Anda di halaman 1dari 5

Hambatan Dalam Proses Komunikasi Terapeutik.

2.1    Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau
kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara
verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku
resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a.     Supresi dan represi informasi yang terkait
b.     Intensifikasi gejala
c.     Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d.    Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat
sementara
e.   Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk
pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
f.     Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan
mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap
menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal
yang tidak penting
i.  Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu)
j.  Perilaku amuk atau tidak rasional

2.2  Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat
yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya
pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan
tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan
tergantung.

Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :


Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa
sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata Gengki
ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami
perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang
lalu.
Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :
Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai wajah
dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus dilakukan
selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya.

2.3    Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan bukan
oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):
a.  Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
b.  Menekan perasaan selama  atau sesudah sesi.
c.  Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau melampaui
waktu yang telah ditentukan.
d.  Mengantuk selama sesi.
e.  Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk  berubah.
f.   Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
g.  Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi.
i.   Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j.   Melamunkan atau memikirkan  klien.
k.  Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l.   Perasaan cemas, gelisah atau  persaan bersalah terhadap kien
m.  Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang  di berikan klien.
n.   Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.

Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk (  Stuart danSundeen dalam Intan, 2005):


a.   Reaksi sangat mencintai atau “caring”.
            Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-lebihan
yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut padahal masih banyak
klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga mencoba menolong klien dengan segala hal yang
tidak berhubungan dengan tujuan yang telah diidentifikasi.
b.   Reaksi sangat bermusuhan.
Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun) Derry ini selalu
marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada klienini dan
selalumengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan
c.   Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasikan terjadi countertransference (StuartG.Wdalam Suryani,2006):


a.    Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa yang di
harapkan kepada kliennya.
b.   Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama ketika klien
menentang atau mengeritik.
c.    Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
d.   Ketika countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk mengontrolnya.
e.    Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasicountertransference, pengawasan
secara individumaupun kelompok dapat lebih membantu.

2.4  Pelanggaran batas.


Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien
adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini perawat
berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun
klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).
            Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan
membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
            Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)
a.    Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat serta
penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.
b.   Batas waktu
     Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya dengan
klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak mempunyai tujuan
terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas.
c.    Batas tempat dan ruang
     Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
     Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik
diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang
rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan
tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka
atau ada pegawai yang lain. 
d.   Batas uang
   Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini juga
perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya pengobatan
untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
e.    Batas pemberian hadiah dan pelayanan
     Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar batas.
f.    Batas pakaian
     Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai pakaian
yang tidak sopan.
g.   Batas bahasa  ;
     Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan klien.
Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada menggurui
merupakan pelanggaran batas.

h.   Batas pengungkapan diri secara personal;


     Mengungkapkan  diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan tujuan
terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
i.     Batas kontak fisik;
     Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar batas atau
tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam
hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.
    
             Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien, perawat
sejak awal interkasi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien tentang
hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi perawat harus berhati-hatidalam
berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan selalu berfokus pada
tujuan interaksi, perawat bisa terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas dalam berhubungan
dengan klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali bertemu dengan klien
juga dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006).
Contoh pelagggaran batas yaitu (Intan 2005):
-          Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam  di luar.
-          Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.
-          Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.
-          Perawat menghadiri  acara-acara  sosial.
-          Klien member perawat hadiah.
-          Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
-          Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.
-          Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.
-          Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.
-          Perawat menghadiri undangan klien.

2.5  Pemberian hadiah


Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan. Disatu
pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam mencapai tujuan
terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak
hubungan terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen, rangkaian
bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terima
kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari
anggota keluarga yang lega dan berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan beban
emosional klien.

2.6  Cara mengatasi hambatan komunikasi


Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan
emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang
terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau perawat
(untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan
teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan,
kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk
membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.

Anda mungkin juga menyukai