OLEH :
B10020150
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
BAB 1 PENDAHULUAN
UU No. 21/2007 diatur dalam Pasal 7A rstitusi yang diminta dalam bentuk
: kehilangan penghasilan/kekayaan, penderitaan, perawatan medis/psikologis,
permohonan restitusi diajukan ke LPSK sebelum atau setelah putusan pengadilan,
sebelum putusan : dimasukakkan dalam tuntutan, setelah putusan : mengajukan ke
pengadilan untuk meminta penetapan.
1
“Ahmad Sofian, 2018,Restitusi Dalam Hukum Pidana Indonesia, RESTITUSI DALAM HUKUM
POSITIF INDONESIA (binus.ac.id)
bersifat ketentuan yang terdapat dalam hukum positif Indonesia tetapi bentuk
perlindunngannya masih jauh dari keberhasilan dalam implementasinya bagi
para korban. Melihat dari peraturan yang sudah ada mengenai tindak pidana
perdagangan orang di Indonesia, bahwa perlindungan hukum dalam bentuk
restitusi bagi korban masih kurang memadai untuk dapat dilaksanakan sesuai
dengan harapan para korban.2 sedangkan sudah jelas bahwa restitusi itu sangat
penting bagi korban perdagangan
Hak restitusi yang diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007, ternyata belum
sepenuhnya mengakomodir perlindungan dan pemenuhan hak anak yang menjadi
korban kejahatan perdagangan orang. Kelemahan perlindungan anak yang
menjadi korban perdagangan ini kemudian coba diatasi dengan terbitnya Undang-
undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014). Berdasarkan
amanat Pasal 71D UU No. 35 Tahun 2014, pemerintah kemudian
menindaklanjutinya dengan menerbitkan peraturan pelaksana dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang
Menjadi Korban Tindak Pidana (PP No. 43 Tahun 2017). Kedua undang-undang
ini (UU No. 21 Tahun 2007 dan UU No. 35 Tahun 2014) pada dasarnya berusaha
untuk memenuhi hak anak yang menjadi korban kejahatan (pemberian hak
restitusi).3
2
Salsabila Dewi Vitasari, Satria Sukananda, Sandra Wijaya, pelaksanaan pemberian restitusi pada
korban perdagangan orang,(Yogyakarta,2020) hlm 97
3
Andi Jefri Ardin dan Beniharmoni Harefa, Pemenuhan Hak Anak Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang,(Jakarta, 2021) hlm 180.
Pemenuhan Hak Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Andi Jefri,
2021) Tulisan ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut karena bukan
dimaksudkan membahas penerapan unsur-unsur dalam tindak pidana perdagangan
orang dalam kedua undang-undang tersebut oleh penegak hukum, ataupun
membahas persoalan mana yang lebih ideal untuk diterapkan dalam rangka
pemenuhan hak anak yang menjadi korban kejahatan perdagangan orang. Akan
tetapi membahas bagaimana pemberian restitusi yang di terima oleh anak korban
perdagangan orang (Human Trafficking).
Rumusan Permasalahan
1. Bagaimana pengaturan restitusi bagi anak dalam tindak pidana
perdagangan orang (Human Traffiking) di Indonesia ?
2. Apakah perlu adanya restitusi bagi anak sebagai korban dalam tindak
pidana perdagangan orang (Human Traffiking) ?