Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

HUKUM PIDANA IPTEK

DISUSUN OLEH:

RANDI PRANATA PURBA B10020094


ELISABET SINAGA B10020118
SATIA PUTRI B10020119
RIMBUN SARIADA SIMANULLANG B10020140
ANISA IZMI FADILLAH B10020150
DHEA FIRZA GUSNA B10020153

DOSEN PENGAMPU:

TRI IMAM MUNANDAR, S.H. M.H

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JAMBI

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan lagi Maha
Penyayang. Selain itu, Kami juga memanjatkan puji syukur atas limpahan berkah dan
hidayah-Nya, sehingga penyelesaian makalah. “Cybercrime dan contoh kasusnya”
Kami juga berharap, agar makalah ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca guna
menambah wawasan mengenai cyber crime dan juga agar lebih berhati-hati dalam
menggunakan teknologi dikemudian hari.

Makalah ini kami susun dengan lengkap dan detail, sehingga orang yang
masih awam dapat memahami mengenai informasi yang berkaitan dengan
“Cybercrime dan contoh kasusnya”Kami juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada bapak Tri Imam Munandar, S.H, M.H. dan bapak Haryadi S.H, M.H. selaku
dosen pengampu Hukum Pidana Iptek ( Cyber Crime) yang sudah membimbing kami
dalam penyusunan makalah ini. Serta terimakasih seluruh pihak yang sudah
berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa kami masih memiliki banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Kamu memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penyusunan kata, sehingga kami membuka dan menerima kritik dan saran bagi
seluruh pembaca.

Akhir kata Kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan memberi
inspirasi bagi seluruh orang yang membaca. Kami juga berharap, agar makalah ini
bisa menjadi sumber informasi serta menjadi bahan ilmu baru bagi pembaca. Sekian
dan terimakasih.

Jambi, 22 Maret 2023

PenuliS
DAFTAR ISI

COVER 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan .................................................................................................................... 6

BAB III PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Cyber dan Cyber Crime 8


2. Jenis-Jenis Cyber Crime 9
3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Cyber Crime 12
4. Penegakan Hukum Cyber 14

Studi Kasus 1 (Analisis) 17

Study kasus 2 ( Analisis)..........................................................................................22

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 28
B. Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman manusia banyak menciptakan teknologi-
teknologi yang akan membantunya dalam melakukan kegiatan sehari-hari hal tersebut
membuat teknologi menjadi hal yang sangat dibutuhkan pada saat ini. Tapi dalam
berkembangnnya teknologi tersebut tentunya juga menimbulkan dampak negatif.

Salah satu perkembangan teknologi yang sangat membantu dalam memenuhi


kebutuhan sehari-hari ialah internet. Adanya teknologi ini telah berhasil memudahkan
manusia untuk mengetahui beragam informasi dan menghubungkan dengan manusia
lainnya di berbagai belahan dunia. Meski begitu, tidak jarang ada oknum yang
memanfaatkan perkembangan teknologi untuk melakukan tindak kejahatan atau yang
biasa disebut dengan cyber crime.

Cyber crime adalah kejahatan dunia maya yang dilakukan individu atau
sekelompok orang yang menyerang sistem keamanan komputer atau data-data yang
ada di dalam komputer.1 Kejahatan tersebut dilakukan dengan beragam motif, mulai
dari kepuasan diri hingga kejahatan yang dapat merugikan ekonomi atau politik.
Kejahatan dunia maya secara luas didefinisikan sebagai aktivitas ilegal apa pun yang
melibatkan komputer, perangkat digital lain, atau jaringan komputer. Adapun contoh
cyber crime di antaranya, yaitu ancaman keamanan cyber seperti rekayasa sosial,
eksploitasi kerentanan perangkat lunak, dan serangan jaringan.dan masih banyak
yang lainnya.

1
Nugraha Jevi, Cyber Crime adalah Kejahatan Dunia Maya, Ketahui Jenis dan Cara Mencegahnya,
Sabtu, 11 Maret 2023,Diakses pada https://www.merdeka.com/jateng/cyber-crime-adalah-kejahatan-
dunia-maya-ketahui-jenis-dan-cara-mencegahnya-kln.html
Secara umum, cyber crime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan
menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Dengan kata lain,
seseorang memanfaatkan perkembangan teknologi untuk melakukan kejahatan.

Beberapa kasus kejahatan yang terjadi dipicu oleh maraknya pengunaan


email, ebanking, ecommerce di Indonesia. Semakin maraknya kasus cybercrime yang
terjadi terutama di Indonesia telah menarik perhatian pemerintah untuk segera
memiliki undangundang yang bisa digunakan untuk bisa menjerat para pelaku
kejahatan di dunia maya.2 Pemerintah Indonesia Sendiri telah mengesahkan undang-
undang cybercrime yaitu cyber law kedalam undang-undang ITE no 11 tahun
2008,dan UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Diharapkan dengan adanya undang-
undang ITE ini bisa mengatasi, meminimalisir, membuat jera pelaku kejahatan di
dunia maya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian di atas sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam
makalah ini, antara lain:
1. Apa yang dimaksud hukum Cyber dan cybercrime serta jenis-jenis dari
cybercrime itu sendiri ?
2. Bagaimana faktor- faktor penyebab terjadinya cybercrime dan penegakkan
hukumnya di Indonesia?
3. Bagaimana analisis contoh kasus dalam Hukum cybercrime?

2
Marita Lita Sari, CYBER CRIME DAN PENERAPAN CYBER LAW DALAM
PEMBERANTASAN CYBER LAW DI INDONESIA, Jakarta, hal 2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cyber Crime

Membahas masalah cyber crime tidak lepas dari permasalahan keamanan


jaringan komputer atau keamanan informasi berbasis internet dalam era global ini,
apabila jika dikaitkan dengan persoalan informasi sebagai komoditi. Informasi
sebagai komoditi memerlukan kehandalan pelayanan agar apa yang disajikan tidak
mengecewakan pelanggannya. Untuk mencapai tingkat kehandalan tentunya
informasi tersebut harus selalu dimutaakhirkan sehingga informasi yang disajikan
tidak ketinggalan zaman. Kejahatan dunia maya (cyber crime) ini muncul seiring
dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat. Untuk lebih mendalam
ada beberapa pendapat tentang apa yang dimaksud dengan cyber crime?

Menurut Indra Safitri mengemukakan, kejahatan dunia maya adalah jenis


kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas
serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang
mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah
informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.

Penulis berpendapat bahwa cyber crime merupakan fenomena sosial yang


merupakan sisi gelap dari kemajuan teknologi informasi yang menimbulkan
kejahatan yang dilakukan hanya dengan duduk manis di depan komputer. Sedangkan
Menurut Kepolisian Inggris, cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan
komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan
menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.

B. Hukum Cyber (Cyber Law)

Cyber crime merupakan sebuah fenomena baru yang termasuk kedalam salah
satu bentuk kejahatan. R. Nitibaskara menjelaskan bahwa: “Interaksi sosial yang
meminimalisir kehadiran secara fisik, merupakan ciri lain revolusi teknologi
informasi. Dengan interaksi semacam ini, penyimpangan hubungan sosial yang
berupa kejahatan (crime), akan menyesuaikan bentuknya dengan karakter baru
tersebut.” Dikalangan para ahli pun, masih belum memiliki kesatuan pendapat
mengenai definisi dari Cyber Crime. Hal ini dikarenakan kejahatan jenis ini masih
tergolong baru dibandingkan dengan kejahatankejahatan lainnya yang bersifat
konvensional. Ada yang menerjemahkan dengan kejahatan siber, kejahatan dunia
virtual, kejahatan di dunia maya, bahkan ada yang langsung menyebutkan dengan
kalimat Cyber Crime tanpa menerjemahkannya terlebih dahulu.

Cyber law ini bertumpu pada disiplin ilmu hukum yang terdahulu antara lain:
HAKI, hukum perdata, hukum perdata internasional dan hukum internasional. Hal ini
mengingat ruang lingkup cyber law yang cukup luas. Karena saat ini perkembangan
transaksi on line (e-commerce) dan program egovernment pada 9 Juni 2003 pasca
USA E-Government Act 2002 Public Law semakin pesat. Menurut Mas Wigrantoro
Roes Setiyadi dan Mirna Dian Avanti Siregar dalam Naskah Akademik Rancangan
Undang-Undang Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi menyatakan bahwa
meskipun belum ada kesamaan dan kesepahaman mengenai definisi dari Cyber
Crime, namun ada beberapa kesamaan pengertian mengenai kejahatan siber ini, yaitu
dengan kehadiran komputer yang sudah mengglobal mendorong terjadinya aksi
kejahatan siber ini. Secara sederhana, aksi kejahatan siber (Cyber Crime) dapat
diartikan sebagai jenis kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan media Internet
sebagai alat bantunya.
BAB 3
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Cyber dan Cyber Crime

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah


baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan
budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Seiring dengan perkembangan
teknologi internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan
Cybercrime atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus
Cybercrime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs,
menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan
cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer.

Cyber crime, atau kejahatan di dunia maya, adalah jenis kejahatan yang
dilakukan melalui komputer dan jaringan. Komputer sendiri merupakan alat utama
untuk melakukan cyber crime ini, tetapi seringkali komputer juga dijadikan sebagai
target dari kejatahan ini

Menurut Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek pidana di bidang komputer”


(1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum
dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal. Adapun definisi lain
mengenai cybercrime, yaitu :

1) Girasa (2002), mendefinisikan cybercrime sebagai aksi kegiatan yang


menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.
2) Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime, yaitu: kejahatan dimana
tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber
dan terjadi di dunia cyber.

Untuk menanggulangi kejahatan Cyber maka diperlukan adanya hukum Cyber


atau Cyber Law. Cyberlaw adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi
setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai
online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah
yang berasal dari Cyberspace Law.

Secara yuridis, cyberlaw tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi
hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan
sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan
virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang
telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

2. Jenis Jenis CyberCrime

Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan


menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

a. Unauthorized Access

Kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari
pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan
contoh kejahatan ini. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan
maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu,
ada juga yang melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk mencoba
keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan
ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi Internet/intranet. Kita tentu
belum lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di
tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker

Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam
data base berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan
Amerika Serikat yang bergerak dibidang ecommerce yang memiliki tingkat
kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of
Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan
tidak berfungsinya situs ini beberapa waktu lamanya untuk melakukan kegiatan
matamata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan computer (computer
network system) pihak asaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan
bisnis yang dokumen ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu
sistem yang computerized (tersambung dalam jaringan computer.

b. Illegal Contents

kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet


tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum
atau menggangu ketertiban umum. Contoh rilnya adalah pemuatan suatu berita
bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain,
hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang
merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang
sah dan sebagainya, seperti penyebaran pornografi.

c. Penyebaran virus

Secara sengaja Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan


menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak
menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.

d. Data Forgery

Kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada


dokumendokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
Kejahatan ini biasanyaditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan
membuat seolah-olah terjadi "salah ketik" yang pada akhirnya akan menguntungkan
pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang
dapat saja disalah gunakan.
e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion Cyber Espionage

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan


kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer
pihak sasaran.

f. Cyberstalking

Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang


dengan memanfaatkan komputer.

g. Carding

Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu


kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.

h. Hacking and Cracker

Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar
untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan
kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di
internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah
hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif.

i. Cybersquatting and Typosquatting Cybersquatting

Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama


perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan
tersebut dengan harga yang lebih mahal.

j. Hijacking

Merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain.

k. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam
pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.
Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :

• Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui


menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.

• Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi


jaringannya. Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan
daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.

• Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai Doktor Nuker diketahui


telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web
dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.

3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Cybercrime

Era kemajuan teknologi informasi ditandai dengan meningkatnya penggunaan


internet dalam setiap aspek kehidupan manusia. Meningkatnya penggunaan internet
di satu sisi memberikan banyak kemudahan bagi manusia dalam melakukan
aktivitasnya, namun di sisi lain memudahkan bagi pihak-pihak tertentu untuk
melakukan tindak pidana.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya cybercrime diantaranya,


yaitu:

1. Akses internet yang tidak terbatas. Saling terhubungnya antara jaringan


yang satu yang satu dengan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk
melakukan aksinya. Dengan menggunakan internet juga kita diberikan kenyamanan
dan kemudahan dalam mengakses segala sesuatu tanpa ada batasannya. Dengan
kenyaman itulah yang menjadi faktor utama bagi sebagian oknum untuk melakukan
tindak kejahatan Cybercrime dengan mudahnya.
2. Kelalaian pengguna komputer. Hal ini merupakan salah satu penyebab
utama cybercrime. Seperti kita ketahui, orang-orang selalu memasukan semua data-
data penting ke dalam internet sehingga memberikan kemudahan bagi sebagian
oknum untuk melakukan kejahatan.

3. Mudah dilakukan dengan resiko keamanan yang kecil dan tidak diperlukan
peralatan yang super modern. Seperti yang kita ketahui, internet merupakan sebuah
alat yang dengan mudahnya kita gunakan tanpa memerlukan alat-alat khusus dalam
mengunakannya. Namun, pendorong utama tindak kejahatan di internet atau
cybercrime yaitu susahnya melacak orang yang menyalahgunakan fasilitas dari
internet tersebut.

4. Para pelaku merupakan orang yang orang yang pada umumnya cerdas,
mempunyai rasa ingin tahu besar, dan fanatik akan teknologi komputer Pengetahuan
pelaku kejahatan komputer tentang cara kerja sebuah komputer jauh diatas operator
komputer. Hal ini merupakan faktor yang sulit untuk dihindari karena kelebihan atau
kecerdasan dalam mengakses internet yang di miliki seseorang di zaman sekarang ini
banyak yang di salahgunakan demi mendapatkan keuntungan semata.

5. Kurangnya perhatian masyarakat dan penegak hukum. Masyarakat dan


penegak hukum saat ini masih memberi perhatian yang sangat besar terhadap
kejahatan konvensional. Pada kenyataannya, para pelaku cybercrime masih terus
melakukan aksi kejahatannya. Hal ini disebabkan karena rendahnya faktor
pengetahuan tentang penggunaan internet yang lebih dalam pada masyarakat.

6. Sistem keamanan jaringan yang lemah. Seperti yang kita ketahui bahwa
orang-orang dalam menggunakan fasilitas internet kebanyakan lebih mementingkan
desain yang dimilikinya dan menyepelekan tingkat keamanannya. Sehingga dengan
lemahnya sistem keamanan jaringan tersebut menjadi celah besar bagi sebagian
oknum untuk melakukan tindak kejahatan.

4. Penegakan hukum cybercrime di Indonesia


Penyalahgunaan tekhnologi informasi telah menjadi salah satu agenda dari
kejahatan di tingkat global. Kejahatan di tingkat global ini menjadi ujian berat bagi
masing-masing negara untuk memeranginya. Alat yang digunakan oleh negara untuk
memerangi cybercrime ini adalah hukum. Hukum difungsikan, salah satunya untuk
mencegah terjadinya dan menyebarnya cybercrime, serta menindak jika cybercrime
terbukti telah menyerang atau merugikan masyarakat dan negara.

Faktanya, tersedianya Teknologi Informasi tentu tidak dengan sendirinya muncul


begitu saja ke permukaan, melainkan sudah barang tentu ada pihak yang
menyediakan jasa internet yang disebut ISP (Internet Service Provider) termasuk di
dalamnya penyedia jaringan akses (connection provider), penyedia content
(information provider) dan penyedia search engine yang lazim disebut portal serta
pihak yang lain disebut sebagai pemilik informasi. Pemilik ini telah menjadi
pemegang hak yang tentu saja nilainya mahal. Ada hak asasi di bidang intelektual
yang melekat dalam diri seseorang. Namanya juga hak, tentulah hal ini tergolong
asasi (fundamental) yang tidak boleh dipermainkan atau dirugikan oleh siapapun.

Jika sudah sampai pada aspek pencegahan dan pengayoman terhadap pemilik
informasi dari cybercrime, maka upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tahapan
ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kreasi – kreasi intelektual. 3Jika selama
ini di Indonesia dikenal sebagai Negara yang kurang serius menangani masalah
cybercrime, maka hal ini menunjukkan kalau masalah perlindungan hak di bidang ini
belum sebaik perlindungan di bidang lainnya.

Kalau kita sepakat mengakui esensi hak, tentulah kita dapat merefleksi makna
hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang – Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

3
Ibid, hlm. 143.
dihormati, dijunjung tinggi dam dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

UU HAM tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan umum supaya kita mau
menghormati eksistensi hak asasi manusia, di antaranya hak – hak di bidang
intelektual. Penghormatan yang bisa diberikan, jika itu aparat negara, adalah
melindungi hak – haknya dari perbuatan – perbuatan yang melanggar hukum dan
merugikannya. Salah satu bentuk kejahatan yang mengancam hak intelektual adalah
cybercrime.

Yang terbaru di Indonesia, untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan


cybercrime yang semakin maraknya seiring perkembangan zaman, pemerintah telah
mengundangkan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE). Undang – undang ini dapat dijadikan sebagai rujukan khusus apabila
terjadi kasus kejahatan cybercrime.

Salah satu contoh kasus kejahatan cybercrime adalah pemblokiran ISP Indonesia
oleh komunitas Merchants International di tahun 2004. Sebagai pembenarannya,
banyak ISP Indonesia diblokir oleh komunitas tersebut dan semua pengguna (user) di
Indonesia termasuk warga negara asing yang memegang kartu kredit tidak boleh
melakukan transaksi secara online. Jadi yang diblokir bukan kartu kredit di Indonesia
melainkan IP (Internet Provider) negara Indonesia, yang mana penolakan transaksi
online lewat kartu kredit melalui IP Indonesia seperti Netzo.com, Amazone.com dan
beberapa lainnya, praktis tidak dapat diterima oleh jaringan jual beli secara online.
Hal ini disebabkan prosesnya yang telah atau sedang menghadapi kerentanan akibat
kriminalitas.

Kasus lainnya yang sempat menjadi sensasi di dalam negeri adalah ketika
seorang bocah berusia 15 tahun menjadi hacker saat berlibur di Singapura. Ia dituduh
melanggar cyberlaw di Singapura sehubungan dengan aktivitasnya di IRC (Internet
Relay Chat). Ia langsung ditahan oleh Kepolisian Singapura dan dijerat dengan
Undang – Undang Penyalahgunaan Komputer (Computer Misuse Act).

Beberapa kasus serius tersebut jelas menimbulkan implikasi negatif terhadap


perkembangan dunia usaha Teknologi Informasi Indonesia. Dunia TI dinilai
menyimpan potensi kerawanan yang membahayakan dan merugikan masyarakat,
negara, dan konsumen.

Oleh karena itu, upaya perlindungan hukum terhadap kegiatan yang dilakukan di
internet, baik yang meupakan kegiatan bisnis (e-business), birokrasi pemerintahan,
pengguna pribadi diperlukan perpanjangan jangkauan “rule of the law” ke dalam
dunia cyber. Hal tersebut sedang dalam proses penanganan di berbagai negara yang
menunjukkan geliatnya di bidang teknologi, khususnya Indonesia dengan
menggunakan pengembangan perlindungan secara teknis dengan berbagai sistem
yang diciptakan oleh para ahli bidang komputer dan network, di samping adanya
implementasi penegakan hukum (law enforcement) yang konsisten dan benar – benar
ditujukan untuk memerangi cyber law.

5. Study kasus
1) Kasus 1
Kronologi kasus
Sekitar tanggal 7 April 2017 AS membuka situs atau website
www.dewanpers.or.id untuk membaca sebuah konten tentang anti hoax yang dimuat
di Facebook. Kemudian timbul keinginan AS untuk mencari celah atau bug dari
website www.dewanpers.or.id tersebut.
Kemudian AS dengan menggunakan Notebook merk Lenovo S-100 dengan
serial number Ub 00276907 warna putih membuka web browser google chrome
untuk mencari cara melakukan pembobolan atau penerobosan atau hacking.
Selanjutnya AS mengetik kata kunci atau teknik dork pada web browser google
crome sehingga muncul berbagai informasi tentang cara-cara melakukan pembobolan
atau penerobosan atau hacking. Setelah AS mendapat informasi antara lain tentang
cara meng-upload file backdoor untuk mengakses suatu database situs atau website
kemudian AS mulai mengakses database situs atau website www.dewanpers.or.id.
Kemudian AS mengetik http://dewanpers.or.id/ assets/media/404.phtml dan
selanjutnya AS mekemudian AS mengetik http://dewanpers.or.id/
assets/media/404.phtml dan selanjutnya AS mengunduh atau meng-upload file
index.html lalu merubah nama file index.php di situs www.dewanpers.id menjadi
indexasli.php sehingga tampilan user interface situs tersebut menjadi gambar garuda
berdarah dengan tulisan:

Ketika garuda kembali terluka karena provokasi mahkluk durjana.. Ketika


semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" kembali terabaikan karena aksi oknum yg
mengatasnamakan agama... Ketika ayat ayat suci jadi bahan perdebatan oleh
orang orang yang merasa memiliki surga.. Ketika perjuangan pahlawan
kemerdekaan sudah dilupakan begitu saja oleh mereka yg merasa paling
berjasa.. Tolong hentikan semua perpecahan ini, tuan.. Negaraku, bukan negara
satu agama atau milik kelompok perusak adat budaya, juga bukan milik satu
golongan.. #DamailahIndonesiaKu ~ #JayalahBangsaKu ~ #KitaIndonesia
M2404 ~ 2017

Analisis

AS telah melanggar pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UURI No. 11 tahun 2008
sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No. 19 tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menurut perumusan deliknya mengandung
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur Setiap orang;

2. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum;

3. Unsur dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan


transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik public.

Unsur “Setiap orang”

Bahwa yang dimaksud dengan unsur Setiap Orang adalah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 1 butir 22 UU ITE, yaitu orang perseorangan, baik warga
negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum; berdasarkan fakta ADI
SYAFITRAH alias M2404 alias pemulungelektronik@gmail.com yang dihadapkan
merupakan orang perseorangan berdasarkan fakta tersebut, unsur pertama ini telah
terpenuhi;

Unsur “dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum”

Bahwa yang dimaksud dengan unsur dengan sengaja adalah pelaku tahu dan
menghendaki dilakukannya perbuatan yang dilarang atau tahu dan menghendaki
timbulnya akibat yang dilarang. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur
tanpa hak adalah tidak memiliki hak berdasarkan undang undang, perjanjian atau alas
hukum lain yang sah. Termasuk dalam kategori “tanpa hak” adalah melampaui hak
atau kewenangan yang diberikan berdasarkan alas hak tersebut. “Tanpa hak” pada
umumnya merupakan bagian dari “melawan hukum” yaitu setiap perbuatan yang
melanggar hukum tertulis (peraturan perundang undangan) dan atau asas asas hukum
umum dari hukum tidak tertulis.

Hak yang dimaksudkan dalam unsur ini adalah hak untuk mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik
orang lain atau milik publik. - Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik,
Akses berdasarkan Pasal 1 butir 15 UU ITE adalah kegiatan melakukan interaksi
dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan. Komputer sesuai
dengan Pasal 1 butir 14 UU ITE adalah alat untuk memproses data elektronik,
magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika dan
penyimpanan. Sistem Elektronik sesuai Pasal 1 butir 5 UU ITE yaitu serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumpulkan, mengirimkan,
dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

Berdasarkan fakta, bahwa sekitar bulan April - Mei 2017 di rumah AS telah
dengan sengaja dan menyadari melakukan perbuatan hacking / pembobolan /
penerobosan secara illegal terhadap server webhosting http://dewanpers.or.id dengan
cara mencari kata kunci atau teknik dork untuk mencari celah agar dapat meng-
upload file backdoor sehingga bisa mendapat akses masuk ke dalam database situs
www.dewanpers.or.id. Celah atau bug tersebut ditemukan pada Form Pengaduan
Online Dewan Pers di http://dewanpers.or.id/form_pengaduan, dan AS mencoba
meng-upload file backdoor dengan nama 404.phtml yang merupakan file yang
membuat AS memiliki akses seperti admin pada website tersebut dan berhasil.
Setelah memiliki akses selanjutnya merubah database dari situs www.dewanpers.or.id
tersebut dengan cara mengupload file index.html dan merename file index.php di
situs tersebut menjadi indexasli.php sehingga situs tersebut berganti tampilan user
interface lalu mensubmit website http://dewanpers.or.id dan di mirrorkan ke zone-
h.org dan AS juga memposting hasil deface tersebut ke akun facebook atas nama
Aditya Al Fatah dengan fanpages M2404.

Bahwa AS melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu tanpa seijin


dan sepengetahuan oleh pihak Dewan Pers pada website http://dewanpers.or.id yang
dilakukan dengan menjebol dan dan atau menerobos sistem pengamanan server
dengan tujuan untuk menyampaikan pesan menyinggung permasalahan perpecahan
yang tengah terjadi di Indonesia ini dan tetap melakukan perbuatan tersebut
dikarenakan rasa ingin tahu AS yang cukup besar serta ingin mendapatkan pengakuan
dari orang lain.,Bahwa AS bukan merupakan Pegawai Dewan Pers yang tidak
mempunyai hak akses ke server Dewan Pers pada website http://dewanpers.or.id.
Menimbang, bahwa AS tidak mempunyai hak akses untuk memasuk website
http://dewanpers.or.id tetapi karena AS sudah menerobos dan memasukkan file
backdoor sehingga AS bisa mengganti tampilan user interface pada website tersebut.

Unsur “dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan


transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik
publik”;

Bahwa yang dimaksud dengan cara apapun, maksudnya adalah termasuk


dengan tehnik atau metode apapun. Dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik: maksudnya adalah
dengan berbagai cara untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik kepunyaan seseorang.

Disini AS dengan cara membuka web browser google chrome untuk mencari
cara melakukan pembobolan atau penerobosan atau hacking. Selanjutnya AS
mengetik kata kunci atau teknik dork pada web browser google crome sehingga
muncul berbagai informasi tentang cara-cara melakukan pembobolan atau
penerobosan atau hacking. Setelah AS mendapat informasi antara lain tentang cara
meng-upload file backdoor untuk mengakses suatu database situs atau website
kemudian AS mulai mengakses database situs atau website www.dewanpers.or.id.

Kemudian AS mengetik http://dewanpers.or.id/ assets/media/404.phtml dan


selanjutnya AS mekemudian AS mengetik http://dewanpers.or.id/
assets/media/404.phtml dan selanjutnya AS mengunduh atau meng-upload file
index.html lalu merubah nama file index.php di situs www.dewanpers.id menjadi
indexasli.php sehingga tampilan user interface situs tersebut menjadi gambar garuda
berdarah dengan tulisan. Oleh karena itu unsur inipun juga sudah terpenuhi.
Karena semua unsur Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 11 tahun
2008 sebagaimana dirubah dan ditambah dengan UURI Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan transaksi Elektronik telah terpenuhi, maka AS haruslah
dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.

2) Kasus 2

Kasus Pencurian Data Kartu Kredit Untuk Belanja di Amerika Serikat

Kronologis kasus

Kejahatan kartu kredit terendus saat Bank Mandiri menemukan adanya


transaksi mencurigakan. Setelah dilakukan pengecekan terhadap nasabah, ternyata
kartu-kartu itu tidak pernah digunakan di sana. Kartu tiruan itu hanya bisa digunakan
di negara-negara yang menggunakan sistem magnetic stripe. Data pada kartu jenis ini
bisa dibaca saat ada kontak fisik dan menggesekkannya melewati mesin pembaca
kartu atau card reader. Di Indonesia, ada dua sistem yang digunakan pada kartu
kredit, yaitu chip dan magnetic stripe. Penggunaan chip pada kartu kredit bertujuan
untuk mengantisipasi tindak kejahatan kartu kredit. Adapun transaksi kartu kredit
dengan magnetic stripe sebenarnya sudah dilarang. Sedangkan pada kartu
debit, magnetic stripe ini baru dilarang mulai 1 Januari 2016.

Bukan hanya Mandiri, PT Bank Central Asia mengaku sudah menerima


laporan serupa. General Manager Kartu Kredit BCA, Santoso, mengatakan,
berdasarkan informasi sementara, pencurian data berawal dari sebuah gerai The Body
Shop. Pencurian kemudian menyebar ke gerai lainnya. Tak hanya perbankan, The
Body Shop Indonesia juga langsung bertindak. Chief Financial Officer The Body
Shop, Jahja Wirawan Sudomo, mengatakan, perusahaan sedang menyelidiki
kebocoran data di perusahaannya. Karyawan yang terbukti mencuri data nasabah,
menurut Jahja, akan dipecat dan diserahkan ke kepolisian. Untuk mencegah kejadian
serupa, The Body Shop tidak menerima pembayaran melalui kartu kredit dan debit.
Berdasarkan laporan yang diterima dari perbankan, ada 30 data nasabah yang dicuri.
Transaksi dilakukan sepanjang Maret 2013.
Menurut Jahja, ia termasuk salah satu nasabah yang menjadi korban. Saat
bertransaksi di The Body Shop cabang Bintaro pada 11 Maret 2013, datanya pun
disalin. Data itu kemudian dipakai pada transaksi di Amerika Serikat pada 14 Maret
2013. Jahja mengatakan, ada tiga gerai yang diduga bermasalah, Tempatnya di
Bintaro (Tangerang), Casablanca, dan Basko Padang. Adapun pencurian kartu baru
diketahui di dua bank, yaitu BCA dan Bank Mandiri. Sedangkan di Citibank, yang
juga memiliki mesin EDC, belum ada laporan. Sesuai dengan aturan Bank Indonesia,
menurut Deputi Direktur Sistem Pembayaran Bank Indonesia Puji Atmoko,
jika merchant kedapatan berkomplot dengan pelaku kejahatan, bank wajib
menghentikan kerja sama. Bank juga diwajibkan melaporkan fraud tersebut ke Bank
Indonesia paling lambat satu bulan setelah kejadian.4

Analisis Kasus

Kasus ini termasuk kedalam bentuk cybercrime Carding karena


memanfaatkan kartu kredit sebagai media untuk melakukan tindak kejahatan.
Pengertian Carding sendiri adalah kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor
kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud atau penipuan di dunia
maya. Sifat carding secara umum adalah non-violence kekacauan yang ditimbulkan
tiadak terlihat secara langsung, tapi dampak yang di timbulkan bisa sangat besar.
Carding dalam kasus ini dilakukan secara transnasional yaitu pelaku carding
melakukannya melewati batas negara.

Biasanya motif kegiatan carding ini adalah hanya untuk kesenangan. Pelaku carding
biasnya hanya membeli barang yang saat itu mereka inginkan. Bukan barang untuk
keperluan mereka sehari-hari. Sasaran dari cybercrime jenis ini adalah para pengguna
kartu kredit. Carding tidak hanya merugikan pemilik kartu kredit, tapi juga merugikan
perusahaan yang menerima kartu kredit tersebut. Carder (pelaku carding)
menggunakan kartu kredit pemilik untuk membeli suatu barang tertentu.

4
Tempo, 22 Maret 2023
Pasal yang dikenakan

Pasal 27 ayat 4 UU ITE :

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 30 :

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputerdan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa
pun.

2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan
untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 35 :

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36 :

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang
mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 45
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/ataudenda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat dipidanadengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyakRp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat dipidanadengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyakRp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyakRp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 51

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35


dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyakRp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36


dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyakRp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

1) Pengertian dan jenis Cybercrime

Cyber crime adalah kejahatan dunia maya yang dilakukan individu atau
sekelompok orang yang menyerang sistem keamanan komputer atau data-data yang
ada di dalam komputer. Secara umum, cyber crime adalah tindak kriminal yang
dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama.
Dengan kata lain, seseorang memanfaatkan perkembangan teknologi untuk
melakukan kejahatan.

Cyberlaw adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek
yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan
dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal
dari Cyberspace Law.

▪ Jenis Jenis CyberCrime

Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan


menjadi beberapa jenis sebagai berikut: Unauthorized Access, Illegal Contents, Data
Forgery, Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion Cyber Espionage, Cyberstalking,
Carding, Hacking and Cracker, Cybersquatting and Typosquatting Cybersquatting,
Hijacking, Cyber Terorism.

2) Factor penyebab terjadinya cybercrime dan penegakannya


▪ Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Cybercrime

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya cybercrime diantaranya,


yaitu: Akses internet yang tidak terbatas, Kelalaian pengguna komputer, Mudah
dilakukan dengan resiko keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan yang
super modern, Para pelaku merupakan orang yang orang yang pada umumnya
cerdas,, mempunyai rasa ingin tahu besar, dan fanatik akan teknologi komputer,
Kurangnya perhatian masyarakat dan penegak hukum, Sistem keamanan jaringan
yang lemah.

▪ Penegakan Hukum Cyber di Indonesia

Untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan cybercrime yang semakin


maraknya seiring perkembangan zaman, pemerintah telah mengundangkan Undang
Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Undang –
undang ini dapat dijadikan sebagai rujukan khusus apabila terjadi kasus kejahatan
cybercrime. Oleh karena itu, upaya perlindungan hukum terhadap kegiatan yang
dilakukan di internet, baik yang meupakan kegiatan bisnis (e-business), birokrasi
pemerintahan, pengguna pribadi diperlukan perpanjangan jangkauan “rule of the law”
ke dalam dunia cyber. Hal tersebut sedang dalam proses penanganan di berbagai
negara yang menunjukkan geliatnya di bidang teknologi, khususnya Indonesia
dengan menggunakan pengembangan perlindungan secara teknis dengan berbagai
sistem yang diciptakan oleh para ahli bidang komputer dan network, di samping
adanya implementasi penegakan hukum (law enforcement) yang konsisten dan benar
– benar ditujukan untuk memerangi cyber law.

3) Study Kasus
▪ Kasus hacking/pembobolan/ penerobosan secara illegal terhadap server
webhosting http://dewanpers.or.id dengan cara mencari kata kunci atau teknik
dork untuk mencari celah agar dapat meng-upload file backdoor sehingga bisa
mendapat akses masuk ke dalam database situs www.dewanpers.or.id. Pelaku
ADI SYAFITRAH alias M2404 alias pemulungelektronik@gmail.com telah
melanggar pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UURI No. 11 tahun 2008
sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No. 19 tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menurut perumusan deliknya
mengandung unsur-unsur sebagai berikut, Unsur Setiap orang, Unsur dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum, Unsur dengan cara apapun
mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik public.

▪ Kasus Pencurian Data Kartu Kredit Untuk Belanja di Amerika Serikat.


Berdasarkan informasi, pencurian data berawal dari sebuah gerai The Body
Shop. Pencurian kemudian menyebar ke gerai lainnya. Tak hanya perbankan,
The Body Shop Indonesia juga langsung bertindak. Kasus ini termasuk
kedalam bentuk cybercrime Carding karena memanfaatkan kartu kredit
sebagai media untuk melakukan tindak kejahatan. Sifat carding secara umum
adalah non-violence kekacauan yang ditimbulkan tiadak terlihat secara
langsung, tapi dampak yang di timbulkan bisa sangat besar. Carding dalam
kasus ini dilakukan secara transnasional yaitu pelaku carding melakukannya
melewati batas negara. Biasanya motif kegiatan carding ini adalah hanya
untuk kesenangan. Pelaku carding biasnya hanya membeli barang yang saat
itu mereka inginkan. Bukan barang untuk keperluan mereka sehari-hari.
Sasaran dari cybercrime jenis ini adalah para pengguna kartu kredit. Pelaku
dari cybercrime jenis ini dapat dikenain pasal-pasal diantaranya Pasal 27 ayat
4 UU ITE, Pasal 30 UU ITE, Pasal 35 UU ITE, Pasal 36, dll.

Saran

Dalam menghadapi permasalahan cybercrime perlu adanya suatu kebijakan


yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah harus memberi pemahaman
kepada masyarakat terhadap etika dan tanggung jawab dalam berinteraksi di dunia
cyber serta membangun platfrom digital security di Indonesia. Perlu ada peningkatan
kesadaran literasi masyarakat tentang keamanan cyber. Institusi kepolisian harus
menjalin kolaborasi dengan pihak perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas
penguasaan teknologi informasi melalui berbagai macam bentuk kemitraan yang
berkelanjutan disamping mandapatkan SDM yang terdidik dan terlatih yang dapat
mendukung penyelidikan cybercrime. Selain itu juga pemerintah memerlukan kerja
sama dengan berbagai negara dalam menangani kasus cybercrime untuk menelusuri
para pelaku cybercrime.
Daftar Pustaka

Marita Lita Sari, Cyber Crime dan Penerapan Cyber Law dalam Pemberantasan
Cyber Law di Indonesia, Jakarta, hal 2.

Nugraha Jevi, Cyber Crime adalah Kejahatan Dunia Maya, Ketahui Jenis dan Cara
Mencegahnya. https://www.merdeka.com/jateng/cyber-crime-adalah-
kejahatan-dunia-maya-ketahui-jenis-dan-cara-mencegahnya-kln.html, diakses
pada tanggal 11 Maret 2023.

Suhariyanto, Budi. 2013. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime):Urgensi


Pengaturan dan Celah Hukumnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2005. Kejahatan Mayantara (Cybercrime).


Bandung: PT Refika Aditama. https://pustaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2012/02/10_penanggulangan_kejahatan_international2.pdf,
diakses pada tanggal 11 Maret 2023.

Anda mungkin juga menyukai