Oleh karena itu, menciptakan warga negara yang baik yang seiring sejalan dengan
masyarakatnya dalam kebenaran dan kebatilan tidak pantas dijadikan tujuan
pendidikan, tidak pula untuk membentuk kehidupan sosial yang sehat dan
konsepsi bersama bagi masyarakat yang lurus.
Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik warga negara Mu'min dan masyarakat
Muslim agar dapat merealisasikan ubudiyah kepada Allah semata. Dengan
terealisasinya tujuan ini, maka terealisasi pulalah segala keutamaan kehidupan
sosial, seperti saling menolong, bahu-membahu, menjamin dan mencintai. Di
samping itu, pendidikan Islam menanamkan pada anak rasa butuh untuk dekat
dengan masyarakat, bersandar kepadanya,cenderung kepada tradisi dan merasa
bangga dengan umat. Semua itu di-tanamkannya tanpa penyimpangan, kepatuhan
secara membuta,atau kehilangan watak dan kepribadian.
Oleh karena itu, pendidikan Islam mengarahkan tujuan tersebut dan tidak pernah
mengekang instink ini; yaitu instink mengumpulkan harta, keinginan untuk hidup
senang dan kekal.
Islam telah menjadikan pencarian harta sebagai salah satu alat ibadah dan
pendekatan diri kepada Allah. Syaratnya ialah bahwa mencari harta itu
dimaksudkan untuk memberi nafkah bagi keluarga, bagi dirinya sendiri, atau bagi
janda dan orang miskin; atau untuk mengeluarkan zakat harta atau menanam
tanaman guna dimakan burung atau manusia.
”Orang-orang yang berusaha mencari nafkah untuk janda dan orang miskin,
bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah, atau orang yang bangun
malam(untuk shalat) dan menjalankan shaum pada waktu siang.” (Shahih
Bukhari,vol. VII, hal.81, Daru Ihya-it Turats al-Arabi,Beirut)
Dan diriwayatkan melalui Anas bin Malik bahwa Nabi saw. bersabda:
”Tidak ada seorang Muslim pun yang menanam tanaman, kemudian tanaman itu
dimakan oleh burung atau manusia atau binatang, kecuali tanaman itu akan
menjadi sedekah baginya.”
(H.R. Bukhari,Muslim dan Ahmad: Hadits ke-8 dari Silsilatul Ahadits ash-
Shahihah, Muhammad Nashirud-din al-Albani, al-Maktab al-Islami) Demikianlah,
tujuan pendidikan Islam, yaitu ikhlas beribadah kepada Allah, telah mencakup
proses pendidikan dari segala aspek-nya: pikiran,fisik, spiritual, sosial dan
individual.
e. Kelebihan Tujuan Pendidikan Islam
3) Umum bagi seluruh manusia. Oleh karena itu, ia bersifat humanis, tidak khusus
untuk kemaslahatan suatu umat atau bangsa tertentu saja.
4) Pantas untuk kekal dan abadi di setiap masa, karena ia datang dari Allah.
5) Sesuai dengan fitrah insani. Meski masa terus berlalu, namun fitrah manusia
tidak akan pernah berubah, mengingat bahwa ia adalah individu, anggota
kelompok, berasal dari darah dan daging serta mempunyai kecenderungan,
syahwat dan dorongan-dorongan instinktif. Ia adalah manusia yang mempunyai
akal, kehendak dan kemampuan untuk mengerjakan kebaikan atau kejahatan.
6) Subur, yang mengandung arti melahirkan buah yang baik. Dan bukan tujuan
yang mandul, karena ia tidak menjauhi fitrah, tidak pula menghalang-halangi
segala potensi manusia, bahkan sebaliknya menganjurkan agar terus memproduksi
hasil yang baik dan segala kebaikan yang dapat dipersembahkan kepada individu,
kelompok dan umat manusia.
7) Ia adalah tujuan yang jelas, dipahami dan dimengerti oleh seluruh manusia. Ia
sesuai dengan fitrah psikis dan intelektual, berdasarkan atas indra dan kesadaran,
serta diterima oleh pendidik dan pelajar seluruhnya.
Dengan kata lain jika pelajaran al-Qur’an telah mampu merealisasikan tujuannya,
niscaya akan termasuk cara terbaik untuk merealisasikan tujuan tertinggi
pendidikan Islam dan dampak edukatif seluruh asas pendidikan ini, sebagaimana
telah penyusun jelaskan.
Inilah yang harus dicapai dari pelajaran Hadits dan Sirah (Perjalanan Hidup) Nabi
saw.
Aspek dogmatis dari pelajaran Agama Islam ini merupakan aspek terpenting dan
pertama yang wajib diperhatikan, agar buah dan hasil pemahamannya relevan
dengan seluruh pelajaran. Diharapkan anak mengetahui, bahwa dia mempelajari
al-Qur’an dan mengagungkannya, karena ia kalam Ilahi dan jalan untuk ber-
munajat kepada-Nya, mengenal- Nya, tunduk kepada-Nya dan melaksanakan
segala perintah-Nya.
Tujuan yang mencakup segala aspek pendidikan ini membimbing makhluk insani
supaya memeluk Agama yang haq, Agama tauhid, mengikuti segala hukumnya
dan ikhlas beribadah kepada Allah.