Anda di halaman 1dari 80

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Pedoman Penyusunan
Dokumen Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Buku ini kami
susun sebagai salah satu upaya untuk memberikan acuan dan kemudahan dalam
pelaksanaan persiapan akreditasi baik oleh pendamping maupun pelaksanaan
akreditasi FKTP.
Akreditasi mempersyaratkan adanya pembuktian pelaksanaan seluruh
kegiatan pelayanan mekalui dokumentasi dan penelusuran, karena pada prinsip
akreditasi, seluruh kegiatan harus tertulis dan apa yang tertulis harus dikerjakan
dengan sesuai. Buku ini berisi contoh-contoh dokumen tang dapat digunakan dalam
menyusun dokumen akreditasi.
Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima
kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan
Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi (FKTP). Semoga dengan digunakannya
buku ini dapat mempermudah pembaca dalam menyiapkan dokumen akreditasi
FKTP.

Bagor, 29 Desember 2018


Kepala Puskersmas Bagor

dr. MASRUCHAH
NIP. 19591005 198802 2 002

1|PUSKESMAS BAGOR
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................
A. LATAR BELAKANG.............................................
B. TUJUAN...............................................................
C. SASARAN............................................................
BAB II PENYUSUNAN DOKUMEN......................................
A. KEBIJAKAN..........................................................
B. KERANGKA ACUAN KEGIATAN........................
C. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ...........
D. SURAT UNDANGAN............................................
E. NOTULEN............................................................
F. PENOMORAN DOKUMEN..................................
G. PENDISTRIBUSIAN DOKUMEN.........................
BAB III PENUTUP..................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................

2|PUSKESMAS BAGOR
BAB I
DEFINISI

Panduan Praktek Klinis bagi tenaga kesehatan Puskesmas Bagor bertujuan


untuk memberikan acuan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan di
Puskesmas Bagor dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan sekaligus
menurunkan angka rujukan.
Panduan ini diharapkan dapat membantu tenaga kesehatan dapat
meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan dengan cara:
1. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan kondisi pasien,
keluarga dan masyarakatnya;
2. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan standar pelayanan;
3. Meningkatkan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan
professional sesuai dengan kebutuhan pasien dan lingkungan; dan
4. Mempertajam kemampuan sebagai gatekeeper pelayanan kedokteran dengan
menapis penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan penatalaksanaan
secara cepat dan tepat sebagaimana mestinya layanan primer.
Dengan menggunakan panduan ini diharapkan, tenaga kesehatan puskesmas
bagor dapat tolok ukur dalam melaksanakan jaminan mutu pelayanan.

3|PUSKESMAS BAGOR
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan Praktek Klinis Bagi Tenaga Klinis di Puskesmas Bagor meliputi


pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit,jenis-jenis pemeriksaan laboratorium
dan prosedur tetap pelayanan kefarmasaian di Puskesmas Bagor. Dengan Panduan
Praktiek Klinis ini diharapkan petugas kesehatan dapat mendiagnosis, memberikan
tindakan atau pengobatan yang sesuai dengan acuan dalam proses pelayanan.

4|PUSKESMAS BAGOR
BAB III
TATA LAKSANA

Panduan ini memuat pengelolaan penyakit mulai dari penjelasan hingga


penatalaksanaan penyakit, jenis-jenis pemeriksaan laboratorium dan prosedur tetap
pelayanan kefarmasaian. Panduan Praktik Klinis Puskesmas Bagor disusun
berdasarkan acuan yang berlaku bagi masing-masing tenaga kesehatan yang
dirumuskan bersama di Puskesmas Bagor.
Sistematika PPK:
A. Judul Penyakit
Kode Penyakit, dengan menggunakan ketentuan kode International Classification
of Diseases (ICD) 10 yang merupakan kodifikasi yang dirancang untuk rumah sakit.
Kodifikasi dalam bentuk nomenklatur berdasarkan sistem tubuh, etiologi, dan lain-
lain.
B. Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan berisi pengertian singkat serta prevalensi penyakit di
Indonesia. Substansi dari bagian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
awal serta gambaran kondisi yang mengarah kepada penegakan diagnosis penyakit
tersebut.
C. Hasil Anamnesis (Subjective)
Hasil Anamnesis berisi keluhan utama maupun keluhan penyerta yang sering
disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien. Penelusuran riwayat penyakit yang
diderita saat ini, penyakit lainnya yang merupakan faktor risiko, riwayat keluarga,
riwayat sosial, dan riwayat alergi menjadi informasi lainnya pada bagian ini. Pada
beberapa penyakit, bagian ini memuat informasi spesifik yang harus diperoleh dokter
dari pasien atau keluarga pasien untuk menguatkan diagnosis penyakit.
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik,
mengarah kepada diagnosis penyakit (pathognomonis). Meskipun tidak memuat
rangkaian pemeriksaan fisik lainnya, pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik
menyeluruh tetap harus dilakukan oleh dokter layanan primer untuk memastikan
diagnosis serta menyingkirkan diagnosis banding.
E. Penegakan Diagnosis (Assessment)
Bagian ini berisi diagnosis yang sebagian besar dapat ditegakkan dengan
anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Beberapa penyakit membutuhkan hasil
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis atau karena telah menjadi
standar algoritma penegakkan diagnosis. Selain itu, bagian ini juga memuat
klasifikasi penyakit, diagnosis banding, dan komplikasi penyakit.

5|PUSKESMAS BAGOR
F. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi pada pasien
(patient centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non
farmakologi dan farmakologi. Selain itu, bagian ini juga berisi edukasi dan konseling
terhadap pasien dan keluarga (family focus), aspek komunitas lainnya (community
oriented) serta kapan dokter perlu merujuk pasien (kriteria rujukan).
G. Sarana Prasarana
Bagian ini berisi komponen fasilitas pendukung spesifik dalam penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit tersebut. Penyediaan sarana prasarana
tersebut merupakan kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan.
H. Prognosis
Kategori prognosis sebagai berikut :
1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.
2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau
fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga
dapat beraktivitas seperti biasa.
Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam : sembuh
2. Bonam : baik
3. Malam : buruk/jelek
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu
• Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
• Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek
Untuk penentuan prognosis sangat ditentukan dengan kondisi pasien saat diagnosis
ditegakkan.
Penatalaksanaan Praktek Klinis
I. Kedokteran Umum
1.GASTRITIS
No ICPC-2 : D07 Dyspepsia/indigestion No ICD-10 : K29.7 Gastritis, unspecified
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa
dan submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat
akumulasi bakteri atau bahan iritan lain. Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis,
difus, atau lokal.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang ke dokter karena rasa
nyeri dan panas seperti terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda
atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung. Faktor

6|PUSKESMAS BAGOR
Risiko 1. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan
pedas, porsi makan yang besar 2. Sering minum kopi dan teh 3. Infeksi
bakteri atau parasit 4. Pengunaan obat analgetik dan steroid 5. Usia lanjut 6.
Alkoholisme 7. Stress 8. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu,
penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron disease
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective ) Pemeriksaan
Fisik Patognomonis 1. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat. 2.
Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan saluran cerna
berupa hematemesis dan melena. 3. Biasanya pada pasien dengan gastritis
kronis, konjungtiva tampak anemis. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan,
kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan: 1. Darah rutin.
2. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaanUreabreath test
dan feses. 3. Rontgen dengan barium enema. 4. Endoskopi
c. Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosis definitif
dilakukan pemeriksaan penunjang.
d. Diagnosis Banding 1. Kolesistitis 2. Kolelitiasis 3. Chron disease 4. Kanker
lambung 5. Gastroenteritis 6. Limfoma 7. Ulkus peptikum 8. Sarkoidosis 9.
GERD Komplikasi 1. Pendarahan saluran cerna bagian atas 2. Ulkus peptikum
3. Perforasi lambung 4. Anemia
e. Penatalaksanaan komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Terapi diberikan per
oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2 x per hari (ranitidin 150 mg per kali,
simetidin 400 – 800 mg per kali), PPI 2 x perhari (omeprazole 20 mg per kali
serta antasida 3 x 500 – 1000 mg per hari). Konseling dan Edukasi
Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya
keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi
kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol. Kriteria rujukan 1. Bila 5
hari pengobatan belum ada perbaikan. 2. Terjadi komplikasi. 3. terdapat alarm
symptoms Peralatan.
f. Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis adalah bonam,
namun dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah

2. DEMAM TIFOID
No ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection No ICD-10 : A01.0 Typhoid fever Tingkat
Kemampuan 4A

7|PUSKESMAS BAGOR
a. Masalah Kesehatan Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan
maupun di pedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene
pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia bersifat
endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di
rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan
500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006).
Selain tingkat insiden yang tinggi, demam tifoid terkait dengan berbagai aspek
permasalahan lain, misalnya: akurasi diagnosis, resistensi antibiotik dan masih
rendahnya cakupan vaksinasi demam tifoid.
b. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Demam turun naik terutama sore
dan malam hari dengan pola intermiten dan kenaikan suhu step-ladder.
Demam tinggi dapatterjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu
kedua. 2. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal 3.
Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare,
mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah 4. Gejala penyerta lain,
seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia, insomnia 5. Pada demam
tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran atau kejang. Faktor Risiko
1. Higiene personal yang kurang baik, terutama jarang mencuci tangan. 2.
Higiene makanan dan minuman yang kurang baik, misalnya makanan yang
dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia, makanan yang tercemar debu atau sampah atau dihinggapi lalat. 3.
Sanitasi lingkungan yang kurang baik. 4. Adanya outbreak demam tifoid di
sekitar tempat tinggal seharihari. 5. Adanya carrier tifoid di sekitar pasien. 6.
Kondisi imunodefisiensi.
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan
Fisik 1. Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat. 2.
Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari yang
ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang berat misalnya delirium atau
koma) 3. Demam, suhu > 37,5oC. 4. Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu
penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut per menit setiap kenaikan suhu
1oC. 5. Ikterus 6. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis 7.
Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik), hepatosplenomegali
8. Delirium pada kasus yang berat
d. Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut 1. Penurunan kesadaran ringan sering
terjadi berupa apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat,
pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis

8|PUSKESMAS BAGOR
(organic brain syndrome). 2. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium
lebih menonjol. 3. Nyeri perut dengan tanda-tanda akut abdomen
e. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis
leukosis Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit
normal, limfositosis relatif, monositosis, trombositopenia (biasanya ringan),
anemia. 2. Serologi a. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)® • Hanya
dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi • Dapat dilakukan pada 4-5
hari pertama demam
f. Diagnosis Banding
Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, infeksi saluran kemih,
Hepatitis A, sepsis, Tuberkulosis milier, endokarditis infektif, demam rematik
akut, abses dalam, demam yang berhubungan dengan infeksi HIV. Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara
lain perdarahan, perforasi usus, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain. 1.
Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati) Penderita dengan sindrom demam tifoid
dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan mental hebat,
kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma. 2. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia
yang berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan
darah turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
g. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
o Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
o Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral
maupun parenteral.
o Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein,
rendah serat.
o Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
o Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran),
kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien
2. Terapi yang diberikan :
o Antibiotik : Kloramfenikol dosis 4 x 250 mg dilanjutkan 4 x 500 mg hari
kedua dlanjutkan sampai dua hari bebas demam atau Amoksisilin dosis
50-150 mg/kgBB selama dua minggu atau Kotrimoksazol 2 x 2 tablet
selama 2 minggu atau Seftriakson 4 gr/hari selama 3 hari.
o Antipiretik : PCT 3 x 500 mg bila demam
o Anti mual / muntah : Antacid 3 x 1 tablet dan vitamin B 6

9|PUSKESMAS BAGOR
Kriteria Rujukan :
1. Demam tifoid dengan keadaan umum yang berat (toxic typhoid).
2. Tifoid dengan komplikasi.
3. Tifoid dengan komorbid yang berat.
4. Telah mendapat terapi selama
5 hari namun belum tampak perbaikan.
Prognosis Prognosis adalah bonam, namun adsanationam dubia ad bonam,

3. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis infeksi No. ICPC-2 : F70 Conjunctivitis infectious No. ICD-10 :
H10.9 Conjunctivitis, unspecified Konjungtivitis alergi No. ICPC-2 : F71 Conjunctivitis
allergic No ICD-10 : H10.1 Acute atopic conjunctivitis Tingkat Kemampuan 4A
a. Masalah Kesehatan Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi, atau reaksi alergi.
Konjungtivitis ditularkan melalui kontak langsung dengan sumber infeksi.
Penyakit ini dapat menyerang semua umur.
b. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan mata
merah, rasa mengganjal, gatal dan berair, kadang disertai sekret. Keluhan
tidak disertai penurunan tajam penglihatan. Faktor Risiko 1. Daya tahan tubuh
yang menurun 2. Adanya riwayat atopi 3. Penggunaan kontak lens dengan
perawatan yang tidak baik 4. Higiene personal yang buruk
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
d. Pemeriksaan Fisik 1. Visus normal 2. Injeksi konjungtival 3. Dapat disertai
edema kelopak, kemosis 4. Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen,
atau purulen tergantung penyebab 5. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan
folikel, papil atau papil raksasa, flikten, membrane, atau pseudomembran.
e. Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Klasifikasi Konjungtivitis 1. Konjungtivitis bakterial: Konjungtiva hiperemis,
sekret purulen atau mukopurulen dapat disertai membran atau
pseudomembran di konjungtiva tarsal. Curigai konjungtivitis gonore, terutama
pada bayi baru lahir, jika ditemukan konjungtivitis pada dua mata dengan
sekret purulen yang sangat banyak. 2. Konjungtivitis viral: Konjungtiva
hiperemis, sekret umumnya mukoserosa, dan pembesaran kelenjar
preaurikular 3. Konjungtivitis alergi: Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau
alergi, dan keluhan gatal.

10 | P U S K E S M A S B A G O R
f. Penatalaksanaan Komprehensif(Plan) Antibiotik tunggal seperti gentamisin,
kloramfenikol, dan sebagainya selama 3-5 hari. Dapat diberikan tetes mata
antibiotik tiap jam dan salep mata tiap 4-5 jam sekali.Penatalaksanaan
Pemberian obat mata topical.
g. Pemeriksaan Penunjang Lanjutan Umumnya tidak diperlukan, kecuali pada
kecurigaan konjungtivitis gonore, dilakukan pemeriksaan sediaan apus dengan
pewarnaan Gram
h. Konseling dan Edukasi
 Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
 Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.
 Merujuk pasien ke konseling sanitasi
i. Kriteria rujukan 1. Jika terjadi komplikasi pada kornea 2. Bila tidak ada respon
perbaikan terhadap pengobatan yang diberikan
j. Prognosis 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad sanationam :
Bonam yakit dapat terjadi berulang.

4. HIPERTENSI ESENSIAL
No ICPC-2 : K86 Hypertension uncomplicated No ICD-10 : I10 Essential
(primary) hypertension Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak
diketahui penyababnya. Hipertensi menjadi masalah karena meningkatnya
prevalensi, masih banyak pasien yang belum mendapat pengobatan, maupun yang
telah mendapat terapi tetapi target tekanan darah belum tercapai serta adanya
penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Mulai dari tidak bergejala sampai
dengan bergejala. Keluhan hipertensi antara lain: 1. Sakit atau nyeri kepala 2.
Gelisah 3. Jantung berdebar-debar 4. Pusing 5. Leher kaku 6. Penglihatan
kabur 7. Rasa sakit di dada Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman
kepala, mudah lelah dan impotensi.
b. Faktor Risiko Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: 1. Umur 2. Jenis
kelamin 3. Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: 1. Riwayat pola makan (konsumsi
garam berlebihan) 2. Konsumsi alkohol berlebihan 3. Aktivitas fisik kurang 4.

11 | P U S K E S M A S B A G O R
Kebiasaan merokok 5. Obesitas 6. Dislipidemia 7. Diabetus Melitus 8.
Psikososial dan stres
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective) Pemeriksaan
Fisik 1. Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat bila terjadi
komplikasi hipertensi ke organ lain. 2. Tekanan darah meningkat sesuai
kriteria JNC VII. 3. Pada pasien dengan hipertensi, wajib diperiksa status
neurologis dan pemeriksaan fisik jantung (tekanan vena jugular, batas
jantung, dan ronki). Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
d. Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
e. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Joint National Committee VII (JNC VII)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik(mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre 120-139 80-89
Hipertensi
Hipertensi 140-159 90-99
tingkat 1
Hipertensi ≥ 160 ≥ 100
tingkat 2

f. Diagnosis Banding White collar hypertension, Nyeri akibat tekanan


intraserebral, Ensefalitis
g. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Peningkatan
tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya hidup dan terapi
farmakologis.
h. Modifikasi gaya hidup untuk hipertensi
Jaga berat badan ideal (BMI: 18,5 - 24,9 kg/m2)
Diet kaya buah, sayuran, produk rendah lemak dengan jumlah lemak total dan
lemak jenuh yang rendah
Pembatasan asupan natrium
Aktivitas fisik aerobic
i. Tata laksana hipertensi
Hipertensi stage 1 dapat diberikan diuritik (HCT 12,5 – 50 mg / hari,
furosemid 2 x 20 – 80 mg / hari) atau pemberian penghambat ACE (captopril
2 x 25 – 100 mg / hari )

12 | P U S K E S M A S B A G O R
Hipertensi stage 2. Bila target terapi tidak tercapai setelah obserfasi selama 2
minggu dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretik, tiazid
dan penghambat ACE.

5. FARINGITIS AKUT
No. ICPC-2 : R74.Upper respiratory infection acute No. ICD-10 : J02.9 Acute
pharyngitis, unspecified Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang
disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan
lainlain.Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus
pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap tahunnya.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Nyeri tenggorokan, terutama
saat menelan 2. Demam 3. Sekret dari hidung 4. Dapat disertai atau tanpa
batuk 5. Nyeri kepala 6. Mual 5. Muntah 6. Rasa lemah pada seluruh tubuh
7. Nafsu makan berkurang Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu: 1.
Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis
dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai
rinorea dan mual. 2. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah,
kadang demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk, dan
seringkali terdapat pembesaran KGB leher. 3. Faringitis fungal:terutama
nyeri tenggorok dan nyeri menelan. 4. Faringitis kronik hiperplastik: mula-
mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang berdahak. 5.
Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau. 6. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak
berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik. 7. Bila dicurigai
faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan
seksual, terutama seks oral.
Faktor Risiko 1. Usia 3 – 14 tahun. 2. Menurunnya daya tahan tubuh. 3.
Konsumsi makanan dapat mengiritasi faring 4. Gizi kurang 5. Iritasi kronik
oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam lambung, inhalasi uap
yang merangsang mukosa faring. 6. Paparan udara yang dingin.
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik 1. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan
tonsil hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus
tidak menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi
vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 2.
Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari

13 | P U S K E S M A S B A G O R
kemudian timbul bercak petechiaepada palatum dan faring. Kadang
ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
penekanan. 3. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
4. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di
bawah mukosa faring dan hiperplasia lateral band. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).
5. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi
oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 6.
Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan
pada mukosa faring dan laring 7. Faringitis luetika tergantung stadium
penyakit: a. Stadium primer Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding
posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul
ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga
didapatkan pembesaran kelenjar mandibula b. Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema yang
menjalar ke arah laring. c. Stadium tersier Terdapat guma. Predileksi pada
tonsil dan palatum. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah
lengkap. 2. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram. 3. Pada
dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopik swab mukosa faring dengan pewarnaan KOH.
c. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bila diperlukan. Klasifikasi faringitis 1. Faringitis Akut a.
Faringitis Viral Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr
Virus (EBV), virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain.
Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada
anak. b. Faringitis Bakterial
d. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan ) Penatalaksanaan 1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup 3. Berkumur dengan air yang hangat dan
berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut.
1. Amoxisilin 3x500mg selama 6- 10 hari atau Eritromisin
4x500mg/hari
2. Obat batuk antitusif atau ekspektoran kalau perlu
3. Analgetik- antipiretik ( paracetamol 3x 500 mg)
4. Kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi inflamasi
(deksametason 3x 0,5mg pada dewasa selama 3 hari )

14 | P U S K E S M A S B A G O R
e. Prognosis 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad
sanationam : Bonam

6.ASMA BRONKIAL (ASMA STABIL)


No. ICPC-2 : R96 Asthma No. ICD-10 : J45 Asthma Tingkat Kemampuan 4A
A. ASMA PADA DEWASA Masalah Kesehatan Asma adalah penyakit
heterogen, selalu dikarakteristikkan dengan inflamasi kronis di saluran napas.
Terdapat riwayat gejala respirasi seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan
batuk yang intensitasnya berberda-beda berdasarkan variasi keterbatasan
aliran udara ekspirasi
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Gejala khas untuk Asma, jika ada maka
meningkatkan kemungkinan pasien memiliki Asma, yaitu : 1. Terdapat lebih
dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat) khususnya pada dewasa
muda 2. Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari 3. Gejala
bervariasi waktu dan intensitasnya 4. Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan,
pajanan allergen, perubahan cuaca, tertawa atau iritan seperti asap
kendaraan, rokok atau bau yang sangat tajam
Tabel 10.2 Faktor risiko asma bronkial Faktor Pejamu
Prediposisi genetik Atopi Hiperesponsif jalan napas Jenis kelamin Ras/etnik
Faktor lingkungan mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan
predisposisi asma :
a. Alergen di dalam ruangan (mite domestic, biantang, kecoa, jamur)
Alergen di luar ruangan (tepung sari bunga, jamur) Bahan di lingkungan
kerja (Asap rokok pada perokok aktif dan pasif) Polusi udara(dalam dan
luar ruangan) Infeksi pernapasan (Hipotesis higiene) Infeksi parasit
Status sosioekonomi Besar keluarga Diet dan obat Obesitas Faktor
lingkungan mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-
gejala asma menetap
b. Alergen di dalam dan di luar ruangan Polusi udara di dalam dan di luar
ruangan Infeksi pernapasan Exercise dan hiperventilasi Perubahan
cuaca Sulfur dioksida Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna
makanan), obat-obatan Ekspresi emosi yang berlebihan Asap rokok
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal.
Abnormalitas yang paling sering ditemukan adalah mengi ekspirasi saat
pemeriksaan auskultasi, tetapi ini bisa saja hanya terdengar saat ekspirasi
paksa. Mengi dapat juga tidak terddengan selama eksaserbasi asma yang

15 | P U S K E S M A S B A G O R
berat karena penurunan aliran napas yang dikenal dengan “silent chest”.
Pemeriksaan Penunjang
d. Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru Membutuhkan
bronkodilator setiap hari Variabiliti APE > 30% IV. Persisten berat
Kontinyu APE ≤ 60% Gejala terus menerus Sering VEP1≤ 60% nilai
prediksi Sering kambuh APE ≤ 60% nilai terbaik Aktivitas fisik terbatas
Variabiliti APE > 30% Catatan: bila spirometri tersedia digunakan
penilaian VEP1
Semua eksaserbasi terjadi dalam pengobatan yang adekuat **
Berdasarkan definisi, eksaserbasi di minggu apapun membuat asma tidak
terkontrol *** Tanpa pemberian bronkodilator Fungsi paru tidak untuk
anak 5 tahun atau lebih muda Diagnosis Banding Disfungsi pita suara,
Hiperventilasi, Bronkiektasis, Kistik fibrosis, Gagal jantung, Defisiensi
benda asing Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1.
Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan faktor
pencetusnya. 2. Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan
jangka panjang serta menetapkan pengobatan pada serangan akut sesuai
tabel di bawah ini.
e. Penatalaksanaan asma berdasarkan beratnya keluhan
o Bronkodilator (melebarkan penyempitan jalan napas)
o Agonis β 2 : Salbutamol : dosis dewasa 3-4 x 4 mg/hari; anak 3-4 x 1-2
mg/hari
o Aminofilin : dosis dewasa 3 x 100-200 mg/hari maks 500 mg; anak
5mg/kgBB/kali.
o Antiinflamasi (juga sebagai pencegahan)
o Kortikosteroid : Dexamethasone 3 x 0,5 mg/hari
Pada asma sedang dan berat petugas menyarankan pasien untuk rawat
inap dan memberikan obat asma per-inhalasi dan injeksi, sebagai berikut:
o Asma Sedang : Agonis β 2 secara nebulisasi/inhalasi/hisap 2,5-5 mg
1-3 kali dalam 1 jam pertama dilanjutkan tiap 1-4 jam kemudian atau
Agonis β 2 i.m, teofilin 5mg/kgBB iv pelan, deksametason 5 mg iv,
serta oksigen 4 liter/menit.
o Asma Berat : Agonis β 2 secara nebulisasi/inhalasi/hisap diulang3 kali
dalam 1 jam pertama diulang 1-4 jam kemudian, teofilin iv, steroid iv
diulang per 8-12 jam, Agonis β 2 iv per 6 jam, serta oksigen 4
liter/menit.
f. Prognosis 1. Ad sanasionam : bonam 2. Ad fungsionam : bonam 3. Ad
vitam : bonam Referensi

16 | P U S K E S M A S B A G O R
7. PAROTITIS
No. ICPC-2 : D71. Mumps / D99. Disease digestive system, other No. ICD-10 : B26.
Mumps Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Parotitis adalah peradangan pada kelenjar parotis.
Parotitis dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, atau kelainan autoimun,
dengan derajat kelainan yang bervariasi dari ringan hingga berat. Salah satu infeksi
virus pada kelenjar parotis, yaitu parotitis mumps (gondongan) sering ditemui pada
layanan tingkat pertama dan berpotensi menimbulkan epidemi di komunitas. Dokter
di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat berperan menanggulangi
parotitis mumps dengan melakukan diagnosis dan tatalaksana yang adekuat serta
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap imunisasi, khususnya MMR.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Parotitis mumps a. Pembengkakan
pada area di depan telinga hingga rahang bawah b. Bengkak berlangsung
tiba-tiba c. Rasa nyeri pada area yang bengkak d. Onset akut, biasanya < 7
hari e. Gejala konstitusional: malaise, anoreksia, demam f. Biasanya bilateral,
namun dapat pula unilateral 2. Parotitis bakterial akut a. Pembengkakan pada
area di depan telinga hingga rahang bawah b. Bengkak berlangsung progresif
c. Onset akut, biasanya < 7 hari d. Demam e. Rasa nyeri saat mengunyah 3.
Parotitis HIV a. Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang
bawah b. Tidak disertai rasa nyeri c. Dapat pula bersifat asimtomatik 4.
Parotitis tuberkulosis a. Pembengkakan pada area di depan telinga hingga
rahang bawah b. Onset kronik c. Tidak disertai rasa nyeri d. Disertai gejala-
gejala tuberkulosis lainnya e. Parotitis autoimun (Sjogren syndrome) f.
Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah g. Onset
kronik atau rekurens h. Tidak disertai rasa nyeri i. Dapat unilateral atau
bilateral j. Gejala-gejala Sjogren syndrome, misalnya mulut kering, mata kering
k. Penyebab parotitis lain telah disingkirkan
b. Faktor Risiko
1. Anak berusia 2–12 tahun merupakan kelompok tersering menderita parotitis
mumps
2. Belum diimunisasi MMR
3. Pada kasus parotitis mumps, terdapat riwayat adanya penderita yang sama
sebelumnya di sekitar pasien 4. Kondisi imunodefisiensi
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dapat bervariasi dari tampak sakit ringan hingga berat
2. Suhu meningkat pada kasus parotitis infeksi

17 | P U S K E S M A S B A G O R
3. Pada area preaurikuler (lokasi kelenjar parotis), terdapat:
a. Edema
b. Eritema
c. Nyeri tekan
d. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis parotitis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Komplikasi 1.
Parotitis mumps dapat menimbulkan komplikasi berupa: Epididimitis, Orkitis,
atau atrofi testis (pada laki-laki), Oovaritis (pada perempuan), ketulian,
Miokarditis, Tiroiditis, Pankreatitis, Ensefalitis, Neuritis 2. Kerusakan permanen
kelenjar parotis yang menyebabkan gangguan fungsi sekresi saliva dan
selanjutnya meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan karies gigi. 3. Parotitis
autoimun berhubungan dengan peningkatan insiden limfoma.
e. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1. Parotitis mumps
a. Nonmedikamentosa • Pasien perlu cukup beristirahat • Hidrasi yang cukup •
Asupan nutrisi yang bergizi b. Medikamentosa Pengobatan bersifat simtomatik
(antipiretik, analgetik) 2. Parotitis bakterial akut a. Nonmedikamentosa •
Pasien perlu cukup beristirahat • Hidrasi yang cukup • Asupan nutrisi yang
bergizi b. Medikamentosa • Antibiotik • Simtomatik (antipiretik, analgetik) 3.
Parotitis akibat penyakit sistemik (HIV, tuberkulosis, Sjogren syndrome) Tidak
dijelaskan dalam bagian ini.
f. Konseling dan Edukasi 1. Penjelasan mengenai diagnosis, penyebab, dan
rencana tatalaksana. 2. Penjelasan mengenai pentingnya menjaga
kecukupan hidrasi dan higiene oral. 3. Masyarakat perlu mendapatkan
informasi yang adekuat mengenai pentingnya imunisasi MMR untuk
mencegah epidemi parotitis mumps.
g. Prognosis 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad sanationam
: Bonam

8. DIABETES MELITUS TIPE II


No. ICPC-2 : T90 Diabetes non-insulin dependent No. ICD-10 : E11 Non-insulin-
dependent diabetes mellitus Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2, menurut American Diabetes
Association (ADA) adalah kumulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat
defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Polifagia 2. Poliuri 3. Polidipsi 4.
Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya Keluhan tidak khas: 1.
Lemah 2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas) 3. Gatal 4. Mata
kabur 5. Disfungsi ereksi pada pria 6. Pruritus vulvae pada wanita 7. Luka

18 | P U S K E S M A S B A G O R
yang sulit sembuh Faktor risiko 1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25
kg/m2) 2. Riwayat penyakit DM di keluarga 3. Mengalami hipertensi (TD ≥
140/90 mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi) 4. Riwayat melahirkan
bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis DM Gestasional 5.
Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome) 6. Riwayat
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) 7. Aktifitas jasmani yang kurang
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan
Fisik 1. Penilaian berat badan 2. Mata : Penurunan visus, lensa mata buram
3. Extremitas : Uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen Pemeriksaan
Penunjang 1. Gula Darah Puasa 2. Gula Darah 2 jam Post Prandial 3.
Urinalisis
c. Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Kriteria diagnostik DM
dan gangguan toleransi glukosa:
1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewaktu ≥
200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir ATAU
2. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)> 200
mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan
beban glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan dalam air. Apabila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau
Gula Darah Puasa Teranggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh
Kriteria gangguan toleransi glukosa: 1. GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100–125 mg/dl (5,6–
6,9 mmol/l) 2. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa
plasma 140–199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram (7,8 -11,1
mmol/L) 3. HbA1C 5,7 -6,4% Komplikasi 1. Akut Ketoasidosis diabetik,
Hiperosmolar non ketotik, Hipoglikemia 2. Kronik Makroangiopati, Pembuluh
darah jantung, Pembuluh darah perifer, Pembuluh darah otak 3.
Mikroangiopati: Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh darah kapiler renal
4. Neuropati 5. Gabungan: Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik,
disfungsi ereksi

19 | P U S K E S M A S B A G O R
d. Penatalaksanaan komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Terapi untuk
Diabetes Melitus dilakukan dengan modifikasi gaya hidup dan pengobatan
(algoritma pengelolaan DM tipe 2)
d. Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
Obat hipoglikemik oral (OHO) dimulai dengan dosis kecil dan
ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis hampir maksimal. Pemberian OHO bersamaan dengan
pengaturan diit dan latihan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian
OHO tunggal atau OHO kombinasi. Terapi OHO kombinasi harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda:
1). Golongan Biguanid: Metformin, dosis awal 500 mg dosis maksimal 2500
mg diberikan 1-3 kali/hari
2). Golongan Sulfonilurea: Glibenklamid dosis awal 2.5 mg dosis maksimal 15
mg/hr diberikan 15 – 30 menit sebelum makan, 1-2 kali/hari.
3). Golongan Inhibitor α glukosidase: Acarbose dosis awal 50 mg dosis
maksimal 300 mg diberikan 1-3 kali/hari.
e. Edukasi meliputi pemahaman tentang:
1. Penyakit DM tipe 2 tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol 2. Gaya hidup
sehat harus diterapkan pada penderita misalnya olahraga, menghindari rokok,
dan menjaga pola makan. 3. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol
teratur setiap 2 minggu Perencanaan Makan Standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi: 1. Karbohidrat 45 – 65 % 2. Protein 15 –
20 % 3. Lemak 20 – 25 %
2. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-5 kali
seminggu selama kurang lebih 30-60 menit minimal 150 menit/minggu
intensitas sedang). Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan. Kriteria Rujukan
Untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut: 1. DM tipe 2 dengan
komplikasi 2. DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk 3. DM tipe 2 dengan infeksi
berat
f. Peralatan 1. Laboratorium untuk pemeriksaan gula darah, darah rutin, urin
rutin, ureum, kreatinin 2. Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta
dewasa 3. Monofilamen test
g. Prognosis Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah
penyakit kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam, namun quo
ad fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad malam.

20 | P U S K E S M A S B A G O R
9.. DIARE
a. Definisi No. ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection No. ICD-10 : A06.0
Masalah Kesehatan diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.Diare merupakan
keadaan buang-buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala dari
penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain. Diare akut adalah buang air
besar lembek/cair konsistensinya encer, lebih sering dari biasanya disertai
berlendir, bau amis, berbusa bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 7 hari. Diare
nonspesifik adalah diare yang bukan disebabkan oleh kuman khusus maupun
parasit.
b. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Sakit perut terutama sebelah kiri dan
buang air besar encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah 2.
Muntah-muntah 3. Sakit kepala 4. Bentuk yang berat (fulminating cases)
biasanya disebabkan oleh S. dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak
dan berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan
Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan: 1. Febris 2. Nyeri perut pada
penekanan di bagian sebelah kiri 3. Terdapat tanda-tanda dehidrasi 4.
Tenesmus Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tinja secara langsung
terhadap kuman penyebab.
d. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding 1. Infeksi Eschericiae coli 2. Infeksi Escherichia coli
Enteroinvasive (EIEC) 3. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Komplikasi 1. Haemolytic uremic syndrome (HUS) 2. Hiponatremia berat 3.
Hipoglikemia berat 4. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps
rektal, peritonitis dan perforasi
e. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1. Mencegah
terjadinya dehidrasi 2. Tirah baring 3. Dehidrasi ringan sampai sedang dapat
dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral 4. Bila rehidrasi oral tidak mencukupi
dapat diberikan cairan melalui infus 5. Diet, diberikan makanan lunak sampai
frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan
biasa bila ada kemajuan. 6. Farmakologis
 Penatalaksanaan rehidrasi
Memberikan pengobatan untuk rehidrasi
1) Pada pasien diare tanpa dehidrasi (Terapi A):

21 | P U S K E S M A S B A G O R
Berikan cairan (air tajin, larutan gula garam, oralit) sebanyak yang di
inginkan hingga diare stop, sebagai petunjuk berikan tiap habis BAB:
a) Anak <1 thn : 50 – 100 mL
b) Anak 1 – 4 thn : 100–200 mL.
c) Anak >5 tahun : 200–300 mL
d) Dewasa : 300–400 mL
Meneruskan pemberian makanan atau ASI bagi bayi.
2) Pada pasien diare dengan dehidrasi ringan–sedang (Terapi B):
a) Oralit diberikan 75 mL/kgBB dalam 3 jam, jangan dengan botol.
b) Jika anak muntah(karena pemberian cairan terlalu cepat), tunggu 5-10
menit lalu ulangi lagi, dengan pemberian lebih lambat (1 sendok tiap 2-3
menit).
Merujuk pasien dengan dehidrasi berat ke IGD untuk dilakukan rehidrasi
parental
a) Diberikan Ringer Laktat 100 mL yang terbagi dalam beberapa waktu.
b) Tiap 1-2 jam pasien diperiksa ulang, jika hidrasi tidak membaik tetesan
dipercepat. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (pasien lebih tua) pasien
kembali di periksa
Pemberian Cairan Untuk Bayi Diare Dengan Dehidrasi Berat
Pemberian Pemberian
Umur pertama kemudian
30 mL/kg 70 mL/kg
Bayi <12
dalam 1 jam dalam 5 jam
bulan
Bayi/anak
dalam 30 menit 2,5 jam
> 12 bulan

a. Menetukan terapi farmakologi.


1) Zink selama 10 hariberturut - turut
Bayi< 6 bulandengandosis 1 x 10 mg
Bayi> 6 bulandengandosis 1 x 20 mg
2) Pengobatan antibiotik maupun antimikroba hanya untuk kasus tersangka
kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau amubiasis
a) Kolera : Kotrimoksazol 2 x 3 tab (awal) dilanjutkan 2 x 2 tab / hari atau
Tetrasiklin 4 x 500 mg
b) E. Coli : tidak memerlukan terapi
c) Salmonela : Ampisilin 4 x 1 g atau Kotrimoksazol 4 x 500 mg atau
Siprofloksasin 2 x 500 mg

22 | P U S K E S M A S B A G O R
d) Shigella : Ampisilin 4 x 1 g atau Kloramfenikol 4 x 500 mg
e) Amebiasis : Metronidazol 4 x 500 mg atau Tetrasiklin 4 x 500 mg
f) Giardiasis : Klorokuin 3 x 100 mg atau Metronidazol 3 x 250 mg
g) Virus : Simtomatik & Suportif
3) Pemberian anti emetik seperti antacid, B6, domperidon jika pasien mual
 Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya prognosis
dubia ad bonam.

10. ANEMIA DEFISIENSI BESI


No. ICPC-2 : B80 Iron Deficiency Anaemia No. ICD-10 : 280 Iron Deficiency
Anemias Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai
penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer. Anemia merupakan
masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia. Diperkirakan
>30% penduduk dunia menderita anemia dan sebagian besar di daerah tropis. Oleh
karena itu anemia seringkali tidak mendapat perhatian oleh para dokter di klinik. Hasil
Anamnesis (Subjective)
a. Keluhan Pasien datang ke dokter dengan keluhan:
1. Lemah
2. Lesu
3. Letih
4. Lelah
5. Penglihatan berkunang-kunang
6. Pusing
7. Telinga berdenging
8. Penurunan konsentrasi
9. Sesak nafas
Faktor Risiko :
1. Ibu hamil
2. Remaja putri
3. Status gizi kurang
4. Faktor ekonomi kurang
5. Infeksi kronik
6. Vegetarian

23 | P U S K E S M A S B A G O R
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik
1. Gejala umum Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, mukosa mulut, telapak
tangan, dan jaringan di bawah kuku. 2. Gejala anemia defisiensi besi a. Disfagia b.
Atrofi papil lidah c. Stomatitis angularis d. Koilonikia Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah
eritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, feses rutin,
dan urin rutin. 2. Pemeriksaan Khusus (dilakukan di layanan sekunder.
c. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Anemia adalah suatu
sindrom yang dapat disebabkan oleh penyakit dasar sehingga penting
menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan
kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal. Nilai rujukan kadar hemoglobin
normal menurut WHO: 1. Laki-laki: >13 g/dL 2. Perempuan: >12 g/dL 3.
Perempuan hamil: >11 g/dL Diagnosis Banding 1. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Anemia aplastik 3. Anemia hemolitik 4. Anemia pada penyakit kronik Komplikasi
1. Penyakit jantung anemia 2. Pada ibu hamil: BBLR dan IUFD 3. Pada anak:
gangguan pertumbuhan dan perkembangan
d. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan
anemia harus berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan. Setelah
penegakan diagnosis dapat diberikan sulfas ferrosus 3 x 200 mg (200 mg
mengandung 66 mg besi elemental). Rencana Tindak Lanjut Untuk penegakan
diagnosis definitif anemia defisiensi besi memerlukan pemeriksaan laboratorium di
layananan sekunder dan penatalaksanaan selanjutnya dapat dilakukan di layanan
tingkat pertama.
e. Konseling dan Edukasi
 Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan
penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan
kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
 Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat berupa mual, muntah,
heartburn, konstipasi, diare, serta BAB kehitaman. 3. Bila terdapat efek samping
obat maka segera ke pelayanan kesehatan. Kriteria Rujukan 1. Anemia tanpa
gejala dengan kadar Hb <8 g/dL. 2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar
Hb segera dirujuk. 3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL). 4.
Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter di layanan
tingkat pertama misalnya anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia
megaloblastik. 5. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau
distres pernafasan) pasien segera dirujuk.

24 | P U S K E S M A S B A G O R
 Peralatan Pemeriksaan laboratorium sederhana (darah rutin, urin rutin, feses r
utin).
f. Prognosis Prognosis umumnya dubia ad bonam karena sangat tergantung pada
penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya teratasi, dengan
nutrisi yang baik anemia defisiensi besi dapat teratasi.

II. Kedokteran gigi


1. PERSISTENSI GIGI SULUNG No. ICD 10 : K00.6 Retained (persistent) primary
tooth
a) Definisi Gigi sulung belum tanggal, gigi tetap pengganti sudah erupsi
b) Patofisiologi Gangguan tumbuh kembang geligi tetap dan lengkung rahang
(mal oklusi).
c) Hasil anamnesis (subjective) Bentuk gigi berjejal karena gigi tetap pengganti
sejenis di dalam rongga mulut.
d) Gejala klinis dan pemeriksaan - Sakit negatif/ positif - Derajat kegoyangan gigi
negatif/ positif - Gingivitis negatif/ positif
e) Diagnosis banding Gigi berlebih (supernumerary teeth)
f) Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 89.31 Dental Examination; 23.01 Extraction of
deciduous tooth; 23.11 Removal of residual root.
g) Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi - Kondisikan pasien agar tidak cemas
sehingga kooperatif - Sterilisasi daerah kerja. - Anestesi topikal atau lokal
sesuai indikasi (topikal kemudian disuntik bila diperlukan) - Ekstraksi. -
Observasi terhadap susunan geligi tetap (3 bulan). - Preventif, bila tampak
gejala maloklusi menetap, lanjutkan dengan merujuk perawatan interseptif
ortodontik.

2 KARIES DENTIN No. ICD10 : K02.52 Dental caries on pit and fissure surface
a) a)Definisi - Karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan karies dini yang
lapisan permukaannya rusak - Karies yang sudah berkembang mencapai dentin
- Karies yang umumnya terjadi pada individu yang disebabkan oleh resesi gigi
b) Patofisiologi - Bergantung pada keparahan proses kerusakan - Jika sudah
terdapat tubuli dentin yang terbuka akan disertai dengan gejala ngilu, hal ini
juga bergantung pada rasa sakit pasien.
c) Hasil anamnesis (subjective) - Perubahan warna gigi - Permukaan gigi terasa
kasar, tajam - Terasa ada makanan yang mudah tersangkut - Jika akut disertai
rasa ngilu, jika kronis umumnya tidak ada rasa ngilu

25 | P U S K E S M A S B A G O R
d) Gejala klinis dan pemeriksaan - Pemeriksaan sondasi dan tes vitalitas gigi
masih baik - Pemeriksaan perkusi dan palpasi apabila ada keluhan yang
menyertai
e) Penatalaksanaan:
1. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat
2. Bersihkan jaringan infeksi (jaringan lunak dan warna coklat/hitam harus
dibuang sampai gigi terlihat putih bersih);
3. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan;
4. Keringkan kavitas dengan kapas kecil;
6. Cuci/bilas dengan air yang mengalir;
7. Isolasi daerah sekitar gigi;
8. Keringkan
Lakukan Penumpatan:
A.Dengan menggunakan bahan GIC:
1. Aduk bahan GIC sesuai dengan panduan pabrik (rasio powder terhadap
liquid harus tepat, dan cara mengaduk harus sampai homogen);
2. Aplikasikan bahan yang telah diaduk pada kavitas;
3. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi;
4. Aplikasi bahan lalu diamkan selama 1-2 menit sampai setting time selesai;
Rapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis menggunakan
articulating paper;
5. Di bagian oklusal dapat di bantu dengan celluloid strip atau tekan dengan
jari menggunakan sarung tangan;
6. Poles.
B.Dengan menggunakan Bahan Resin Komposit (RK) :
a. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat skeling manual,
diakhiri dengan brush/sikat;
b. Bentuk outline form untuk melakukan tumpatan yang mempunyai retensi
dan resistensi yang optimal;
c. Lakukan pembersihan jaringan infeksius pada karies gigi (jaringan lunak
dan warna coklat/hitam harus dibuang sampai gigi terlihat putih
bersih).Warna hitam yang menunjukkan proses karies terhenti tidak perlu
diangkat jika tidak mengganggu estetik;
d. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan;
e. Keringkan kavitas dengan kapas kecil;
f. Aplikasikan ETSA asam selama 30 detikatau sesuai petunjuk
penggunaan;
g. Cuci/bilas dengan air yang mengalir;

26 | P U S K E S M A S B A G O R
h. Isolasi daerah sekitar gigi;
i. Keringkan
j. Oleskan bonding/, kemudian di angin-anginkan (tidak langsung dekat
kavitas), dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik;
k. Aplikasikan flowable resin komposit pada dinding kavitas, kemudian
dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik;
l. 12.Aplikasikan packable resin komposit dengan sistem layer by layer/
selapis demi selapis dengan ketebalan lapisan maksimal 2 mm, setiap
lapisan dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik;
m. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi;
n. Merapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis
menggunakan articulating paper;
o. Poles

3. HYPEREMIA PULPA GIGI TETAP MUDA No. ICD 10 : K04.00 Initial


(hyperaemia)
a) Definisi Lesi karies/trauma mengenai email/dentin, dasar kavitas keras/ lunak,
pulpa belum terbuka.
b) Patofisiologi Pulpitis akut/eksaserbasi, periodentitis karena pulpitis, kronik/non
vital. c) Hasil anamnesis (subjective) Sakit menetap kurang dari satu menit bila
terkena rangsangan (minuman dingin/makan manis/asam)
c) Gejala klinis dan pemeriksaan - Karies dentin, - Sondase positif, - Perkusi negatif,
- Tekanan negatif.
d) Diagnosis banding - Pulpitis akut/ eksaserbasi - Periodontitis akut/ eksaserbasi
e) Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 23.2 Restoration of tooth by filling 23.70 Root canal
NOS
f) Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Pembuangan jaringan karies
- Preparasi sesuai materi tumpatan
- Cuci dan keringkan kavitas, isolasi
- Aplikasikan pasta kalsium hidroksida
- Letakkan tumpatan tetap
- Cek oklusi
- Polis
- Kontrol setiap 3 bulan

27 | P U S K E S M A S B A G O R
4. PULPITIS IREVERSIBEL No. ICD 10 : K04.0 Irreversibel pulpitis
a. Definisi Kondisi inflamasi pulpa yang menetap, dan simtomatik atau asimptomatik
yang disebabkan oleh suatu jejas, dimana pulpa tidak dapat menanggulangi
inflamasi yang terjadi sehingga pulpa tidak dapat kembali ke kondisi sehat.
b. Patofisiologi Inflamasi pulpa akibat proses karies yang lama/jejas. Jejas tersebut
dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin yang dapat mengganggu
sistem mikrosirkulasi pulpa sehingga odem, syaraf tertekan dan akhirnya
menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
c. Hasil anamnesis (subjective) - Nyeri tajam, berlangsung cepat dan menetap,
dapat hilang dan timbul kembali secara spontan (tanpa rangsangan), serta
secara terus menerus. Nyeri tajam, yang berlangsung terus menerus menjalar
kebelakang telinga. - Nyeri juga dapat timbul akibat perubahan temperatur/rasa,
terutama dingin, manis dan asam dengan ciri khas rasa sakit menetap lama. -
Penderita kadang-kadang tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit dengan tepat.
- Kavitas dalam yang mencapai pulpa atau karies dibawah tumpatan lama,
dilakukan anamnesis menunjukkan
ii. pernah mengalami rasa sakit yang spontan, klinis terlihat kavitas profunda, dan
tes vitalitas menunjukkan rasa sakit yang menetap cukup lama.
a. Gejala klinis dan pemeriksaan - Karies dentin yang dalam atau kavitas mendekati
pulpa gigi, - Sondase positif sakit menetap, - Perkusi negatif, - Tekanan negatif. -
Vitalitas positif sakit yang menetap lama walaupun rangsangan segera
dihilangkan
b. Diagnosis banding Pulpitis awal/reversibel, bedanya pada pulpitis reversibel
muncul apabila ada rangsangan (bukan spontan) dan tidak bersifat menetap.
c. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 24.99 other dental operation(other); 23.70 root canal,
not otherwise specified; 87.12 Other dental x-ray (root canal x-ray); 23.2
Restoration of tooth by filling/ 23.3 Restoration of tooth by inlay/ 23.41 Application
of crown.
d. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama kasus seperti ini dimasukkan
dalam tindakan endodontik darurat untuk mengurangi rasa sakit (karena
tekanan) dengan cara pulpektomi pada gigi berakar tunggal dan pulpotomi
untuk gigi berakar ganda, perlu segera dilakukan anestesi lokal dan ekstirpasi
jaringan pulpa.
- Perawatan endodontik disesuaikan dengan keadaan gigi, yaitu gigi apeks
terbuka dan gigi apeks tertutup.
- Pada dewasa muda dengan pulpitis ringan dilakukan Pulpotomi.

28 | P U S K E S M A S B A G O R
- Pada gigi dewasa dengan perawatan saluran akar (pulpektomi) dan
dilanjutkan restorasi yang sesuai.
a) Pulpototomi Anastesi, isolasi (rubberdam), desinfeksi gigi, preparasi kavitas,
pembukaan atap pulpa, pulpotomi dengan eksavator tajam, penghentian
pendarahan, aplikasi Ca(OH)2, sementasi dengan aplikasi pasta dan
tumpatan tetap.
b) Pulpektomi dan perawatan saluran akar:
- Anastesi, pengukuran panjang kerja, preparasi kavitas, pembukaan atap
pulpa, pengambilan pulpa di kamar pulpa dengan ekskavator tajam,
pendarahan ditekan dengan kapas steril, ekstirpasi pulpa, pembentukan
saluran akar denganjarum endodontik yang sesuai, irigasi NaOCL,
pengeringan saluran akar dengan paper point, pengobatan saluran akar. Pada
kunjungan berikutnya pengisian saluran akar dengan guttap point dan sealer
(bergantung kondisi).
- Tumpatan tetap atau resin komposit (bergantung sisa / keadaan jaringan
keras gigi).

5. PULPITIS REVERSIBEL/PULPITIS AWAL/PULPA PADA GIGI SULUNG ATAU


GIGI PERMANEN, PASIEN DEWASA MUDA No. ICD 10 : K04.0 Reversible
pulpitis
a. Definisi Inflamasi pulpa ringan dan jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi
akan pulih kembali dan pulpa akan kembali sehat.
b. Patofisiologi Ditimbulkan oleh stimulasi ringan seperti karies erosi servikal, atrisi
oklusal, prosedur operatif, karetase periodontium yang dalam, fraktur mahkota
oleh karena trauma.
c. Hasil anamnesis (subjective) Asimptomatik, jika ada rasa nyeri biasanya oleh
karena adanya rangsangan (tidak spontan), rasa nyeri tidak terus menerus.
Nyeri akan hilang jika rangsangan dihilangkan misal taktil, panas/dingin,
asam/manis, rangsangan dingin lebih nyeri dari pada panas.
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Karies dentin yang dalam atau kavitas
mendekati pulpa gigi - Sondase positif sakit namun hilang apabila rangsang
dihilangkan, - Perkusi negatif, - Tekanan negatif. - Vitalitas positif sakit tidak
menetap lama apabila rangsangan segera dihilangkan
e. Diagnosis banding Pulpitis irreversibel kronis, pulpitis akut
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 23.2 restoration of tooth by filling 23.70 root canal
NOS
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
1) Prosedur pada kasus pulp proteksi:

29 | P U S K E S M A S B A G O R
a) Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat
menggunakan excavator yang tajam ujung membulat ukuran 0,1 mm
b) Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih
(ditandai dengan tidak adanya material yang masih dapat terbawa oleh
excavator yang tajam tersebut)
c) Lakukan aplikasi bahan proteksi pulpa pada titik terdalam (jangan terlalu
lebar/luas agar tidak mengganggu tumpatan tetap diatasnya)
d) Dianjurkan menggunakan bahan RMGI (resin modified glass ionomer)
apabila tumpatan diatasnya menggunakan resin komposit
e) Apabila menggunakan dari GIC, maka:
o Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat
menggunakan excavator yang tajam ujung membulat ukuran 0,1mm;
o Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih
(ditandai dengan tidak adanya material yang masih dapat terbawa oleh
excavator yang tajam tersebut);
o Lakukan aplikasi pasta Ca(OH)2 untuk kasus hiperemi pulpa atau
pulpitis reversibel pada titik terdalam yang mendekati pulpa, kemudian
ditutup diatasnya dengan tumpatan dari GIC sebagai basis;
o Lakukan aplikasi bahan pulp proteksi pada titik terdalam (jangan terlalu
lebar/luas agar tidak mengganggu tumpatan tetap diatasnya);
o Beri tumpatan sementara diatas basis dari GIC,
o Pada kunjungan kedua, lakukan tes vitalitas pada gigi tersebut,
perhatikan apakah ada perubahan saat gigi menerima rangsangan;
o Apabila masih terdapat rasa sakit yang jelas, cek kondisi basis apakah
ada kebocoran tepi, apabila ditemukan maka lakukan prosedur aplikasi
Ca(OH)2 dengan ditutup dengan basis dari GIC lagi;
o Apabila sudah tidak ada keluhan, maka dapat dilakukan tumpatan tetap
dengan resin komposit atau GIC

6. NEKROSIS PULPA No. ICD 10 : K.04.1 Necrosis of pulp


a. Definisi Kematian pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya yang disebabkan oleh
adanya jejas bakteri, trauma dan iritasi kimiawi.
b. Patofisiologi Adanya jejas menyebabkan kematian pulpa dengan atau tanpa
kehancuran jaringan pulpa.
c. Hasil anamnesis (subjective) - Kadang dijumpai tidak ada simptom sakit - Pada
nekrosis total keadaan jaringan periapeks normal / sedikit meradang sehingga
pada tekanan atau perkusi kadang-kadang peka.

30 | P U S K E S M A S B A G O R
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Tanda klinis yang sering ditemui adalah jaringan
pulpa mati, perubahan warna gigi, transluensi gigi berkurang, pada nekrosis
sebagian bereaksi terhadap rangsangan panas. - Nekrosis koagulasi juga sering
disebut nekrosis steril, ditandai oleh jaringan pulpa yang mengeras dan tidak
berbau. - Pada nekrosis liquefaksi / gangren pulpa, jaringan pulpa lisis dan
berbau busuk. - Perlu dilakukan pemeriksaan klinis vitalitas gigi dan foto Ro jika
diperlukan.
e. Diagnosis banding - Pulpitis Ireversibel Akut - Degenerasi pulpa
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM Untuk gigi yang dipertahankan: 24.99 other dental
operation (other) 23.70 root canal, not otherwise specified 23.2 Restoration of
tooth by filling 23.41 Application of crown atau
Untuk gigi yang di indikasikan cabut 23.09 extraction of other tooth 23.11 removal
of residual root
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi Perlu diperkirakan kondisi kerusakan dan
jaringan pendukung yang masih ada. Pada dasarnya perlu penilaian prognosis
yang baik untuk perawatan mempertahankan gigi.
1) Gigi dilakukan perawatan dan dipertahankan.
- Apabila jaringan gigi yang tersisa masih cukup kuat untuk tumpatan
nekrosis pulpa dapat ditangani dengan perawatan saluran akar,
dijelaskan pada pasien prosedur tindakan kedokteran pulpitis
ireversibel,
- Perawatan saluran akar dapat dilakukan pada kasus gigi dengan akar
tunggal, dan gigi akar ganda yang lurus dengan sudut pandang kerja
pada orifice tidak terhalang, - Selain kasus tersebut, dokter gigi harus
merujuk ke spesialis konservasi gigi
2) Gigi di indikasikan untuk dilakukan pencabutan - Apabila pendukung gigi
sudah tidak ada dan gigi dianggap sudah tidak layak untuk dipertahankan (dari
segi biaya, waktu atau kesanggupan pasien), maka tindakan pencabutan
menjadi pilihan utama. - Prosedur tindakan cabut tanpa penyulit:
 Pemeriksaan Vitalitas
 Pemberian Antiseptik pada daerah Pencabutan dan anestesi
 Anastesi local/mandibular sesuai kebutuhan
 Pencabutan  Periksa kelengkapan gigi dan periksa soket
 Kompresi soket gigi
 Instruksi pasca ekstraksi
- Bila perlu pemberian obat sesuai indikasi: - Antibiotika - Analgetika –
Ruborantia

31 | P U S K E S M A S B A G O R
7.. ABSES PERIAPIKAL No. ICD 10 : K.04.7 Periapical abcess without sinus
a. Definisi Lesi likuefaksi bersifat akut/kronis yang menyebar atau terlokalisir di
dalam tulang alveolar
b. Patofisiologi Merupakan lanjutan proses nekrosis pulpa yang dapat
menimbulkan rasa sakit karena tekanan abses tersebut
c. Hasil anamnesis (subjective) Nyeri dan sakit pada saat untuk mengunyah,
kadang disertai munculnya benjolan abses dan pembengkakan.
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Apabila abses periapeks kronis tidak ada gejala
klinis biasanya ada fistula intra oral. - Apabila abses periapeks akut terjadi rasa
sakit pada palpasi dan perkusi dan diikuti pembengkakan di daerah akar gigi.
e. Diagnosis banding Kista dan granuloma
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 24.99 other dental operation (other) 24.00 incision
of gum or alveolar bone
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Bila terjadi abses selain dilakukan pembukaan kamar pulpa untuk drainase
dan saluran akar juga dilakukan insisi.\
- Pembukaan kamar pulpa, pembersihan saluran akar, irigasi, pemberian obat,
sterilisasi dan ditumpat sementara;
- Pemberian obat kumur, obat analgetik, antipiretik dan antibiotika;
- Antibiotik yang diberikan antara lain adalah doksisiklin 100 (1x1) selama 5
hari, Amoxicillin 500 mg 3x1 tab selama 5 hari; Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tab
selama 5 hari; Metronidazole 500 mg 3x1 tab selama 5 hari.
o Dan dilakukan kontrol 1 minggu setelahhnnya untuk dilakukan evaluasi
dan merencanakan tindakan selanjutnnya.

8. GINGIVITIS AKIBAT PLAK MIKROBIAL No. ICD 10 : K. 05. 00 Acute gingivitis,


plaque induced
a. Definisi Gingivitis (peradangan gingiva) akibat plak adalah inflamasi gingiva
tanpa disertai kehilangan pelekatan.
b. Patofisiologi Invasi toksin bakteri pada gingiva
c. Hasil anamnesis (subjective) Gusi mudah berdarah dan berwarna kemerahan,
terdapat pembesaran pada tepi gusi dan gigi
d. Gejala klinis dan pemeriksaan Gingivitis disertai tanda-tanda klinis kemerahan
dan pembesaran (edema) jaringan gingiva, berdarah bila disentuh, perubahan
bentuk dan konsistensi, ada kalkulus dan atau plak mikrobial, tanpa bukti
radiografis adanya kerusakan puncak tulang alveolar, yang disertai keluhan
rasa gatal pada gusi di sela–sela gigi.
e. Diagnosis banding Tidak ada

32 | P U S K E S M A S B A G O R
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 89.31 dental examination 96.54 dental scaling and
polishing, dental debridement, prophylaxis, plaque removal
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi Terapi Inisial
o Pendidikan kesehatan mulut dan instruksi pengendalian plak mikrobial di
rumah.
o Pembersihan permukaan gigi dari plak dan kalkulus supra dan subgingiva.
o Pemberian obat anti mikroba dan obat antiplak, dan penggunaan alat
kebersihan mulut guna meningkatkan kemampuan pasien untuk
membersihkan gigi geliginya.
o Koreksi faktor–faktor yang memudahkan retensi plak mikrobial antara lain :
koreksi mahkota yang over contour, margin yang over hang ( mengemper )
atau ruang embrasur yang sempit, kontak terbuka, gigi tiruan sebagian
cekat/ Gigi Tiruan Sebagian (GTS) lepasan yang kurang pas, gigi karies
dan gigi malposisi.
o Pada kasus tertentu dilakukan koreksi secara bedah pada bentuk/ kontur
gingiva, agar pasien dapat menjaga kebersihan mulut, sesuai kontur dan
bentuk gingiva sehat.
Sesudah fase terapi aktif tersebut di atas, dilakukan evaluasi untuk
menentukan perawatan selanjutnya, yaitu terapi pemeliharaan periodontal.
o Prognosis Baik, jika tidak terjadi kerusakan tulang alveolar, faktor etiologi
dapat dihilangkan, bila pasien kooperatif, tidak disertai penyakit/ kondisi
sistemik dan pasien tidak merokok.
o Keberhasilan perawatan - Perawatan berhasil memuaskan bila terjadi
penurunan tanda-tanda klinis inflamasi gingiva secara nyata, pelekatan
klinis stabil, pengurangan skor plak sesuai dengan plak yang ada pada
gingiva sehat. Hilangnya keluhan rasa gatal pada gusi di sela – sela gigi,
rasa kemeng/rasa tidak nyaman, rasa nyeri saat mengunyah atau
menggigit, dan gigi goyang atau gusi bengkak. - Bila hasil terapi tidak
memuaskan/tidak memperbaiki kondisi periodontal, maka akan tampak
antara lain berlanjutnya tanda-tanda klinis penyakit yaitu: perdarahan saat
probing, kemerahan dan pembesaran, kondisi dapat diikuti kerusakan/cacat
gingiva (cleft gingiva, crater/ceruk gingiva), yang disertai kerusakan
selanjutnya sehingga berkembang menjadi periodontitis dengan kehilangan
pelekatan.

33 | P U S K E S M A S B A G O R
9. ABSES PERIODONTAL No. ICD 10 : K.05.21 Aggressive periodontitis,
localized/ periodontal abcess.
a. Definisi - Infeksi purulen lokal pada jaringan yang berbatasan/ berdekatan
dengan poket periodontal yang dapat memicu kerusakan ligamen periodontal
dan tulang alveolar. - Abses periodontal dapat diasosiasikan dengan patologis
endopulpa.
b. Patofisiologi Abses periodontal merupakan suatu abses yang terjadi pada
gingiva atau pocket periodontal. Hal ini terjadi akibat adanya faktor iritasi,
seperti plak, kalkulus, infeksi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan.
c. Hasil anamnesis (subjective) Gigi sensitif terhadap tekanan/perkusi dan
kadang-kadang goyang. Terdapat pembengkakan pada gusi.
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Gingiva bengkak, licin, mengkilap dan nyeri,
dengan daerah yang menimbulkan rasa nyeri bila dipegang. - Tampak cairan
eksudat purulen dan atau kedalaman probing meningkat. - Kerusakan pelekatan
terjadi secara cepat. Abses gingiva, pembesaran lunak berwarna kemerahan
(eritematous) pada jaringan gingiva gigi M1 dan M2 atas.
e. Diagnosis banding Kista dan granuloma
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 24.00 incision of gum or alveolar bone 96.54 dental
debridement
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Drainase dengan membersihkan poket periodontal,
- Menyingkirkan plak, kalkulus, dan bahan iritan lainnya dan atau menginsisi
abses.
- Irigasi poket periodontal, pengaturan oklusal yang terbatas, dan pemberian
anti mikroba dan pengelolaan kenyamanan pasien.
- Tindakan bedah untuk akses dari proses pembersihan akar gigi perlu
dipertimbangkan.
- Pada beberapa keadaan, ekstraksi gigi perlu dilakukan. Evaluasi periodontal
menyeluruh harus dilakukan setelah resolusi dari kondisi akut.
- Pemberian obat kumur, obat analgetik, antipiretik dan antibiotika. Drug of
choice (obat pilihan) Antibiotik yang diberikan antara lain: o doksisiklin 1 x 100
mg (waktu paruh 24 jam) o Amoxicillin 3 x 500 mg (waktu paruh 8 jam) o
Ciprofloxacin 2 x 500 mg (waktu paruh 12 jam) o Metronidazole 2 x 500 mg
(waktu paruh 8 jam) - Obat kumur.

34 | P U S K E S M A S B A G O R
10 STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) No. ICD 10 : K12.00 Recurrent
aphthous ulcer
a. Definisi Kelainan yang dikarakteristikan dengan ulser rekuren yang terbatas
pada mukosa mulut pada pasien tanpa tanda–tanda penyakit lainnya. Terjadi
pada 20% populasi.
b. Patofisiologi - Etiologi belum diketahui - Faktor predisposisi dapat berupa:
genetik, defisiensi hematinik, abnormalitas imunologi, faktor lokal seperti
trauma dan berhenti merokok, menstruasi, infeksi pernafasan atas, alergi
makanan, anxietas, dan stres c) Hasil anamnesis (subjective)
c. Adanya sariawan yang sering kambuh dan terasa sakit (rasa terbakar), dapat
disertai dengan demam sebelum sariawan muncul.
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Ulser yang didahului gejala prodromal berupa
rasa terbakar setempat pada 2 – 48 jam sebelum muncul ulser - Pada periode
inisial, terbentuk area eritem. Dalam hitungan jam terbentuk papula putih,
berulserasi, dan secara bertahap membesar dalam 48 – 72 jam - Ulser bulat,
simetris dan dangkal
o Ulser Mayor : Diameter lebih dari 1.0 cm; sembuh dalam beberapa
minggu–bulan, sangat sakit; mengganggu makan dan bicara;
meninggalkan jaringan parut
o Ulser Minor : Diameter 0.3 – 1.0 cm ; sembuh dalam 10 – 14 hari ;
sangat sakit ; dapat mengganggu makan dan bicara ; sembuh tanpa
jaringan parut
o Ulser Herpetiformis : Diameter 0.1-0.2 cm; melibatkan permukaan
mukosa yang luas - Lokasi tersering : mukosa nonkeratin terutama
mukosa bukal dan labial - Rekuren - Lokasi berpindah–pindah namun
terbatas pada mukosa mulut
e. Diagnosis banding - Viral stomatitis - Pemphigus - Pemphigoid - Lupus
Eritematosus - Penyakit dermatologi - Karsinoma sel squamosa - Penyakit
granulomatosa misalnya sarcoidosis dan penyakit Crohn - Kelainan darah -
Infeksi HIV / AIDS - Ulkus Traumatik
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 89.31 Dental Examination 24.99 Other (other
dental operation)
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Hilangkan faktor predisposisi
- Simptomatik: anastetik topical
- Suportif: multivitamin

35 | P U S K E S M A S B A G O R
III. ASUHAN KEPERAWATAN
1.Asuhan keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif bd.penumpukan secret
A .Definisi : Bersihan jaalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika
seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status
pernafasan sehubungandengan ketidak mampuan untuk batuk secara efektif (Lynda
Juall, Carpenito 2006).
B.Tujuan
1.membebaskan jalan nafas dari penumpukan secret
2.melegakan tenggorokan
3.memberikan rasa nyaman
C.Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
1. Penumpukan secret di jalan nafas
2. Imobilisasi, statis sekresi, batuk tidak efektif
3. Produksi sekresi yang kental atau berlebihan
D.kriteria hasil
1. Menunjukan jalan nafas paten (bersih)
2. Suara nafas normal, dengan tidak adanya suara mengi
3. Mampu melakukan pebaikan bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif
4. Tidak ada penggunaan alat bantu pernafasan
E.Penatalaksanaan
1. petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
2. petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3. petugas melakukan anamnesa (ttv,auskultasi bunyi tambahan)
4. petugas mengkaji riwayat sesak dan RPD
5. petugas melakukan kolaborasi dengan tim medis (laborat untuk pemeriksaan
penunjuang jika batuk lbh dari 1 mgg)
6. petugas mengajarkan teknik batuk efektif dan kleeping untuk mengeluarkan
secret di rumah
7. petugas menyarankan untuk minum air hangat utk melegakan tenggorokan
8. Petugas memberikan edukasi ttg menjaga pola makan (hindari
gorengan,santan makanan pedas)
9. petugas mengiatkan pasien utk sesalu menggunakan masker dan tidak
meludah di sembarang tempat
10. petugas menggiatkan pasien untuk control dan patuh minum obat
11. petugas mendokumentasikan kegiatan di rejkam medis

36 | P U S K E S M A S B A G O R
2. Asuhan Keperawatan kurang pengetahuan
A Definisi Kurang Pengetahuan
Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya informasi kognitif
tentang topik atau bahasan tertentu
B.Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penyakitntya meningkat

C.Kriteria Hasil
Pasien mampu:
Menjelaskan kembali tentang penyakit, 
Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
D Diagnosa Keperawatan
Kurang Pengetahuan b.d:
 Keterbatasan kognitif
 Kesalahan dalam memahami informasi yang ada
 Kurang pengalaman
 Kurang perhatian didalam belajar
 Kurang kemampuan mengingat kembali
 Kurang familier dengan sumber-sumber informasi
E. .Penatalaksanaan
1. Petugas memberikan penyuluhan sesuai tingkat pemahaman pasien. Ulangi
informasi jika perlu
2. Petugas menggunakan pendekatan berbagai cara( umpan balik verbal dan
tulisan)
3. Petugas memberikan Penyuluhan individu
4. Petugas melakukan BHSP
5. Peugas menentukan tujuan pembelajaran bersama dengan pasien
6. Petugas menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
7. Petugas memilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai
8. Petugas memberi materi pengajaran yang sesuai
9. Petugas menganjurkan pasien untuk bertanya dan diskusi
10. Petugas dokumentasikan kegiatan

4.Asuhan keperawatan deficit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh


A.Definisi : kehilangan sejumlah cairan elektolit dalam jumlah yang proporsional
B.Tujuan ;
Mengganti Cairan yang Hilang
C.Diagnose keperawatan
Desisit volume cairan

37 | P U S K E S M A S B A G O R
 Berhubungan dengan haluaran urine berlebih, sekunder akibat diabetes
insipidus
 Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan
cairan melalui evaporasi akibat luka bakar
 Berhubungan dengan kehilangan cairan, sekunder akibat demam,
drainase abnormal, dari luka, diare
 Berhubungan dengan penggunaan laksatif, diuretic atau alcohol yang
berlebihan
 Berhubungan dengan mual, muntah
 Berhubungan dengan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau
keletihan
 Berhubungan dengan konsentrasi menelan atau kesulitan makan sendiri
akibat nyeri mulut
D.Penatalaksanaan
1. petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
2. petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3. petugas melakukan anamnesa (ttv,Kaji tanda- tanda dehidrasi,evaluasi
haluaran cairan ,nadi,turgor kulit )
4. petugas memantau / obs kehilangan cairan
5. petugas menentukan klasifikaikan jenis / tingkatan dehirasi
6. petugas memerikan Terapi (kolaborasi dengan dokter) dan membuat larutan
rehidrasi oral aktif untuk mengganti cairan yg hilang
7. petugas menyarankan pasien untuk meningkatkan asupan oral
8. petugas mengidentifikasi factor yang berkontribusi terhadap bertambah
buruknya dehirasi
9. petugas menyarankan pasien untuk banyak minum dan minum obat secara
teratur
10. petugas Melepas APD dan mencuci tangan
11. petugas mendokumentasikan kegiatan

5.Asuhan keperawatan infeksi


A.Definisi : INFEKSI adalah suatu keadaan yang dapat memicu peningkatan  resiko
masuknya organisme patogen
B.Tujuan : mehalangi resiko masuknya patogan ke dalam tubuh
C.Diagnose : resiko terjadinya infeksi b.d
 Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen.
 Trauma
  Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

38 | P U S K E S M A S B A G O R
  Ruptur membran amnion
 Malnutrisi
 Peningkatanpaparanlingkunganpatogen
  Imunosupresi
 Ketidakadekuatan imun
 Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
 Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tida utuh, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik).
  Penyakit kronik
D.Penatalaksanaan :
1. petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
2. petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3. petugas melakukan anamnesa (ttv,kaji riwayat penyakit dahulu,kaji tanda2
infeksi )
4. petugas melakukan perawatan aseptic
5. petugas melakukan teknik perawatan luka
6. petgas melepas APD dan mencuci tangan
7. petugas menginformasikan tentang perawatan luka di rumah (diit,pentingnya
menjaga kebersihan luka dan patuh minum obat)

6.Asuhan keperawatan gangguan integritas kulit


A.Definisi : keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko terhadap
kerusakan jaringan epidermis dan dermis
B.Tujuan : mencegah kerusakan jaringan epidermis dan dermis
C.Diagnose keperawatan
Gangguan integritas kulit b.d
a. Radang akut terutama pruritis (sebagai pengganti dolor)
b. Kenaikan suhu (kalor)
c. Kemerahan (rubor)
d. Edema atau pembengkakan
e. Gangguan fungsi kulit (fungsio laesa)
f. Terdapat lesi polimorfi
g. Eritema
h. Edema
D.Penatalaksanaan :
1) petugas mencuci tangan dan menggunakan apd

39 | P U S K E S M A S B A G O R
2) petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3) petugas melakukan anamnesa (ttv,Kaji tanda- tanda resiko kerusakan
kulit,riwatat alegi,riwayat penyakit dahulu)
4) petugas menentukan factor yang menyebabkan resiko kerusakan integritas
kulit
5) petugas melakukan kolaborasi dengan tim medis terkait pemeriksaan
laboratorium
6) petugas memberikan informasi tentang penyakit yang di derita
( karakteristik,jenis,cara penularan ,terapi (kolab dengan dokter )dan lama
penyembuhan )
7) petugas mengajarkan ttg perawatan kebersihan diri di rumah
8) petugas melakukan edukasi ttg cara memakai obat topical,diit yang harus di
patuhi dan pentingnya control ke pusat layanan kesehatan
9) petugas melepas APD dan mencuci tangan
10)petugas mendokumentasikan kegiatan

7.Asuhan keperawatan untuk pasien anemia


A.Definisi : Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal
B.Tujuan : mencegah turunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi
eritopoitin
C.Diagnose keperawatan anemia b.d
a.kelelahan
b.penurunan HB
C.Pendarahan abnormal
d.proses penyakit
D.Penatalaksanaan :
1) petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
2) petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3) petugas melakukan anamnesa (ttv,Kaji tanda- tanda anemia (periksa
konjungtiva ,keadaan umum,riwayat penyakit dahulu)
4) petugas melakukan kolaborasi dengan laborat atas rekomendasi dokter jika di
perlukan A
5) petugas membrikan terapi (kolab dengan dokter ) sesuai dengan indikasi
misalnya vitamin dan mineral suplemen /nutrisi,fe
6) Petugas menganjurkan pasien untuk istirahat dan makan sedikit demi sedikit
tetapi sering
7) petugas menganjurkan utntuk control ulang jika masih ada keluhan

40 | P U S K E S M A S B A G O R
8) petugas melepas APD dan mencuci tangan
9) .petugas mendokumentasikan kegiatan

8.Asuhan keperawatan hipoglikemi


A.Definisi : Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan
yang digunakan.
B.Tujuan : meningkatkan kadar gula dalam darah
C.Diagnosa keperawatan : hipoklikemi b.d
1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak.
2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit..
3. Aktifitas terlalu berat.
4. Minum alkohol tanpa disertai makan.
5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari..
6. Penebalan di lokasi suntikan.
7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.
D.Penatalaksanaan
a. petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
b. petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
c. petugas melakukan anamnesa (ttv,Kaji tanda- tanda hipoglikemi
d. petugas melakukan kolab.dengan laboratorium untuk pemeriksaan
penunjang (periksa gda/gdp/gd 2 jpp ,keadaan umum,riwayat penyakit
dahulu/rpk)
e. petugas Menjelaskan perlunya konsumsi karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan cairan yang adekuat.
 Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori
harian dan jenis makanan yang sesuai dengan klien.
 Diskusikan bersama klien kemungkinan penyebab hilangnya nafsu
makan.
 Anjurkan klien untuk istirahat sebelum makan.
 Tawarkan makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering.
 Pada kondisi menurunnya nafsu makan, batasi asupan cairan saat
makan dan hindari mengonsumsi cairan satu jam sebelum dan sesudah
makan.
 Dorong dan bantu klien untuk menjaga kebersihan mulut yang baik.
 Atur agar posisi makanan tinggi kalori dan tinggi protein disajikan saat
klien biasanya paling lapar.

41 | P U S K E S M A S B A G O R
f. Petugas menganjurkan pasien untuk istirahat dan makan sedikit demi
sedikit tetapi sering
g. petugas menganjurkan utntuk control ulang jika masih ada keluhan
h. petugas melepas APD dan mencuci tangan
i. petugas mendokumentasikan kegiatan

IV. ASUHAN KEBIDANAN


1. Asuhan Kebidanan pada Ibu hamil
a. Definisi
Antenatal Care adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu hamil
dan selama kehamilannya untuk mempersiapkan ibu agar memahami
pentingnya pemeliharaan kesehatan dan mendeteksi dini faktor resiko serta
penanganan masalah kehamilan secara dini.
b. Tujuan pemeriksaan dan pengawasan Ibu hamil
Tujuan umum : Menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan
anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga didapatkan
ibu dan anak yang sehat.
Tujuan khusus :
 Mengenal dan menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai
dalam kehamilan, persalinan dan nifas
 Mengenal dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini
mungkin
 Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak
 Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehat sehari-hari
c. Standar Asuhan Kehamilan Kunjungan antenatal care (ANC) minimal :
 Satu kali pada trimester 1 (usia kehamilan 0 – 13 minggu).
 Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14 – 27 minggu)
 Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 18 – 40 minggu)
d. Identifikasi dan riwayat kesehatan
Melakukan pemeriksaan subjektif, obyektif, dan pemeriksaan penunjang
bila diperlukan. Dari semua pemeriksaan yang dilakukan hasilnya normal.
e. Diagnosa
G P A Usia Kehamilan minggu, Janin Hidup Intrauterin dengan
kehamilan normal.
f. Penatalaksanaan
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap

42 | P U S K E S M A S B A G O R
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T.
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan laboratorium,
Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi.
j) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis menggunakan
SOAP
2. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia
1. Definisi
Anemia Ibu Hamil adalah suatu kondisi ibu hamil dimana terdapat
kekurangan sel darah merah atau haemoglobin dengan standart hasil
pemeriksaan kadar Hb < 11 gr/dl pada trimester I dan III ATAU KADAR Hb
< 10,5 gr/dl pada trimester II
2. Pencegahan dan Pengobatan
Di daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita
hamil diberi sulfat ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari.
Selain itu, ibu di beri nasehat untuk makan lebih banyak protein dan sayur
yang banyak mengandung mineral dan vitamin.
3. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
1) Pucat
2) Sering pusing
3) Lemah, lelah, letih, lesu, lunglai
4) Nafas terengah-engah
5) Nyeri dada
6) Mata berkunang-kunang
7) Lidah luka
8) Nafsu makan turun
9) Mual dan muntah yang berlebihan pada hamil muda
4. Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu Hamil
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.

43 | P U S K E S M A S B A G O R
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan laboratorium,
Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi,yaitu dengan memberi tambahan bahan
pembentuk protein sel darah merah selama masa kehamilan (± 90
tablet) dalam satu hari 1 tablet ( satu tablet mengandung 60 mg Fe dan
200 πg asam folat ) minum dengan air putih dan jangan minum dengan
air kopi atau dengan air the karena akan menghambat penyerapan.
Efek sampingnya yaitu : rasa tidak enak di hulu hati, mual, muntah dan
mencret.
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
memngonsumsi makanan yang banyak mengandung bahan pembentuk
protein sel darah merah
k) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis menggunakan
SOAP.
l) Petugas mempersilahkan Pasien untuk mengambil obat di Ruang
Farmasi.

3. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Pre-Eklamsi


a. Definisi
 Preeklampsia Ringan
 Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
 Preeklampsia Berat
 Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu.
 Tes celup urin mrnunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
 Atau disertai keterlibatan organ lain :
o Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

44 | P U S K E S M A S B A G O R
o Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan
atas
o Sakit kepala, skotoma penglihatan
o Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
o Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
o Oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin >1,2 mg/dl
 Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
kehamilan 20 minggu)
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit
<100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu.
 Eklampsia
 Kejang umum dan / atau koma
 Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

b. Patofisiologi Preeklamsia
Hingga saat ini etiologi dan patafisiologi dari preeklamsia masih belum
diketahui dengan pasti.Telah banyak hipotesis yang diaujukan untuk
mencari etiologi dan patofisiologinya dari kasus preeklamsia namun kini
belum memuaskan sehingga preeklamsia sebagai “the diseases of
theories”.Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah, genetik,
Iskemik plasenta, Hipoksia pada fetus / plasenta, Disfungsi Endotel,
Imunologis.
c. Klasifikasi Preeklamsia
Preeklamsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
 Preeklamsia Ringan
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
setelah umur kehamilan diatas 20 minggu atau segera
persalinan.Tetapi dapat juga timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu (PudiastutiR, D, 2012: 163).
 Preeklamsia Berat
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria
lebih 5g/24 jam atau ≥ +2 (Marmi, dkk, 2014: 68).
d. Diagnosis Preeklamsia
a. Preeklamsia Ringan

45 | P U S K E S M A S B A G O R
1. Kenaikan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan ≤ 160/110 mmHg
2. Pemeriksaan tes celup urin dengan proteinuria menunjukkan ≥
300 mg/24 jam atau +1
3. Kenaikan berat badan 1kg dalam seminggu 4) Bengkak pada
wajah atau tungkai (Nugroho, Taufan, 2012: 05 ).
b. Preeklamsia Berat
1. Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20
minggu
2. Proteinuria >5gr/24 jam atau tes celup urin ≥2+
3. Produksi urin<400-500 ml/24 jam dan kenaikan kreatinin serum
4. Oedema paru dan sianosi
5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas abdomen: penyebabnya
karenabteregangnya kapsula gilsone. Nyerinya dapat sebagai
gejala awal ruptur pada hepar.
6. Perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata dan pandangan
kabur.
7. Gangguan fungsi hepar.
8. Trombositopenia berat :<100.000 sel atau penurunan trombosit
dengan cepat.
9. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
e. Pentatalaksaan
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung garam,
dan memberi tahu Ibu bahwa kondisi saat ini, agar ibu bisa siap
menerima semua resiko yang akan terjadi.

46 | P U S K E S M A S B A G O R
j) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
k) Petugas mempersilahkan Pasien untuk mengambil obat di Ruang
Farmasi.
4. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan KEK
a. Definisi
Pengukuran lila adalah pengukuran lingkar lengan atas yang bertujuan
untuk mengetahui adanya kelompok beresiko kekurangan energi kronis
(KEK) wanita usia subur (WUS). Pengukuran ini berguna untuk skrining
malnutrisi protein yang biasanya digunakan oleh DEPKES untuk
mendeteksi ibu hamil dengan resiko melahirkan BBLR bila LILA < 23,5
cm.
b. Tanda dan gejala
Tanda-tanda klinis KEK meliputi :Berat badan ibu < 40 kg atau tampak
kurus dan LILA kurang dari 23,5 cm, tinggi badan < 145 cm, ibu
menderita anemia dengan Hb < 11 gr%, lelah, letih, lesu, lemah,
lunglai, bibir tampak pucat, nafas pendek, denyut jantung meningkat,
susah buang air besar, nafsu makan berkurang, kadang–kadang
pusing, mudah mengantuk (Supariasa, 2010).
c. Etiologi KEK
Faktor sosial Ekonomi
1) Pendapatan Keluarga
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubunganya dengan daya beli keluarga tersebut,
status ekonomi maupun sosial mempengaruhi pemilihan makanan
(Marmi, 2014).
2) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan,
sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat tentang status gizi
yang baik, faktor yang mempengaruhi perencanaan dan
penyusunan makanan yang sehat dan seimbang bagi ibu hamil
yaitu kemampuan keluarga dalam membeli makanan serta
pengetahuan tentang gizi.
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja bagi ibu-ibu kan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Marmi, 2014).

47 | P U S K E S M A S B A G O R
4) Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku
dan kebiasaan, pada umumnya, kaum ibu lebih memperhatikan
keluarga dari pada saat hamil (Marmi, 2014).

Faktor Biologis

1) Umur
Lebih muda umur ibu hamil maka energi yang dibutuhkan semakin
besar (Marmi, 2014).
2) Berat badan
Berat badan lebih atau kurang dari berat badan rata-rata untuk
umur tertentu, merupakan faktor yang menentukan jumlah zat
makanan yang harus mencukupi selama hamil
3) Jarak Kehamilan
Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas
janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu.Ibu
tidak memperoleh kesempatan untuk memperbaikitubuhnya sendiri
(ibu memerlukan energi yang cukup untukmemulihkan keadaan
setelah melahirkan anaknya). Denganmengandung kembali maka
akan menimbulkan masalah giziibu dan janin/bayi berikut yang
dikandung ( Arisman, 2007).
d. Penatalaksaan KEK
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi.
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
mengonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat, dan
gizi seimbang.

48 | P U S K E S M A S B A G O R
k) Petugas memberikan PMT kepada Ibu Hamil.
l) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
m) Petugas mempersilahkan Pasien untuk mengambil obat di Ruang
Farmasi.
5. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan Postdate
a. Definisi
Kehamilan post date adalah kehamilan yang lamanya melebihi 42
minggu (294 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir atau 14 hari
setelah perkiraan tanggal persalinan yang dihitung menurut rumus
NAEGELE, dengan asumsi siklus haidnya 28 hari.
b. Sebab terjadinya
1) Tidak pasti mengetahui tanggal haid terakhir.
2) Terdapat kelainan kongenital anensefalus.
3) Terdapat hipoplasi kelenjar adrenal.
4) Pada kehamilan lewat waktu, otot rahim tidak sensitif terhadap
rangsangan karena psikologis atau kelainan pada rahim.
c. Identifikasi dan riwayat kesehatan
Melakukan pemeriksaan subjektif, obyektif, pemeriksaan umum, dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
d. Diagnosis
Ibu hamil dengan usia kehamilan 42 minggu atau lebih.
e. Penatalaksanaan Ibu Hamil dengan kehamilan postdate
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi.

49 | P U S K E S M A S B A G O R
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil bahwa bayi yang
dikandungnya harus segera dilahirkan, bila Ibu sudah merasa
adanya tanda-tanda perasalinan, mempersilahkan Ibu pindah ke
ruang Persalinan, jika Ibu belum merasakan tanda-tanda persalinan
melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
k) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
l) Petugas mempersilahkan Pasien pulang.

6. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Hiperemesis


a. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berkelebihan di saat
kehamilan yang menyebabkan dehidrasi, defesiensi nutrisi, penurunan
berat badan dan mengganggung aktifitas sehari-hari.
b. Etiologi
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti
Beberapa faktor predisposisi yang ditemukan :
 Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan
ganda hal ini menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon
memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon
Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan
 Faktor organik,karena masuknya vili khorialis dalam sirkulasi
maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi
yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini.Alergi juga
disebut sebagai salah satu faktor organik karena sebagai salah satu
respon dari jaringan.ibu terhadap anak
 Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit
ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis
gravidarum belum diketahui dengan pasti,takut terhadap kehamilan
dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat
menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan
muntah. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru
sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien.
c. Patofisiologi
Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat
dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi
lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis. Kekurangan cairan yang

50 | P U S K E S M A S B A G O R
diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan
dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah turun, demikian pula klorida air kemih. Selain
itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan
oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik
yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan
bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-
muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati.
d. Diagnosis
 Anamnesa : Amenore, tanda kehamilan muda,muntah terus
menerus
 Pemeriksaan fisik : KU = lemah
o Kesadaran= apatis sampai koma
o Nadi >100 x/menit
o Tekanan darah menurun
o Suhu meningkat
 Pemeriksaan penunjang : Kadar Na dan Cl turun
e. Penatalaksanaan
f. Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi, memberikan sedativa yang sering
digunakan adalah Luminal. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan
B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik seperti
Avopreg,Avomin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti
Dramamin, Avomin, Antasida
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
mengonsumsi makan-makanan hanya berupa roti kering dan buah-

51 | P U S K E S M A S B A G O R
buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 — 2 jam
sesudahnya. Dan makan sedikit-sedikit namun sering.
k) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
l) Petugas mempersilahkan Pasien menuju ruang farmasi.
7. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
a. Definisi
Asuhan persalinan normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan aman dari
setiap tahapan persalinan yaitu mulai dari kala satu sampai dengan kala
empat dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca
persalinan, hipotermi serta asfiksia pada bayi baru lahir.
b. Tanda dan gelaja
1) Merasakan kontraksi palsu
Kontraksi ini biasa disebut Braxton Hicks atau terjadi pengencangan
perut yang datang dan pergi. Namun kontraksi palsu ini tidak sekuat
kontraksi asli yang terjadi saat melahirkan. Biasanya kontraksi ini
berlangsung 30 hingga 120 detik. Berbeda dengan kontraksi sungguhan,
kontraksi Braxton Hicks dapat hilang ketika Anda berpindah posisi atau
rileks. Kontraksi ini akan Anda rasakan sebelum mengalami kontraksi
sungguhan. Perbedaan kontraksi asli dan palsu lainnya, yaitu
kontraksi Braxton Hicks hanya terasa di daerah perut atau panggul,
sementara kontraksi sungguhan biasanya terasa di bagian bawah
punggung kemudian berpindah ke bagian depan perut.

2) Rasa sakit atau nyeri


Merasakan nyeri pada punggung, sakit perut atau kram layaknya sedang
mengalami masa pramenstruasi.

3) Air ketuban pecah


Tanda melahirkan paling umum yang diketahui oleh kebanyakan orang
adalah pecahnya air ketuban. Kebanyakan wanita lebih dulu merasakan
kontraksi sebelum air ketuban pecah, tapi ada juga yang mengawalinya
dengan pecahnya ketuban. Ketika hal ini terjadi, biasanya persalinan
akan menyusul dengan segera. Namun bahayanya, jika air ketuban
sudah pecah, tapi Anda tidak juga mengalami kontraksi, maka bayi Anda
akan lebih mudah terserang infeksi. Hal itu dikarenakan cairan yang
selalu melindungi bayi dari kuman selama berada di kandungan ini telah

52 | P U S K E S M A S B A G O R
habis. Jika hal ini terjadi, proses induksi mungkin akan dilakukan untuk
menjaga keselamatan bayi Anda.

4) Keluar lendir kental bercampur darah dari vagina


Selama hamil, serviks Anda ditutupi oleh lendir yang kental. Namun
ketika mendekati persalinan, serviks Anda akan membesar dan
membuat jalan agar lendir itu keluar melalui vagina. Warnanya bisa
bening, merah muda, atau sedikit berdarah. Namun lendir bercampur
darah tidak selalu menjadi tanda awal bahwa Anda akan melahirkan.
Lendir ini bisa keluar juga ketika Anda berhubungan seks saat hamil.

5) Perubahan pada serviks


Jaringan pada serviks Anda akan melunak atau menjadi elastis. Jika
Anda sudah pernah melahirkan, serviks Anda akan lebih mudah terbuka
sekitar satu atau dua sentimeter sebelum persalinan dimulai. Namun jika
Anda baru pertama kali mengalami masa-masa ini, pembukaan serviks
sebesar satu sentimeter tidak bisa menjadi jaminan Anda akan segera
melahirkan.

c. Identifikasi dan riwayat kesehatan


Pelakukan pemeriksaan fisik subjektif, objektif dan pemeriksaan penunjang
bila diperlukan.
d. Diagnosa
Ibu hamil dengan keadaan normal, usia kehamian normal, dan sudah ada
pembukaan kala 1 aktif.
e. Penatalaksanaan
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan pemeriksaan dalam.
g) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan laboratorium,
Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul gizi bila perlu
h) Petugas melakukan observasi HIS setiap setiap ½ jam, kemudian dicatat
dalam patograf.
i) Petugas melakukan observasi DJJ setiap ½ jam, kemudian mencatat
dalam patograf.
j) Petugas menganjurkan kencing bila blas penuh dan merasa ingin BAK.
k) Petugas menganjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa sakit.

53 | P U S K E S M A S B A G O R
l) Petugas memberikan support fisik dan mental.
m) Petugas memberikan informasi proses dan kemajuan pesalinan.
n) Petugas memfasilitasi Pasien untuk mengungkapkan perasaanya.

8. Asuhan Kebidanan pada Akseptor KB Suntik 3 bulan


a. Definisi
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Suntikan adalah Suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi jenis suntikan.
b. Efektifitas KB Suntik
Efektifitas keluarga berencana sangat tinggi, angka kegagalan kurang dari 1
%. Menurut WHO DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat) dengan dosis
standart dengan angka kegagalan 0,7%, asal penyuntikan dilakukan secara
teratur sesuai jadwal penyuntikan.
c. Cara Kerja
Mekanisme suntik KB 3 bulan yaitu:
- Menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan
releasing factor dan hipotalamus.
- Leher serviks bertambah kental, sehingga menghambat penetrasi sperma
melalui servik uteri.
- Menghambat implantasi ovum dalam endometrium
d. Keuntungan
- Efektifitas tinggi
- Sederhana pemakaianya
- Cukup menyenangkan bagi akseptor (injeksi hanya 4x dalam 1 tahun)
- Cocok untuk ibu-ibu yang menyusui anak
- Tidak berdampak serius terhadap penyakit gangguan pembekuan darah
dan jantung karena tidak mengandung hormone esterogen.
- Dapat mencegah kanker endometrium, kehamilan ektopik serta beberapa
penyebab penyakit akibat radang panggul
- Menurunkan krisis anemia bulan sabit
e. Kekurangan
- Terdapat gangguan haid seperti amenorea yaitu tidak datang haid pada
setiap bulan selama menjadi akseptor kb 3 bulan berturut-turut.
- Timbulnya jerawat di badan atau wajah dapat disertai infeksi atau tidak bila
digunakan dalam jangka panjang.
- Berat badan bertambah 2,3 kg pada tahun pertama dan meningkat 7,5 kg
selama 6 tahun.

54 | P U S K E S M A S B A G O R
- Pusing dan sakit kepala
- Bias menyebabkan warna biru dan rasa nyeri pada daerah suntikan akibat
perdarahan bawah kulit.
f. Efek samping KB Suntik
- Gangguan siklus haid
- Depresi
- Keputihan
- Jerawat
- Rambut rontok
- Perubahan berat badan
g. Penatalaksanaan suntik KB
- Petugas melakukan Anamnesa pasien
- Petugas melakukan pemeriksaan secara umum dan khusus
- Petugas melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana
- Petugas melakukan konseling KB suntik kombinasi maupun progestin
- Petugas menyiapkan peralatan yang diperlukan
- Petugas melakukan tindakan penyuntikan
- Petugas mendekontaminasi alat
- Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.
-
9. Asuhan Kebidanan pada akseptor KB IMPLAN
a. Definisi
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Implan adalah Suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi jenis IMPLAN.
b. Jenis-jenis implant
-  Norplant terdiri dari 6 kapsul silastik lembut berongga dengan panjang 3,4
cm dengan diameter 2,4 mm , dimana setiap kapsulnya berisi 36 mg
levonorgestrol dan lamanya 5 tahun.
- Implanon terdiri dari 1 kapsul silastikputih lentur dengan panjang kira – kira
40 mm dan diameter 2 mm yang isinya , 3 ketodegestrol dan 66 mg
kopolimer EVA dan lamanya 3 tahun.
- Norplant terdiri dari 2 kapsul silastik 76 mg levonorgestrol efektifitasnya 2
tahun.
- Indoplant terdiri dari 2 batang efektifitasnya 3 tahun.
c. Mekanisme Kerja
- Mengentalkan lender serviks uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma.

55 | P U S K E S M A S B A G O R
-  Menimbulkan perubahan – perubahan pada endometrium sehingga tidak
cocok untuk implantasi zygot.
-  Menekan ovulasi
-  Mengganggu transportasi sperma (Saifuddin, 2003)

d. Keuntungan Kontrasepsi
- Mempunyai daya guna tinggi.
- Memberikan perlindungan jangka panjang.
-  Tidak memerlukan pemeriksan dalam.
- Tidak mengganggu kegiatan senggama
- Tidak mengganggu ASI
- Klien hanya perlu kembali bila ada keluhan
-  Dapat dilakukan pencabutan setiap saat sesuai kebutuhan (saifuddin,
2003)
e. Efek samping
- Gangguan siklus haid berupa perdarahan bercak (spotting)
-   Ekspulsi implant
- Perubahan berat badan mengalami penurunan atau peningkatan
- Pusing/nyeri kepala
- Rasa nyeri payudara
f. Indikasi
- Wanita yang ingin kontrasepsi untuk yang lama (1-1,5 th) tapi tidak
bersedia menggunakan kontap AKDR.
- Wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang mengandung estrogen
- Wanita dengan usia subur
- Wanita yang telah memiliki anak ataupun belum memiiki anak.
- Ibu menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
- Wanita pasca keguguran.
g. Kontraindikasi
- Kehamilan atau disangka hamil
- Perdarahan tidak teratur genetalia tanpa diketahui penyebabnya.
-   Riwayat kehamilan ektopik
- Kelainan kardiovaskuler
- Penderita penyakit hati akut
- Tumor jinak atau diduga tumor.
- Karsinoma payudara
- Penyakit jantung, hipertensi, DM, dll.
h. Waktu Pemasangan

56 | P U S K E S M A S B A G O R
Waktu yang baik untuk pemasangan adalah pada saat waktu
haid berlangsung atau masa pra ovulasi dari siklus haid.
i. Penatalaksanaan KB Implan
- Petugas melakukan anamnesa pasien
- Petugas melakukan pemeriksaan secara umum dan khusus
- Petugas melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana
- Petugas melakukan konseling implant
- Petugas menyiapkan peralatan yang diperlukan
- Petugas melakukan pemasangan implant
- Petugas mendekontaminasi alat pemasangan implant
- Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau keluhan
- Petugas memasukkan hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis
menggunakan SOAP

10. ASUHAN KEBIDANAN KB IUD


a. Definisi
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) IUD adalah Suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi jenis IUD.
b. Jenis-jenis KB AKDR / IUD
- IUD yang terbuat dari plastik (Lippes Loop) atau baja anti karat (cincin cina)
mempunyai angka kegagalan tahun pertama yang tertinggi.
- IUD berkandungan obat yakni hormone steroid yakni seperti IUD
progestasert dan yang baru dikembangkan IUD Levo Nova mengandung
lenovogester mempunyai tingkat kegagalan sedang (1-3 per 100 wanita)
- IUD Berkandungan tembaga seperti Coper T dan Nova T mempunyai
tingkat kegagalan 1 atau kurang.
c. Mekanisme cara kerja IUD
- Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi
- Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai cavum uteri
- Mencegah sperma dan ovum bertemu
- Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
d. Keuntungan IUD / AKDR
- Sebagai kontrasepsi efektivitasnya tinggi
- AKDR Dapat efektif segera setelah pemasangan
- Metode jangka panjang
- Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
- Tidak mempengaruhi hubungan seksual

57 | P U S K E S M A S B A G O R
- Tidak ada efek samping hormonal dengan CU AKDR (CuT 380-A)
- Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
- Dapat digunakan sampai menopause
- Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
e. Kerugian IUD/AKDR
1. Efek samping yang umum terjadi
- Perubahan siklus haid
- Haid lebih lama dan banyak
- Perdarahan (spooting) antar menstruasi
- Saat haid lebih sakit
2. Komplikasi lain
- Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan
- Perdarahan berat waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan
terjadi anemia berat
- Perforasi dinding uterus
3. Tidak mencegah IMS termasuk HV / AIDS
4. Sedikit nyeri dan perdarahan segera setelah pemasangan.
f. Persyaratan pemakaian IUD/AKDR
- Usia reproduktif
- Resiko rendah IMS
- Tidak menghendaki metode hormonal
- Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
- Pasca abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
g. Yang tidak diperkenankan memakai IUD /AKDR
- Sedang hamil
- Perdarahan pervagina yang tidak diketahui penyebabnya
- Sedang menderita infeksi alat genital
- Kanker alat genital
- Diketahui menderita TBC Pelvis
h. Penatalaksanaan pemasangan kb IUD/ AKDR
1. Petugas melakukan anamnesa
2. Petugas melakukan pemeriksaan secara umum dan khusus
3. Petugas melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana
4. Petugas melakukan konseling IUD
5. Petugas menyiapkan peralatan yang diperlukan
6. Petugas melakukan pemasangan IUD
7. Petugas mendekontaminasi alat pemasangan IUD

58 | P U S K E S M A S B A G O R
8. Petugas memberikan petunjuk kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.
9. Petugas mencatat hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis
menggunakan SOAP

11. ASUHAN KEBIDANAN KB PIL


a. Definisi
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Pil adalah Suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi jenis pil.
b. Macam-macam Kb Pil
1. Pil kombinasi: pil yang mengandung kombinasi derivate esterogen dan
derivate progestin dalam dosis kecil
2. Pil mini : pil mini hanya mengandung progestin saja dalam dosis rendah
3. Pil kontrasepsi darurat : tidak diminum secara teratur, pil ini hanya
diminum setelah melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan
c. Sistem kemasan Kb pil
1. Sistem 28 : peserta kb pil minum pil terus tanpa pernah berhenti
2. System 22/21 : peserta kb pil berhenti minum pil selama 7 sampai 8
hari dengan mendapatkan kesempatan menstruasi
d. Keuntungan memakai kb pil
1. Efektivitasnya tinggi, dapat dipercaya jika diminum sesuai aturan
2. Tidak mengganggu kegiatan seksual suami istri
3. Siklus haid menjadi teratur
4. Dapat mengurangi keluhan nyeri haid
5. Dapat mengobati wanita dengan perdarahan yang tidak teratur
6. Dapat mengobati perdarahan haid pada wanita usia muda
e. Kerugian memakai kb pil
1. Pil harus diminum setiap hari, kadang-kadang merepotkan
2. Motivasi harus kuat
3. Kadang-kadang setelah berhanti minum pil dapat timbul amenorea
yang persisten
4. Untuk golongan penduduk tertentu harganya masih mahal
f. Efek samping menggunakan kb pil
1. Ringan : berupa mual, muntah pertambahan berat badan perdarahan
tidak teratur, retensi cairan, edema, nyeri kepala, timbulnya jerawat.
Keluhan tersebut berlangsung pada bula pertama pemakaian pil

59 | P U S K E S M A S B A G O R
2. Berat : dapat terjadi trombo embolisme, mungkin karena peningkatan
aktivitas factor pembekuan atau karena pengaruh vaskuler secara
langsung.
g. Penatalaksanaan kb pil
1. Petugas melakukan anamnesa pasien
2. Petugas melakukan pemeriksaan secara umum
3. Petugas melakukan pemeriksaan laborat sederhana bila perlu
4. Petugas melakukan konseling KB pil kombinasi maupun progestin
5. Petugas memberikan pil KB yang sesuai
6. Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.

12. ASUHAN KEBIDANAN KB KONDOM


a. Definisi
Pelayanan keluarga berencana (KB) kondom adalah menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi
jenis kondom
b. Tipe- tipe kondom
1. Kondom biasa
2. Kondom berkontur (bergerigi)
3. Kondom beraroma
4. Kondom tidak beraroma
c. Cara kerja KB kondom
1. Kondom menghalangi pertemuan sperma dan sel telur dengan cara
mewngemas sperma diujung selubung karet yang dipasang pada penis
sehingga sperma tersebut tidak tercurah kedalam saluran reproduksi
perempuan
2. Mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HIV/ AIDS) dari
satu pasangan kepada pasangan yang lain.
d. Efektivitas Kb kondom
Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali
berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom tidak
efektif karena tidak dipakai.
e. Manfaat kb kondom
1. Efektif bila digunakan secara benar
2. Tidak mengganggu produksi ASI
3. Tidak mengganggu kesehatan
4. Tidak mempunyai pengaruh sistematik

60 | P U S K E S M A S B A G O R
5. Mudah dan dapat dibeli secara umum
6. Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan secara khusus
7. Metode kontrasepri sementara bila metode kontrasepsi lainya harus
tertunda
f. Keterbatasan kb kondom
1. Efektifitas tidak terlalu tinggi
2. Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi
3. Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung)
4. Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan mempertahankan
ereksi
5. Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual
6. Pembuangan kondom bekas, menimbulkan masalah dalam hal limbah
g. Penatalaksanaan kb kondom
1. Petugas melakukan Anamnesa pasien
2. Petugas melakukan pemeriksaan secara umum
3. Petugas melakukan konseling tentang Metode Barier KB kondom
4. Petugas memberikan persediaan kondom kepada klien
5. Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.
6. Petugas mencatat hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis
menggunakan SOAP

V. ASUHAN GIZI
1. Proses Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Anemia Gizi Besi
Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
seorang ibu hamil mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan kadar Hb dalam
darah dilakukan dengan menggunakan metode Cyanmethemoglobin sesuai
anjuran WHO.
Pengkajian
a. Antropometri: BB, TB dan Lingkar lengan Atas (LiLA), untuk memantau status
gizi ibu hamil anemia
b. Laboratorium: - Jika hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb ibu < 11 g/dl
maka ibu hamil dikategorikan anemia (lihat apakah ibu mengalami anemia
berat,sedang atau ringan) - Data hasil laboratorium lainnya untuk mengetahui
apakah ibu hamil memliki kemungkinan penyakit penyerta lainnya yang
memungkinan terjadinya anemia (lihat data rujukan dan keterangan dari dokter
yang memeriksa)

61 | P U S K E S M A S B A G O R
c. Fisik/Klinis: Wajah, kuku dan kelopak mata pucat, dan ibu hamil mengalami 5
L
d. Riwayat Gizi: Pola makan ibu hamil, melakukan food recall untuk melihat
asupan zat gizi sehari terutama protein dan zat besi serta menilai tingkat
kepatuhan konsumsi TTD
e. Riwayat Klien: Usia, etnis, faktor lingkungan (sanitasi), riwayat medis pada
pasien atau keluarga serta sosial ekonomi pasien Formulir skrining gizi yang
dilakukan pada ibu hamil dapat dilihat pada lampiran 4.
Diagnosis (D)
Asupan protein dan zat besi tidak adekuat (P) berkaitan dengan kurangnya
pengetahuan dan tingkat kepatuhan mengonsumsi TTD (E) yang ditandai
dengan Kadar HB < 11 g/dl, asupan protein dan zat besi < AKG dan TTD yang
tidak dikonsumsi sesuai anjuran (S)
Intervensi (I)
Meningkatkan asupan protein dan zat besi yang adekuat pada ibu hamil anemia
Pemberian makan:
- Preskripsi Gizi: mencakup jumlah zat gizi yang dibutuhkan. Ibu hamil anemia
perlu mengonsumsi makanan sumber zat besi, protein hewani (daging, ikan,
unggas) serta makanan yang meningkatkan penyerapan zat besi, yaitu
makanan sumber vitamin C.
- Konsumsi TTD untuk pengobatan anemia sebanyak 2 TTD setiap hari
sampai kadar Hb mencapai nilai normal (≥11 g/dl).
Edukasi gizi:
Memberikan informasi kepada ibu hamil tentang:
- Perlunya mengonsumsi TTD setiap hari selama kehamilan
- Konsumsi TTD bersamaan dengan buah atau jus buah yang mengandung
vitamin C agar penyerapannya lebih baik
- Tidak dianjurkan meminum TTD bersama-sama dengan susu, teh, kopi,
tablet kalsium (kalk) dosis tinggi atau obat sakit maag. Bila akan
mengonsumsi pangan atau obat tersebut sebaiknya dua jam sebelum atau
sesudah mengonsumsi TTD sehingga penyerapan zat besi dari TTD dapat
lebih baik
- Pada individu tertentu, dapat timbul efek samping minum TTD seperti mual,
nyeri di daerah lambung, muntah dan kadang-kadang diare atau sulit buang
air besar serta feses/tinja akan menjadi hitam. Namun mual juga dapat
merupakan kondisi umum pada ibu hamil trimester pertama. Oleh karena itu
perlu diberi pengertian bahwa penyebab mual bukan semata-mata karena

62 | P U S K E S M A S B A G O R
TTD. Untuk mencegah timbulnya gejala tersebut dianjurkan TTD diminum
dengan air putih setelah makan pada malam hari atau sebelum tidur.

2. Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK)


Pengkajian (P)
a. Antropometri: - Jika pengukuran LiLA < 23,5 cm maka ibu hamil dikatakan
berisiko KEK - Jika pada trimester I IMT ibu hamil < 18,5 kg/m2 maka
dikatakan ibu hamil KEK - Penambahan berat badan selama hamil 2.
Laboratorium: Pemeriksaan Hb untuk mengetahui apakah ibu hamil
mengalami anemia serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya yang
memungkinkan terjadinya KEK pada ibu hamil
b. Fisik/klinis: Wajah pucat, badan kurus, ibu hamil terlihat letih dan lesu
c. Riwayat Gizi: Asupan dan kebiasaan makan sehari-hari, melakukan food
recall untuk melihat asupan zat gizi sehari, pengetahuan ibu hamil, suami dan
keluarga tentang pemberian makan pada ibu hamil, serta akses ketersediaan
dan keamanan pangan.
d. Riwayat Klien: Usia, etnis dan apakah pasien menderita cacat fisik, riwayat
penyakit pada ibu hamil (anemia pada masa sebelum hamil, hiperemesis
gravidarum, dll) atau keluarga, faktor lingkungan serta sosial ekonomi
Diagnosis (D)
a. Malnutrisi pada ibu hamil (KEK) (P) berkaitan dengan riwayat KEK sebelum
hamil dan pengetahuan tentang makanan gizi seimbang yang kurang (E)
ditandai dengan IMT sebelum hamil < 17, LiLA < 23,5 cm dan asupan energi <
70% AKG (S).
b. Malnutrisi pada ibu hamil (KEK) (P) berkaitan dengan kondisi hiperemesis
gravidarum (E) ditandai dengan IMT Trimester I < 18,5 kg/m2, mual, muntah
dan asupan energi < 70% AKG (S).
Intervensi (I)
Meningkatkan asupan makanan sehingga mencapai kenaikan berat badan sesuai
dengan status gizi ibu hamil KEK
Pemberian Makan:
- Preskripsi Gizi: penambahan gizi pada ibu hamil KEK diawali dengan perhitungan
kebutuhan energi untuk usia kehamilan Trimester I, II, III
Edukasi gizi: Memberikan pengetahuan kepada ibu hamil tentang:
- Selama hamil, ibu perlu menambah makan dengan porsi kecil satu kali (menjadi
4x sehari), makan makanan selingan setiap hari atau mengonsumsi makanan
tambahan untuk mendapatkan kecukupan energi dan gizi untuk ibu dan bayi
yang dikandungnya

63 | P U S K E S M A S B A G O R
- Ibu harus mengonsumsi makanan bergizi seperti ati, telur, ikan, daging, susu
segar, sayur dan buahbuahan, serta kacang-kacangan dan olahannya. Konsumsi
air putih sebanyak 8–13 gelas/hari dan hindari minum kopi dan teh saat makan.
- Konsumsi garam beriodium untuk membantu perkembangan otak bayi dan
pertumbuhan janin dengan baik - Ibu dapat mengolah makanan bergizi
seimbang sesuai dengan daya beli (dilatih untuk mengatur menu sesuai dengan
makanan lokal, cooking class) - Ibu perlu istirahat berbaring minimal 1 jam di
siang hari - Perlunya melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin (kunjungan
ANC)
- Konseling gizi: Memberikan motivasi kepada ibu hamil KEK untuk dapat
mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan kepatuhan mengonsumsi
makanan tambahan.
3. Dewasa dan Lansia dengan Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM merupakan penyakit metabolik
yang biasanya herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kurangnya insulin efektif; gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat
yang disertai gangguan metabolisme lemak dan protein.
Pengkajian (P)
1. Antropometri: - Berat badan - Tinggi badan atau tinggi lutut, panjang depa (untuk
kondisi lansia yang bungkuk dan tidak bisa berdiri). –
2. Laboratorium:
- Gula darah puasa
- Gula darah sewaktu
- Gula darah 2 jam setelah makan
- Tes toleransi glukosa
3. Fisik/klinis:
- Gejala klinis yang sering ditemukan: banyak makan, banyak minum dan banyak
buang air kecil
- Gejala kronis antara lain nafsu makan menurun, gangguan penglihatan,
kesemutan, mudah lelah, gigi mudah goyah dan lepas
4. Riwayat Gizi:
- Pola makan dan kebiasaan makan
- Aktivitas fisik - Penggunaan obat-obatan
- Pengetahuan dewasa dan lansia serta keluarga tentang pemberian makan
pada penderita DM

64 | P U S K E S M A S B A G O R
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat Klien:
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat penyakit
-Daya beli keluarga
- Akses ke Posbindu/Posyandu Lansia
- Faktor lingkungan - Sosial ekonomi
Diagnosis (D)
1. Kelebihan berat badan (P) berkaitan dengan asupan energi, karbohidrat dan
lemak > 100% AKG serta kurangnya aktivitas fisik (E) yang ditandai oleh IMT >
27 dan kadar gula darah sewaktu > 120 mg/dl (S).
2. - Ketidaksiapan perubahan pola makan (P) berkaitan dengan kurangnya
kepatuhan mengikuti rekomendasi diet serta kurangnya motivasi dan kesiapan
untuk berubah (E) yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi, asupan
karbohidrat 120% dari kebutuhan, masih sering mengonsumsi kue dan minuman
manis (S).
Intervensi (I)
Membantu dewasa dan lansia dengan DM untuk memperbaiki kebiasaan makan dan
olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik
a. Pemberian makan:
Syarat-syarat Diet penyakit DM adalah:
i. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan
untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta
ada tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar, yaitu makan pagi
(20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil unutk makanan
selingan (masing-masing 10-15%)
ii. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total
iii. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam
bentuk < 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari
lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Asupan kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 300 mg/hari. d. Kebutuhan
karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70%
b. Edukasi gizi: Mengenai pola makan dan perilaku serta kebiasaan makan serta
aktivitas fisik dan konseling gizi: jenis diet yang diberikan, makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan

65 | P U S K E S M A S B A G O R
c. Konseling gizi: Memberi motivasi kepada dewasa dan lansia dengan DM untuk
dapat mematuhi diet yang sudah ditentukan

4. Asuhan Gizi Pada Orang Dewasa dan Lansia dengan Hipertensi


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang
menetap. Tekanan sistolik adalah tekanan puncak yang tercapai pada waktu
jantung berkontraksi dan memompakan darah melalui arteri. Sedangkan tekanan
diastolik adalah tekanan pada waktu jatuh ke titik terendah saat jantung mengisi
darah kembali, atau disebut juga tekanan arteri di antara denyut jantung. ekanan
darah di atas 140/90 mmHg disebut hipertensi.
Pengkajian (P)
a. Antropometri: BB, TB dan IMT
b. Laboratorium:
- Gula darah
- Kadar kolesterol
- Profil mineral
c. Fisik/klinis:
- Tekanan darah di atas normal
- Ditemukan gejala seperti sakit kepala biasanya di daerah tengkuk dan
berlangsung terus menerus
- Penglihatan kabur
- Sesak nafas
- Susah tidur
- Kadang disertai mual dan muntah
d. Riwayat Gizi:
- Pola makan, misalnya kebiasaan mengonsumsi makanan yang tinggi
natrium misalnya makanan dengan tambahan garam dalam jumlah
banyak, makanan kemasan, makanan diawetkan dengan garam
contohnya asinan, telur asin, ikan asin, rendah konsumsi sayuran dan
buah-buahan
- Gaya hidup, misalnya kebiasaan mengonsumsi alkohol, mengonsumsi
makanan berlebihan saat ada acara atau pesta
- Penggunaan obat-obatan
- Pengetahuan dewasa dan lansia serta keluarga tentang pemberian makan
pada penderita hipertensi
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
- Aktivitas fisik

66 | P U S K E S M A S B A G O R
e. Riwayat klien:
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat penyakit
- Daya beli keluarga
- Faktor lingkungan dan sosio budaya
Diagnosis (D)
Kelebihan konsumsi Natrium (P) berkaitan dengan kurangnya pengetahuan
mengenai makanan yang baik dan tidak baik dikonsumsi pada hipertensi (E) ditandai
dengan tekanan darah 150/100 mmHg, sering mengonsumsi snack kemasan yang
asin, gemar mengonsumsi ikan asin, dan jarang mengonsumsi sayur (S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
1. Menurunkan asupan makanan tinggi garam/natrium
2. Meningkatkan aktivitas fisik
3. Menurunkan berat badan Pemberian makan:
- Pemberian diet rendah garam. Energi, zat gizi makro dan mikro sesuai
kebutuhan
- Pada prinsipnya diet hipertensi adalah makanan beraneka ragam mengikuti
pola gizi seimbang; jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi
penderita; jumlah garam disesuaikan dengan berat ringannya penyakit dan
obat yang diberikan.
- Perhatikan bahan makanan yang dianjurkan, dibatasi dan dihindari sesuai
dengan diet hipertensi (lihat brosur diet hipertensi)
- Diet rendah garam bertujuan untuk menghilangkan retensi garam atau air di
dalam tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
- Diet tinggi kalsium: berhubungan erat dengan penurunan tekanan darah,
karena cara kerjanya mirip obat diuretik yang membantu mengeluarkan
natrium. Magnesium berfungsi merelaksasi otot dan syaraf serta mencegah
pembekuan darah bekerja bersamasama dengan mengimbangi fungsi
kalsium. Selain menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit maka kalium
berperan dalam menjaga menormalkan tekanan darah dalam perbandingan
yang sesuai denga Na. Perbandingan ideal kalium terhadap natrium pada
penderita hipertensi adalah 1.5:1. Maka diet penderita hipertensi sebaiknya
mengandung tinggi kalium sekitar 80-100 meq atau rata-rata minimal 3000
mg/hari.
Edukasi gizi:

67 | P U S K E S M A S B A G O R
- Penyuluhan mengenai pola makan dan perilaku serta kebiasaan makan dan
aktivitas fisik
- Penyediaan media KIE seperti brosur tentang hipertensi, diet rendah garam,
bahan makanan penukar dan food model - Penyediaan makanan apabila
dilakukan pada pelayanan rawat jalan, maka diberikan dalam bentuk edukasi
gizi
Konseling gizi:
- Konseling diberikan untuk memberikan pemecahan masalah dan memberikan
motivasi dalam penerapan diet hipertensi, gizi seimbang dan makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi.

5. Asuhan Gizi Pada Balita Gizi Buruk dan Kurus


Pengkajian (P)
a. Antropometri: Hasil pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan dan Lingkar
Lengan Atas merujuk pada Standar Antropometri yang berlaku.
b. Laboratorium: Melihat data hasil pemeriksaan Hb, darah lengkap, feses, urin
untuk mengetahui apakah balita mengalami anemia serta kemungkinan adanya
penyakit penyerta lainnya yang memungkinkan terjadinya kekurangan gizi (lihat
data rujukan dan keterangan dari dokter yang memeriksa).
c. Fisik/Klinis: Wajah pucat, badan kurus, terlihat letih dan lesu, hilang nafsu
makan, batuk kronik, demam, diare, dll
d. Riwayat Gizi: Pola makan balita, kebiasaan makan sehari-hari, melakukan food
recall untuk melihat asupan zat gizi sehari termasuk PMT Pemulihan,
suplementasi kapsul vitamin A, pola asuh, kepercayaan, dukungan keluarga
terhadap pemberian makan, akses ketersediaan dan keamanan pangan.
e. Riwayat Klien: Usia, jenis kelamin, etnis, cacat, riwayat penyakit pada
pasien/keluarga, sosial ekonomi, perilaku keluarga terkait PHBS, riwayat
kelahiran, akses ke fasyankes, dukungan sosio, budaya, spiritual, agama dan
kebijakan.
Diagnosis (D)
Problem (P): - Balita gizi buruk - Balita kurus
Etiologi (E):
- Kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga tentang pemenuhan gizi.
- Pemberian makan pada balita yang kurang tepat (jumlah, porsi, frekuensi,
tekstur, variasi)
- Kurang optimalnya pola asuh yang berpengaruh terhadap kesehatan,
misalnya orangtua tunggal (single parent), ibu bekerja jauh dari balita, tidak
dilakukan pemberian makan secara aktif

68 | P U S K E S M A S B A G O R
- Kurangnya penerapan PHBS di keluarga
- Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan tenaga kesehatan
- Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan ibu ataupun riwayat
penyakit pada balita. Petugas dapat mengacu pada buku KIA.
- Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan termasuk PMT pemulihan
- Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak mendukung
- Kurang dukungan keluarga pada ibu balita
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Memberikan asupan zat gizi sesuai kebutuhan untuk meningkatkan berat badan
sesuai berat badan ideal.
Pemberian makan:
- Preskripsi Gizi:
1. Mencakup jumlah/bentuk/tekstur/frekuensi/variasi zat gizi yang dibutuhkan
sesuai umur, kebersihan, dan responsivitas.
2. Perhitungan kebutuhan gizi didasarkan pada Berat Badan Ideal (BBI) anak
kemudian kebutuhan gizi dapat dihitung berdasarkan BBI anak tersebut.
3. Perhitungan BBI dan kebutuhan energi anak
Kemudian kebutuhan energi tersebut dijabarkan dalam perhitungan:
- Karbohidrat (55-65%),
- Protein (10-15%),
- Lemak: bayi (45-50% mengacu pada ASI), batita (3035%), dan > 3 tahun (25-
30%). Untuk menghitung kebutuhan gizi dapat merujuk pada Buku Penuntun Diet
Anak.
- Balita gizi buruk dan kurus yang masih menyusu perlu mendapat ASI Eksklusif
hingga usia 6 bulan, mulai usia 6 bulan mendapat MP ASI yang adekuat serta
pemberian ASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun atau lebih. Balita diatas usia 6
bulan harus mengonsumsi makanan bergizi seperti sumber karbohidrat, protein,
sumber vitamin dan mineral (buah segar dan sayuran), cukup minum air putih,
serta penggunaan garam beriodium untuk membantu perkembangan otak. -
Pemberian makanan tambahan bagi balita kurus sebagai upaya pemenuhan gizi
makro dan mikro selama minimal 90 hari (PMT pemulihan). PMT yang
dilaksanakan dapat berupa PMT lokal padat kalori yang diolah di rumah tangga,
maupun pabrikan.
Edukasi gizi:
Memberikan pengetahuan dan melatih keterampilan pada orang tua tentang:
- ASI Eksklusif, memberikan ASI sesering mungkin dan harus meningkatkan
kualitas makanan ibu menyusui (lihat Proses Asuhan Gizi pada PMBA)

69 | P U S K E S M A S B A G O R
- ASI diteruskan sampai usia 2 tahun ditambah dengan MP ASI
- Pola pemberian makan bayi dan anak yang sesuai usia (jumlah porsi, tekstur dan
variasi)
- Penggunaan bahan makanan yang beraneka ragam sesuai dengan ketersediaan
dan daya beli - Penyiapan dan pengolahan makanan
- Pemberian Makanan Tambahan bagi balita kurus
Konseling gizi:
Meningkatkan motivasi dan kepatuhan terhadap anjuran pemberian makan bayi dan
anak serta konsumsi PMT 30 hari
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan kunjungan rumah dalam waktu 1 bulan
setelah balita datang ke Puskesmas untuk: - Melihat perubahan pengetahuan dan
perilaku ibu balita dalam pemberian makan pada bayi dan anak - Melihat perubahan
jumlah asupan makanan yang diberikan pada balita - Melihat kenaikan berat badan
balita apakah sudah sesuai target
Balita yang telah mencapai kenaikan berat badan yang sesuai diharapkan memantau
pertumbuhan secara rutin di Posyandu. Sedangkan bila tidak terjadi kenaikan berat
badan sesuai harapan, maka balita dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

VI. JENIS-JENIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM


1. PEMERIKSAAN ASAM URAT
Pengertian : Asam Urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purine
dan beredar
dalam plasma sebagai Na- Urat yang dibuang melalui
ginjal
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan asam urat
metode stik
secara benar.
Alat : 1. Easytoch
Bahan : 1. Darah kapiler/darah vena
Langkah-langkah : 1. Petugas memasukkan stik asam urat ke
dalam alat Easytouch,kemudian ditunggu
sampai keluar simbol tetesan darah pada
alat.
2. Petugas menghisapkan darah kapiler dalam
stik asam urat yang terpasang di alat

70 | P U S K E S M A S B A G O R
Easytouch.
3. Petugas menunggu hasil yang keluar dari
alat Easytouch selama 20 detik.
4. Petugas membuang stik asam urat ke dalam
sampah medis
Harga Normal : L : 3,0 – 7,2
P : 2,0 – 6,0

2. PEMERIKSAAN BTA
Pengertian : Bakteri yang tahan asam mempunyai lapisan lemak/ lilin, lapisan
lemak tersebut dirusak dengan cara pemanasan sehingga cat
yang ada diserap oleh dinding sel bakteri dan tidak luntur pada
pencucian dengan alkohol HCL 3 % pada pemberian cat
Methylen Blue bakteri ini tetap berwarna merah.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan BTA (ZIEHL
NEELSEN) secara benar.
Alat : 1. Obyek glass
2. pipet pasteur
3. lampu spiritus
4. korek api
Bahan : 5. rak pengecatan
6. mikroskop
1. Sputum
2. carbol fuchsin 0,3%
3. HCL 3%
4. methylen blue 0,3%
5. oil imersi
Langkah-langkah : 1. Petugas meletakkan sediaan di atas rak pengecatan,
kemudian menetesi Carbol Fuchsin 0,3 % sampai
menutupi seluruh sediaan.
2. Petugas memanasi sediaan di atas api sampai menguap
tapi jangan sampai mendidih.Lalu dibiarkan selama 5
menit
3. Petugas mencuci sediaan dengan air mengalir.
4. Petugas menuangi sediaan dengan HCL alkohol 3 %
sampai warna merah dari Fuchsin hilang dan ditunggu 2
menit.

71 | P U S K E S M A S B A G O R
5. Petugas mencuci sediaan dengan air mengalir.
6. Petugas meneteskan larutan Methylen Blue 0,3 % ke
sediaan lalu ditunggu 10 – 20 detik.
7. Petugas mencuci sediaan dengan air mengalir dan
mengeringkan.
8. Petugas memeriksa sediaan yang sudah kering
menggunakan mikroskop dengan lensa obyektif 100 x

3. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH


Pengertian : Pemeriksaan Golongan Darah berdasarkan reaksi Aglutinasi
direct yaitu
reaksi aglutinasi antara antigen yang terdapat pada permukaan
sel darah merah dengan antibodi yang sudah diketahui jenisnya.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan golongan darah
secara benar.
Alat : 1. Obyek glass
2. pengaduk(tusuk gigi)
Bahan : 1. Darah kapiler/darah vena
2. Antisera golongan darah

6. Langkah-langkah : 1. Petugas menyediakan object glass yang bersih dan


kering
2. Petugas meneteskan 1 tetes antisera A dan 1 tetes
antisera B pada tempat yang terpisah
3. petugas meneteskan setetes kecil darah kapiler atau
vena disebelah antisera antisera tersebut
4. Petugas mengaduk campuran darah dan antisera dengan
ujung lidi (satu lidi untuk satu macam campuran)
5. Petugas menggoyangkan kaca obyek dengan menbuat
gerakan melingkar lebih kurang 1 menit.
6. Petugas melihat bagian mana yang terjadi aglutinasi
4. PEMERIKSAAN GULA DARAH
Pengertian : Kadar glukose dalam darah merupakan faktor yang sangat penting
untuk kelancaran tubuh. Glukose yang larut dalam plasma darah
berasal dari makanan, glikogenolisis, glikoneogenesis.
Tujuan : Sebagai acuan petugas laborat dalam pemeriksaan gula darah
metode stik

72 | P U S K E S M A S B A G O R
secara benar.
Alat : Easytouch
Bahan : Darah kapiler/darah vena
Langkah-langkah : 1. Petugas memasukkan stik gula darah ke dalam
alat Easytouch,kemudian ditunggu sampai keluar
simbol tetesan darah pada alat
2. Petugas menghisapkan darah kapiler dalam stik
gula darah yang terpasang di alat Easytouch
3. Petugas menunggu hasil yang keluar dari alat
Easytouch selama 20 detik.
4. petugas membuang stik gula darah ke dalam
sampah medis.
7. Harga Normal : 7 – 200 mg/dl

5. PEMERIKSAAN HB (HEMOQUE)
Pengertian : Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang
dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan
rangka protoporphyrin dan globin ( tetra phirin ). Menyebabakan
warna darah merah karena adanya Fe ini. Oleh karena itu Hb
dinamakan zat warna darah. Bersama dengan Erytrosit Hb
dengan karbondioksida menjadi karboxyhemoglobin dan
warnanya merah tua. Darah arteri mengandung oksigen dan
darah vena mengandung CO2.
Tujuan : Sebagai acuan petugas untuk pemeriksaan HB (Hemocue)
secara
benar.
Alat : 1. Alat hemoque
2. cuvet hemoque
3. tissue
Bahan : 1. Darah kapiler/ darah vena
Langkah-langkah : 1. Petugas menyalakan alat Hemocue dengan menekan
tombol ON,
2. petugas menghisapkan darah kapiler pada microcuvet
sampai penuh,
3. Petugas membersihkan darah yang ada di luar
microcuvet dengan tisue ditunggu 40 detik kemudian
mikrokuvet dimasukkan ke dalam alat hemocue
4. Petugas menunggu hasil selama 10 detik kemudian

73 | P U S K E S M A S B A G O R
mencatat hasilnya,
5. Petugas mengambil microcuvet dari alat hemocue dan
dibuang ke dalam sampah medis,
6. Petugas mematikan alat hemocue dengan menekan
tombol OFF
7.harga normal : L : 13 – 16
P : 12 - 14
6. PEMERIKSAAN KOLESTEROL
Pengertian : Cholesterol adalah zat yang sangat diperlukan tubuh
dalam batas- batas tertentu untuk kelangsungan hidup
sel – sel tubuh. Cholesterol merupakan
zat essential untuk membran sel tubuh, bahan pokok
untuk pembentukan garam empedu yang sangat
diperlukan untuk pencernaan makanan, dan untuk
pembentukan hormon steroid, misalnya progesteron dan
estrogen pada wanita, testosteron pada pria,
corticosteroid dan lain – lain.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan cholesterol
metode stik
secara benar.
Alat : Easytoch
Bahan : Darah kapiler/darah vena
Langkah-langkah : 1. Petugas memasukkan stik kolesterol ke
dalam alat Easytouch,kemudian
ditunggu sampai keluar simbol tetesan
darah pada alat.
2. Petugas menghisapkan darah kapiler
dalam stik kolesterol yang terpasang di
alat Easytouch.
3. Petugas menunggu hasil yang keluar
dari alat Easytouch selama 150 detik.
4. Petugas membuang stik kolesterol ke
dalam sampah medis
7. Harga Normal : ˂ 200 mg/dl

7. PEMERIKSAAN PROTEIN URINE


(METODE STRIP)
Pengertian : Ada tidaknya protein dalam urine dapat diketahui dengan

74 | P U S K E S M A S B A G O R
mencelupkan
strip ke dalam urine. Lalu perubahan warna yang terjadi
dibandingkan dengan standart warna.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan protein urine
secara benar.
Alat : Pot urine
Bahan : Urine
strip protein urine
Langkah-langkah : 1. Strip urine dicelupkan ke dalam urine
2. Setelah strip sudah basah merata lalu strip diangkat
kemudian
ditiriskan
3.Setelah 1 menit perubahan warna pada strip urine
dibandingkan dengan standart warna.

8. PEMERIKSAAN REDUKSI URINE


(METODE STRIP)
Pengertian : Test ini berdasarkan reaksi enzymatic antara glucose
oksidase dan
chromogen. Glukosa yang dioksidasi oleh gluconic acid
dan
potasium menghasilkan peroxidase.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan reduksi
urine secara benar.
Alat : Pot urine
Bahan : 1. Urine
2. strip reduksi urine
Langkah-langkah : 1. Strip urine dicelupkan ke dalam urine
2. Setelah strip sudah basah merata lalu strip diangkat
kemudian
ditiriskan
3.Setelah 30 detik perubahan warna pada strip urine
dibandingkan dengan standart warna.

9. PEMERIKSAAN SEDIMEN
Pengertian : Pemeriksaan sedimen untuk mengetahui adanya elemen-
elemen (sel-sel, kristal-kristal dan sebagainya ) dalam

75 | P U S K E S M A S B A G O R
urine maka dilakukan pemeriksaan di bawah
mikroskop.Hal ini dikerjakan dengan melakukan
pemusingan pada kecepatan tertentu dan waktu tertentu
sehingga elemen-elemen tersebut terpisah dari larutan
supernatannya.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan sedimen
secara benar.
Alat : 1. Tabung
2. pipet pasteur
3. centrifuge
4. obyek glass
5. cover glass
6. mikroskop
Urine

Bahan :
Langkah-langkah : 1. Petugas mengocok urin pelan – pelan
2. Petugas menuang urine ke dalam tabung sebanyak
2/3 tabung
3. Petugas mencentrifuge selama 10 – 5 menit dengan
kecepatan 1500 – 2000 rpm
4. Petugas menuang urine (supernatannya), lalu
tabung dikocok untuk meresuspensikan sedimen.
5. Petugas menggunakan pipet untuk meneteskan 1
tetes sedimen ke atas object glass dan menutup
dengan cover glass.
6. Petugas meletakkan obyek glass diatas mikroskop
7. Petugas menurunkan kondensor penuh atau
diafragma dikecilkan, sedimen diperiksa dengan
lensa obyektif 10 x kemudian diperiksa dengan
lensa obyektif 45 x

10 PEMERIKSAAN TES KEHAMILAN


Pengertian : Adanya HCG di dalam urine, digunakan untuk
menentukan kehamilan seseorang. HCG ( Human
Chorionic Gonadotropin ) adalah suatu glikoprotein
yang mengandung galaktose dan hexosamin yang

76 | P U S K E S M A S B A G O R
diproduksi oleh jaringan plasenta muda.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan tes
kehamilan secara
benar

Alat : Tes pack

Bahan :
Urine
Langkah-langkah : 1. Petugas mencelupkan Tes pack ke dalam urine
selama 5 menit
2. Petugas mengangkat tes pack dan di membaca
hasilnya dengan melihat adanya garis merah. Jika
terdapat 2 garis merah yaitu pada control dan tes
maka hasilnyapositif,tapi jika hanya terdapat 1 garis
merah pada control saja maka hasilnya negatif.

VI. PROSEDUR TETAP PELAYANAN KEFARMASIAN


1. Prosedur Tetap Penerimaan Resep
a. Menerima resep pasien
b. Memeriksa kelengkapan resep, yaitu: nama, nomor surat ijin praktek, alamat
dan tanda tangan/ paraf dokter penulis resep, tanggal resep, nama obat,
dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian, nama pasien, umur pasien dan
jenis kelamin.
c. Memeriksa kesesuaian farmasetik, yaitu: bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
d. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila
perlu meminta persetujuan setelah pemberitahuan.
2. Prosedur Tetap Peracikan Obat
a. Membersihkan tempat dan peralatan kerja
b. Mengambil wadah obat dari rak sesuai dengan nama dan jumlah obat yang
diminta dan memeriksa mutu dan tanggal kadaluarsa obat yang akan
diserahkan pada pasien
c. Mengambil obat/ bahan obat dari wadahnya dengan menggunakan alat yang
sesuai misalnya sendok/ spatula
d. Memberikan sediaan sirup kering harus dalam keadaan sudah dicampur air
matang sesuai dengan takarannya pada saat akan diserahkan kepada pasien
77 | P U S K E S M A S B A G O R
e. Untuk sediaan obat racikan, langkah – langkah sebagai berikut :
- Menghitung kesesuaian dosis
- Menyiapkan pembungkus dan wadah obat racikan sesuai dengan
kebutuhan
- Menggerus obat yang jumlahnya sedikit terlebih dahulu, lalu digabungkan
dengan obat yang jumlahnya lebih besar, digerus sampai homogen.
- Membagi dan membungkus obat dengan merata.
- Tidak mencampur antibiotika di dalam sediaan puyer
- Sebaiknya puyer tidak disediakan dalam jumlah besar sekaligus.
f. Menuliskan nama pasien dan cara penggunaan obat pada etiket yang sesuai
dengan permintaan dalam resep dengan jelas dan dapat dibaca.
g. Memeriksa kembali jenis dan jumlah obat sesuai permintaan pada resep, lalu
memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai agar terjaga mutunya

3. Prosedur Tetap Penyerahan Obat


a. Memeriksa kembali kesesuaian antara jenis, jumlah dan cara penggunaan
obat dengan permintaan pada resep
b. Memanggil dan memastikan nomor urut/ nama pasien
c. Menyerahkan obat disertai pemberian informasi obat
d. Memastikan bahwa pasien telah memahami cara penggunaan obat
e. Meminta pasien untuk menyimpan obat di tempat yang aman dan jauh dari
jangkauan anak-anak

4. Prosedur Tetap Pelayanan Informasi Obat


a. Menyediakan dan memasang spanduk, poster, booklet, leaflet yang berisi
informasi obat pada tempat yang mudah dilihat oleh pasien
b. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tertulis, langsung atau tidak langsung
dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana melalui
penelusuran literatur secara sistematis untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan.
c. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat secara
sistematis

5.Prosedur Tetap Penanganan Obat Rusak atau Kadaluarsa


a. Identifikasi obat yang sudah rusak atau kadaluarsa
b. Memisahkan obat rusak atau kadaluarsa dari penyimpanan obat lainnya
c. Membuat catatan jenis dan jumlah obat yang rusak atau kadaluwarsa untuk
dikirim kembali ke instalasi farmasi kabupaten/kota.

78 | P U S K E S M A S B A G O R
6.Prosedur Tetap Pencatatan dan Penyimpanan Resep
a. Pencatatan jumlah resep harian berdasarkan jenis pelayanan (umum,
gakin/gratis, Asuransi)
b. Membendel resep yang mempunyai tanggal yang sama berdasarkan urutan
nomor resep dan kelompok pembiayaan pasien
c. Membendel secara terpisah resep yang ada narkotiknya
d. Menyimpan bendel resep pada tempat yang ditentukan secara berurutan
berdasarkan tanggal agar memudahkan dalam penelusuran resep.
e. Memusnahkan resep yang telah tersimpan selama 3 (tiga) tahun dengan cara
dibakar
f. Membuat berita acara pemusnahan resep dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota

7.Prosedur Tetap Pemusnahan Resep


a. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih.
b. Tata cara pemusnahan:
• Resep narkotika dihitung lembarannya
• Resep lain ditimbang
• Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar
c. Membuat berita acara pemusnahan sesuai dengan format terlampir.

79 | P U S K E S M A S B A G O R
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi pelaksanaan layanan klinis tertulis dan tersimpan di dalam Rekam


Medis,selanjutnya akan dilakukan monitoring dan evaluasi setiap tiga bulan terhadap
kesesuaian layanan klinis oleh Tim PMKP.

80 | P U S K E S M A S B A G O R

Anda mungkin juga menyukai