suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, menghindari kelahiran yang tidak
kelahiran, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan usia suami istri dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2010). Salah satu metode KB adalah
Intra Uterine Device (IUD). IUD merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, aman, dan
nyaman bagi sebagian wanita. Generasi terbaru IUD memiliki efektivitas lebih dari 99%
dalam mencegah kehamilan pada pemakaian satu tahun atau lebih (Glasier & Gebbie,
2012).
dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program KB ini. Meskipun program KB telah
berjalan dengan lancar, adakalanya pencapaian peserta KB aktif dan peserta baru
mengalami peningkatan dan pada saat yang lain mengalami penurunan termasuk jumlah
masyarakat yang masih enggan mengikuti Program Keluarga Berencana tersebut mau
mengikutinya, salah satunya dengan merancang sebuah iklan layanan masyarakat tentang
dampak positif yang akan didapatkan melalui media elektronik (Rohmaniyah, 2013).
dimana 3.840.156 (10,73%) akseptor menggunakan metode IUD. Di Jawa Timur pada
tahun 2015 jumlah akseptor KB mencapai 6.299.424 dimana 815.448 (12,94%) akseptor
menggunakan IUD (Kemenkes RI, 2016). Peserta KB Aktif di Kabupaten Sidoarjo tahun
2015 yang memilih Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) jenis IUD sebesar 11.
secara signifikan. Namun, minat penggunaan IUD masih rendah. Beberapa faktor
penyebab kurangnya minat PUS menggunakan IUD dapat ditinjau dari berbagai segi
yaitu: segi pelayanan KB, segi kesediaan alat kontrasepsi, segi penyampaian konseling
maupun Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dan hambatan budaya (Hartanto, 2010).
IUD merupakan alat kontrasepsi yang efektif akan tetapi dapat menimbulkan gangguan
pada organ reproduksi karena keberadaanya di dalam rahim dimana IUD merupakan
benda asing bagi rahim sehingga banyak menimbulkan efek samping bagi akseptor,
besarnya IUD dan rongga rahim serta kemungkinan disebabkan karena kehamilan intra
uteri atau ektopik. Selain itu juga penggunaan KB IUD dapat menyebabkan erosi porsio.
Akseptor IUD yang karena efek samping banyak yang memilih untuk drop out karena
membuat akseptor tersebut tidak nyaman dan lebih memilih untuk berpindah ke
dan sarana yang bermutu dalam jumlah yang mencukupi dan merata, pembinaan mutu
mandiri oleh masyarakat dan pelembagaan keluarga kecil sejahtera (Prawirohardjo dkk,
2009). Peran bidan dalam program KB adalah sebagai konselor dan educator yang
bertugas memberikan konseling pelayanan KB sehingga pasangan usia subur (PUS) dapat
informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode
kontrasepsi dari petugas kesehatan. (Kemenkes RI, 2014). Hal ini dapat meningkatkan
3. Resiko terjadinya (Odds Ratio) erosi porsio berdasarkan lama pemakaian KB IUD