Anda di halaman 1dari 2

Teori Formalisme

Formalisme adalah teori terapan menganalisa karya sastra menekankan bentuk karya sastra yang
meliputi teknik pengucapan – termasuk ritme, rima, nada/bunyi, aliterasi, asonansi, dll., kata
formal (formal kata-kata) bukannya kebebasan unsur eksternal seperti sejarah, biografi, konteks
budaya dll, sehingga sastra dapat bertahan dirinya sebagai ilmu (otonom) dan bebas dari pengaruh
ilmu-ilmu lain. Teori formalisme ini mencari tahu integrasi elemen konten karya tulis sehingga
bias menegaskan kelengkapan bentuk dan isi bagaimana meneliti unsur sastra, puitis, asosiasi,
oposisi.
Formalisme adalah reaksi pendekatan sastra positif itu adalah salah satu pendekatan berpijak pada
filsafat positivisme, yaitu sebuah gagasan yang mengandaikannya semua informasi harus
dibuktikan fakta yang dapat diamati.
Formalisme Rusia adalah aliran kritik sastra yang lahir di Rusia pada tahun 1920-an sebagai reaksi
tarhadap aliran kritik sastra yang berlaku di Rusia waktu itu, yang mementingkan isi dan ciri sosial
sebuah karya sastra. Formalisme merupakan salah satu mazhab dalam teori sastra modern. Tokoh
utamanya adalah Roman Jakobson pendiri Prague Linguistics Circle dan tokoh utama kelompok
kedua adalah Victor Shlovsky. Pendapat mereka berbeda. Mereka menekankan bahwa ilmu yang
hidup tidak dapat diikat oleh banyak kebenaran. Mereka tidak ingin mengembangkan teori yang
diterima secara umum terlebih dahulu, melainkan mengandalkan beberapa analisis dari beberapa
prinsip sementara.
Teori formalisme Rusia, merupakan karya otonom yang harus diteliti dari karya itu sendiri
(intrinsikalitasnya), bukan dari sisi luarnya (ekstrinsikalitas). Hal ini karena teori tersebut lebih
menekankan keindahan aspek. Sebab itu, yang perlu dalam proses kritik sastra dalam teori
formalisme adalah close reading, pembacaan secara mikroskopis atas karya satra sebagai bahasa
yang indah.
Kaum formalis menolak gagasan itu bahwa teks tertulis adalah refleksi representasi individu atau
khalayak. Menurut pendapat mereka, teks tertulis adalah fakta materi berdasarkan kata-kata. Di
sisi lain, begitu juga kaum formalis dengan dua konsep yaitu "Defarmiliarisasi" dan
"Deotomatisasi". Konsep ini digunakan dibandingkan dengan karya sastra kehidupan sehari-hari
atau kenyataan. Sesuatu yang akrab otomatis termasuk dalam karya sastra pemahaman yang sulit
dan tertunda akan menjadi aneh. Tujuannya adalah untuk meminta pembaca tertarik dengan
bentuknya.
Kaum formalis tidak lagi menjadikan puisi sebagai satu-satunya objek pengkajian, juga tidak lagi
terpadu sarana yang mengganjilkan atau mengasingkan karya sastra. Shlovky mengembangkan
teory oposisi “fabula” (konsep) dengan sjuzet (alur). Fabula adalah bahan dasar berupa jalan cerita
menurut logika dan kronologi peristiwa, sedangkan sjuzet adalah sarana untuk menjadikan jalan
cerita menjadi aneh.
Beberapa pokok gagasan dalam dunia kesusastraan adalah defamiliarisasi dan deotomatisasi, teori
naratif, analisis motif, dan fungsi puitik dan objek estetik.

a. Defamiliarisasi dan Deotomatisasi


Teori ini beranggapan bahwa bahasa sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari. Untuk menonjol
dari bahasa sehari-hari, proses deotomatisasi dan defamiliarisasi. Defamiliarisasi adalah
mengubah konteks teks menjadi keanehan sastra. Keanehan ini adalah hasil dari sulapan para
penulis dari bahan yang semula netral. Sastra memiliki sifat aneh atau asing, karena sastra
merupakan hasil sulapan (proses kreatif) pengarang, di mana di dalamnya terdapat estetika bentuk
(bahasa) , dan merupakan hasil ekploitasi rasa, imajinasi, dan logika yang di dalamnya juga
terdapat estetika makna. Sastra pun, karenanya dilihat aliran kritik formalis kemudian kehilangan
otonomisasinya untuk langsung bisa dipahami pembaca. Pembaca atau peneliti, untuk itu,
diperkenenkan membuat penafsiran dengan cara menyingkap rahasia estetika dan gagasan dibalik
teks. Teks tertulis bisa sulit dikenali karena menggunakan bahasa tertentu, sehingga kehilangan
deaotomation untuk dipahami oleh pembaca.
b. Teori Naratif
Pada teori naratif menekankan perbedaan antara cerita, alur dan motif. Menurut mereka, plot
tersebut benar-benar bersifat sastra, sedangkan cerita hanyalah bahan mentah yang belum digarap
oleh pengarang. Motif adalah unit terkecil dari peristiwa yang dinarasikan. Plot adalah susunan
artistik dari tema-tema utama yang dihasilkan dari penerapan sihir ke dalam sebuah cerita. Plot
bukan hanya susunan peristiwa, tetapi juga cara pengarang menyela dan menunda cerita.
Penyimpangan, permainan tipografi, bagian teks yang bergerak, dan deskripsi yang diperluas
adalah cara untuk menarik dan mengaktifkan perhatian pembaca pada novel. Cerita itu sendiri
hanyalah urutan kronologis dari peristiwa yang diceritakan.
c. Analisi Motif
Motif menunjukkan unsur penting yang berulang dalam satu karya atau lebih. Dalam sebuah karya,
tema adalah bagian cerita yang paling tidak penting. Konsep motif mengambil fungsi sintaksis di
sini. Ketika motif dibaca dan diperhatikan, pembaca melihat motif secara keseluruhan dan dapat
memperoleh motif dasar.
d. Fungsi Puitik dan Objek Estetik
Mengacu pada penempatan karya sastra dalam modul komunikasi yang melibatkan hubungan
antara pengarang, teks, dan pembaca. Ungkapan itu muncul sebagai reaksi terhadap kajian sastra
formalis yang terlalu terpaku pada aspek-aspek perangkat sastra tanpa menempatkannya dalam
konteks tertentu. Menurut Jakobson, setiap ekspresi linguistik memiliki beberapa fungsi, misalnya
fungsi referensial, emosional, konatif dan puisi, yang terkait dengan beberapa faktor seperti
konteks, pembicara, penulis, penerima, pembaca dan isi atau pesan. dari bahasa itu sendiri Fungsi
puitis mendominasi bahasa tulisan. Pesan suara dimanipulasi secara fonetis, grafis, leksikal-
semantik, sehingga kita memahami bahwa pesan tersebut harus dibaca sebagai karya sastra.
Sumbangan penting kaum formalis terhadap sastra adalah bahwa mereka menarik perhatian kita
pada unsur-unsur sastra dan fungsi puisi. Istilah teori sastra dan analisis sastra masih banyak
digunakan hingga saat ini dari kaum formalis.

Anda mungkin juga menyukai