Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Pedoman Penyusunan
Dokumen Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Buku ini kami
susun sebagai salah satu upaya untuk memberikan acuan dan kemudahan dalam
pelaksanaan persiapan akreditasi baik oleh pendamping maupun pelaksanaan
akreditasi FKTP.
Akreditasi mempersyaratkan adanya pembuktian pelaksanaan seluruh
kegiatan pelayanan mekalui dokumentasi dan penelusuran, karena pada prinsip
akreditasi, seluruh kegiatan harus tertulis dan apa yang tertulis harus dikerjakan
dengan sesuai. Buku ini berisi contoh-contoh dokumen tang dapat digunakan dalam
menyusun dokumen akreditasi.
Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima
kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan
Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi (FKTP). Semoga dengan digunakannya
buku ini dapat mempermudah pembaca dalam menyiapkan dokumen akreditasi
FKTP.
dr. MASRUCHAH
NIP. 19591005 198802 2 002
1|PUSKESMAS BAGOR
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................
A. LATAR BELAKANG.............................................
B. TUJUAN...............................................................
C. SASARAN............................................................
BAB II PENYUSUNAN DOKUMEN......................................
A. KEBIJAKAN..........................................................
B. KERANGKA ACUAN KEGIATAN........................
C. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ...........
D. SURAT UNDANGAN............................................
E. NOTULEN............................................................
F. PENOMORAN DOKUMEN..................................
G. PENDISTRIBUSIAN DOKUMEN.........................
BAB III PENUTUP..................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................
2|PUSKESMAS BAGOR
BAB I
DEFINISI
3|PUSKESMAS BAGOR
BAB II
RUANG LINGKUP
4|PUSKESMAS BAGOR
BAB III
TATA LAKSANA
5|PUSKESMAS BAGOR
F. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi pada pasien
(patient centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non
farmakologi dan farmakologi. Selain itu, bagian ini juga berisi edukasi dan konseling
terhadap pasien dan keluarga (family focus), aspek komunitas lainnya (community
oriented) serta kapan dokter perlu merujuk pasien (kriteria rujukan).
G. Sarana Prasarana
Bagian ini berisi komponen fasilitas pendukung spesifik dalam penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit tersebut. Penyediaan sarana prasarana
tersebut merupakan kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan.
H. Prognosis
Kategori prognosis sebagai berikut :
1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.
2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau
fungsi manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga
dapat beraktivitas seperti biasa.
Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam : sembuh
2. Bonam : baik
3. Malam : buruk/jelek
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu
• Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
• Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek
Untuk penentuan prognosis sangat ditentukan dengan kondisi pasien saat diagnosis
ditegakkan.
Penatalaksanaan Praktek Klinis
I. Kedokteran Umum
1.GASTRITIS
No ICPC-2 : D07 Dyspepsia/indigestion No ICD-10 : K29.7 Gastritis, unspecified
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa
dan submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat
akumulasi bakteri atau bahan iritan lain. Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis,
difus, atau lokal.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang ke dokter karena rasa
nyeri dan panas seperti terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda
atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung. Faktor
6|PUSKESMAS BAGOR
Risiko 1. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan
pedas, porsi makan yang besar 2. Sering minum kopi dan teh 3. Infeksi
bakteri atau parasit 4. Pengunaan obat analgetik dan steroid 5. Usia lanjut 6.
Alkoholisme 7. Stress 8. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu,
penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron disease
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective ) Pemeriksaan
Fisik Patognomonis 1. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat. 2.
Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan saluran cerna
berupa hematemesis dan melena. 3. Biasanya pada pasien dengan gastritis
kronis, konjungtiva tampak anemis. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan,
kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan: 1. Darah rutin.
2. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaanUreabreath test
dan feses. 3. Rontgen dengan barium enema. 4. Endoskopi
c. Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosis definitif
dilakukan pemeriksaan penunjang.
d. Diagnosis Banding 1. Kolesistitis 2. Kolelitiasis 3. Chron disease 4. Kanker
lambung 5. Gastroenteritis 6. Limfoma 7. Ulkus peptikum 8. Sarkoidosis 9.
GERD Komplikasi 1. Pendarahan saluran cerna bagian atas 2. Ulkus peptikum
3. Perforasi lambung 4. Anemia
e. Penatalaksanaan komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Terapi diberikan per
oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2 x per hari (ranitidin 150 mg per kali,
simetidin 400 – 800 mg per kali), PPI 2 x perhari (omeprazole 20 mg per kali
serta antasida 3 x 500 – 1000 mg per hari). Konseling dan Edukasi
Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya
keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi
kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol. Kriteria rujukan 1. Bila 5
hari pengobatan belum ada perbaikan. 2. Terjadi komplikasi. 3. terdapat alarm
symptoms Peralatan.
f. Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis adalah bonam,
namun dapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah
2. DEMAM TIFOID
No ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection No ICD-10 : A01.0 Typhoid fever Tingkat
Kemampuan 4A
7|PUSKESMAS BAGOR
a. Masalah Kesehatan Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan
maupun di pedesaan. Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene
pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia bersifat
endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di
rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan
500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006).
Selain tingkat insiden yang tinggi, demam tifoid terkait dengan berbagai aspek
permasalahan lain, misalnya: akurasi diagnosis, resistensi antibiotik dan masih
rendahnya cakupan vaksinasi demam tifoid.
b. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Demam turun naik terutama sore
dan malam hari dengan pola intermiten dan kenaikan suhu step-ladder.
Demam tinggi dapatterjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu
kedua. 2. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal 3.
Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare,
mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah 4. Gejala penyerta lain,
seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia, insomnia 5. Pada demam
tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran atau kejang. Faktor Risiko
1. Higiene personal yang kurang baik, terutama jarang mencuci tangan. 2.
Higiene makanan dan minuman yang kurang baik, misalnya makanan yang
dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia, makanan yang tercemar debu atau sampah atau dihinggapi lalat. 3.
Sanitasi lingkungan yang kurang baik. 4. Adanya outbreak demam tifoid di
sekitar tempat tinggal seharihari. 5. Adanya carrier tifoid di sekitar pasien. 6.
Kondisi imunodefisiensi.
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan
Fisik 1. Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat. 2.
Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari yang
ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang berat misalnya delirium atau
koma) 3. Demam, suhu > 37,5oC. 4. Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu
penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut per menit setiap kenaikan suhu
1oC. 5. Ikterus 6. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis 7.
Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik), hepatosplenomegali
8. Delirium pada kasus yang berat
d. Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut 1. Penurunan kesadaran ringan sering
terjadi berupa apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat,
pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis
8|PUSKESMAS BAGOR
(organic brain syndrome). 2. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium
lebih menonjol. 3. Nyeri perut dengan tanda-tanda akut abdomen
e. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis
leukosis Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit
normal, limfositosis relatif, monositosis, trombositopenia (biasanya ringan),
anemia. 2. Serologi a. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)® • Hanya
dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi • Dapat dilakukan pada 4-5
hari pertama demam
f. Diagnosis Banding
Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, infeksi saluran kemih,
Hepatitis A, sepsis, Tuberkulosis milier, endokarditis infektif, demam rematik
akut, abses dalam, demam yang berhubungan dengan infeksi HIV. Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara
lain perdarahan, perforasi usus, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain. 1.
Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati) Penderita dengan sindrom demam tifoid
dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan mental hebat,
kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma. 2. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia
yang berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan
darah turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
g. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
o Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
o Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral
maupun parenteral.
o Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein,
rendah serat.
o Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
o Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran),
kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien
2. Terapi yang diberikan :
o Antibiotik : Kloramfenikol dosis 4 x 250 mg dilanjutkan 4 x 500 mg hari
kedua dlanjutkan sampai dua hari bebas demam atau Amoksisilin dosis
50-150 mg/kgBB selama dua minggu atau Kotrimoksazol 2 x 2 tablet
selama 2 minggu atau Seftriakson 4 gr/hari selama 3 hari.
o Antipiretik : PCT 3 x 500 mg bila demam
o Anti mual / muntah : Antacid 3 x 1 tablet dan vitamin B 6
9|PUSKESMAS BAGOR
Kriteria Rujukan :
1. Demam tifoid dengan keadaan umum yang berat (toxic typhoid).
2. Tifoid dengan komplikasi.
3. Tifoid dengan komorbid yang berat.
4. Telah mendapat terapi selama
5 hari namun belum tampak perbaikan.
Prognosis Prognosis adalah bonam, namun adsanationam dubia ad bonam,
3. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis infeksi No. ICPC-2 : F70 Conjunctivitis infectious No. ICD-10 :
H10.9 Conjunctivitis, unspecified Konjungtivitis alergi No. ICPC-2 : F71 Conjunctivitis
allergic No ICD-10 : H10.1 Acute atopic conjunctivitis Tingkat Kemampuan 4A
a. Masalah Kesehatan Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi, atau reaksi alergi.
Konjungtivitis ditularkan melalui kontak langsung dengan sumber infeksi.
Penyakit ini dapat menyerang semua umur.
b. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan mata
merah, rasa mengganjal, gatal dan berair, kadang disertai sekret. Keluhan
tidak disertai penurunan tajam penglihatan. Faktor Risiko 1. Daya tahan tubuh
yang menurun 2. Adanya riwayat atopi 3. Penggunaan kontak lens dengan
perawatan yang tidak baik 4. Higiene personal yang buruk
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
d. Pemeriksaan Fisik 1. Visus normal 2. Injeksi konjungtival 3. Dapat disertai
edema kelopak, kemosis 4. Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen,
atau purulen tergantung penyebab 5. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan
folikel, papil atau papil raksasa, flikten, membrane, atau pseudomembran.
e. Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Klasifikasi Konjungtivitis 1. Konjungtivitis bakterial: Konjungtiva hiperemis,
sekret purulen atau mukopurulen dapat disertai membran atau
pseudomembran di konjungtiva tarsal. Curigai konjungtivitis gonore, terutama
pada bayi baru lahir, jika ditemukan konjungtivitis pada dua mata dengan
sekret purulen yang sangat banyak. 2. Konjungtivitis viral: Konjungtiva
hiperemis, sekret umumnya mukoserosa, dan pembesaran kelenjar
preaurikular 3. Konjungtivitis alergi: Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau
alergi, dan keluhan gatal.
10 | P U S K E S M A S B A G O R
f. Penatalaksanaan Komprehensif(Plan) Antibiotik tunggal seperti gentamisin,
kloramfenikol, dan sebagainya selama 3-5 hari. Dapat diberikan tetes mata
antibiotik tiap jam dan salep mata tiap 4-5 jam sekali.Penatalaksanaan
Pemberian obat mata topical.
g. Pemeriksaan Penunjang Lanjutan Umumnya tidak diperlukan, kecuali pada
kecurigaan konjungtivitis gonore, dilakukan pemeriksaan sediaan apus dengan
pewarnaan Gram
h. Konseling dan Edukasi
Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.
Merujuk pasien ke konseling sanitasi
i. Kriteria rujukan 1. Jika terjadi komplikasi pada kornea 2. Bila tidak ada respon
perbaikan terhadap pengobatan yang diberikan
j. Prognosis 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad sanationam :
Bonam yakit dapat terjadi berulang.
4. HIPERTENSI ESENSIAL
No ICPC-2 : K86 Hypertension uncomplicated No ICD-10 : I10 Essential
(primary) hypertension Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak
diketahui penyababnya. Hipertensi menjadi masalah karena meningkatnya
prevalensi, masih banyak pasien yang belum mendapat pengobatan, maupun yang
telah mendapat terapi tetapi target tekanan darah belum tercapai serta adanya
penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Mulai dari tidak bergejala sampai
dengan bergejala. Keluhan hipertensi antara lain: 1. Sakit atau nyeri kepala 2.
Gelisah 3. Jantung berdebar-debar 4. Pusing 5. Leher kaku 6. Penglihatan
kabur 7. Rasa sakit di dada Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman
kepala, mudah lelah dan impotensi.
b. Faktor Risiko Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: 1. Umur 2. Jenis
kelamin 3. Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: 1. Riwayat pola makan (konsumsi
garam berlebihan) 2. Konsumsi alkohol berlebihan 3. Aktivitas fisik kurang 4.
11 | P U S K E S M A S B A G O R
Kebiasaan merokok 5. Obesitas 6. Dislipidemia 7. Diabetus Melitus 8.
Psikososial dan stres
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective) Pemeriksaan
Fisik 1. Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat bila terjadi
komplikasi hipertensi ke organ lain. 2. Tekanan darah meningkat sesuai
kriteria JNC VII. 3. Pada pasien dengan hipertensi, wajib diperiksa status
neurologis dan pemeriksaan fisik jantung (tekanan vena jugular, batas
jantung, dan ronki). Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
d. Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
e. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Joint National Committee VII (JNC VII)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik(mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre 120-139 80-89
Hipertensi
Hipertensi 140-159 90-99
tingkat 1
Hipertensi ≥ 160 ≥ 100
tingkat 2
12 | P U S K E S M A S B A G O R
Hipertensi stage 2. Bila target terapi tidak tercapai setelah obserfasi selama 2
minggu dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretik, tiazid
dan penghambat ACE.
5. FARINGITIS AKUT
No. ICPC-2 : R74.Upper respiratory infection acute No. ICD-10 : J02.9 Acute
pharyngitis, unspecified Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang
disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan
lainlain.Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus
pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap tahunnya.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Nyeri tenggorokan, terutama
saat menelan 2. Demam 3. Sekret dari hidung 4. Dapat disertai atau tanpa
batuk 5. Nyeri kepala 6. Mual 5. Muntah 6. Rasa lemah pada seluruh tubuh
7. Nafsu makan berkurang Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu: 1.
Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis
dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai
rinorea dan mual. 2. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah,
kadang demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk, dan
seringkali terdapat pembesaran KGB leher. 3. Faringitis fungal:terutama
nyeri tenggorok dan nyeri menelan. 4. Faringitis kronik hiperplastik: mula-
mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang berdahak. 5.
Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau. 6. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak
berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik. 7. Bila dicurigai
faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan
seksual, terutama seks oral.
Faktor Risiko 1. Usia 3 – 14 tahun. 2. Menurunnya daya tahan tubuh. 3.
Konsumsi makanan dapat mengiritasi faring 4. Gizi kurang 5. Iritasi kronik
oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam lambung, inhalasi uap
yang merangsang mukosa faring. 6. Paparan udara yang dingin.
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik 1. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan
tonsil hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus
tidak menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi
vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 2.
Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari
13 | P U S K E S M A S B A G O R
kemudian timbul bercak petechiaepada palatum dan faring. Kadang
ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
penekanan. 3. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.
4. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di
bawah mukosa faring dan hiperplasia lateral band. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).
5. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi
oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 6.
Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan
pada mukosa faring dan laring 7. Faringitis luetika tergantung stadium
penyakit: a. Stadium primer Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding
posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul
ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga
didapatkan pembesaran kelenjar mandibula b. Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema yang
menjalar ke arah laring. c. Stadium tersier Terdapat guma. Predileksi pada
tonsil dan palatum. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah
lengkap. 2. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram. 3. Pada
dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopik swab mukosa faring dengan pewarnaan KOH.
c. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bila diperlukan. Klasifikasi faringitis 1. Faringitis Akut a.
Faringitis Viral Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr
Virus (EBV), virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain.
Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada
anak. b. Faringitis Bakterial
d. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan ) Penatalaksanaan 1. Istirahat cukup
2. Minum air putih yang cukup 3. Berkumur dengan air yang hangat dan
berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut.
1. Amoxisilin 3x500mg selama 6- 10 hari atau Eritromisin
4x500mg/hari
2. Obat batuk antitusif atau ekspektoran kalau perlu
3. Analgetik- antipiretik ( paracetamol 3x 500 mg)
4. Kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi inflamasi
(deksametason 3x 0,5mg pada dewasa selama 3 hari )
14 | P U S K E S M A S B A G O R
e. Prognosis 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad
sanationam : Bonam
15 | P U S K E S M A S B A G O R
berat karena penurunan aliran napas yang dikenal dengan “silent chest”.
Pemeriksaan Penunjang
d. Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru Membutuhkan
bronkodilator setiap hari Variabiliti APE > 30% IV. Persisten berat
Kontinyu APE ≤ 60% Gejala terus menerus Sering VEP1≤ 60% nilai
prediksi Sering kambuh APE ≤ 60% nilai terbaik Aktivitas fisik terbatas
Variabiliti APE > 30% Catatan: bila spirometri tersedia digunakan
penilaian VEP1
Semua eksaserbasi terjadi dalam pengobatan yang adekuat **
Berdasarkan definisi, eksaserbasi di minggu apapun membuat asma tidak
terkontrol *** Tanpa pemberian bronkodilator Fungsi paru tidak untuk
anak 5 tahun atau lebih muda Diagnosis Banding Disfungsi pita suara,
Hiperventilasi, Bronkiektasis, Kistik fibrosis, Gagal jantung, Defisiensi
benda asing Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1.
Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan faktor
pencetusnya. 2. Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan
jangka panjang serta menetapkan pengobatan pada serangan akut sesuai
tabel di bawah ini.
e. Penatalaksanaan asma berdasarkan beratnya keluhan
o Bronkodilator (melebarkan penyempitan jalan napas)
o Agonis β 2 : Salbutamol : dosis dewasa 3-4 x 4 mg/hari; anak 3-4 x 1-2
mg/hari
o Aminofilin : dosis dewasa 3 x 100-200 mg/hari maks 500 mg; anak
5mg/kgBB/kali.
o Antiinflamasi (juga sebagai pencegahan)
o Kortikosteroid : Dexamethasone 3 x 0,5 mg/hari
Pada asma sedang dan berat petugas menyarankan pasien untuk rawat
inap dan memberikan obat asma per-inhalasi dan injeksi, sebagai berikut:
o Asma Sedang : Agonis β 2 secara nebulisasi/inhalasi/hisap 2,5-5 mg
1-3 kali dalam 1 jam pertama dilanjutkan tiap 1-4 jam kemudian atau
Agonis β 2 i.m, teofilin 5mg/kgBB iv pelan, deksametason 5 mg iv,
serta oksigen 4 liter/menit.
o Asma Berat : Agonis β 2 secara nebulisasi/inhalasi/hisap diulang3 kali
dalam 1 jam pertama diulang 1-4 jam kemudian, teofilin iv, steroid iv
diulang per 8-12 jam, Agonis β 2 iv per 6 jam, serta oksigen 4
liter/menit.
f. Prognosis 1. Ad sanasionam : bonam 2. Ad fungsionam : bonam 3. Ad
vitam : bonam Referensi
16 | P U S K E S M A S B A G O R
7. PAROTITIS
No. ICPC-2 : D71. Mumps / D99. Disease digestive system, other No. ICD-10 : B26.
Mumps Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan Parotitis adalah peradangan pada kelenjar parotis.
Parotitis dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, atau kelainan autoimun,
dengan derajat kelainan yang bervariasi dari ringan hingga berat. Salah satu infeksi
virus pada kelenjar parotis, yaitu parotitis mumps (gondongan) sering ditemui pada
layanan tingkat pertama dan berpotensi menimbulkan epidemi di komunitas. Dokter
di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat berperan menanggulangi
parotitis mumps dengan melakukan diagnosis dan tatalaksana yang adekuat serta
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap imunisasi, khususnya MMR.
a. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Parotitis mumps a. Pembengkakan
pada area di depan telinga hingga rahang bawah b. Bengkak berlangsung
tiba-tiba c. Rasa nyeri pada area yang bengkak d. Onset akut, biasanya < 7
hari e. Gejala konstitusional: malaise, anoreksia, demam f. Biasanya bilateral,
namun dapat pula unilateral 2. Parotitis bakterial akut a. Pembengkakan pada
area di depan telinga hingga rahang bawah b. Bengkak berlangsung progresif
c. Onset akut, biasanya < 7 hari d. Demam e. Rasa nyeri saat mengunyah 3.
Parotitis HIV a. Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang
bawah b. Tidak disertai rasa nyeri c. Dapat pula bersifat asimtomatik 4.
Parotitis tuberkulosis a. Pembengkakan pada area di depan telinga hingga
rahang bawah b. Onset kronik c. Tidak disertai rasa nyeri d. Disertai gejala-
gejala tuberkulosis lainnya e. Parotitis autoimun (Sjogren syndrome) f.
Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang bawah g. Onset
kronik atau rekurens h. Tidak disertai rasa nyeri i. Dapat unilateral atau
bilateral j. Gejala-gejala Sjogren syndrome, misalnya mulut kering, mata kering
k. Penyebab parotitis lain telah disingkirkan
b. Faktor Risiko
1. Anak berusia 2–12 tahun merupakan kelompok tersering menderita parotitis
mumps
2. Belum diimunisasi MMR
3. Pada kasus parotitis mumps, terdapat riwayat adanya penderita yang sama
sebelumnya di sekitar pasien 4. Kondisi imunodefisiensi
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dapat bervariasi dari tampak sakit ringan hingga berat
2. Suhu meningkat pada kasus parotitis infeksi
17 | P U S K E S M A S B A G O R
3. Pada area preaurikuler (lokasi kelenjar parotis), terdapat:
a. Edema
b. Eritema
c. Nyeri tekan
d. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis parotitis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Komplikasi 1.
Parotitis mumps dapat menimbulkan komplikasi berupa: Epididimitis, Orkitis,
atau atrofi testis (pada laki-laki), Oovaritis (pada perempuan), ketulian,
Miokarditis, Tiroiditis, Pankreatitis, Ensefalitis, Neuritis 2. Kerusakan permanen
kelenjar parotis yang menyebabkan gangguan fungsi sekresi saliva dan
selanjutnya meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan karies gigi. 3. Parotitis
autoimun berhubungan dengan peningkatan insiden limfoma.
e. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1. Parotitis mumps
a. Nonmedikamentosa • Pasien perlu cukup beristirahat • Hidrasi yang cukup •
Asupan nutrisi yang bergizi b. Medikamentosa Pengobatan bersifat simtomatik
(antipiretik, analgetik) 2. Parotitis bakterial akut a. Nonmedikamentosa •
Pasien perlu cukup beristirahat • Hidrasi yang cukup • Asupan nutrisi yang
bergizi b. Medikamentosa • Antibiotik • Simtomatik (antipiretik, analgetik) 3.
Parotitis akibat penyakit sistemik (HIV, tuberkulosis, Sjogren syndrome) Tidak
dijelaskan dalam bagian ini.
f. Konseling dan Edukasi 1. Penjelasan mengenai diagnosis, penyebab, dan
rencana tatalaksana. 2. Penjelasan mengenai pentingnya menjaga
kecukupan hidrasi dan higiene oral. 3. Masyarakat perlu mendapatkan
informasi yang adekuat mengenai pentingnya imunisasi MMR untuk
mencegah epidemi parotitis mumps.
g. Prognosis 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad sanationam
: Bonam
18 | P U S K E S M A S B A G O R
yang sulit sembuh Faktor risiko 1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25
kg/m2) 2. Riwayat penyakit DM di keluarga 3. Mengalami hipertensi (TD ≥
140/90 mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi) 4. Riwayat melahirkan
bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis DM Gestasional 5.
Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome) 6. Riwayat
GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) 7. Aktifitas jasmani yang kurang
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan
Fisik 1. Penilaian berat badan 2. Mata : Penurunan visus, lensa mata buram
3. Extremitas : Uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen Pemeriksaan
Penunjang 1. Gula Darah Puasa 2. Gula Darah 2 jam Post Prandial 3.
Urinalisis
c. Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Kriteria diagnostik DM
dan gangguan toleransi glukosa:
1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewaktu ≥
200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir ATAU
2. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)> 200
mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan
beban glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan dalam air. Apabila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau
Gula Darah Puasa Teranggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh
Kriteria gangguan toleransi glukosa: 1. GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100–125 mg/dl (5,6–
6,9 mmol/l) 2. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa
plasma 140–199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram (7,8 -11,1
mmol/L) 3. HbA1C 5,7 -6,4% Komplikasi 1. Akut Ketoasidosis diabetik,
Hiperosmolar non ketotik, Hipoglikemia 2. Kronik Makroangiopati, Pembuluh
darah jantung, Pembuluh darah perifer, Pembuluh darah otak 3.
Mikroangiopati: Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh darah kapiler renal
4. Neuropati 5. Gabungan: Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik,
disfungsi ereksi
19 | P U S K E S M A S B A G O R
d. Penatalaksanaan komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Terapi untuk
Diabetes Melitus dilakukan dengan modifikasi gaya hidup dan pengobatan
(algoritma pengelolaan DM tipe 2)
d. Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
Obat hipoglikemik oral (OHO) dimulai dengan dosis kecil dan
ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis hampir maksimal. Pemberian OHO bersamaan dengan
pengaturan diit dan latihan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian
OHO tunggal atau OHO kombinasi. Terapi OHO kombinasi harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda:
1). Golongan Biguanid: Metformin, dosis awal 500 mg dosis maksimal 2500
mg diberikan 1-3 kali/hari
2). Golongan Sulfonilurea: Glibenklamid dosis awal 2.5 mg dosis maksimal 15
mg/hr diberikan 15 – 30 menit sebelum makan, 1-2 kali/hari.
3). Golongan Inhibitor α glukosidase: Acarbose dosis awal 50 mg dosis
maksimal 300 mg diberikan 1-3 kali/hari.
e. Edukasi meliputi pemahaman tentang:
1. Penyakit DM tipe 2 tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol 2. Gaya hidup
sehat harus diterapkan pada penderita misalnya olahraga, menghindari rokok,
dan menjaga pola makan. 3. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol
teratur setiap 2 minggu Perencanaan Makan Standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi: 1. Karbohidrat 45 – 65 % 2. Protein 15 –
20 % 3. Lemak 20 – 25 %
2. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-5 kali
seminggu selama kurang lebih 30-60 menit minimal 150 menit/minggu
intensitas sedang). Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan. Kriteria Rujukan
Untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut: 1. DM tipe 2 dengan
komplikasi 2. DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk 3. DM tipe 2 dengan infeksi
berat
f. Peralatan 1. Laboratorium untuk pemeriksaan gula darah, darah rutin, urin
rutin, ureum, kreatinin 2. Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta
dewasa 3. Monofilamen test
g. Prognosis Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah
penyakit kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam, namun quo
ad fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad malam.
20 | P U S K E S M A S B A G O R
9.. DIARE
a. Definisi No. ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection No. ICD-10 : A06.0
Masalah Kesehatan diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.Diare merupakan
keadaan buang-buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala dari
penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain. Diare akut adalah buang air
besar lembek/cair konsistensinya encer, lebih sering dari biasanya disertai
berlendir, bau amis, berbusa bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 7 hari. Diare
nonspesifik adalah diare yang bukan disebabkan oleh kuman khusus maupun
parasit.
b. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1. Sakit perut terutama sebelah kiri dan
buang air besar encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah 2.
Muntah-muntah 3. Sakit kepala 4. Bentuk yang berat (fulminating cases)
biasanya disebabkan oleh S. dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak
dan berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
c. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan
Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan: 1. Febris 2. Nyeri perut pada
penekanan di bagian sebelah kiri 3. Terdapat tanda-tanda dehidrasi 4.
Tenesmus Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tinja secara langsung
terhadap kuman penyebab.
d. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding 1. Infeksi Eschericiae coli 2. Infeksi Escherichia coli
Enteroinvasive (EIEC) 3. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Komplikasi 1. Haemolytic uremic syndrome (HUS) 2. Hiponatremia berat 3.
Hipoglikemia berat 4. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps
rektal, peritonitis dan perforasi
e. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1. Mencegah
terjadinya dehidrasi 2. Tirah baring 3. Dehidrasi ringan sampai sedang dapat
dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral 4. Bila rehidrasi oral tidak mencukupi
dapat diberikan cairan melalui infus 5. Diet, diberikan makanan lunak sampai
frekuensi BAB kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan
biasa bila ada kemajuan. 6. Farmakologis
Penatalaksanaan rehidrasi
Memberikan pengobatan untuk rehidrasi
1) Pada pasien diare tanpa dehidrasi (Terapi A):
21 | P U S K E S M A S B A G O R
Berikan cairan (air tajin, larutan gula garam, oralit) sebanyak yang di
inginkan hingga diare stop, sebagai petunjuk berikan tiap habis BAB:
a) Anak <1 thn : 50 – 100 mL
b) Anak 1 – 4 thn : 100–200 mL.
c) Anak >5 tahun : 200–300 mL
d) Dewasa : 300–400 mL
Meneruskan pemberian makanan atau ASI bagi bayi.
2) Pada pasien diare dengan dehidrasi ringan–sedang (Terapi B):
a) Oralit diberikan 75 mL/kgBB dalam 3 jam, jangan dengan botol.
b) Jika anak muntah(karena pemberian cairan terlalu cepat), tunggu 5-10
menit lalu ulangi lagi, dengan pemberian lebih lambat (1 sendok tiap 2-3
menit).
Merujuk pasien dengan dehidrasi berat ke IGD untuk dilakukan rehidrasi
parental
a) Diberikan Ringer Laktat 100 mL yang terbagi dalam beberapa waktu.
b) Tiap 1-2 jam pasien diperiksa ulang, jika hidrasi tidak membaik tetesan
dipercepat. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (pasien lebih tua) pasien
kembali di periksa
Pemberian Cairan Untuk Bayi Diare Dengan Dehidrasi Berat
Pemberian Pemberian
Umur pertama kemudian
30 mL/kg 70 mL/kg
Bayi <12
dalam 1 jam dalam 5 jam
bulan
Bayi/anak
dalam 30 menit 2,5 jam
> 12 bulan
22 | P U S K E S M A S B A G O R
d) Shigella : Ampisilin 4 x 1 g atau Kloramfenikol 4 x 500 mg
e) Amebiasis : Metronidazol 4 x 500 mg atau Tetrasiklin 4 x 500 mg
f) Giardiasis : Klorokuin 3 x 100 mg atau Metronidazol 3 x 250 mg
g) Virus : Simtomatik & Suportif
3) Pemberian anti emetik seperti antacid, B6, domperidon jika pasien mual
Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya prognosis
dubia ad bonam.
23 | P U S K E S M A S B A G O R
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik
1. Gejala umum Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, mukosa mulut, telapak
tangan, dan jaringan di bawah kuku. 2. Gejala anemia defisiensi besi a. Disfagia b.
Atrofi papil lidah c. Stomatitis angularis d. Koilonikia Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah
eritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, feses rutin,
dan urin rutin. 2. Pemeriksaan Khusus (dilakukan di layanan sekunder.
c. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Anemia adalah suatu
sindrom yang dapat disebabkan oleh penyakit dasar sehingga penting
menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan
kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal. Nilai rujukan kadar hemoglobin
normal menurut WHO: 1. Laki-laki: >13 g/dL 2. Perempuan: >12 g/dL 3.
Perempuan hamil: >11 g/dL Diagnosis Banding 1. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Anemia aplastik 3. Anemia hemolitik 4. Anemia pada penyakit kronik Komplikasi
1. Penyakit jantung anemia 2. Pada ibu hamil: BBLR dan IUFD 3. Pada anak:
gangguan pertumbuhan dan perkembangan
d. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan
anemia harus berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan. Setelah
penegakan diagnosis dapat diberikan sulfas ferrosus 3 x 200 mg (200 mg
mengandung 66 mg besi elemental). Rencana Tindak Lanjut Untuk penegakan
diagnosis definitif anemia defisiensi besi memerlukan pemeriksaan laboratorium di
layananan sekunder dan penatalaksanaan selanjutnya dapat dilakukan di layanan
tingkat pertama.
e. Konseling dan Edukasi
Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang perjalanan
penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan kesadaran dan
kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat berupa mual, muntah,
heartburn, konstipasi, diare, serta BAB kehitaman. 3. Bila terdapat efek samping
obat maka segera ke pelayanan kesehatan. Kriteria Rujukan 1. Anemia tanpa
gejala dengan kadar Hb <8 g/dL. 2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar
Hb segera dirujuk. 3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb <7 g/dL). 4.
Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter di layanan
tingkat pertama misalnya anemia aplastik, anemia hemolitik dan anemia
megaloblastik. 5. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau
distres pernafasan) pasien segera dirujuk.
24 | P U S K E S M A S B A G O R
Peralatan Pemeriksaan laboratorium sederhana (darah rutin, urin rutin, feses r
utin).
f. Prognosis Prognosis umumnya dubia ad bonam karena sangat tergantung pada
penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya teratasi, dengan
nutrisi yang baik anemia defisiensi besi dapat teratasi.
2 KARIES DENTIN No. ICD10 : K02.52 Dental caries on pit and fissure surface
a) a)Definisi - Karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan karies dini yang
lapisan permukaannya rusak - Karies yang sudah berkembang mencapai dentin
- Karies yang umumnya terjadi pada individu yang disebabkan oleh resesi gigi
b) Patofisiologi - Bergantung pada keparahan proses kerusakan - Jika sudah
terdapat tubuli dentin yang terbuka akan disertai dengan gejala ngilu, hal ini
juga bergantung pada rasa sakit pasien.
c) Hasil anamnesis (subjective) - Perubahan warna gigi - Permukaan gigi terasa
kasar, tajam - Terasa ada makanan yang mudah tersangkut - Jika akut disertai
rasa ngilu, jika kronis umumnya tidak ada rasa ngilu
25 | P U S K E S M A S B A G O R
d) Gejala klinis dan pemeriksaan - Pemeriksaan sondasi dan tes vitalitas gigi
masih baik - Pemeriksaan perkusi dan palpasi apabila ada keluhan yang
menyertai
e) Penatalaksanaan:
1. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat
2. Bersihkan jaringan infeksi (jaringan lunak dan warna coklat/hitam harus
dibuang sampai gigi terlihat putih bersih);
3. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan;
4. Keringkan kavitas dengan kapas kecil;
6. Cuci/bilas dengan air yang mengalir;
7. Isolasi daerah sekitar gigi;
8. Keringkan
Lakukan Penumpatan:
A.Dengan menggunakan bahan GIC:
1. Aduk bahan GIC sesuai dengan panduan pabrik (rasio powder terhadap
liquid harus tepat, dan cara mengaduk harus sampai homogen);
2. Aplikasikan bahan yang telah diaduk pada kavitas;
3. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi;
4. Aplikasi bahan lalu diamkan selama 1-2 menit sampai setting time selesai;
Rapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis menggunakan
articulating paper;
5. Di bagian oklusal dapat di bantu dengan celluloid strip atau tekan dengan
jari menggunakan sarung tangan;
6. Poles.
B.Dengan menggunakan Bahan Resin Komposit (RK) :
a. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat skeling manual,
diakhiri dengan brush/sikat;
b. Bentuk outline form untuk melakukan tumpatan yang mempunyai retensi
dan resistensi yang optimal;
c. Lakukan pembersihan jaringan infeksius pada karies gigi (jaringan lunak
dan warna coklat/hitam harus dibuang sampai gigi terlihat putih
bersih).Warna hitam yang menunjukkan proses karies terhenti tidak perlu
diangkat jika tidak mengganggu estetik;
d. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan;
e. Keringkan kavitas dengan kapas kecil;
f. Aplikasikan ETSA asam selama 30 detikatau sesuai petunjuk
penggunaan;
g. Cuci/bilas dengan air yang mengalir;
26 | P U S K E S M A S B A G O R
h. Isolasi daerah sekitar gigi;
i. Keringkan
j. Oleskan bonding/, kemudian di angin-anginkan (tidak langsung dekat
kavitas), dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik;
k. Aplikasikan flowable resin komposit pada dinding kavitas, kemudian
dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik;
l. 12.Aplikasikan packable resin komposit dengan sistem layer by layer/
selapis demi selapis dengan ketebalan lapisan maksimal 2 mm, setiap
lapisan dilakukan penyinaran dengan light curing unit selama 10-20 detik;
m. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi;
n. Merapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis
menggunakan articulating paper;
o. Poles
27 | P U S K E S M A S B A G O R
4. PULPITIS IREVERSIBEL No. ICD 10 : K04.0 Irreversibel pulpitis
a. Definisi Kondisi inflamasi pulpa yang menetap, dan simtomatik atau asimptomatik
yang disebabkan oleh suatu jejas, dimana pulpa tidak dapat menanggulangi
inflamasi yang terjadi sehingga pulpa tidak dapat kembali ke kondisi sehat.
b. Patofisiologi Inflamasi pulpa akibat proses karies yang lama/jejas. Jejas tersebut
dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin yang dapat mengganggu
sistem mikrosirkulasi pulpa sehingga odem, syaraf tertekan dan akhirnya
menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
c. Hasil anamnesis (subjective) - Nyeri tajam, berlangsung cepat dan menetap,
dapat hilang dan timbul kembali secara spontan (tanpa rangsangan), serta
secara terus menerus. Nyeri tajam, yang berlangsung terus menerus menjalar
kebelakang telinga. - Nyeri juga dapat timbul akibat perubahan temperatur/rasa,
terutama dingin, manis dan asam dengan ciri khas rasa sakit menetap lama. -
Penderita kadang-kadang tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit dengan tepat.
- Kavitas dalam yang mencapai pulpa atau karies dibawah tumpatan lama,
dilakukan anamnesis menunjukkan
ii. pernah mengalami rasa sakit yang spontan, klinis terlihat kavitas profunda, dan
tes vitalitas menunjukkan rasa sakit yang menetap cukup lama.
a. Gejala klinis dan pemeriksaan - Karies dentin yang dalam atau kavitas mendekati
pulpa gigi, - Sondase positif sakit menetap, - Perkusi negatif, - Tekanan negatif. -
Vitalitas positif sakit yang menetap lama walaupun rangsangan segera
dihilangkan
b. Diagnosis banding Pulpitis awal/reversibel, bedanya pada pulpitis reversibel
muncul apabila ada rangsangan (bukan spontan) dan tidak bersifat menetap.
c. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 24.99 other dental operation(other); 23.70 root canal,
not otherwise specified; 87.12 Other dental x-ray (root canal x-ray); 23.2
Restoration of tooth by filling/ 23.3 Restoration of tooth by inlay/ 23.41 Application
of crown.
d. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama kasus seperti ini dimasukkan
dalam tindakan endodontik darurat untuk mengurangi rasa sakit (karena
tekanan) dengan cara pulpektomi pada gigi berakar tunggal dan pulpotomi
untuk gigi berakar ganda, perlu segera dilakukan anestesi lokal dan ekstirpasi
jaringan pulpa.
- Perawatan endodontik disesuaikan dengan keadaan gigi, yaitu gigi apeks
terbuka dan gigi apeks tertutup.
- Pada dewasa muda dengan pulpitis ringan dilakukan Pulpotomi.
28 | P U S K E S M A S B A G O R
- Pada gigi dewasa dengan perawatan saluran akar (pulpektomi) dan
dilanjutkan restorasi yang sesuai.
a) Pulpototomi Anastesi, isolasi (rubberdam), desinfeksi gigi, preparasi kavitas,
pembukaan atap pulpa, pulpotomi dengan eksavator tajam, penghentian
pendarahan, aplikasi Ca(OH)2, sementasi dengan aplikasi pasta dan
tumpatan tetap.
b) Pulpektomi dan perawatan saluran akar:
- Anastesi, pengukuran panjang kerja, preparasi kavitas, pembukaan atap
pulpa, pengambilan pulpa di kamar pulpa dengan ekskavator tajam,
pendarahan ditekan dengan kapas steril, ekstirpasi pulpa, pembentukan
saluran akar denganjarum endodontik yang sesuai, irigasi NaOCL,
pengeringan saluran akar dengan paper point, pengobatan saluran akar. Pada
kunjungan berikutnya pengisian saluran akar dengan guttap point dan sealer
(bergantung kondisi).
- Tumpatan tetap atau resin komposit (bergantung sisa / keadaan jaringan
keras gigi).
29 | P U S K E S M A S B A G O R
a) Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat
menggunakan excavator yang tajam ujung membulat ukuran 0,1 mm
b) Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih
(ditandai dengan tidak adanya material yang masih dapat terbawa oleh
excavator yang tajam tersebut)
c) Lakukan aplikasi bahan proteksi pulpa pada titik terdalam (jangan terlalu
lebar/luas agar tidak mengganggu tumpatan tetap diatasnya)
d) Dianjurkan menggunakan bahan RMGI (resin modified glass ionomer)
apabila tumpatan diatasnya menggunakan resin komposit
e) Apabila menggunakan dari GIC, maka:
o Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat
menggunakan excavator yang tajam ujung membulat ukuran 0,1mm;
o Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih
(ditandai dengan tidak adanya material yang masih dapat terbawa oleh
excavator yang tajam tersebut);
o Lakukan aplikasi pasta Ca(OH)2 untuk kasus hiperemi pulpa atau
pulpitis reversibel pada titik terdalam yang mendekati pulpa, kemudian
ditutup diatasnya dengan tumpatan dari GIC sebagai basis;
o Lakukan aplikasi bahan pulp proteksi pada titik terdalam (jangan terlalu
lebar/luas agar tidak mengganggu tumpatan tetap diatasnya);
o Beri tumpatan sementara diatas basis dari GIC,
o Pada kunjungan kedua, lakukan tes vitalitas pada gigi tersebut,
perhatikan apakah ada perubahan saat gigi menerima rangsangan;
o Apabila masih terdapat rasa sakit yang jelas, cek kondisi basis apakah
ada kebocoran tepi, apabila ditemukan maka lakukan prosedur aplikasi
Ca(OH)2 dengan ditutup dengan basis dari GIC lagi;
o Apabila sudah tidak ada keluhan, maka dapat dilakukan tumpatan tetap
dengan resin komposit atau GIC
30 | P U S K E S M A S B A G O R
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Tanda klinis yang sering ditemui adalah jaringan
pulpa mati, perubahan warna gigi, transluensi gigi berkurang, pada nekrosis
sebagian bereaksi terhadap rangsangan panas. - Nekrosis koagulasi juga sering
disebut nekrosis steril, ditandai oleh jaringan pulpa yang mengeras dan tidak
berbau. - Pada nekrosis liquefaksi / gangren pulpa, jaringan pulpa lisis dan
berbau busuk. - Perlu dilakukan pemeriksaan klinis vitalitas gigi dan foto Ro jika
diperlukan.
e. Diagnosis banding - Pulpitis Ireversibel Akut - Degenerasi pulpa
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM Untuk gigi yang dipertahankan: 24.99 other dental
operation (other) 23.70 root canal, not otherwise specified 23.2 Restoration of
tooth by filling 23.41 Application of crown atau
Untuk gigi yang di indikasikan cabut 23.09 extraction of other tooth 23.11 removal
of residual root
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi Perlu diperkirakan kondisi kerusakan dan
jaringan pendukung yang masih ada. Pada dasarnya perlu penilaian prognosis
yang baik untuk perawatan mempertahankan gigi.
1) Gigi dilakukan perawatan dan dipertahankan.
- Apabila jaringan gigi yang tersisa masih cukup kuat untuk tumpatan
nekrosis pulpa dapat ditangani dengan perawatan saluran akar,
dijelaskan pada pasien prosedur tindakan kedokteran pulpitis
ireversibel,
- Perawatan saluran akar dapat dilakukan pada kasus gigi dengan akar
tunggal, dan gigi akar ganda yang lurus dengan sudut pandang kerja
pada orifice tidak terhalang, - Selain kasus tersebut, dokter gigi harus
merujuk ke spesialis konservasi gigi
2) Gigi di indikasikan untuk dilakukan pencabutan - Apabila pendukung gigi
sudah tidak ada dan gigi dianggap sudah tidak layak untuk dipertahankan (dari
segi biaya, waktu atau kesanggupan pasien), maka tindakan pencabutan
menjadi pilihan utama. - Prosedur tindakan cabut tanpa penyulit:
Pemeriksaan Vitalitas
Pemberian Antiseptik pada daerah Pencabutan dan anestesi
Anastesi local/mandibular sesuai kebutuhan
Pencabutan Periksa kelengkapan gigi dan periksa soket
Kompresi soket gigi
Instruksi pasca ekstraksi
- Bila perlu pemberian obat sesuai indikasi: - Antibiotika - Analgetika –
Ruborantia
31 | P U S K E S M A S B A G O R
7.. ABSES PERIAPIKAL No. ICD 10 : K.04.7 Periapical abcess without sinus
a. Definisi Lesi likuefaksi bersifat akut/kronis yang menyebar atau terlokalisir di
dalam tulang alveolar
b. Patofisiologi Merupakan lanjutan proses nekrosis pulpa yang dapat
menimbulkan rasa sakit karena tekanan abses tersebut
c. Hasil anamnesis (subjective) Nyeri dan sakit pada saat untuk mengunyah,
kadang disertai munculnya benjolan abses dan pembengkakan.
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Apabila abses periapeks kronis tidak ada gejala
klinis biasanya ada fistula intra oral. - Apabila abses periapeks akut terjadi rasa
sakit pada palpasi dan perkusi dan diikuti pembengkakan di daerah akar gigi.
e. Diagnosis banding Kista dan granuloma
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 24.99 other dental operation (other) 24.00 incision
of gum or alveolar bone
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Bila terjadi abses selain dilakukan pembukaan kamar pulpa untuk drainase
dan saluran akar juga dilakukan insisi.\
- Pembukaan kamar pulpa, pembersihan saluran akar, irigasi, pemberian obat,
sterilisasi dan ditumpat sementara;
- Pemberian obat kumur, obat analgetik, antipiretik dan antibiotika;
- Antibiotik yang diberikan antara lain adalah doksisiklin 100 (1x1) selama 5
hari, Amoxicillin 500 mg 3x1 tab selama 5 hari; Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tab
selama 5 hari; Metronidazole 500 mg 3x1 tab selama 5 hari.
o Dan dilakukan kontrol 1 minggu setelahhnnya untuk dilakukan evaluasi
dan merencanakan tindakan selanjutnnya.
32 | P U S K E S M A S B A G O R
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 89.31 dental examination 96.54 dental scaling and
polishing, dental debridement, prophylaxis, plaque removal
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi Terapi Inisial
o Pendidikan kesehatan mulut dan instruksi pengendalian plak mikrobial di
rumah.
o Pembersihan permukaan gigi dari plak dan kalkulus supra dan subgingiva.
o Pemberian obat anti mikroba dan obat antiplak, dan penggunaan alat
kebersihan mulut guna meningkatkan kemampuan pasien untuk
membersihkan gigi geliginya.
o Koreksi faktor–faktor yang memudahkan retensi plak mikrobial antara lain :
koreksi mahkota yang over contour, margin yang over hang ( mengemper )
atau ruang embrasur yang sempit, kontak terbuka, gigi tiruan sebagian
cekat/ Gigi Tiruan Sebagian (GTS) lepasan yang kurang pas, gigi karies
dan gigi malposisi.
o Pada kasus tertentu dilakukan koreksi secara bedah pada bentuk/ kontur
gingiva, agar pasien dapat menjaga kebersihan mulut, sesuai kontur dan
bentuk gingiva sehat.
Sesudah fase terapi aktif tersebut di atas, dilakukan evaluasi untuk
menentukan perawatan selanjutnya, yaitu terapi pemeliharaan periodontal.
o Prognosis Baik, jika tidak terjadi kerusakan tulang alveolar, faktor etiologi
dapat dihilangkan, bila pasien kooperatif, tidak disertai penyakit/ kondisi
sistemik dan pasien tidak merokok.
o Keberhasilan perawatan - Perawatan berhasil memuaskan bila terjadi
penurunan tanda-tanda klinis inflamasi gingiva secara nyata, pelekatan
klinis stabil, pengurangan skor plak sesuai dengan plak yang ada pada
gingiva sehat. Hilangnya keluhan rasa gatal pada gusi di sela – sela gigi,
rasa kemeng/rasa tidak nyaman, rasa nyeri saat mengunyah atau
menggigit, dan gigi goyang atau gusi bengkak. - Bila hasil terapi tidak
memuaskan/tidak memperbaiki kondisi periodontal, maka akan tampak
antara lain berlanjutnya tanda-tanda klinis penyakit yaitu: perdarahan saat
probing, kemerahan dan pembesaran, kondisi dapat diikuti kerusakan/cacat
gingiva (cleft gingiva, crater/ceruk gingiva), yang disertai kerusakan
selanjutnya sehingga berkembang menjadi periodontitis dengan kehilangan
pelekatan.
33 | P U S K E S M A S B A G O R
9. ABSES PERIODONTAL No. ICD 10 : K.05.21 Aggressive periodontitis,
localized/ periodontal abcess.
a. Definisi - Infeksi purulen lokal pada jaringan yang berbatasan/ berdekatan
dengan poket periodontal yang dapat memicu kerusakan ligamen periodontal
dan tulang alveolar. - Abses periodontal dapat diasosiasikan dengan patologis
endopulpa.
b. Patofisiologi Abses periodontal merupakan suatu abses yang terjadi pada
gingiva atau pocket periodontal. Hal ini terjadi akibat adanya faktor iritasi,
seperti plak, kalkulus, infeksi bakteri, impaksi makanan atau trauma jaringan.
c. Hasil anamnesis (subjective) Gigi sensitif terhadap tekanan/perkusi dan
kadang-kadang goyang. Terdapat pembengkakan pada gusi.
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Gingiva bengkak, licin, mengkilap dan nyeri,
dengan daerah yang menimbulkan rasa nyeri bila dipegang. - Tampak cairan
eksudat purulen dan atau kedalaman probing meningkat. - Kerusakan pelekatan
terjadi secara cepat. Abses gingiva, pembesaran lunak berwarna kemerahan
(eritematous) pada jaringan gingiva gigi M1 dan M2 atas.
e. Diagnosis banding Kista dan granuloma
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 24.00 incision of gum or alveolar bone 96.54 dental
debridement
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Drainase dengan membersihkan poket periodontal,
- Menyingkirkan plak, kalkulus, dan bahan iritan lainnya dan atau menginsisi
abses.
- Irigasi poket periodontal, pengaturan oklusal yang terbatas, dan pemberian
anti mikroba dan pengelolaan kenyamanan pasien.
- Tindakan bedah untuk akses dari proses pembersihan akar gigi perlu
dipertimbangkan.
- Pada beberapa keadaan, ekstraksi gigi perlu dilakukan. Evaluasi periodontal
menyeluruh harus dilakukan setelah resolusi dari kondisi akut.
- Pemberian obat kumur, obat analgetik, antipiretik dan antibiotika. Drug of
choice (obat pilihan) Antibiotik yang diberikan antara lain: o doksisiklin 1 x 100
mg (waktu paruh 24 jam) o Amoxicillin 3 x 500 mg (waktu paruh 8 jam) o
Ciprofloxacin 2 x 500 mg (waktu paruh 12 jam) o Metronidazole 2 x 500 mg
(waktu paruh 8 jam) - Obat kumur.
34 | P U S K E S M A S B A G O R
10 STOMATITIS AFTOSA REKUREN (SAR) No. ICD 10 : K12.00 Recurrent
aphthous ulcer
a. Definisi Kelainan yang dikarakteristikan dengan ulser rekuren yang terbatas
pada mukosa mulut pada pasien tanpa tanda–tanda penyakit lainnya. Terjadi
pada 20% populasi.
b. Patofisiologi - Etiologi belum diketahui - Faktor predisposisi dapat berupa:
genetik, defisiensi hematinik, abnormalitas imunologi, faktor lokal seperti
trauma dan berhenti merokok, menstruasi, infeksi pernafasan atas, alergi
makanan, anxietas, dan stres c) Hasil anamnesis (subjective)
c. Adanya sariawan yang sering kambuh dan terasa sakit (rasa terbakar), dapat
disertai dengan demam sebelum sariawan muncul.
d. Gejala klinis dan pemeriksaan - Ulser yang didahului gejala prodromal berupa
rasa terbakar setempat pada 2 – 48 jam sebelum muncul ulser - Pada periode
inisial, terbentuk area eritem. Dalam hitungan jam terbentuk papula putih,
berulserasi, dan secara bertahap membesar dalam 48 – 72 jam - Ulser bulat,
simetris dan dangkal
o Ulser Mayor : Diameter lebih dari 1.0 cm; sembuh dalam beberapa
minggu–bulan, sangat sakit; mengganggu makan dan bicara;
meninggalkan jaringan parut
o Ulser Minor : Diameter 0.3 – 1.0 cm ; sembuh dalam 10 – 14 hari ;
sangat sakit ; dapat mengganggu makan dan bicara ; sembuh tanpa
jaringan parut
o Ulser Herpetiformis : Diameter 0.1-0.2 cm; melibatkan permukaan
mukosa yang luas - Lokasi tersering : mukosa nonkeratin terutama
mukosa bukal dan labial - Rekuren - Lokasi berpindah–pindah namun
terbatas pada mukosa mulut
e. Diagnosis banding - Viral stomatitis - Pemphigus - Pemphigoid - Lupus
Eritematosus - Penyakit dermatologi - Karsinoma sel squamosa - Penyakit
granulomatosa misalnya sarcoidosis dan penyakit Crohn - Kelainan darah -
Infeksi HIV / AIDS - Ulkus Traumatik
f. Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 89.31 Dental Examination 24.99 Other (other
dental operation)
g. Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi
- Hilangkan faktor predisposisi
- Simptomatik: anastetik topical
- Suportif: multivitamin
35 | P U S K E S M A S B A G O R
III. ASUHAN KEPERAWATAN
1.Asuhan keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif bd.penumpukan secret
A .Definisi : Bersihan jaalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika
seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status
pernafasan sehubungandengan ketidak mampuan untuk batuk secara efektif (Lynda
Juall, Carpenito 2006).
B.Tujuan
1.membebaskan jalan nafas dari penumpukan secret
2.melegakan tenggorokan
3.memberikan rasa nyaman
C.Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
1. Penumpukan secret di jalan nafas
2. Imobilisasi, statis sekresi, batuk tidak efektif
3. Produksi sekresi yang kental atau berlebihan
D.kriteria hasil
1. Menunjukan jalan nafas paten (bersih)
2. Suara nafas normal, dengan tidak adanya suara mengi
3. Mampu melakukan pebaikan bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif
4. Tidak ada penggunaan alat bantu pernafasan
E.Penatalaksanaan
1. petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
2. petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3. petugas melakukan anamnesa (ttv,auskultasi bunyi tambahan)
4. petugas mengkaji riwayat sesak dan RPD
5. petugas melakukan kolaborasi dengan tim medis (laborat untuk pemeriksaan
penunjuang jika batuk lbh dari 1 mgg)
6. petugas mengajarkan teknik batuk efektif dan kleeping untuk mengeluarkan
secret di rumah
7. petugas menyarankan untuk minum air hangat utk melegakan tenggorokan
8. Petugas memberikan edukasi ttg menjaga pola makan (hindari
gorengan,santan makanan pedas)
9. petugas mengiatkan pasien utk sesalu menggunakan masker dan tidak
meludah di sembarang tempat
10. petugas menggiatkan pasien untuk control dan patuh minum obat
11. petugas mendokumentasikan kegiatan di rejkam medis
36 | P U S K E S M A S B A G O R
2. Asuhan Keperawatan kurang pengetahuan
A Definisi Kurang Pengetahuan
Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya informasi kognitif
tentang topik atau bahasan tertentu
B.Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penyakitntya meningkat
C.Kriteria Hasil
Pasien mampu:
Menjelaskan kembali tentang penyakit,
Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
D Diagnosa Keperawatan
Kurang Pengetahuan b.d:
Keterbatasan kognitif
Kesalahan dalam memahami informasi yang ada
Kurang pengalaman
Kurang perhatian didalam belajar
Kurang kemampuan mengingat kembali
Kurang familier dengan sumber-sumber informasi
E. .Penatalaksanaan
1. Petugas memberikan penyuluhan sesuai tingkat pemahaman pasien. Ulangi
informasi jika perlu
2. Petugas menggunakan pendekatan berbagai cara( umpan balik verbal dan
tulisan)
3. Petugas memberikan Penyuluhan individu
4. Petugas melakukan BHSP
5. Peugas menentukan tujuan pembelajaran bersama dengan pasien
6. Petugas menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
7. Petugas memilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai
8. Petugas memberi materi pengajaran yang sesuai
9. Petugas menganjurkan pasien untuk bertanya dan diskusi
10. Petugas dokumentasikan kegiatan
37 | P U S K E S M A S B A G O R
Berhubungan dengan haluaran urine berlebih, sekunder akibat diabetes
insipidus
Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan
cairan melalui evaporasi akibat luka bakar
Berhubungan dengan kehilangan cairan, sekunder akibat demam,
drainase abnormal, dari luka, diare
Berhubungan dengan penggunaan laksatif, diuretic atau alcohol yang
berlebihan
Berhubungan dengan mual, muntah
Berhubungan dengan motivasi untuk minum, sekunder akibat depresi atau
keletihan
Berhubungan dengan konsentrasi menelan atau kesulitan makan sendiri
akibat nyeri mulut
D.Penatalaksanaan
1. petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
2. petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3. petugas melakukan anamnesa (ttv,Kaji tanda- tanda dehidrasi,evaluasi
haluaran cairan ,nadi,turgor kulit )
4. petugas memantau / obs kehilangan cairan
5. petugas menentukan klasifikaikan jenis / tingkatan dehirasi
6. petugas memerikan Terapi (kolaborasi dengan dokter) dan membuat larutan
rehidrasi oral aktif untuk mengganti cairan yg hilang
7. petugas menyarankan pasien untuk meningkatkan asupan oral
8. petugas mengidentifikasi factor yang berkontribusi terhadap bertambah
buruknya dehirasi
9. petugas menyarankan pasien untuk banyak minum dan minum obat secara
teratur
10. petugas Melepas APD dan mencuci tangan
11. petugas mendokumentasikan kegiatan
38 | P U S K E S M A S B A G O R
Ruptur membran amnion
Malnutrisi
Peningkatanpaparanlingkunganpatogen
Imunosupresi
Ketidakadekuatan imun
Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tida utuh, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik).
Penyakit kronik
D.Penatalaksanaan :
1. petugas mencuci tangan dan menggunakan apd
2. petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3. petugas melakukan anamnesa (ttv,kaji riwayat penyakit dahulu,kaji tanda2
infeksi )
4. petugas melakukan perawatan aseptic
5. petugas melakukan teknik perawatan luka
6. petgas melepas APD dan mencuci tangan
7. petugas menginformasikan tentang perawatan luka di rumah (diit,pentingnya
menjaga kebersihan luka dan patuh minum obat)
39 | P U S K E S M A S B A G O R
2) petugas menyiapkan alat untuk pemeriksaan
3) petugas melakukan anamnesa (ttv,Kaji tanda- tanda resiko kerusakan
kulit,riwatat alegi,riwayat penyakit dahulu)
4) petugas menentukan factor yang menyebabkan resiko kerusakan integritas
kulit
5) petugas melakukan kolaborasi dengan tim medis terkait pemeriksaan
laboratorium
6) petugas memberikan informasi tentang penyakit yang di derita
( karakteristik,jenis,cara penularan ,terapi (kolab dengan dokter )dan lama
penyembuhan )
7) petugas mengajarkan ttg perawatan kebersihan diri di rumah
8) petugas melakukan edukasi ttg cara memakai obat topical,diit yang harus di
patuhi dan pentingnya control ke pusat layanan kesehatan
9) petugas melepas APD dan mencuci tangan
10)petugas mendokumentasikan kegiatan
40 | P U S K E S M A S B A G O R
8) petugas melepas APD dan mencuci tangan
9) .petugas mendokumentasikan kegiatan
41 | P U S K E S M A S B A G O R
f. Petugas menganjurkan pasien untuk istirahat dan makan sedikit demi
sedikit tetapi sering
g. petugas menganjurkan utntuk control ulang jika masih ada keluhan
h. petugas melepas APD dan mencuci tangan
i. petugas mendokumentasikan kegiatan
42 | P U S K E S M A S B A G O R
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T.
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan laboratorium,
Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi.
j) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis menggunakan
SOAP
2. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia
1. Definisi
Anemia Ibu Hamil adalah suatu kondisi ibu hamil dimana terdapat
kekurangan sel darah merah atau haemoglobin dengan standart hasil
pemeriksaan kadar Hb < 11 gr/dl pada trimester I dan III ATAU KADAR Hb
< 10,5 gr/dl pada trimester II
2. Pencegahan dan Pengobatan
Di daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita
hamil diberi sulfat ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari.
Selain itu, ibu di beri nasehat untuk makan lebih banyak protein dan sayur
yang banyak mengandung mineral dan vitamin.
3. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
1) Pucat
2) Sering pusing
3) Lemah, lelah, letih, lesu, lunglai
4) Nafas terengah-engah
5) Nyeri dada
6) Mata berkunang-kunang
7) Lidah luka
8) Nafsu makan turun
9) Mual dan muntah yang berlebihan pada hamil muda
4. Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu Hamil
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
43 | P U S K E S M A S B A G O R
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan laboratorium,
Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi,yaitu dengan memberi tambahan bahan
pembentuk protein sel darah merah selama masa kehamilan (± 90
tablet) dalam satu hari 1 tablet ( satu tablet mengandung 60 mg Fe dan
200 πg asam folat ) minum dengan air putih dan jangan minum dengan
air kopi atau dengan air the karena akan menghambat penyerapan.
Efek sampingnya yaitu : rasa tidak enak di hulu hati, mual, muntah dan
mencret.
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
memngonsumsi makanan yang banyak mengandung bahan pembentuk
protein sel darah merah
k) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis menggunakan
SOAP.
l) Petugas mempersilahkan Pasien untuk mengambil obat di Ruang
Farmasi.
44 | P U S K E S M A S B A G O R
o Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan
atas
o Sakit kepala, skotoma penglihatan
o Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
o Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
o Oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin >1,2 mg/dl
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia
kehamilan 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit
<100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu.
Eklampsia
Kejang umum dan / atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
b. Patofisiologi Preeklamsia
Hingga saat ini etiologi dan patafisiologi dari preeklamsia masih belum
diketahui dengan pasti.Telah banyak hipotesis yang diaujukan untuk
mencari etiologi dan patofisiologinya dari kasus preeklamsia namun kini
belum memuaskan sehingga preeklamsia sebagai “the diseases of
theories”.Adapun hipotesis yang diajukan diantaranya adalah, genetik,
Iskemik plasenta, Hipoksia pada fetus / plasenta, Disfungsi Endotel,
Imunologis.
c. Klasifikasi Preeklamsia
Preeklamsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
Preeklamsia Ringan
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
setelah umur kehamilan diatas 20 minggu atau segera
persalinan.Tetapi dapat juga timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu (PudiastutiR, D, 2012: 163).
Preeklamsia Berat
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria
lebih 5g/24 jam atau ≥ +2 (Marmi, dkk, 2014: 68).
d. Diagnosis Preeklamsia
a. Preeklamsia Ringan
45 | P U S K E S M A S B A G O R
1. Kenaikan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan ≤ 160/110 mmHg
2. Pemeriksaan tes celup urin dengan proteinuria menunjukkan ≥
300 mg/24 jam atau +1
3. Kenaikan berat badan 1kg dalam seminggu 4) Bengkak pada
wajah atau tungkai (Nugroho, Taufan, 2012: 05 ).
b. Preeklamsia Berat
1. Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20
minggu
2. Proteinuria >5gr/24 jam atau tes celup urin ≥2+
3. Produksi urin<400-500 ml/24 jam dan kenaikan kreatinin serum
4. Oedema paru dan sianosi
5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas abdomen: penyebabnya
karenabteregangnya kapsula gilsone. Nyerinya dapat sebagai
gejala awal ruptur pada hepar.
6. Perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata dan pandangan
kabur.
7. Gangguan fungsi hepar.
8. Trombositopenia berat :<100.000 sel atau penurunan trombosit
dengan cepat.
9. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
e. Pentatalaksaan
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung garam,
dan memberi tahu Ibu bahwa kondisi saat ini, agar ibu bisa siap
menerima semua resiko yang akan terjadi.
46 | P U S K E S M A S B A G O R
j) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
k) Petugas mempersilahkan Pasien untuk mengambil obat di Ruang
Farmasi.
4. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan KEK
a. Definisi
Pengukuran lila adalah pengukuran lingkar lengan atas yang bertujuan
untuk mengetahui adanya kelompok beresiko kekurangan energi kronis
(KEK) wanita usia subur (WUS). Pengukuran ini berguna untuk skrining
malnutrisi protein yang biasanya digunakan oleh DEPKES untuk
mendeteksi ibu hamil dengan resiko melahirkan BBLR bila LILA < 23,5
cm.
b. Tanda dan gejala
Tanda-tanda klinis KEK meliputi :Berat badan ibu < 40 kg atau tampak
kurus dan LILA kurang dari 23,5 cm, tinggi badan < 145 cm, ibu
menderita anemia dengan Hb < 11 gr%, lelah, letih, lesu, lemah,
lunglai, bibir tampak pucat, nafas pendek, denyut jantung meningkat,
susah buang air besar, nafsu makan berkurang, kadang–kadang
pusing, mudah mengantuk (Supariasa, 2010).
c. Etiologi KEK
Faktor sosial Ekonomi
1) Pendapatan Keluarga
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubunganya dengan daya beli keluarga tersebut,
status ekonomi maupun sosial mempengaruhi pemilihan makanan
(Marmi, 2014).
2) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan,
sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat tentang status gizi
yang baik, faktor yang mempengaruhi perencanaan dan
penyusunan makanan yang sehat dan seimbang bagi ibu hamil
yaitu kemampuan keluarga dalam membeli makanan serta
pengetahuan tentang gizi.
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja bagi ibu-ibu kan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Marmi, 2014).
47 | P U S K E S M A S B A G O R
4) Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku
dan kebiasaan, pada umumnya, kaum ibu lebih memperhatikan
keluarga dari pada saat hamil (Marmi, 2014).
Faktor Biologis
1) Umur
Lebih muda umur ibu hamil maka energi yang dibutuhkan semakin
besar (Marmi, 2014).
2) Berat badan
Berat badan lebih atau kurang dari berat badan rata-rata untuk
umur tertentu, merupakan faktor yang menentukan jumlah zat
makanan yang harus mencukupi selama hamil
3) Jarak Kehamilan
Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas
janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu.Ibu
tidak memperoleh kesempatan untuk memperbaikitubuhnya sendiri
(ibu memerlukan energi yang cukup untukmemulihkan keadaan
setelah melahirkan anaknya). Denganmengandung kembali maka
akan menimbulkan masalah giziibu dan janin/bayi berikut yang
dikandung ( Arisman, 2007).
d. Penatalaksaan KEK
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi.
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
mengonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat, dan
gizi seimbang.
48 | P U S K E S M A S B A G O R
k) Petugas memberikan PMT kepada Ibu Hamil.
l) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
m) Petugas mempersilahkan Pasien untuk mengambil obat di Ruang
Farmasi.
5. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan Postdate
a. Definisi
Kehamilan post date adalah kehamilan yang lamanya melebihi 42
minggu (294 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir atau 14 hari
setelah perkiraan tanggal persalinan yang dihitung menurut rumus
NAEGELE, dengan asumsi siklus haidnya 28 hari.
b. Sebab terjadinya
1) Tidak pasti mengetahui tanggal haid terakhir.
2) Terdapat kelainan kongenital anensefalus.
3) Terdapat hipoplasi kelenjar adrenal.
4) Pada kehamilan lewat waktu, otot rahim tidak sensitif terhadap
rangsangan karena psikologis atau kelainan pada rahim.
c. Identifikasi dan riwayat kesehatan
Melakukan pemeriksaan subjektif, obyektif, pemeriksaan umum, dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
d. Diagnosis
Ibu hamil dengan usia kehamilan 42 minggu atau lebih.
e. Penatalaksanaan Ibu Hamil dengan kehamilan postdate
a) Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi.
49 | P U S K E S M A S B A G O R
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil bahwa bayi yang
dikandungnya harus segera dilahirkan, bila Ibu sudah merasa
adanya tanda-tanda perasalinan, mempersilahkan Ibu pindah ke
ruang Persalinan, jika Ibu belum merasakan tanda-tanda persalinan
melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
k) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
l) Petugas mempersilahkan Pasien pulang.
50 | P U S K E S M A S B A G O R
diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan
dehidrasi, sehmgga cairan ekstraselurer dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah turun, demikian pula klorida air kemih. Selain
itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan
oksigen ke jaringan berkurang pula dan tertimbunlah zat metabolik
yang toksik. Kekurangan Kalium sebagai akibat dari muntah dan
bertambahnya ekskresi lewat ginjal, bertambahnya frekuensi muntah-
muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati.
d. Diagnosis
Anamnesa : Amenore, tanda kehamilan muda,muntah terus
menerus
Pemeriksaan fisik : KU = lemah
o Kesadaran= apatis sampai koma
o Nadi >100 x/menit
o Tekanan darah menurun
o Suhu meningkat
Pemeriksaan penunjang : Kadar Na dan Cl turun
e. Penatalaksanaan
f. Petugas menyiapkan alat dan Bahan
b) Petugas mempersilakan pasien masuk ruangan.
c) Petugas melakukan anamnesa lengkap
d) Petugas melakukan cuci tangan.
e) Petugas melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi 10 T
f) Petugas melakukan rujukan internal untuk pemeriksaan
laboratorium, Pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, dan konsul
gizi bila perlu.
g) Petugas membuat kesimpulan hasil pemeriksaan, melakukan
penanganan kasus dan memberikan konseling pada pasien dan
keluarga / pendamping selanjutnya mencatat dalam status pasien.
h) Petugas memberitahu pasien tentang jadwal kunjungan berikutnya.
i) Petugas memberikan terapi, memberikan sedativa yang sering
digunakan adalah Luminal. Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan
B6 Keadaan yang lebih berat diberikan antiemetik seperti
Avopreg,Avomin. Anti histamin ini juga dianjurkan seperti
Dramamin, Avomin, Antasida
j) Petugas memberikan konselling kepada Ibu hamil untuk
mengonsumsi makan-makanan hanya berupa roti kering dan buah-
51 | P U S K E S M A S B A G O R
buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 — 2 jam
sesudahnya. Dan makan sedikit-sedikit namun sering.
k) Petugas memasukkan data hasil pemeriksaan pasien pada buku
register kunjungan ibu hamil dan kedalam rekam medis
menggunakan SOAP.
l) Petugas mempersilahkan Pasien menuju ruang farmasi.
7. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
a. Definisi
Asuhan persalinan normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan aman dari
setiap tahapan persalinan yaitu mulai dari kala satu sampai dengan kala
empat dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca
persalinan, hipotermi serta asfiksia pada bayi baru lahir.
b. Tanda dan gelaja
1) Merasakan kontraksi palsu
Kontraksi ini biasa disebut Braxton Hicks atau terjadi pengencangan
perut yang datang dan pergi. Namun kontraksi palsu ini tidak sekuat
kontraksi asli yang terjadi saat melahirkan. Biasanya kontraksi ini
berlangsung 30 hingga 120 detik. Berbeda dengan kontraksi sungguhan,
kontraksi Braxton Hicks dapat hilang ketika Anda berpindah posisi atau
rileks. Kontraksi ini akan Anda rasakan sebelum mengalami kontraksi
sungguhan. Perbedaan kontraksi asli dan palsu lainnya, yaitu
kontraksi Braxton Hicks hanya terasa di daerah perut atau panggul,
sementara kontraksi sungguhan biasanya terasa di bagian bawah
punggung kemudian berpindah ke bagian depan perut.
52 | P U S K E S M A S B A G O R
habis. Jika hal ini terjadi, proses induksi mungkin akan dilakukan untuk
menjaga keselamatan bayi Anda.
53 | P U S K E S M A S B A G O R
l) Petugas memberikan support fisik dan mental.
m) Petugas memberikan informasi proses dan kemajuan pesalinan.
n) Petugas memfasilitasi Pasien untuk mengungkapkan perasaanya.
54 | P U S K E S M A S B A G O R
- Pusing dan sakit kepala
- Bias menyebabkan warna biru dan rasa nyeri pada daerah suntikan akibat
perdarahan bawah kulit.
f. Efek samping KB Suntik
- Gangguan siklus haid
- Depresi
- Keputihan
- Jerawat
- Rambut rontok
- Perubahan berat badan
g. Penatalaksanaan suntik KB
- Petugas melakukan Anamnesa pasien
- Petugas melakukan pemeriksaan secara umum dan khusus
- Petugas melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana
- Petugas melakukan konseling KB suntik kombinasi maupun progestin
- Petugas menyiapkan peralatan yang diperlukan
- Petugas melakukan tindakan penyuntikan
- Petugas mendekontaminasi alat
- Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.
-
9. Asuhan Kebidanan pada akseptor KB IMPLAN
a. Definisi
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Implan adalah Suatu usaha untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi jenis IMPLAN.
b. Jenis-jenis implant
- Norplant terdiri dari 6 kapsul silastik lembut berongga dengan panjang 3,4
cm dengan diameter 2,4 mm , dimana setiap kapsulnya berisi 36 mg
levonorgestrol dan lamanya 5 tahun.
- Implanon terdiri dari 1 kapsul silastikputih lentur dengan panjang kira – kira
40 mm dan diameter 2 mm yang isinya , 3 ketodegestrol dan 66 mg
kopolimer EVA dan lamanya 3 tahun.
- Norplant terdiri dari 2 kapsul silastik 76 mg levonorgestrol efektifitasnya 2
tahun.
- Indoplant terdiri dari 2 batang efektifitasnya 3 tahun.
c. Mekanisme Kerja
- Mengentalkan lender serviks uteri sehingga menyulitkan penetrasi sperma.
55 | P U S K E S M A S B A G O R
- Menimbulkan perubahan – perubahan pada endometrium sehingga tidak
cocok untuk implantasi zygot.
- Menekan ovulasi
- Mengganggu transportasi sperma (Saifuddin, 2003)
d. Keuntungan Kontrasepsi
- Mempunyai daya guna tinggi.
- Memberikan perlindungan jangka panjang.
- Tidak memerlukan pemeriksan dalam.
- Tidak mengganggu kegiatan senggama
- Tidak mengganggu ASI
- Klien hanya perlu kembali bila ada keluhan
- Dapat dilakukan pencabutan setiap saat sesuai kebutuhan (saifuddin,
2003)
e. Efek samping
- Gangguan siklus haid berupa perdarahan bercak (spotting)
- Ekspulsi implant
- Perubahan berat badan mengalami penurunan atau peningkatan
- Pusing/nyeri kepala
- Rasa nyeri payudara
f. Indikasi
- Wanita yang ingin kontrasepsi untuk yang lama (1-1,5 th) tapi tidak
bersedia menggunakan kontap AKDR.
- Wanita yang tidak boleh menggunakan pil KB yang mengandung estrogen
- Wanita dengan usia subur
- Wanita yang telah memiliki anak ataupun belum memiiki anak.
- Ibu menyusui dan membutuhkan kontrasepsi
- Wanita pasca keguguran.
g. Kontraindikasi
- Kehamilan atau disangka hamil
- Perdarahan tidak teratur genetalia tanpa diketahui penyebabnya.
- Riwayat kehamilan ektopik
- Kelainan kardiovaskuler
- Penderita penyakit hati akut
- Tumor jinak atau diduga tumor.
- Karsinoma payudara
- Penyakit jantung, hipertensi, DM, dll.
h. Waktu Pemasangan
56 | P U S K E S M A S B A G O R
Waktu yang baik untuk pemasangan adalah pada saat waktu
haid berlangsung atau masa pra ovulasi dari siklus haid.
i. Penatalaksanaan KB Implan
- Petugas melakukan anamnesa pasien
- Petugas melakukan pemeriksaan secara umum dan khusus
- Petugas melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana
- Petugas melakukan konseling implant
- Petugas menyiapkan peralatan yang diperlukan
- Petugas melakukan pemasangan implant
- Petugas mendekontaminasi alat pemasangan implant
- Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau keluhan
- Petugas memasukkan hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis
menggunakan SOAP
57 | P U S K E S M A S B A G O R
- Tidak ada efek samping hormonal dengan CU AKDR (CuT 380-A)
- Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
- Dapat digunakan sampai menopause
- Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
e. Kerugian IUD/AKDR
1. Efek samping yang umum terjadi
- Perubahan siklus haid
- Haid lebih lama dan banyak
- Perdarahan (spooting) antar menstruasi
- Saat haid lebih sakit
2. Komplikasi lain
- Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan
- Perdarahan berat waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan
terjadi anemia berat
- Perforasi dinding uterus
3. Tidak mencegah IMS termasuk HV / AIDS
4. Sedikit nyeri dan perdarahan segera setelah pemasangan.
f. Persyaratan pemakaian IUD/AKDR
- Usia reproduktif
- Resiko rendah IMS
- Tidak menghendaki metode hormonal
- Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
- Pasca abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
g. Yang tidak diperkenankan memakai IUD /AKDR
- Sedang hamil
- Perdarahan pervagina yang tidak diketahui penyebabnya
- Sedang menderita infeksi alat genital
- Kanker alat genital
- Diketahui menderita TBC Pelvis
h. Penatalaksanaan pemasangan kb IUD/ AKDR
1. Petugas melakukan anamnesa
2. Petugas melakukan pemeriksaan secara umum dan khusus
3. Petugas melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana
4. Petugas melakukan konseling IUD
5. Petugas menyiapkan peralatan yang diperlukan
6. Petugas melakukan pemasangan IUD
7. Petugas mendekontaminasi alat pemasangan IUD
58 | P U S K E S M A S B A G O R
8. Petugas memberikan petunjuk kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.
9. Petugas mencatat hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis
menggunakan SOAP
59 | P U S K E S M A S B A G O R
2. Berat : dapat terjadi trombo embolisme, mungkin karena peningkatan
aktivitas factor pembekuan atau karena pengaruh vaskuler secara
langsung.
g. Penatalaksanaan kb pil
1. Petugas melakukan anamnesa pasien
2. Petugas melakukan pemeriksaan secara umum
3. Petugas melakukan pemeriksaan laborat sederhana bila perlu
4. Petugas melakukan konseling KB pil kombinasi maupun progestin
5. Petugas memberikan pil KB yang sesuai
6. Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.
60 | P U S K E S M A S B A G O R
5. Mudah dan dapat dibeli secara umum
6. Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan secara khusus
7. Metode kontrasepri sementara bila metode kontrasepsi lainya harus
tertunda
f. Keterbatasan kb kondom
1. Efektifitas tidak terlalu tinggi
2. Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi
3. Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung)
4. Pada beberapa klien bisa menyebabkan kesulitan mempertahankan
ereksi
5. Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual
6. Pembuangan kondom bekas, menimbulkan masalah dalam hal limbah
g. Penatalaksanaan kb kondom
1. Petugas melakukan Anamnesa pasien
2. Petugas melakukan pemeriksaan secara umum
3. Petugas melakukan konseling tentang Metode Barier KB kondom
4. Petugas memberikan persediaan kondom kepada klien
5. Petugas memberikan petunjuk tentang kunjungan ulang dan atau tindak
lanjut bila ada keluhan.
6. Petugas mencatat hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis
menggunakan SOAP
V. ASUHAN GIZI
1. Proses Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Anemia Gizi Besi
Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
seorang ibu hamil mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan kadar Hb dalam
darah dilakukan dengan menggunakan metode Cyanmethemoglobin sesuai
anjuran WHO.
Pengkajian
a. Antropometri: BB, TB dan Lingkar lengan Atas (LiLA), untuk memantau status
gizi ibu hamil anemia
b. Laboratorium: - Jika hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb ibu < 11 g/dl
maka ibu hamil dikategorikan anemia (lihat apakah ibu mengalami anemia
berat,sedang atau ringan) - Data hasil laboratorium lainnya untuk mengetahui
apakah ibu hamil memliki kemungkinan penyakit penyerta lainnya yang
memungkinan terjadinya anemia (lihat data rujukan dan keterangan dari dokter
yang memeriksa)
61 | P U S K E S M A S B A G O R
c. Fisik/Klinis: Wajah, kuku dan kelopak mata pucat, dan ibu hamil mengalami 5
L
d. Riwayat Gizi: Pola makan ibu hamil, melakukan food recall untuk melihat
asupan zat gizi sehari terutama protein dan zat besi serta menilai tingkat
kepatuhan konsumsi TTD
e. Riwayat Klien: Usia, etnis, faktor lingkungan (sanitasi), riwayat medis pada
pasien atau keluarga serta sosial ekonomi pasien Formulir skrining gizi yang
dilakukan pada ibu hamil dapat dilihat pada lampiran 4.
Diagnosis (D)
Asupan protein dan zat besi tidak adekuat (P) berkaitan dengan kurangnya
pengetahuan dan tingkat kepatuhan mengonsumsi TTD (E) yang ditandai
dengan Kadar HB < 11 g/dl, asupan protein dan zat besi < AKG dan TTD yang
tidak dikonsumsi sesuai anjuran (S)
Intervensi (I)
Meningkatkan asupan protein dan zat besi yang adekuat pada ibu hamil anemia
Pemberian makan:
- Preskripsi Gizi: mencakup jumlah zat gizi yang dibutuhkan. Ibu hamil anemia
perlu mengonsumsi makanan sumber zat besi, protein hewani (daging, ikan,
unggas) serta makanan yang meningkatkan penyerapan zat besi, yaitu
makanan sumber vitamin C.
- Konsumsi TTD untuk pengobatan anemia sebanyak 2 TTD setiap hari
sampai kadar Hb mencapai nilai normal (≥11 g/dl).
Edukasi gizi:
Memberikan informasi kepada ibu hamil tentang:
- Perlunya mengonsumsi TTD setiap hari selama kehamilan
- Konsumsi TTD bersamaan dengan buah atau jus buah yang mengandung
vitamin C agar penyerapannya lebih baik
- Tidak dianjurkan meminum TTD bersama-sama dengan susu, teh, kopi,
tablet kalsium (kalk) dosis tinggi atau obat sakit maag. Bila akan
mengonsumsi pangan atau obat tersebut sebaiknya dua jam sebelum atau
sesudah mengonsumsi TTD sehingga penyerapan zat besi dari TTD dapat
lebih baik
- Pada individu tertentu, dapat timbul efek samping minum TTD seperti mual,
nyeri di daerah lambung, muntah dan kadang-kadang diare atau sulit buang
air besar serta feses/tinja akan menjadi hitam. Namun mual juga dapat
merupakan kondisi umum pada ibu hamil trimester pertama. Oleh karena itu
perlu diberi pengertian bahwa penyebab mual bukan semata-mata karena
62 | P U S K E S M A S B A G O R
TTD. Untuk mencegah timbulnya gejala tersebut dianjurkan TTD diminum
dengan air putih setelah makan pada malam hari atau sebelum tidur.
63 | P U S K E S M A S B A G O R
- Ibu harus mengonsumsi makanan bergizi seperti ati, telur, ikan, daging, susu
segar, sayur dan buahbuahan, serta kacang-kacangan dan olahannya. Konsumsi
air putih sebanyak 8–13 gelas/hari dan hindari minum kopi dan teh saat makan.
- Konsumsi garam beriodium untuk membantu perkembangan otak bayi dan
pertumbuhan janin dengan baik - Ibu dapat mengolah makanan bergizi
seimbang sesuai dengan daya beli (dilatih untuk mengatur menu sesuai dengan
makanan lokal, cooking class) - Ibu perlu istirahat berbaring minimal 1 jam di
siang hari - Perlunya melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin (kunjungan
ANC)
- Konseling gizi: Memberikan motivasi kepada ibu hamil KEK untuk dapat
mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan kepatuhan mengonsumsi
makanan tambahan.
3. Dewasa dan Lansia dengan Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM merupakan penyakit metabolik
yang biasanya herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kurangnya insulin efektif; gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat
yang disertai gangguan metabolisme lemak dan protein.
Pengkajian (P)
1. Antropometri: - Berat badan - Tinggi badan atau tinggi lutut, panjang depa (untuk
kondisi lansia yang bungkuk dan tidak bisa berdiri). –
2. Laboratorium:
- Gula darah puasa
- Gula darah sewaktu
- Gula darah 2 jam setelah makan
- Tes toleransi glukosa
3. Fisik/klinis:
- Gejala klinis yang sering ditemukan: banyak makan, banyak minum dan banyak
buang air kecil
- Gejala kronis antara lain nafsu makan menurun, gangguan penglihatan,
kesemutan, mudah lelah, gigi mudah goyah dan lepas
4. Riwayat Gizi:
- Pola makan dan kebiasaan makan
- Aktivitas fisik - Penggunaan obat-obatan
- Pengetahuan dewasa dan lansia serta keluarga tentang pemberian makan
pada penderita DM
64 | P U S K E S M A S B A G O R
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat Klien:
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat penyakit
-Daya beli keluarga
- Akses ke Posbindu/Posyandu Lansia
- Faktor lingkungan - Sosial ekonomi
Diagnosis (D)
1. Kelebihan berat badan (P) berkaitan dengan asupan energi, karbohidrat dan
lemak > 100% AKG serta kurangnya aktivitas fisik (E) yang ditandai oleh IMT >
27 dan kadar gula darah sewaktu > 120 mg/dl (S).
2. - Ketidaksiapan perubahan pola makan (P) berkaitan dengan kurangnya
kepatuhan mengikuti rekomendasi diet serta kurangnya motivasi dan kesiapan
untuk berubah (E) yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi, asupan
karbohidrat 120% dari kebutuhan, masih sering mengonsumsi kue dan minuman
manis (S).
Intervensi (I)
Membantu dewasa dan lansia dengan DM untuk memperbaiki kebiasaan makan dan
olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik
a. Pemberian makan:
Syarat-syarat Diet penyakit DM adalah:
i. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan
untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta
ada tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar, yaitu makan pagi
(20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil unutk makanan
selingan (masing-masing 10-15%)
ii. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total
iii. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam
bentuk < 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari
lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Asupan kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 300 mg/hari. d. Kebutuhan
karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70%
b. Edukasi gizi: Mengenai pola makan dan perilaku serta kebiasaan makan serta
aktivitas fisik dan konseling gizi: jenis diet yang diberikan, makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan
65 | P U S K E S M A S B A G O R
c. Konseling gizi: Memberi motivasi kepada dewasa dan lansia dengan DM untuk
dapat mematuhi diet yang sudah ditentukan
66 | P U S K E S M A S B A G O R
e. Riwayat klien:
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat penyakit
- Daya beli keluarga
- Faktor lingkungan dan sosio budaya
Diagnosis (D)
Kelebihan konsumsi Natrium (P) berkaitan dengan kurangnya pengetahuan
mengenai makanan yang baik dan tidak baik dikonsumsi pada hipertensi (E) ditandai
dengan tekanan darah 150/100 mmHg, sering mengonsumsi snack kemasan yang
asin, gemar mengonsumsi ikan asin, dan jarang mengonsumsi sayur (S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
1. Menurunkan asupan makanan tinggi garam/natrium
2. Meningkatkan aktivitas fisik
3. Menurunkan berat badan Pemberian makan:
- Pemberian diet rendah garam. Energi, zat gizi makro dan mikro sesuai
kebutuhan
- Pada prinsipnya diet hipertensi adalah makanan beraneka ragam mengikuti
pola gizi seimbang; jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi
penderita; jumlah garam disesuaikan dengan berat ringannya penyakit dan
obat yang diberikan.
- Perhatikan bahan makanan yang dianjurkan, dibatasi dan dihindari sesuai
dengan diet hipertensi (lihat brosur diet hipertensi)
- Diet rendah garam bertujuan untuk menghilangkan retensi garam atau air di
dalam tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
- Diet tinggi kalsium: berhubungan erat dengan penurunan tekanan darah,
karena cara kerjanya mirip obat diuretik yang membantu mengeluarkan
natrium. Magnesium berfungsi merelaksasi otot dan syaraf serta mencegah
pembekuan darah bekerja bersamasama dengan mengimbangi fungsi
kalsium. Selain menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit maka kalium
berperan dalam menjaga menormalkan tekanan darah dalam perbandingan
yang sesuai denga Na. Perbandingan ideal kalium terhadap natrium pada
penderita hipertensi adalah 1.5:1. Maka diet penderita hipertensi sebaiknya
mengandung tinggi kalium sekitar 80-100 meq atau rata-rata minimal 3000
mg/hari.
Edukasi gizi:
67 | P U S K E S M A S B A G O R
- Penyuluhan mengenai pola makan dan perilaku serta kebiasaan makan dan
aktivitas fisik
- Penyediaan media KIE seperti brosur tentang hipertensi, diet rendah garam,
bahan makanan penukar dan food model - Penyediaan makanan apabila
dilakukan pada pelayanan rawat jalan, maka diberikan dalam bentuk edukasi
gizi
Konseling gizi:
- Konseling diberikan untuk memberikan pemecahan masalah dan memberikan
motivasi dalam penerapan diet hipertensi, gizi seimbang dan makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi.
68 | P U S K E S M A S B A G O R
- Kurangnya penerapan PHBS di keluarga
- Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan tenaga kesehatan
- Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan ibu ataupun riwayat
penyakit pada balita. Petugas dapat mengacu pada buku KIA.
- Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan termasuk PMT pemulihan
- Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak mendukung
- Kurang dukungan keluarga pada ibu balita
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Memberikan asupan zat gizi sesuai kebutuhan untuk meningkatkan berat badan
sesuai berat badan ideal.
Pemberian makan:
- Preskripsi Gizi:
1. Mencakup jumlah/bentuk/tekstur/frekuensi/variasi zat gizi yang dibutuhkan
sesuai umur, kebersihan, dan responsivitas.
2. Perhitungan kebutuhan gizi didasarkan pada Berat Badan Ideal (BBI) anak
kemudian kebutuhan gizi dapat dihitung berdasarkan BBI anak tersebut.
3. Perhitungan BBI dan kebutuhan energi anak
Kemudian kebutuhan energi tersebut dijabarkan dalam perhitungan:
- Karbohidrat (55-65%),
- Protein (10-15%),
- Lemak: bayi (45-50% mengacu pada ASI), batita (3035%), dan > 3 tahun (25-
30%). Untuk menghitung kebutuhan gizi dapat merujuk pada Buku Penuntun Diet
Anak.
- Balita gizi buruk dan kurus yang masih menyusu perlu mendapat ASI Eksklusif
hingga usia 6 bulan, mulai usia 6 bulan mendapat MP ASI yang adekuat serta
pemberian ASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun atau lebih. Balita diatas usia 6
bulan harus mengonsumsi makanan bergizi seperti sumber karbohidrat, protein,
sumber vitamin dan mineral (buah segar dan sayuran), cukup minum air putih,
serta penggunaan garam beriodium untuk membantu perkembangan otak. -
Pemberian makanan tambahan bagi balita kurus sebagai upaya pemenuhan gizi
makro dan mikro selama minimal 90 hari (PMT pemulihan). PMT yang
dilaksanakan dapat berupa PMT lokal padat kalori yang diolah di rumah tangga,
maupun pabrikan.
Edukasi gizi:
Memberikan pengetahuan dan melatih keterampilan pada orang tua tentang:
- ASI Eksklusif, memberikan ASI sesering mungkin dan harus meningkatkan
kualitas makanan ibu menyusui (lihat Proses Asuhan Gizi pada PMBA)
69 | P U S K E S M A S B A G O R
- ASI diteruskan sampai usia 2 tahun ditambah dengan MP ASI
- Pola pemberian makan bayi dan anak yang sesuai usia (jumlah porsi, tekstur dan
variasi)
- Penggunaan bahan makanan yang beraneka ragam sesuai dengan ketersediaan
dan daya beli - Penyiapan dan pengolahan makanan
- Pemberian Makanan Tambahan bagi balita kurus
Konseling gizi:
Meningkatkan motivasi dan kepatuhan terhadap anjuran pemberian makan bayi dan
anak serta konsumsi PMT 30 hari
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan kunjungan rumah dalam waktu 1 bulan
setelah balita datang ke Puskesmas untuk: - Melihat perubahan pengetahuan dan
perilaku ibu balita dalam pemberian makan pada bayi dan anak - Melihat perubahan
jumlah asupan makanan yang diberikan pada balita - Melihat kenaikan berat badan
balita apakah sudah sesuai target
Balita yang telah mencapai kenaikan berat badan yang sesuai diharapkan memantau
pertumbuhan secara rutin di Posyandu. Sedangkan bila tidak terjadi kenaikan berat
badan sesuai harapan, maka balita dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
70 | P U S K E S M A S B A G O R
Easytouch.
3. Petugas menunggu hasil yang keluar dari
alat Easytouch selama 20 detik.
4. Petugas membuang stik asam urat ke dalam
sampah medis
Harga Normal : L : 3,0 – 7,2
P : 2,0 – 6,0
2. PEMERIKSAAN BTA
Pengertian : Bakteri yang tahan asam mempunyai lapisan lemak/ lilin, lapisan
lemak tersebut dirusak dengan cara pemanasan sehingga cat
yang ada diserap oleh dinding sel bakteri dan tidak luntur pada
pencucian dengan alkohol HCL 3 % pada pemberian cat
Methylen Blue bakteri ini tetap berwarna merah.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan BTA (ZIEHL
NEELSEN) secara benar.
Alat : 1. Obyek glass
2. pipet pasteur
3. lampu spiritus
4. korek api
Bahan : 5. rak pengecatan
6. mikroskop
1. Sputum
2. carbol fuchsin 0,3%
3. HCL 3%
4. methylen blue 0,3%
5. oil imersi
Langkah-langkah : 1. Petugas meletakkan sediaan di atas rak pengecatan,
kemudian menetesi Carbol Fuchsin 0,3 % sampai
menutupi seluruh sediaan.
2. Petugas memanasi sediaan di atas api sampai menguap
tapi jangan sampai mendidih.Lalu dibiarkan selama 5
menit
3. Petugas mencuci sediaan dengan air mengalir.
4. Petugas menuangi sediaan dengan HCL alkohol 3 %
sampai warna merah dari Fuchsin hilang dan ditunggu 2
menit.
71 | P U S K E S M A S B A G O R
5. Petugas mencuci sediaan dengan air mengalir.
6. Petugas meneteskan larutan Methylen Blue 0,3 % ke
sediaan lalu ditunggu 10 – 20 detik.
7. Petugas mencuci sediaan dengan air mengalir dan
mengeringkan.
8. Petugas memeriksa sediaan yang sudah kering
menggunakan mikroskop dengan lensa obyektif 100 x
72 | P U S K E S M A S B A G O R
secara benar.
Alat : Easytouch
Bahan : Darah kapiler/darah vena
Langkah-langkah : 1. Petugas memasukkan stik gula darah ke dalam
alat Easytouch,kemudian ditunggu sampai keluar
simbol tetesan darah pada alat
2. Petugas menghisapkan darah kapiler dalam stik
gula darah yang terpasang di alat Easytouch
3. Petugas menunggu hasil yang keluar dari alat
Easytouch selama 20 detik.
4. petugas membuang stik gula darah ke dalam
sampah medis.
7. Harga Normal : 7 – 200 mg/dl
5. PEMERIKSAAN HB (HEMOQUE)
Pengertian : Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang
dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan
rangka protoporphyrin dan globin ( tetra phirin ). Menyebabakan
warna darah merah karena adanya Fe ini. Oleh karena itu Hb
dinamakan zat warna darah. Bersama dengan Erytrosit Hb
dengan karbondioksida menjadi karboxyhemoglobin dan
warnanya merah tua. Darah arteri mengandung oksigen dan
darah vena mengandung CO2.
Tujuan : Sebagai acuan petugas untuk pemeriksaan HB (Hemocue)
secara
benar.
Alat : 1. Alat hemoque
2. cuvet hemoque
3. tissue
Bahan : 1. Darah kapiler/ darah vena
Langkah-langkah : 1. Petugas menyalakan alat Hemocue dengan menekan
tombol ON,
2. petugas menghisapkan darah kapiler pada microcuvet
sampai penuh,
3. Petugas membersihkan darah yang ada di luar
microcuvet dengan tisue ditunggu 40 detik kemudian
mikrokuvet dimasukkan ke dalam alat hemocue
4. Petugas menunggu hasil selama 10 detik kemudian
73 | P U S K E S M A S B A G O R
mencatat hasilnya,
5. Petugas mengambil microcuvet dari alat hemocue dan
dibuang ke dalam sampah medis,
6. Petugas mematikan alat hemocue dengan menekan
tombol OFF
7.harga normal : L : 13 – 16
P : 12 - 14
6. PEMERIKSAAN KOLESTEROL
Pengertian : Cholesterol adalah zat yang sangat diperlukan tubuh
dalam batas- batas tertentu untuk kelangsungan hidup
sel – sel tubuh. Cholesterol merupakan
zat essential untuk membran sel tubuh, bahan pokok
untuk pembentukan garam empedu yang sangat
diperlukan untuk pencernaan makanan, dan untuk
pembentukan hormon steroid, misalnya progesteron dan
estrogen pada wanita, testosteron pada pria,
corticosteroid dan lain – lain.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan cholesterol
metode stik
secara benar.
Alat : Easytoch
Bahan : Darah kapiler/darah vena
Langkah-langkah : 1. Petugas memasukkan stik kolesterol ke
dalam alat Easytouch,kemudian
ditunggu sampai keluar simbol tetesan
darah pada alat.
2. Petugas menghisapkan darah kapiler
dalam stik kolesterol yang terpasang di
alat Easytouch.
3. Petugas menunggu hasil yang keluar
dari alat Easytouch selama 150 detik.
4. Petugas membuang stik kolesterol ke
dalam sampah medis
7. Harga Normal : ˂ 200 mg/dl
74 | P U S K E S M A S B A G O R
mencelupkan
strip ke dalam urine. Lalu perubahan warna yang terjadi
dibandingkan dengan standart warna.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan protein urine
secara benar.
Alat : Pot urine
Bahan : Urine
strip protein urine
Langkah-langkah : 1. Strip urine dicelupkan ke dalam urine
2. Setelah strip sudah basah merata lalu strip diangkat
kemudian
ditiriskan
3.Setelah 1 menit perubahan warna pada strip urine
dibandingkan dengan standart warna.
9. PEMERIKSAAN SEDIMEN
Pengertian : Pemeriksaan sedimen untuk mengetahui adanya elemen-
elemen (sel-sel, kristal-kristal dan sebagainya ) dalam
75 | P U S K E S M A S B A G O R
urine maka dilakukan pemeriksaan di bawah
mikroskop.Hal ini dikerjakan dengan melakukan
pemusingan pada kecepatan tertentu dan waktu tertentu
sehingga elemen-elemen tersebut terpisah dari larutan
supernatannya.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan sedimen
secara benar.
Alat : 1. Tabung
2. pipet pasteur
3. centrifuge
4. obyek glass
5. cover glass
6. mikroskop
Urine
Bahan :
Langkah-langkah : 1. Petugas mengocok urin pelan – pelan
2. Petugas menuang urine ke dalam tabung sebanyak
2/3 tabung
3. Petugas mencentrifuge selama 10 – 5 menit dengan
kecepatan 1500 – 2000 rpm
4. Petugas menuang urine (supernatannya), lalu
tabung dikocok untuk meresuspensikan sedimen.
5. Petugas menggunakan pipet untuk meneteskan 1
tetes sedimen ke atas object glass dan menutup
dengan cover glass.
6. Petugas meletakkan obyek glass diatas mikroskop
7. Petugas menurunkan kondensor penuh atau
diafragma dikecilkan, sedimen diperiksa dengan
lensa obyektif 10 x kemudian diperiksa dengan
lensa obyektif 45 x
76 | P U S K E S M A S B A G O R
diproduksi oleh jaringan plasenta muda.
Tujuan : Sebagai acuan petugas dalam pemeriksaan tes
kehamilan secara
benar
Bahan :
Urine
Langkah-langkah : 1. Petugas mencelupkan Tes pack ke dalam urine
selama 5 menit
2. Petugas mengangkat tes pack dan di membaca
hasilnya dengan melihat adanya garis merah. Jika
terdapat 2 garis merah yaitu pada control dan tes
maka hasilnyapositif,tapi jika hanya terdapat 1 garis
merah pada control saja maka hasilnya negatif.
78 | P U S K E S M A S B A G O R
6.Prosedur Tetap Pencatatan dan Penyimpanan Resep
a. Pencatatan jumlah resep harian berdasarkan jenis pelayanan (umum,
gakin/gratis, Asuransi)
b. Membendel resep yang mempunyai tanggal yang sama berdasarkan urutan
nomor resep dan kelompok pembiayaan pasien
c. Membendel secara terpisah resep yang ada narkotiknya
d. Menyimpan bendel resep pada tempat yang ditentukan secara berurutan
berdasarkan tanggal agar memudahkan dalam penelusuran resep.
e. Memusnahkan resep yang telah tersimpan selama 3 (tiga) tahun dengan cara
dibakar
f. Membuat berita acara pemusnahan resep dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
79 | P U S K E S M A S B A G O R
BAB IV
DOKUMENTASI
80 | P U S K E S M A S B A G O R