Anda di halaman 1dari 7

1.

Indonesia merupakan salah satu negara hukum dimana tata cara dalam menjalankan kehidupan
negara diatur oleh asas hukum namun sampai saat ini sistem hukum di Indonesia tidak berjalan
dengan baik dilihat dari kasus nenek asyani membuktikan bahwa realita hukum di Indonesia
masih buruk banyak penyelewengan dan ketidaktepatan dalam pelaksanaanya, seorang nenek
yang sudah berusia lanjut dengan kasusnya yaitu pencurian 7 batang kayu sangat mengemparkan
publik dan masyarakat Indoneia karena sanksi hukum yang dijatuhkan oleh lembaga pengadilan
dinilai berlebihan, nenek asyani mendapatkan hukuman 1 tahun penjara dengan denda
500.000.000 angka tersebut sangat fantastis dilihat dari bobot kasusnya. Dengan terjadinya
peristiwa nenek asyani ini membuat masyaraat ragu dengan sistem hukum yang berjalan dalam
pasal 27 ayat 1 UUD 1945 sudah dijelaskan juga bahwa semua warga negara mendapatkan
perlakuan yang sama dimata hukum, persamaan hak dan kewajiban dihadapan hukum baik
tersangka, terdaqwa dan aparat penegak hukum, baik pejabat, warga biasa, kalangan darah biru,
sama-sama warga negara yang harus mendapatkan hak, kedudukan, kewajiban yang sama di
depan hukum. Namun dalam praktik justru banyak ditemukan penyelewengan, keadilan hanyalah
dalih yang digunakan didepan saja pada akhirnya pada akhirnya hukum merupakan alat yang
digunakan para penguasa untuk mendapatkan keuntungan serta bertindak semena-semena hal
tersebut tentunya tidak boleh terjadi karena hukum berperan vital sebagai acuan negara dalam
melaksanakan kehidupan bernegara untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban negara serta
hukum sebagai tongggak hak asasi manusia untuk membela dirinya dimata harusnya nenek
asyari mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan serta keadilan yang berpihak
kepadanya. (filsafat hukum dan etika profesi)
2. Sistem pemerintahan presidensil di Indonesia yang bentuk negaranya republik, membuat
jabatan seorang presiden punya dua peranan penting, yaitu sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Selain itu, sistem presidensial di Indonesia memisahkan kekuasaan negara
menjadi tiga, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau disebut sebagai trias politica. Lembaga
eksekutif menjalankan undang-undang (presiden dan wakil presiden beserta menteri) - Lembaga
legislatif membuat undang-undang (DPR, DPD, dan MPR) Lembaga yudikatif mengadili
pelanggar undang-undang (Mahkamah Konstitusi, Mahkamah -Agung, dan Komisi Yudisial)
Kesepakatan penggunaan sistem presidensial di Indonesia tertulis pada Undang-Undang Dasar
1945 setelah amandemen, Pasal 4 Ayat 1: "Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan". Di
Indonesia pemilihan presiden dilakukan melalui pemilu hal ini sebagai bentuk dari nilai deokratis
yang dilakukan oleh negara Indonesia, selanjutnya presiden memiliki kekuasaan yang lebih besar
dalam proses legislatif.Presiden dapat mengeluarkan peraturan pemerintah yang memiliki
kekuatan hukum setara dengan undang-undang Dalam menjalankan tugasnya, presiden diawasi
oleh parlemen, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Selain itu, presiden berhak mengangkat dan memberhentikan para menteri yang bertanggung
jawab pada presiden.Baik, presiden, wakil presiden, dan anggota DPR dan DPR dipilih langsung
oleh rakyat. Lalu, setelah terpilih di pemilu presiden dan wakilnya akan diangkat oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), yaitu lembaga tertinggi yang berwenang mengubah dan
menetapkan UUD 1945.Tentunya, MPR juga berhak memberhentikan presiden dan wakil
presiden.
Dalam pemerintahan presidensil kosentrasi kekusaan ada pada presiden sebagai kepala negara
dan kepala pemerintahan yang dibantu oleh para menteri dalam pelaksanaan tugasnya. Namun
dalam pelaksaan sistem presidensil pada setiap negara mempunyai kebijakan dan peraturan yang
berbeda seperti contohnya negara Indonesia dan Amerika walaupun keduanya sama sama
menerapkan sistem presidensil dalam pemerintahanya keduanya memilki beberapa perbedaan
sistem kenegaraanya berikut perbedaan presidensil negara Indonesia dengan negara barat seperti
Amerika :
Sistem presidensial di amerika serikat yang bentuk negaranya federal atau serikat, membuat
presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Tetapi, juga berperan menjadi
Panglima Tertinggi Angkatan Darat dan Angkatan Laut Amerika Serikat. Selain itu, Amerika
Serikat juga membagi kekuasaan negara menjadi tiga, namun punya perbedaan dalam lembaga-
lembaganya.
Lembaga legislatif
Berfungsi untuk memberlakukan undang-undang, menolak pengajuan presiden, dan berwenang
menyatakan perang. Lembaga ini dipegang oleh Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga,
setiap keputusan yang merupakan tanggung jawab badan legislatif harus berdasarkan rapat
kongres.
- Lembaga eksekutif
Lembaga eksekutif di Amerika Serikat punya tugas menjalankan dan menegakkan hukum, yang
dijalankan oleh presiden dan wakilnya, para menteri, anggota dewan, beserta komite-komite
lainnya.
- Lembaga yudikatif
Berfungsi untuk menafsirkan arti undang-undang, menerapkan undang-undang, dan menilai
undang-undang. Lembaga ini dijalankan oleh Mahkamah Agung dan pengadilan di negara
bagian.
3. A. Polluter Pays Principle(PPP) memberi arah dalam pengaturan hukum lingkungan
terkait peristiwa pencemaran. Asas ini menunjuk pada suatu kewajiban atau pembebanan
kepada pencemar untuk membayar kerugian yang dialami korban.
B. Lingkungan hidup adalah suatu hal yang berkaitan erat dengan hajat hidup banyak orang.
Berdasarkan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, dapat diketahui bahwa setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Lingkungan hidup yang baik dan sehat
itu juga dibutuhkan oleh semua manusia demi kehidupan yang sejahtera. Ironisnya,
permasalahan dalam lingkungan hidup seringkali disebabkan oleh manusia sendiri. Tidak jarang
ditemukan manusia yang kegiatannya merusak lingkungan, yang tidak disadarinya karena tidak
mempengaruhi lingkungan hidup sehari-harinya secara langsung, namun mempengaruhi
kehidupan manusia lain. Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) sebagai bentuk upaya
melindungi lingkungan hidup masyarakat dan komitmennya untuk melaksanakan perjanjian-
perjanjian internasional di bidang lingkungan. Salah satu langkah terpenting dalam perlindungan
lingkungan hidup yang diatur dalam UU PPLH adalah perencanaan penggunaan lingkungan.
Dari studi kasus diatas jelas perusahaan melanggar dan harus bertanggung jawab untuk
menerima hukuman dan sanksi sesuai aturan yang berlaku untuk perusahaan yang secara sengaja
melakukan pencemaran membuang limbah ini juga sudah diatur dalam Pasal 60 jo. Pasal 104
UU PPLH yang berbunyi :
Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup
tanpa izin. 
Pasal 104 UU PPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

C. Dalam Pasal 88 menjelaskan yang dimaksud dengan bertanggungjawab Mutlak atau strict


liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar
pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan
terhadap pencemaran atau perusak lingkungan hidup. Menurut pasal ini dapat ditetapkan sampai
batas tertentu, sampai batas waktu tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-
undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau
telah tersedia dana lingkungan hidup. Namun saat ini dengan diterbitkannya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), telah dilakukan revisi terhadap
sejumlah pasal dalam UU PPLH, salah satunya termasuk Pasal 88 terkait prinsip strict liability
ini. Rumusan Pasal 88 UU PPLH yang baru berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, dan/atau
yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas
kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.”
Frasa “tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” yang sebelumnya tertuang dalam Pasal 88 UU
PPLH dihapuskan. Dengan dihapuskannya frasa tersebut, yang dimaksud dengan “bertanggung
jawab mutlak” tidak jauh berbeda dengan pertanggungjawaban kesalahan. Dengan demikian,
pihak yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan kerugian itu memang mutlak
bertanggung jawab, namun tetap diperlukan adanya pembuktian atas adanya unsur kesalahan dari
tindakan yang dilakukan tergugat. Perubahan Pasal 88 UU PPLH di atas menuai kritik karena
melemahkan akses masyarakat kepada keadilan. Masyarakat yang sebelumnya terlindungi dari
tindakan pelaku usaha yang merusak lingkungan hidup dan menyebabkan kerugian, serta
terlindungi dari akibat akses informasi yang tidak simetris, kini dihadapkan dengan
permasalahan-permasalahan tersebut dan dibebankan dengan kewajiban pembuktian.
(Hukum Lingkungan)
4. Sejak UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hadir,
pengguna media sosial banyak yang khawatir. Undang-undang ini pada awalnya untuk
melindungi kepentingan Negara, publik, dan swasta dari kejahatan siber (cyber crime). Saat itu
ada 3 pasal mengenai defamation (pencemaran nama baik), penodaan agama, dan ancaman
online. Nomor 11 Tahun 2008 yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat kepada setiap
penggunanya di berbagai platform sosial media. Batasan-batasan yang tercantum didalamnya
antara lain Hak Asasi Kebebasan Berpendapat,karena pada dasarnya setiap individu memiliki
kebebasan berpendapat yang telah dijamin oleh konstitusi dan negara, oleh karena itu Negara
Republik Indonesia yang mengaku sebagai negara yang berlandaskan hukum dan juga
demokratis memiliki wewenang untuk mengatur dan melindungi pelaksananya. Kebebasan
berpendapat setiap individu harus dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun dan
kebebasan untuk berpikir diatur dalam perubahan ke empat Undang-Undang Dasar
RepublikIndonesia Tahun 1945 Pasal 28 ayat 3 yang mengatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Adanya situs-situs pada jejaring
sosial dibuat untuk mendorong pembuatan dan pembagian sebuah informasi tanpa disertai
adanya pengecekan atas fakta ataupun regulasi. Hal tersebut memicu pula adanya pencemaran
nama baik atas informasi palsu yang beredar tentang seseorang. Kasus pencemaran nama baik di
media sosial semakin meningkat akhir-akhir ini karena semua orang merasa memiliki kebebasan
untuk menggunakan media sosialnya masing-masing, namun tidak menggunakan media sosial
tersebut dengan bijak. Pencemaran nama baik didefinisikan sebagai suatu publikasi atas
pernyataan palsu yang akan merugikan serta merusak reputasi pihak yang dituju. Media sosial
menjadi jurang yang membutuhkan tanggung jawab tinggi. Siapapun pihak yang melakukan
pencemaran nama baik seseorang pastinyaakan terkena hukuman.Dengan melakukan
pencemaran nama baik kepada seseorang, ancaman pidana yangdiberikan ialah dengan penjara
maksimal 4 (empat) tahun atau dengan membayar denda maksimal sebanyak 750 juta.

Nomor 11 Tahun 2008 yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat kepada setiap
penggunanya di berbagai patform sosial media. Batasan-batasan yang tercantum didalamnya
antara lain Hak Asasi Kebebasan Berpendapat,karena pada dasarnya setiap individu memiliki
kebebasan berpendapat yang telah dijamin oleh konstitusi dan negara, oleh karena itu Negara
Republik Indonesia yang mengaku sebagai negarayang berlandaskan hukum dan juga demokratis
memiliki wewenang untuk mengatur danmelindungi pelaksananya.Kebebasan berpendapat setiap
individu harus dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapundan kebebasan untuk berpikir
diatur dalam perubahan ke empat Undang-Undang Dasar RepublikIndonesia Tahun 1945 Pasal
28 ayat 3 yang mengatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.Adanya situs-situs pada jejaring sosial dibuat untuk mendorong
pembuatan dan pembagiansebuah informasi tanpa disertai adanya pengecekan atas fakta ataupun
regulasi. Maka dari itu,zaman sekarang banyak beredar informasi-informasi palsu tentang
seseorang atau bahkan tentangsuatu bisnis. Hal tersebut memicu pula adanya pencemaran nama
baik atas informasi palsu yang beredar tentang seseorang. Kasus pencemaran nama baik di media
sosial semakin meningkat akhir-akhir ini karena semua orang merasa memiliki kebebasan untuk
menggunakan media sosialnyamasing-masing, namun tidak menggunakan media sosial tersebut
dengan baik.Pencemaran nama baik didefinisikan sebagai suatu publikasi atas pernyataan palsu
yangakan merugikan serta merusak reputasi pihak yang dituju. Media sosial menjadi jurang
yangmembutuhkan tanggung jawab tinggi. Pencemaran nama baik yang berlangsung pada media
sosialtidak dibeda-bedakan. Siapapun pihak yang melakukan pencemaran nama baik seseorang
pastinyaakan terkena hukuman.Dengan melakukan pencemaran nama baik kepada seseorang,
ancaman pidana yangdiberikan ialah dengan penjara maksimal 4 (empat) tahun atau dengan
membayar denda maksimal sebanyak 750 juta. (Hukum Telematika)
5. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Bab IV Pasal 8 hingga Pasal 17
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan-ketentuan
tersebut dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu
1. Larangan bagi pelaku usaha dalam memproduksi atau menjual produk. Hal ini pelaku usaha
harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditetapkan untuk memproduksi barang yang akan
dipasarkan berikut beberapa contoh perbuatan pelaku usaha yang tidak diperbolehkan: tidak
memenuhi standar yang ditentukan peraturan perundang-undangan, kondisi dan keadaan produk
(seperti berat bersih, ukuran, keistimewaan, mutu, proses pengolahan) tidak sesuai dengan yang
dinyatakan dalam label atau keterangan produk, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam
label atau iklan promosi, tanggal kadaluwarsanya tidak tercantum.
2. Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran produk tercantum dalam Pasal 9 sampai
16. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan produk secara tidak
benar, menyesatkan dan/atau menampilkan kesan seolah-olah. Selain itu, pelaku usaha dilarang
mengelabui/menyesatkan konsumen saat melakukan obral atau lelang. Pelaku usaha juga
dilarang membohongi konsumen. Salah satu contoh dari pelanggaran ketentuan di atas adalah
perang tarif operator telepon seluler yang berimbas pada saling menyindir dan merendahkan
operator lain. Di masyarakat juga sering ditemukan produk yang berlabel halal namun setelah
dilakukan pengujian ternyata produk tersebut dibuat dari bahan atau melalui proses yang tidak
halal.
3.Larangan bagi pelaku usaha periklanan
Aturan mengenai pelaku usaha periklanan juga diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 17.
Para pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang memuat unsur kebohongan.
Misalnya, mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan kegunaan, dan harga, serta
ketepatan waktu penerimaan produk dan garansi terhadap produk tersebut. Selain itu, para pelaku
usaha periklanan juga dilarang memproduksi iklan yang memuat informasi yang keliru, salah,
atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa. Sebagai contohnya: banyak produk kecantikan
yang menawarkan produknya dengan iming iming dapat bisa mencerahkan kulit dan glowing
dalam sekejap dengan sekali pemakaian. Mempromosikan dengan memberika informasi yang
tidak logis dan tidak sebenar- benarnya tersebut dianggap penyalahi aturan pelaku usaha.
( Hukum Perlindungan Konsumen)
6. A. masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera merupakan cita-cita bangsa Indonesia. Untuk
mewujudkan hal tersebut, pemerintah dituntut untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif
dan pembangunan yang berkelanjutan. pemerintah dituntut untuk menjaga tingkat pertumbuhan
ekonomi nasional serta mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Hal itulah
yang melatarbelakangi terbitnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sumber : https://www.hukumonline.com/berita/a/yuk-pahami-poin-penting-dalam-uu-
harmonisasi-peraturan-perpajakan-lt61a6dbf9adf8b?page=2
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan yang
digunakan sebagai instrumen untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Sebagai
salah satu upaya untuk memperkuat fungsi APBN demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
negara melakukan reformasi perpajakan melalui pengesahan Undang-Undang Harmonisasi.
Peraturan Perpajakan (RUU HPP) telah disahkan menjadi Undang-Undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (UU HPP) oleh DPR. Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salah satu
substansi dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP ini berkaitan dengan reformasi fiskal dan
reformasi struktural. Tujuan kedua reformasi ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
perekonomian dan menjaga keberlangsungan fiskal jangka panjang. Secara garis besar UU HPP
ini mengubah ketentuan di beberapa Undang-Undang Perpajakan yaitu : Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP); Undang-Undang Pajak Penghasilan
(UU PPh); Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (UU PPN); dan Undang-Undang Cukai (UU Cukai). Dan juga beberapa
perubahan lain tentang perpajakan pemberian natura.
Sumber : https://ddtc.co.id/id/perubahan-ketentuan-perpajakan-dalam-uu-hpp-dapatkan-naskah-
persandingannya-di-sini-a/
https://www.hukumonline.com/berita/a/yuk-pahami-poin-penting-dalam-uu-harmonisasi-
peraturan-perpajakan-lt61a6dbf9adf8b?page=1

7. Pada umumnya penyebab pelanggaran baik itu dari PKWT atau PKWTT itu disebabkan oleh
beberapa faktor yang sama. Berikut yang dapat menyebabkan timbulnya pelanggaran terhadap
perjanjian kerja, baik itu PKWT ataupun PKWTT diantaranya adalah:
1. Ketidakjelasan dalam isi perjanjian kerja: Ketidakjelasan isi perjanjian kerja dapat memicu
timbulnya perselisihan antara karyawan dan perusahaan, seperti tidak jelasnya masa kerja, gaji
yang harus dibayarkan, atau hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan. Hal ini dapat
menyebabkan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, dan dapat berakibat pada pelanggaran
hukum. Ketidaksesuaian antara perjanjian kerja dan peraturan perundang-undangan: Perjanjian
kerja harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU
Ketenagakerjaan. Banyak perusahaan yang tidak memperhatikan UU Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 yang kemudian mengeluarkan Surat Keputusan No.KEP.100/MEN/VI/2004 yang
mengatur tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja tertentu (PKWT) Dalam SK tersebut
mengatur semua hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan yang harus berdasarkan regulasi
PKWT
2. Pengakhiran perjanjian kerja secara sepihak, apabila salah satu pihak dalam perjanjian
mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja waktu tertentu, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti
rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja (Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003)
3. Tunjangan pekerja/ buruh, Pekerja/buruh yang terikat dalam PKWT kemungkinan dapat
tunjangan atau tidak, dapat dibaca dalam perjanjian-kerja yang dibuat oleh pengusaha dengan
pekerja/buruh, karena menurut Pasal 1338 BW bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Namun dalam UU Cipta Kerja, pemberian uang
kompensasi bagi karyawan PKWT diatur pada Pasal 81 angka 17 UU Cipta Kerja yang
menyisipkan Pasal 61 A Isi aturan tersebut pengusaha wajib memberikan uang kompensasi
kepada pekerja/ buruh. Bahkan Ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi PKWT dan
PKWTT diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam ketentuan PKWTT juga sudah
diatur dalam Pasal 156 UU No. 13 tahun 2003 mengenai hak pekerja meliputi uang pesangon
(UP)+ Uang penghargaan masa kerja (UPMK) + Uang penggantian hak (UPH). Maka sesuai
aturan hukum para pekerja baik PKWT dan PKWTT harus mendapatkan haknya dalam
tunjangan namun, banyak perusahaan yang tidak peduli atau enggan memenuhi kewajibanya
untuk pekerja. Hal ini yang membuat banyak para pekerja yang sudah memutuskan dan
melanggar kontrak pekerjaan.

sumber : Sumber: Buku Materi Pokok Hukum Ketenagakerjaan; Purbadi Hardjoprajitno, dkk;
Universitas Terbuka
https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2021/08/06/060000980/karyawan-kontrak-
pkwt-berhak-uang-kompensasi-simak-aturan-dan.

Anda mungkin juga menyukai