Anda di halaman 1dari 3

Aksi Pelanggaran HAM oleh Kudeta Militer Myanmar

Pada awal Februari 2021 lalu, negara Myanmar diselimuti kondisi yang mencengkam hal ini
disebabkan terjadinya kudeta yang dilakukan oleh junta militer. Pada awalnya kudeta terjadi
dikarenakan junta militer menganggap pemerintah menolak untuk menangani tuduhan
kecurangan pemilihan umum yang dilaksanakan pada bulan November tahun lalu, di mana
partai Suu Kyi memenangkan suara secara telak. Namun tuduhan itu telah dibantah oleh
Komisi Pemilihan Umum.

Tanggal 2 Februari 2021 kurang lebih terdapat 70 anggota Parlemen terpilih mengadakan
pertemuan simbolis Parlemen guna menentang terjadinya kudeta militer. Di kantor
pemerintah yang terletak di kota Naypyidaw, terdapat anggota Parlemen yang sedang
menandatangani sumpah jabatan. Pertemuan yang dilakukan tersebut seakan menekankan
sebuah isyarat simbolis dimana bukan militer yang membuat Undang-Undang sah bagi
negara tersebut melainkan tugas Parlemen.

Namun pada akhirnya junta militer meminta para anggota Parlemen untuk keluar dari kantor
dan rumah dinas untuk kembali ke kota asal mereka. Kantor tersebut merupakan tempat
dimana 400 anggota ditahan setelah berlangsungnya kudeta. Tak sedikit anggota dari
Parlemen menunjukkan kemarahannya saat meninggalkan kantor pemerintahan dan mereka
bertekad untuk memerangi kudeta yang sedang terjadi.

Militer diketahui telah menyerahkan semua kekuasaan negara ke tangan junta seperti halnya
fungsi legislatif yang berlangsung dalam keadaan darurat negara selama satu tahun. Selain
hal itu, militer juga merencanakan pembentukan komisi pemilihan baru yang nantinya akan
di tugaskan untuk menyelidiki dugaan penyimpangan suara, serta mengulang pemilihan di
akhir keadaan darurat dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang.

Dewan Keamanan PBB telah menyuarakan permintaannya kepada militer Myanmar untuk
dapat “Menegakkan lembaga dan proses demokrasi, serta menahan diri dari kekerasan,
kebebasan fundamental, supremasi hukum, untuk sepenuhnya menghormati hak asasi
manusia. Seorang anggota partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi, Soe Soe Kyi turut
membuka suaranya dengan mengatakan “ini melanggar hak asasi seluruh warga negara. Ini
bukan kudeta, ini pengkhianatan terhadap pemerintahan. Saya mengatakan bahwa ini adalah
pengkhianatan negara”.
Seperti yang dilansir CNBC Indonesia, kurang lebih terdapat 70 korban pembunuhan yang
dilakukan oleh junta militer. Hal tersebut mendapat kencaman keras dari pihak Pelapor
Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar. Tidak berhenti sampai disitu,
PBB kembali melaporkan kejahatan lain yang dilakukan oleh junta militer misalnya saja
penganiayaan dan penyiksaan. Fakta kebenaran yang diungkapkan oleh penyelidik hak asasi
manusia Thomas Andrews kepada Dewan HAM PBB bahwa sebenarnya “negara Myanmar
sedang dikendalikan oleh rezim yang membunuh dan ilegal”.

Kudeta yang sedang berlangsung di Myanmar tersebut tentu saja menjadi perhatian dunia
internasional serta mendapat kencaman dari banyak pihak karena sudah dianggap
bertentangan dengan Piagam PBB dan prinsip demokrasi serta melanggar hukum
internasional. Bahkan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak masyarakat dunia
untuk menggagalkan kudeta militer yang sedang terjadi di Myanmar. Banyak laporan yang
mengatakan bahwa militer juga memerintahkan dilakukannya pemblokiran Facebook di
negara tersebut, dengan alasan platform media sosial itu mengganggu restorasi stabilitas.

Banyak negara barat yang mengecam kudeta tersebut, numun karena China tidak
menyepakati upaya yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB tidak bisa dilanjutkan dan
mengalami kegagalan hal ini dikarenakan China adalah satu dari lima anggota tetap Dewan
Keamanan PBB yang memiliki hak veto. Hal itu juga di dasarkan karena Beijing telah lama
melindungi Myanmar dari pengawasan internasional, beijing telah memperingatkan sejak
pertama terjadinya kudeta bahwa sanksi atau tekanan internasional yang diberikan kepada
Myanmar hanya akan memperburuk keadaan.

Bukan hanya Beijing saja yang melindungi Myanmar, Rusia juga berulang kali melindungi
Myanmar dari kritik yang diberikan PBB atas tindakan yang dilakukan oleh represi
militernya terhadap populasi minoritas Muslim Rohingnya. Meski begitu Myanmar tetap
mendapat peringatan dari banyak negara di dunia agar militernya dapat mematuhi demokrasi.
Bukan hanya itu, PBB juga telah berulang kali memperingkat militer Myanmar bahwasannya
akan dikenai “sanksi berat” jika penekanan brutal terhadap demonstrans anti-kudeta terus
terjadi.
IDENTITAS DIRI

NAMA : DANIATUSSALMA TALITHA ALIFA

PENDIDIKAN : JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

SEMESTER 2 UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

ALAMAT : Jl. AGIL KUSUMADYA 1/7 KAUMAN BLORA

Anda mungkin juga menyukai