Anda di halaman 1dari 3

HUBUNGAN TAQWA DAN AKHLAK

Akhlak merupakan inti ajaran pada setiap kurun waktu. Tidak berlebihan jika Nabi
Muhammad saw menegaskan bahwa tugas utama beliau adalah menyempurnakan akhlak mulia.
ِ ِ ِ
ْ ‫ت ُأِلمَت َّم َم َكا ِر َم‬
‫اَأْلخاَل ق‬ ُ ْ‫امَنَا بُعث‬ Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia.

Dalam Islam, akhlak selalu dikaitkan dengan taqwa. Hal itu karena antara akhlak mulia
dengan taqwa merupakan dua sisi mata uang. Seorang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah
pastilah akan berakhlak mulia. Sebaliknya, seorang yang berakhlak mulia menurut Islam adalah
ia yang bertaqwa kepada Allah.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda : “Bertaqwalah kamu kepada Allah di
manapun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan
dosanya, dan bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang mulia. (HR. At-Turmudzi)

Demikianlah, hubungan antara taqwa dengan akhlak mulia dan begitulah Islam mengajari
umatnya untuk selalu berakhlak mulia karena akhlak yang mulia sangat dibutuhkan dalam
pergaulan masyarakat.

Pergaulan antara umat manusia akan lebih akrab jika dibina berdasarkan akhlak yang
mulia. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda :”Engkau tidak akan mampu
membuat seluruh manusia suka dan rela kepadamu dengan harta dan kekayaan kendati
sedemikian banyak engkau keluarkan harta itu sehingga mencukupi seluruh mereka. Namun,
dengan perantaraan akhlak dan perilakumu, engkau dapat membuat mereka rela dan ridla
kepadamu”. Ini artinya bahwa dalam membina kehidupan bermasyarakat, yang paling
diutamakan adalah penanaman akhlak mulia. Investasi akhlak dan budi pekerti yang luhur tidak
terbatas sebagaimana harta. Jika harta benda dalam genggaman seseorang, ribuan orang akan
merana karena tidak dapat memilikinya. Akibatnya akan menimbulkan kemarahan, kedengkian,
dan kebencian orang lain. Tetapi orang yang memiliki akhlak yang mulia, tidak demikian halnya.
Orang yang berakhlak mulia tidak akan menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan.

Apa sesungguhnya akhlak itu?

Akhlak adalah serangkaian hal yang berkaitan dengan diri dan jiwa manusia. Dalam diri
manusia ada naluri atau instink. Akhlak berhubungan dengan sistem dan cara manusia mangatur
naluri atau instink itu. Naluri manusia itu bermacam-macam dengan kekuatan yang berbeda
beda.

Para ulama terdahulu mengatakan bahwa manusia mempunyai tiga kekuatan pokok;
pertama, kekuatan akal; kedua, kekuatan syahwat; dan ketiga, kekuatan amarah. Mereka
mengatakan bahwa kekuatan syahwat bertugas menarik manfaat dan keuntungan. Kekuatan
inilah yang memaksa manusia untuk selalu berusaha meraih segala kepentingan-kepentingannya.

Kekuatan amarah, yakni kekuatan untuk menolak sesuatu yang tak bermanfaat atau
bahkan membahayakan dirinya. Kekuatan amarah ini yang mencegah manusia dari segala
sesuatu yang buruk dan membahayakan dirinya.

Sebagaimana dalam jasad manusia ada kekuatan untuk mencegah atau menolak, maka
begitu pulalah dalam jiwa manusia. Ketika manusia makan dan menelan makanan, dan kemudian
makanan itu masuk ke dalam lambung dan dicerna, maka makanan itu masuk ke dalam usus.
Sari makanan itu dihisab melalui dinding-dinding usus. Namun ada sisa-sisa makanan yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kekuatan yang menolak dalam tubuh manusia itu bekerja
mengeluarkan sisa-sisa makanan itu. Demikian juga dengan ruh dan jiwa manusia.

Di samping itu ada juga kekuatan lain yang dikenal sebagai kekuatan akal, yakni
kekuatan untuk melakukan perhitungan. Setiap kekuatan hanya mampu melaksanakan tugas
sebatas dirinya sendiri saja. Umpamanya, kekuatan makan yang ada pada manusia hanya
bertugas makan saja dan tak bisa melakukan tugas lain. Ia hanya bisa merasakan kelezatan
makanan atau minuman. Demikian juga dengan kekuatan seks. Ia hanya bertugas melakukan
aktifitas seksual.

Begitu pula dengan kekuatan amarah. Ia akan menolak segala sesuatu yang dirasa tidak
enak oleh badan. Akan tetapi, di sini perlu ada perhitungan yang mengatur aktifitas kekuatan-
kekuatan itu. Manusia harus mengatur kekuatan-kekuatan yang ada dalam dirinya itu. Jika kita
membiarkan dan membebaskan salah satu kekuatan di atas, maka ia akan melakukan apa saja
yang dikehendakinya. Kebebasan yang kita berikan kepada kekuatan itu akan merusak anggota-
anggota tubuh lainnya. Misalnya saja mata. Mata memperoleh kelezatan dengan memandang
sesuatu, tetapi sama sekali tidak akan melakukan pertimbangan. Lidah memperoleh kelezatan
dalam merasakan makanan dan minuman. Lidah akan terus minta dipenuhi keinginannya untuk
merasakan kelezatan itu saja. Lidah tidak punya perhitungan lain, tanpa memperhatikan apa yang
akan terjadi pada anggota-anggota tubuh yang lainnya. Manusia harus mengatur kekuatan-
kekuatan yang dimiliknya itu. Di sinilah perlunya akal. Manusia harus menempatkan akalnya
sebagai pengatur tubuhnya agar bisa memberikan hak kepada yang berhak. Inilah yang dimaksud
mengatur naluri atau instink itu.

Tujuan dari pengaturan naluri adalah menguasai setiap naluri di bawah kendali akal. Ini
juga tugas dari agama. Sebab, akal tidak akan sanggup melakukan tugas itu sendirian. Agama
bertugas memberikan kewajiban kepada masing-masing naluri untuk mengatur dan membagi
hak-haknya masing-masing. Berbagai aturan dan kewajiban itulah yang dinamakan akhlak.

Namun, hal itu tidak hanya sebatas di sini saja. Artinya, akhlak yang buruk tidak hanya
bersumber dari sisi ini saja. Sebab jika satu bagian mendapat porsi yang lebih besar, sementara
bagian yang lain mendapat porsi yang lebih kecil, maka pemberian hak dan porsi yang tidak
seimbang pada masing-masing anggota tubuh akan mendatangkan dampak yang tidak
diinginkan. Jika seseorang memperhatikan satu kecenderungan dan mengabaikan kecenderungan
yang lainnya, maka kecenderungan yang diabaikan itu akan memberontak kepada
kecenderungan yang selalu dimanja dan diperhatikan. Hal itu akan merusak manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar manusia memenuhi segenap hak yang dimiliki masing-
masing kekuatan dalam diri manusia.

Manusia yang terdiri dari jasad dan ruh, maka ruh mempunyai hak sebagaimana jasad
juga punya hak. Dalam diri manusia ada naluri bergama dan beribadah, tetapi dalam pada itu ada
juga nafsu syahwat. Islam mengajarkan harus memberikan hak kepada keduanya. Jangan
mengorbankan yang satu dengan mementingkan yang lain. Jangan punya pikiran bahwa dengan
mengabaikan kekuatan syahwat dalam diri dengan sibuk melakukan ibadah lalu kekuatan
syahwat itu akan diam dan menghilang. Tidak, tidak demikian. Syahwat yang tidak diberi hak itu
akan memberontak dan membangkang. Para pendeta dulu mengharamkan dirinya untuk
menikah, dan ini berarti ia telah menelantarkan satu lapisan dari berbagai lapisan yang terdapat
dalam kesatuan tubuh manusia. Akibat dari itu maka timbul pengaruh negatif darinya. Oleh
karena itu, perlu sistem pembagian dan pengaturan hak-hak yang dimiliki oleh masing-masing
naluri dalam diri manusia. Dan sistem pembagian itu adalah akhlak.

Anda mungkin juga menyukai