Anda di halaman 1dari 2

Antibodi dan Kekebalan Corona Bisa Hilang Setelah

Pasien Sembuh
Tes darah di laboratorium untuk melacak Covid-19 dan terbentuknya antibodi virus corona
(Picture Alliance/Zoonar/R.Kneschke-DW.com)

Oleh : P2PTM Kemenkes RI


Riset pada pasien Covid-19 yang sembuh tunjukkan, perlindungan kekebalan tubuhnya
terhadap corona turun bahkan hilang setelah dua atau tiga bulan. Ini memicu pertanyaan
ilmuwan mengenai pengembangan vaksinnya.
Orang yang sembuh dari infeksi virus biasanya punya respons kekebalan dan
mengembangkan proteksi terhadap penyakit bersangkutan. Sistem kekebalan tubuh
memproduksi antibodi, yang mampu mengenali virusnya jika menyerang untuk kedua kali.
Antibodi juga tahu cara memeranginya.

Namun dalam kasus virus corona SARS-CoV-2 pemicu Covid-19, penelitian terbaru yang
dilakukan di rumah sakit Schwabing di München Jerman, menunjukkan adanya
penyimpangan dari hal lazim itu. Clemens Wendtner, dokter kepala di rumah sakit itu,
melakukan rangkaian pengujian kekebalan pasien Covid-19, yang dirawat akhir Januari 2020
dan dinyatakan sembuh. 

Tes menunjukkan turunnya jumlah antibodi pada tubuh mereka secara signifikan. Wendtner
mengatakan bahwa "antibodi yang menghentikan serangan virus, menghilang hanya dalam
waktu dua sampai tiga bulan pada empat dari 9 pasien yang dimonitor."Hasil pemantauan
tersebut juga serupa dengan investigasi yang sudah dilakukan di Cina. Riset di Cina juga
menunjukkan, antibodi virus SARS-CoV-2 pada bekas pasien Covid-19 tidak ada lagi dalam
darah mereka. Dalam kondisi seperti ini, pasien bisa kembali terinfeksi virus corona karena
tidak lagi memiliki perlindungan.

Penelitian lanjutan dengan skala lebih besar masih perlu dilakukan untuk menegaskan
anomali ini. Namun temuan awal ini memberikan indikasi, bahwa gelombang kedua
infeksi mungkin terjadi, di mana pasien juga kemungkinan mengembangkan kekebalan
normal. Hal ini akan mengubah cara para pakar menangani Covid-19, termasuk
melonggarkan tindakan social distancing.
Tes antibodi pada pasien COVID-19
Saat ini ada beberapa cara untuk mendiagnosa infeksi SARS-CoV-2. Salah satunya tes PCR,
yang melacak indikasi keberadaan virus dengan menangkap langsung material genetikanya.
Cara lainnya dengan mendeteksi adanya antibodi. Tes jenis ini memberikan informasi tidak
langsung menyangkut adanya infeksi.Tes antibodi massal virus corona sangat berguna,
karena memberikan data status imunitas komunal. Tes antibodi juga bisa mengungkap kasus
Covid-19 yang tidak menunjukkan gejala atau gejalanya ringan. 

Tapi, jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa pasien dalam jangka waktu beberapa bulan
kehilangan lagi antibodi virus corona bisa dikonfirmasi dalam tes lanjutan, ini berarti kita
bisa kembali ke situasi awal pandemi, di mana setiap orang berisiko terinfeksi.
Salah satu cara untuk meredam penyebaran virus adalah dengan mengembangkan "herd
immunity" alias kekebalan kelompok dalam populasi. Tapi hingga kini para pakar masih
berdebat menyangkut persentase yang diperlukan untuk itu.
Satu kelompok menyebut, herd immunity Covid-19 akan tercapai jika 60% populasi sudah
kebal terhadap virusnya. Kelompok lain bahkan menyebutkan kuotanya bisa sampai 90%
populasi hingga dapat tercapai kekebalan kelompok.
Tapi dengan hasil riset terbaru itu, yang mengindikasikan kekebalan bisa hilang lagi dalam
beberapa bulan, artinya gelombang kedua infeksi bisa saja terjadi. Herd immunity tidak
terbentuk, dan berbagai kebijakan baru harus dijabarkan ulang.
Tes efektivitas kekebalan tubuh
Yang juga menarik dari riset ilmuwan di Cina yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah
Nature Medicine, adalah perbedaan efektivitas imunitas pada pasien Covid-19 yang sembuh.
Disebutkan dalam hasil riset itu, pasien yang tidak menunjukkan gejala sakit,
mengembangkan kekebalan tubuh yang lebih lemah, dibanding pasien dengan gejala berat.

Riset di Cina memfokuskan diri pada 37 pasien tanpa gejala dan 37 pasien Covid-19 dengan
gejala lebih berat. Penulis laporan menyebutkan, pada kedua kelompok lebih 90%
menunjukkan adanya penurunan jumlah antibodi penetral virus corona. Namun pada
kelompok pasien asimptomatik, menurunnya jumlah antibodi berlangsung lebih cepat
dibanding pasien dengan gejala sakit.

Penelitian lebih lanjut dengan ekstraksi antibodi 175 bekas pasien dalam jaringan sel di
laboratorium yang disebut tes “in vitro“, menunjukkan hampir semua pasien punya proteksi
sel dari serangan virus corona. Namun belum diketahui, apakah efektivitas antibodinya sama,
jika berada dalam tubuh atau “in vivo“.

Sebagai perbandingan, antibodi virus corona jenis lainnya, bertahan hingga minimal satu
tahun dalam tubuh. Misalnya virus SARS yang mewabah 2003 di Asia Tenggara, atau virus
MERS yang mewabah 2012 di kawasan Timur Tengah.

Implikasi pada pengembangan vaksin


Semua data dan hasil riset terbaru yang dilaporkan punya implikasi pada pengembangan
vaksin untuk melawan SARS-CoV-2. Sejauh ini ada 130 kandidat vaksin yang sedang
menjalani tes praklinis atau tes klinis di seluruh dunia. 
Pengembangannya dapat dilakukan dengan cara konvensional dengan virus mati atau yang
dilemahkan, maupun dengan metode baru yang disebut vaksin DNA atau RNA menggunakan
informasi genetika virusnya.

Tapi jika antibodi alamiah menghilang sangat cepat, dipertanyakan berapa lama keampuhan
respons vaksin terhadapmSARS-Cov-2? Sejauh ini memang belum ada vaksin yang terbukti
ampuh dan mendapat izin edar. Semuanya kini harus melewati lagi rangkaian tes, sebelum
bisa menemukannya. 

(as/ae/Dw.Com)

Anda mungkin juga menyukai