PPK Fetomaternal Edited Juli 2016
PPK Fetomaternal Edited Juli 2016
PANDUAN
PRAKTEK KLINIS
DAN
STANDAR
PROSEDUR OPERASIONAL
KEDOKTERAN FETOMATERNAL
DAFTAR ISI
ii
INISIASI MENYUSUI DINI ................................................................................................................. 118
PEMASANGAN IUD PADA IMMEDIATE POST PARTUM ................................................................ 120
PEMASANGAN IUD TRANS CAESAREAN ...................................................................................... 124
PEMASANGAN KONDOM KATETER METODE SAYEBA ............................................................... 126
PROSEDUR MENGHITUNG GERAKAN JANIN ............................................................................... 129
PROSEDUR VERSI SEFALIK EKSTERNAL ..................................................................................... 131
PROSEDUR TEKNIK JAHITAN KOMPRESI UTERUS METODE B-LYNCH .................................... 133
TEKNIK JAHITAN KOMPRESI UTERUS METODE SURABAYA ...................................................... 135
PEMULANGAN PASIEN PREEKLAMPSIA BERAT .......................................................................... 138
iii
Panduan Praktis Klinis
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2015 - 2018
Pemeriksaan Janin:
• USG untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan ketuban (Grade 1B)
• USG doppler untuk evaluasi aliran darah Ibu, dan janin (Grade 2A)
• NST untuk monitoring janin (Grade 2B)
Terapi Tatalaksana preeklampsia dapat dilakukan secara poliklinis dan dilakukan terminasi
pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.
1
Catatan: Hipertensi dalam kehamilan meningkatkan komplikasi obstetrik berat hingga 25
kali. Panduan ini dapat digunakan hanya pada kasus tanpa komplikasi obstetrik ataupun
komorbiditas lainnya
Prognosis Ad vitam (hidup) : Dubia ad bonam
Ad functionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Penelaah Kritis Prof Dr. Erry Gumilar Dahlan dr SpOG
M Nadir Abdulah dr SpOG
Dr Hermanto Tri Juwono dr SpOG
Dr Aditiawarman dr SpOG
Dr Agus Sulistiono dr SpOG
Ernawati dr SpOG
Budi Wicaksono dr SpOG
M Aldika Akbar dr SpOG
Khanisyah Erza Gumilar
Manggala Pasca Wardhana dr SpOG
Indikator Medis 1. Kejadian Preeklampsia Berat
2. Kejadian Eklampsia
3. Komplikasi Edema paru
4. Komplikasi Sindroma HELLP
5. Angka Kematian Ibu
6. Angka Kematian perinatal
Kepustakaan Williams Obstetrics. 24th ed. 2014
nd
Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. 2 ed. 2011
th
Protocol for High Risk Pregnancies. 4 ed. 2005.
Hypertension in Pregnancy. ACOG. 2013
SOGC Clinical Practice Guideline. 2014
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
2
Panduan Praktis Klinis
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2015 - 2018
PREEKLAMPSIA
BERAT
(ICD 10 : O14.1)
Pengertian (Definisi) Terjadinya preeklampsia, yaitu adanya peningkatan tekanan darah (hipertensi) dan
terjadinya satu atau lebih tanda kerusakan organ akibat gangguan tersebut pada usia
kehamilan ≥ 20 minggu yang disertai dengan gejala berat dari preeklampsia. Gangguan
hipertensi ini akan hilang maksimal pada 12 minggu setelah persalinan
Anamnesis • Usia kehamilan ≥ 20 minggu
• Masa nifas ≤ 12 minggu
• Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya
• Nyeri kepala
• Nyeri epigastrium
• Penglihatan kabur atau diplopia
Pemeriksaan Fisik • Hamil dengan usia kehamilan ≥ 20 minggu
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
• Tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
• Sesak (laju napas > 24x/mnt)
• Produksi urine < 1ml/kg BB/jam
• Penurunan kesadaran
• Ikterus
• Nyeri kepala atau gangguan visual
Kriteria Diagnosis Didapatkan kriteria preeklampsia
Disertai salah satu tanda dibawah ini:
• Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, atau tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
dengan proteinuria ≥ 1+ dipstik / protein rebus, atau
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg disertai
o Trombosit < 100.000 / µL
o Serum kreatinin > 1,1 mg/dL
o Peningkatan fungsi liver (lebih dari 2 kali)
o Edema paru
o Keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri ulu hati (impending
eklampsia)
o Gangguan pertumbuhan janin
Diagnosis Adanya tanda – tanda preeklampsia pada pasien. Disertai salah satu tanda gejala berat
dari preeklampsia untuk menegakkan diagnosis preeklampsia berat
Diagnosis Banding Hipertensi kronis
Hipertensi kronis superimposed preeklampsia
Hipertensi gestasional
Pemeriksaan Pemeriksaan Ibu:
Penunjang • Darah Lengkap (Grade 1B)
• Urinalisis (Grade 1A)
• Fungsi Ginjal (serum kreatinin) (Grade 1B)
• Fungsi Liver (AST / ALT) (Grade 1B)
• Albumin (Grade 2B)
• LDH (Grade 2B)
• Faal Koagulasi (PPT, APTT) (Grade 2C)
Pemeriksaan Janin:
• USG untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan ketuban (Grade 1B)
• USG doppler untuk evaluasi aliran darah Ibu, dan janin (Grade 2A)
• NST untuk monitoring janin (Grade 2B)
Terapi Terapi preeklampsia berat pada umumnya adalah melakukan pengakhiran
kehamilannya. Namun jika didapatkan usia kehamilan < 34 minggu dengan kondisi Ibu
dan Janin yang baik maka dilakukan perawatan konservatif untuk meningkatkan luaran
janin yang lebih baik dengan monitoring kondisi Ibu dan Janin yang ketat di ruangan
3
(pasien MRS).
B. Jika usia kehamilan < 34 minggu dengan didapatkan eklampsia, edema paru,
DIC, hipertensi berat – tidak terkontrol, gawat janin, solusio plasenta:
• Pemberian maturasi paru (usia kehamilan > 24 minggu) tanpa menunda terminasi
kehamilan (dosis tidak harus lengkap) (grade 2A)
• Dilakukan terminasi kehamilan setelah stabilisasi (grade 1A)
D. Jika usia kehamilan < 34 minggu janin tidak viabel (Lampiran 1):
• Dilakukan terminasi kehamilan secara umum pada usia kehamilan < 24 minggu
• Keputusan terminasi pada usia kehamilan 24 minggu sampai 28 minggu ditentukan
sesuai pertimbangan berat kasus, komorbiditas dan kondisi sosial yang terlebih dulu
dikonsultasikan dengan ahli kedokteran fetomaternal dan neonatus
E. Jika tidak didapatkan tanda diatas (B), namun didapatkan gejala persisten,
sindrom HELLP, pertumbuhan janin terhambat, severe oligohydramnion, reversed
end diastolic flow, KPP dan gangguan renal berat:
• Pemberian maturasi paru (usia kehamilan > 24 minggu) dengan dexamethason IM 2x6
mg diberikan selama 2 hari (grade 1A)
• Lakukan terminasi setelah maturasi paru selesai (grade 1A)
Pasien dengan preeklampsia berat dapat dipulangkan dalam jangka waktu ± 4-5 hari
tergantung kondisi klinis dan laboratoris
4
Catatan: Hipertensi dalam kehamilan meningkatkan komplikasi obstetrik berat hingga 25
kali. Panduan ini dapat digunakan hanya pada kasus tanpa komplikasi obstetrik ataupun
komorbiditas lainnya
Prognosis Ad vitam (hidup) : Dubia ad bonam
Ad functionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Penelaah Kritis Prof Dr. Erry Gumilar Dachlan dr SpOG
M Nadir Abdulah dr SpOG
Dr Hermanto Tri Juwono dr SpOG
Dr Aditiawarman dr SpOG
Dr Agus Sulistiono dr SpOG
Dr Ernawati dr SpOG
Budi Wicaksono dr SpOG
M Aldika Akbar dr SpOG
Khanisyah Erza Gumilar
Manggala Pasca Wardhana dr SpOG
Indikator Medis 7. Kejadian Eklampsia
8. Komplikasi Edema paru
9. Komplikasi sindroma HELLP
10. Angka Kematian Ibu
11. Angka Kematian perinatal
Kepustakaan Williams Obstetrics. 24th ed. 2014
nd
Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. 2 ed. 2011
th
Protocol for High Risk Pregnancies. 4 ed. 2005.
Hypertension in Pregnancy. ACOG. 2013
SOGC Clinical Practice Guideline. 2014
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
5
Panduan Praktis Klinis
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2015 - 2018
HIPERTENSI
KRONIS
(ICD 10 : O10)
Pengertian (Definisi) Terjadinya hipertensi dalam kehamilan yang telah diketahui pada usia kehamilan < 20
minggu, atau hipertensi yang baru diketahui setelah usia kehamilan 20 minggu namun
menetap hingga lebih dari 12 minggu pasca melahirkan
Anamnesis • Didapatkan riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya pada usia kehamilan < 20
minggu atau menetap hingga masa nifas > 12 minggu
• Nyeri kepala
• Nyeri epigastrium
• Penglihatan kabur atau diplopia
Pemeriksaan Fisik • Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
• Tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
Kriteria Diagnosis Didapatkan hipertensi dalam kehamilan tanpa adanya gejala preeklampsia :
• Didapatkan riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya pada usia kehamilan < 20
minggu atau menetap hingga masa nifas > 12 minggu
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
Tanpa disertai tanda kerusakan organ : (jika didapatkan gejala dibawah maka
termasuk dalam hipertensi kronis superimposed preeklampsia dengan
penatalaksanaan sesuai preeklampsia)
• Proteinurin ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1+ dengan pemeriksaan dipstik
• Serum kreatinin > 1,1 mg/dL
• Trombosit < 100.000 / µL
• Peningkatan fungsi liver (lebih dari 2 kali)
• Edema paru
• Keluhan nyeri kepala dan gangguan penglihatan
Jika pasien sudah mengalami berbagai komplikasi sebelum kehamilan seperti proteinuri
dan kelainan ginjal akibat hipertensi kronis. Maka kriteria hipertensi kronis superimposed
preeklampsia ditegakkan jika didapatkan perburukan gejala dari hipertensi dan atau
disfungsi organ lainnya
Diagnosis Dilakukan evaluasi tanda – tanda adanya preeklampsia pada pasien dan riwayat
hipertensi pada usia kehamilan < 20 minggu atau > 12 minggu pasca persalinan. Jika
kondisi tersebut terpenuhi, maka diagnosis hipertensi kronis dapat ditegakkan
Diagnosis Banding Preeklampsia
Hipertensi kronis superimposed preeklampsia
Hipertensi gestasional
Pemeriksaan Pemeriksaan Ibu:
Penunjang • Darah Lengkap (Grade 1B)
• Urinalisis (Grade 1A)
• Fungsi Ginjal (serum kreatinin) (Grade 1B)
• Fungsi Liver (AST / ALT) (Grade 1B)
• Albumin (Grade 2B)
• LDH (Grade 2B)
• Faal Koagulasi (PPT, APTT) (Grade 2B)
Pemeriksaan Janin:
• USG untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan ketuban (Grade 1B)
• USG doppler untuk evaluasi aliran darah Ibu, dan janin (Grade 2A)
• NST untuk monitoring janin (Grade 2B)
Terapi Tatalaksana hipertensi kronis dapat dilakukan secara poliklinis dan dilakukan terminasi
pada usia kehamilan ≥ 38 minggu. Jika didapatkan tanda – tanda preeklampsia maka
diagnosis akan menjadi hipertensi kronis superimposed preeklampsia dengan
penatalaksanaan sesuai dengan tatalaksana preeklampsia
6
• Monitoring ketat selama poliklinis untuk evaluasi gejala preeklampsia dan proteinurin
setiap kontrol. Kontrol 2 kali per minggu (Grade 1B)
• Cek laboratorium (DL, albumin, fungsi ginjal (Asam urat, serum kreatinin) dan fungsi
liver (AST/ALT)) setiap minggu) (Grade 1B)
• Evaluasi kondisi janin (USG untuk evaluasi pertumbuhan janin tiap 2 minggu dan USG
dan NST untuk evaluasi fetal wellbeing 2 kali per minggu) (Grade 2C)
• Pemberian aspirin dosis rendah (80-150 mg) 1 x per hari dan kalsium 1000mg per hari
(Grade 2B)
• Pemberian antihipertensi dengan target tekanan darah antara 140/90 mmHg hingga
160/110 mmHg dengan metildopa (lini 1) dan nifedipin (lini 2) (grade 2B), dengan cara:
3. Jika belum pernah mendapatkan antihipertensi sebelumnya, pemberian obat
diindikasikan jika didapatkan tekanan darah ≥ 160/110 mmHg (Grade 2B)
4. Jika sudah mendapatkan pengobatan antihipertensi sebelumnya, dapat
diteruskan dengan jenis obat yang disesuaikan (metildopa dan atau nifedipin)
(Grade 2B)
7
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
8
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
Faktor Resiko:
Tubuh berada pada resiko tinggi untuk menjadi anemia selama kehamilan jika:
a. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
b. Hamil dengan lebih dari satu anak
c. Sering mual dan muntah
d. Tidak mengkonsumsi cukup zat besi
e. Hamil saat masih remaja
f. Kehilangan banyak darah (misalnya dari cedera atau selama operasi)
9
4. Kriteria Diagnosis Pendekatan diagnostik untuk penderita anemia yaitu berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat
penyakit dahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik sekitar,
apakah ada paparan terhadap bahan kimia atau fisik serta riwayat
pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juga ditanya untuk mengetahui
apakah ada faktor keturunan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning
seperti jerami
b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)
c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus
d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
e. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
3. Pemeriksaan laboratorium hematologi
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Biopsi kelenjar PA
b. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan
5. Diagnosis • Diagnosis anemia pada kehamilan dilakukan dengan pemeriksaan Hb
dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli, yaitu membandingkan
secara visual warna darah dengan alat standar.
• Setelah dilakukan pengukuran Hb menggunakan Hb Sahli,
WHO menetapkan 3 kategori anemia pada ibu hamil yaitu:
a. Normal > 11 gr%
b. Ringan 8-11 gr%
c. Berat < 8 gr%
6. Diagnosis Banding -‐ Anemia Aplastik
-‐ Anemia Megaloblastik
-‐ Anemia Hemolitik
-‐ Anemia Sickle cell
-‐ Anemia DefisiensiBesi
-‐ Anemia Defisensi Vitamin
-‐ Anemia PenyakitKronis
-‐ Anemia associated with Bone Marrow Disease
-‐ Thallasemia
-‐ Anemia yang disebabkan kecacatan hemoglobin
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium hematologi
a. Tes penyaring
1. Kadar hemoglobin
2. Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
3. Hapusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin
10
1. Laju endap darah
2. Hitung deferensial
3. Hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus
1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin
2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/ eritrosit, vitamin B12
3. Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb
4. Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia
5. Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis
e. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri
f. Pemeriksaan penunjang lainnya
1. Biopsy kelenjar PA
2. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan
8. Terapi Konservatif -‐ Saat kehamilan ibu sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung zat besi, asam folat dan zat-zat yang mengandung
banyak vitamin sehingga dapat diserap oleh bayi dengan baik
-‐ Mengatur jumlah anak supaya menghindari resiko penyakit kronis
9. Terapi Aktif -‐
10. Terapi ANEMIA DEFISIENSI BESI
• Dikarakterisasi dengan rasa tidak enak pada lidah, penurunan aliran saliva,
pagophagia ( COMPULSIVE EATING OF ICE )
• Terapi besi oral dengan garam besi ferrous yang larut, bukan salut dan
bukan lepas lambat atau bertahap, direkomendasikan pada dosis harian
200 mg elemen besi dalam dua atau tiga dosis terbagi.
• Makanan memiliki peran signifikan, besi diabsorbsi dengan baik dari
daging, ikan, dan unggas.
• Besi parenteral dapat diperlukan untuk pasien dengan malabsorbsi besi,
intoleransi terhadap terapi besi secara oral, atau tidak patuh terhadap
terapi.
• Produk besi oral
1. Ferro sulfat
2. Ferro glukonat
3. Ferro fumarat
4. Kompleks besi polisakarida
5. Besi karbonat
6. Besi dekstran
7. Besi sukrosa
8. Epoetin alfa
• Besi terutama diabsorbsi dari duodenum dan jejunum. Garam ferro
diabsorbsi 3 kali lebih cepat dibanding bentuk ferri.
• Makanan dapat menurunkan absorbs besi setidaknya sebesar 50%
• Besi ditransportasikan melalui darah dan terikat pada transferring
11
• Pada pria sehat kehilangan besi dari urin, keringat, dan sel mukosa
intestinal sekitar 0,5 – 1 mg.
• Pada wanita menstruasi kehilangan normal harian sekitar 1 – 2 mg
Anemia defisiensi vitamin b12 dan folat dikarakterisasi dengan kulit pucat,
ikterus, dan atropi mukosa gastric.
Anemia vitamin B12 dibedakan dari abnormalitas neuropsychiatric (mis. Mati
rasa dan parestesia), yang tidak terdapat pada pasien dengan enemia
defisiensi folat.
12
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
16. Indikator Medis
17. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
st
KD. William Obstetrics, 21 Ed. McGraw-Hill. New York. 2001: 1307-38.
2. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy:
nd
Management Option, 2 Ed. WB Saunders. London. 2001:729-74.
3. Evidence Based Medicine
4. Cochrane Review
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
14
1. Hamil
3. Riwayat Atopi +
Kriteria Penunjang :
• Spirometri :
- Peningkatan FEV 1 > 12% atau > 200 ml setelah pemberian
bronchodilator.
- Peningkatan PEV > 60 L/mnt setelah pemberian bronchodilator
inhalasi atau peningkatan > 20%
- Variasi diurnal PEV 20%
5. Diagnosis - Anamnesa dan Pemeriksaan Klinik mendukung Asma.
- Kehamilan
6. Diagnosis Banding - Penyebab lain Osbtruksi Jalan Nafas
- Emboli Cairan Ketuban
- Gagal Jantung Kongestif Akut (Peri Partum Cardiomiopathy)
- Sesak Fisiologis Pada Kehamilan
- COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
- Emboli Paru
- Disfungsi laring atau pita suara
15
b. Reliever:
Short Acting Beta 2 Agonist: Albuterole, Terbutaline
Anti-Cholinergic: Ipratropium, Bromide
Short Acting Theophilline: Aminofilin
Penanganan Asma akut:
• Pemberian oksigen 2-4/menit pertahankan pO2 70-80 mmHg
• Hindari obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin, Berikan
cairan intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan.
• Berikan aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan
dengan dosis 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik
dalam plasma sebesar 10-20 mikrogram/ml.
• Jika diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan
dengan dosis 0,25 mg
• Berikan steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading
dose, tiap 4 jam atau setelah loading dose dilanjutkan dengan infus
0,5 kg/kgBB/jam
• Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi
yang menyertai
• Intubasi dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-
kasus yangmengancam kehidupan.
Serangan asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit
dengan terapi infeksi (obat agonis beta & teofilin) disebut status asmatikus,
pada keadaan ini penderita ini harus ditangani di unit perawatan intensif
16
- Mewaspadai efek simpang pengobatan
- Menjelaskan kepentingan dan keamanan pengobatan terhadap bayi dan
ibu
- Mewaspadai tanda-tanda kapan harus datang ke RS
- Jika ingin hamil lagi lakukan Konseling Prekonsepsi terlebih dahulu
13. Prognosis Tergantung Berat Ringannya Gejala
14. Tingkat Evidens III
15. Tingkat Rekomendasi B
16. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
17. IndikatorMedis
18. Kepustakaan
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
17
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
18
3. Diagnosis Radiologis
Gambaran radiologis konsisten sebagai gambaran TB paru aktif à
dengan memakai pelindung bila dikerjakan pada kehamilan trimester 1.
6. Diagnosis Banding 1. Pneumonia
2. Abses Paru
3. Kanker Paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia Aspirasi
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium :
a. Pemeriksaan BTA 3 spesimen sputum yang diambil dalam 2 hari
kunjungan pertama yaitu : Sewaktu, Pagi, Sewaktu ( SPS ).
b. Darah lengkap : LED meningkat
c. Pemeriksaan Radiologis: konsolidasi parenkim, atelektasis segmental /
lobaris, pembesaran limfonodi di hilus atau mediastinal, efusi pleura,
dapat ditemukan sisa TB paru yang mengalami penyembuhan berupa
nodul persisten (tuberkuloma) yang kadang mengalami kalsifikasi.
Keadaan abnormal lain: adanya kavitas, stenosis bronkhial dan
bronkhiektasis serta penebalan pleura.
8. Terapi Preventif Terapi preventif dengan INH akan mencegah infeksi laten TB menjadi aktif.
Preventif terapi diberikan pada wanita hamil dengan :
a. Tes tuberkulin positif dan pemeriksaan radiologis yang normal;
b. Tes Tuberkulin positif dengan kalsifikasi limfonodi atau Ghon complex ;
c. Kontak dengan penderita TB aktif ;
d. Penderita yang Immunocompromise ( HIV )
9. Terapi a. INH : 5 mg/kg/hari ( maks 300 mg/hari ), diberikan bersama Piridoksin
50 mg/ hari ;
b. Rifampin : 10 mg/kg/hari ( maks 600 mg/hari ) ;
c. Ethambutol : 15-25 mg/kg/hari ( maks 2,5 g/hari )
Diberikan minimum 9 bulan, 3 bulan awal diberikan INH, Rifampin dan
Ethambutol sedang 6 bulan berikutnya diberikan INH dan Rifampin.
Kapreomisin merupakan obat lini kedua, digunakan jika diperlukan untuk
MDR – TB. Dosis yang diberikan 0,75 – 1 gram/ hari selama 2-6 bulan,
selanjutnya 1 gram 3 kali seminggu.
Pirazinamid untuk MDR – TB, dosis 15-30 mg/kg/hari. (Dosis maks 2000 mg)
19
11. Prognosis Tergantung pada luas proses, saat mulai pengobatan, kepatuhan penderita
mengikuti aturan penggunaan dan cara pengobatan yang digunakan.
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
15. Indikator Medis
16. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2.Cochrane
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
20
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
21
- Evakuasi kehamilan mola
- IUFD dan stillbirth
- Intervensi terapetik intrauterin (transfusi, laser dan pembedahan intrauterin)
- Keguguran dan ancaman keguguran
- Terminasi kehamilan
- Persalinan baik normal, tindakan operatif pervaginam dan SC
4. Pemeriksaan A. Ibu
Tidak menimbulkan keluhan
B. Janin
Terjadinya fetal anemia yang dapat ditunjukkan dengan
- Surveillance dan monitoring pada janin
- Pemeriksaan amniotic fluid spectral analysis untuk melihat konsentrasi
bilirubin amnion yang mempresentasikan derajat hemolisis janin (sudah
jarang digunakan, digantikan pemeriksaan doppler)
- Pemeriksaan non invasif menggunakan doppler dengan menghitung
middle cerebral artery-peak systolic velocity (MCA-PSV) janin. Jika
didapatkan nilai > 1,5 MoM menunjukkan adanya anemia sedang
hingga berat pada janin.
MCA-PSV (cm/s)
GA (weeks)
Median 1.5 MoM
14 19.3 28.9
15 20.2 30.3
16 21.1 31.7
17 22.1 33.2
18 23.2 34.8
19 24.3 36.5
20 25.5 38.2
21 26.7 40.0
22 27.9 41.9
23 29.3 43.9
24 30.7 46.0
25 32.1 48.2
26 33.6 50.4
27 35.2 52.8
28 36.9 55.4
29 38.7 58.0
30 40.5 60.7
31 42.4 63.6
32 44.4 66.6
33 46.5 69.8
34 48.7 73.1
35 51.1 76.6
36 53.5 80.2
37 56.0 84.0
38 58.7 88.0
39 61.5 92.2
40 64.4 96.6
22
yang menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan onkotik koloid
akan mengakibatkan penumpukan cairan
5. Kriteria Diagnosis - Pemeriksaan golongan darah ABO
- Pemeriksaan golongan darah Rhesus (D)
- Jika Rh (D) negatif dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan anti Rh (D) Ig
untuk mengetahui apakah telah terjadi sensitisasi pada ibu
6. Komplikasi Bayi
- Asfiksia
- Anemia
- Distress nafas
- Ikterus hingga kernikterus
- Hipoglikemia (akibat hiperinsulinemia dari hiperplasia sel pankreas)
- Hipertensi pulmonal
- Edema
7. Diagnosis Banding - Gangguan enzim sel darah merah (G6PD, defisiensi piruvat kinase)
- Gangguan sintesis hemoglobin (thalasemia)
- Abnormalitas membran sel darah merah (spherocytosis, eliptocytosis)
- Sepsis, infeksi TORCH, Parvovirus B19 dan hemolisis akibat obat-obatan
8. Tata laksana A. Maternal (pencegahan aloimunisasi)
- Pemberian anti Rh (D) Ig profilaksis secara rutin pada semua wanita
hamil dengan Rh (D) negatif direkomendasikan
- Skrining rutin untuk pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus (D)
harus dilakukan
- Jika didapatkan pemeriksaan ibu Rh(D) negatif, dilanjutkan dengan
pemeriksaan antibodinya (anti Rh (D) Ig) pada serum darah Ibu
- Jika didapatkan antibodi (anti Rh (D) Ig) yang positif maka tidak perlu
dilakukan pemberian anti Rh (D) Ig profilaksis karena sudah terjadi
sensitisasi
- Adanya keadaan yang potensial menyebabkan sensitisasi pada Ibu
dengan Rh (D) negatif dapat segera diberikan anti Rh (D) Ig dalam 72 jam
setelah kejadian tersebut. Dosis yang diberikan sebanyak minimal 250 IU
pada umur kehamilan ≤ 20 minggu dan minimal 500 IU pada umur
kehamilan diatas 20 minggu
- Pemberian Routine Antenatal Anti-D Prophylaxis (RAADP) pada semua
wanita dengan Rh (D) negatif yang dapat diberikan dalam satu kali
pemberian (umur kehamilan 28 minggu dengan dosis 1500 IU) atau dua
kali pemberian (umur kehamilan 28 minggu dan 34 minggu, masing –
masing 500 IU)
- Lakukan pemeriksaan Rh (D) pada bayi yang dilahirkan
- Jika didapatkan hasil Rh (D) positif pada bayi yang baru dilahirkan atau
daam keraguan (darah bayi tidak terambil), berikan 500IU anti Rh (D) Ig
dalam 72 jam saat bayi lahir
B. Janin
- Pada kondisi anemia atau nilai Hb < 2g/dl dari batas normal dapat
23
diberikan transfusi fetal intrauterin dengan risiko fetal loss sebesar 1-5%
pada janin preterm
- Pada janin mendekati aterm yang terbukti mengalami anemia (MCA-PSV
> 1,5 MoM) dapat dilakukan induksi persalinan setelah diketahui
pematangan parunya
C. Bayi
- Fototerapi menggunakan sinar biru (420-470nm) yang dapat merubah
bilirubin tak terkonjugasi menjadi biliverdin yang soluble sehingga dapat
diekskresikan di urin atau feses
- Exchange Transfusion
9. Edukasi - Melakukan skrining rutin terhadap golongan darah ABO dan Rhesus (D)
- Mempersiapkan pemberian anti Rh (D) Ig pada ibu dengan Rh (D) negatif
10. Prognosis - Pemberian rutin anti-Rh D Ig post-partum akan mengurangi kemungkinan
aloimunisasi menjadi 2% dari 16% (tanpa pemberian imunoglobulin)
- Pemberian profilaksis saat antenatal akan semakin menurunkan
aloimunisasi menjadi 0,17% hingga 0,28%
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. Cunningham, FG, KJ Leveno, SL Bloom, JC Hauth, DJ Rouse, and Spong
CY. Williams Obstetrics. 23rd edition. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc, 2010.
2. Norwitz, ER, MA Belfort, GR Saade, and H Miller. Obstetric Clinical
Algorithms: Management and Evidence. 1st edition. West Sussex: A John
Wiley & Sons, Ltd, 2010.
3. Qureshi, H, et al. "BSCH guideline for the use of anti-D Immunoglobulin for
the prevention of haemolytic disease of the fetus and newborn." Transfusion
medicine 24 (2014): 8-20.
24
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
25
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
26
2. Infeksi
4. Cramping
7. Pemeriksaan Penunjang Skrining:
• Keganasan traktus urogenitalis
• Penyakit trophoblastik
• Anemia berat
• Alergi
8. Terapi Konservatif Istirahat sejenak pascainsersi
9. Terapi Aktif
10. Terapi Istirahat sejenak pascainsersi
11. Edukasi • Memberi tahu klien jenis IUD yang dipasangkan dan memberi kartu
tanda insersi IUD
• Klien mengecek ekspulsi pascainsersi secara rutin/berkala
• Edukasi efek samping, tanda bahaya perdarahan maupun infeksi
pascainsersi
Insersi IUD tidak mempengaruhi produksi ASI
12. Prognosis Pemasangan IUD postplasenta memiliki angka ekspulsi yang rendah
dibandingkan pemasangan post-partum >48 jam
13. Tingkat Evidens
14. Tingkat Rekomendasi
15. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
27
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
28
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
29
untuk menentukan diagnosis IUFD (evidence level 2+, RCOG)
Diagnosis Pasti:
- USG : ditemukan tanda – tanda kematian janin, misalnya Spalding sign,
maserasi, hidrops (evidence level 3, RCOG)
7. Diagnosis Pada USG realtime ditemukan janin dengan DJJ (-) (rekomendasi D, RCOG)
8. Diagnosis Banding - Gawat janin
- IUGR
- APB (solutio plasenta)
- Ruptura uteri
- DIC
9. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan dilakukan untuk memberikan jawaban kepada pasien mengapa
bayinya meninggal (evidence level 2+, RCOG)
Kepentingan lain untuk dilakukan pemeriksaan adalah untuk menilai
kesehatan ibu dan memastikan penatalaksanaan awal terhadap penyakit ibu
yang mengancam (evidence level 3, RCOG)
1. Ibu
- Kleihauer-Betke untuk memeriksa perdarahan ibu dan janin (pada
wanita dengan Rhesus D negatif (evidence level 2++, rekomendasi
C, RCOG)
- Anticardiolipin, lupus anticoagulant (evidence level 3, rekomendasi
B, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Faal hemostasis
2. Janin
- Kultur cairan amnion
- Karyotyping
- Pemeriksaan plasenta dan janin post mortem dapat krusial untuk
menentukan manajemen kehamilan berikutnya (rekomendasi C,
RCOG)
10. Tatalaksana Rekomendasi waktu dan cara terminasi kehamilan harus
mempertimbangkan kondisi pasien, dan riwayat persalinan sebelumnya
(rekomendasi C, RCOG)
Melahirkan janin (terminasi kehamilan) dengan segera dapat
dilakukan pada pasien dengan keadaan sepsis, preeklampsia, solusio
plasenta, atau ketuban pecah (rekomendasi D, RCOG)
Bila pasien dalam keadaan sehat, selaput ketuban masih utuh,
dan hasil laboratorium tidak menunjukkan tanda DIC, pasien dapat
melahirkan spontan hingga 3 minggu setelah diagnosis IUFD ditegakkan
(evidence level 3, RCOG)
Pemeriksaan koagulopati dilakukan bila kematian dalam janin
terjadi sebelum 4 minggu (evidence level 3, Evidence-Based Obstetrics
Oxford)
Persalinan pervaginam lebih disukai dibandingkan dengan
persalinan perabdominam karena komplikasi yang lebih sedikit dan waktu
penyembuhan yang relatif lebih singkat (evidence level 2+)
30
VBAC (Vaginal Birth After Caesarean) setelah 3-4x operasi
Caesar tidak menyebabkan ruptur uteri dan morbiditas maternal mayor
(evidence level 2+, RCOG)
Tidak ada indikasi untuk pemberian antibiotik profilaksis untuk
mencegah infeksi maternal pada kasus IUFD (evidence level 3, RCOG)
Anestesi regional dapat diberikan untuk mengurangi nyeri pada
kasus IUFD (evidence level 2+, rekomendasi D, RCOG)
Pemberian agonis dopamin sangat efektif dan nyaman bagi
pasien untuk menekan produksi ASI, cabergoline dinyatakan lebih unggul
dibanding bromocriptine (evidence level 1++, rekomendasi A, RCOG)
Pemberian dukungan atau intervensi secara profesional
diperlukan untuk menghindarkan pasien pada masalah psikologis setelah
kematian bayinya (evidence level 1+, rekomendasi A, RCOG)
- Pematangan serviks dengan misoprostol dianggap aman dan efektif
(evidence level 1+, rekomendasi B, RCOG)
- Pemberian mifepristone 3x200 mg selama 2 hari tergolong aman dan
efektif pada pasien dengan riwayat SC, dan menghindari pemberian
prostaglandin (evidence level 1+, rekomendasi A, RCOG)
- Pemasangan laminaria dapat meningkatkan resiko infeksi ascending pada
IUFD (evidence level 1++, RCOG)
- Drip oksitosin
- Kombinasi ketiga cara di atas
- Dilakukan SC atas indikasi ibu, atau upaya melahirkan pervaginam tidak
berhasil
11. Metode terminasi < 13 minggu
• Evakuasi vakum/kuretase
• Mifepristone oral diikuti prostaglandin oral/vaginal 48 jam kemudian
(evidence level 1b, rekomendasi A, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
13-22 minggu
- Pematangan cervix dengan laminaria dan dilatasi dan evakuasi
(evidence level 3, rekomendasi B, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Induksi oksitosin dosis tinggi (evidence level 3, rekomedasi B,
Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Prostaglandine E2 vaginal (evidence level 3, rekomendasi B,
Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Mifepristone oral diikuti oleh prostaglandin oral/vaginal 48 jam
kemudian (diikuti oleh infus oksitosin) (evidence level, rekomendasi A,
Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Misoprostol pervaginam diikuti oleh Gemeprost atau misoprostol oral
(evidence level 1b, rekomendasi A, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
22-28 minggu
- Pematangan cervix dengan laminaria dan induksi oksitosin (evidence
31
level 3, rekomendasi B, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Pessarium prostaglandin E2 dengan augmentasi oksitosin (evidence
level 3, rekomendasi B, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Mifepristone oral diikuti oleh prostaglandin oral/pervaginam 48 jam
kemudian (dapat dilanjutkan dengan infus oksitosin) (evidence level 1b,
rekomendasi A, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
- Misoprostol pervaginam diikuti oleh Gemeprost atau misoprostol oral
(evidence level 1b, rekomendasi A, Evidence-Based Obstetrics Oxford)
>28 minggu
- Induksi oksitosin (evidence level 4, rekomendasi C, Evidence-Based
Obstetrics Oxford)
- Prostaglandin E2 pervaginam lebih superior dibandingkan dengan
oksitosin untuk induksi persalinan (evidence level 1a, rekomnendasi A,
Evidence-Based Obstetrics Oxford)
12. Edukasi - Dalam memberikan berita buruk kepada pasien, dokter harus memiliki
kemampuan empati dan dapat mengenali kondisi emosi pasien karena
IUFD merupakan kejadian yang mendadak dan tidak diharapkan (evidence
level 3, RCOG)
- Pasien harus diberikan informasi tertulis untuk menjelaskan tentang
kondisi ibu dan janin, berbagai faktor risiko yang mendasari, kemungkinan
penyebab kematian janin, serta komplikasi (rekomendasi D, RCOG)
- Menjelaskan rencana tindakan beserta komplikasinya
- Edukasi bahwa pentingnya menghindari atau mengendalikan faktor-faktor
risiko yang berpotensi menyebabkan kematian janin dalam rahim
- Diskusi harus mengedepankan hak orangtua untuk menentukan pilihan
terhadap kehamilannya (rekomendasi B, RCOG)
13. Prognosis Tergantung etiologi
14. Tingkat Evidens III
15. Tingkat Rekomendasi B
16. Penelaah Kritis 5. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
6. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
7. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
8. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
9. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
10. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
11. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
12. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
13. dr. Budi Wicaksono SpOG
14. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
17. Indikator Medis
18. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2.Cochrane
32
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
33
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
Etiologi IUGR:
- Penyebab dari Ibu
• Kehamilan Multipel
• Merokok, Alkohol, kokain, amfetamin
• KDRT
• Preeklampsia, Obesitas, Hipertensi Kronis, Diabetes
• Riwayat IUFD
• SLE, Trombofilia, Penyakit Jantung, Hipotensi, Penyakit
saluran pernapasan, Anemia, penyakit ginjal
- Malnutrisi
- Penyebab dari janin
• Infeksi
• Kelainan congenital
- Kelainan kromosom
- Penyebab dari plasenta
1. Kelainan plasenta
- Kelainan Uterus
2. Anamnesis Besar perut ibu tidak sesuai dengan usia kehamilan, dalam hal ini lebih kecil
dari usia kehamilan yang sesungguhnya
3. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : besar perut ibu lebih kecil dari usia kehamilan
Palpasi : TFU lebih kecil dari usia kehamilan atau TFU menetap dalam
pemeriksaan serial
4. Kriteria Diagnosis Kriteria Klinis : dari pemeriksaan fisik (palpasi abdomen, tinggi fundus uteri)
Kriteria penunjang (USG) : pengukuran Abdominal circumference, tranverse
cerebral diameter, HC/AC ratio, umbilical artery dopplers
34
5. Diagnosis - Pada pemeriksaan dengan USG diperoleh hasil perkiraan berat janin
kurang dari 10 persen usia kehamilan
- USG serial didapatkan pertumbuhan/penambahan BB janin tidak
bertambah sesuai yang diharapkan
- IUFD
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: Darah lengkap
Monitoring Gerak Janin
USG: Evaluasi ada tidaknya kelainan kongenital
CTG
Doppler Arteri Umbilikalis
Amniocentesis dan pemeriksaan darah untuk karyotiping
8. Terapi Konservatif Onset awal:
• Scan mendetail
Onset awal:
35
- Kehamilan > 36 minggu: terminasi jika didapat oligohidramnion, atau
serial usg tidak menunjukkan pertumbuhan.
- Persalinan: pada kasus dengan IUGR yang jelas harus dilakukan SC,
apalagi didapat gangguan DV.
36
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
37
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
HIPEREMESIS
GRAVIDARUM
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang hebat selama hamil,
1. Pengertian (Definisi) > 3x/hari yang sering menimbulkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
dehidrasi, ketonuria, penurunan berat badan 5% atau lebih dari berat badan
sebelum hamil, dan gangguan nutrisi
2. Anamnesis - Mual dan muntah
- Terlambat haid
- Lemas
- Penurunan berat badan
3. Pemeriksaan Fisik - Tes kehamilan (+)
- Tanda-tanda dehidrasi (Turgor kulit menurun, mata cowong, hipotensi,
takikardi)
- Penurunan berat badan
- Gangguan elektrolit
- Ketonuria
- Jaundice
4. Kriteria Diagnosis PUQE Score
1. Dalam 24 jam terakhir, berapa lama anda merasakan mual atau nyeri pada perut?
>6jam 4-6jam 2-3jam <1jam tidak merasakan
(5poin) (4 poin) (3 poin) (2 poin) (1 poin)
2. Dalam 24 jam terakhir, berapa kali anda muntah?
>7kali 5-6kali 3-4kali 1-2 kali tidak ada
(5poin) (4 poin) (3 poin) (2 poin) (1 poin)
3. Berapa kali anda merasakan kehausan dalam satu hari?
>7kali 5-6kali 3-4kali 1-2 kali tidak ada
(5poin) (4 poin) (3 poin) (2 poin) (1 poin)
5. Diagnosis PUQE score >13
6. Diagnosis Banding Keracunan makanan
7. Pemeriksaan Penunjang Tes kehamilan
Serum elektrolit
Ketonurine
LFT
8. Terapi Konservatif Supportive
Rehidrasi
9. Terapi Aktif
10. Terapi
38
Diagnosis
PUQE
score
Skor
PUQE
index
<6
Skor
PUQE
index
7-‐12
Skor
PUQE
index
>13
(mual
dan
muntah
(mual
dan
muntah
(hiperemesis
gravidarum)
derajat
ringan)
derajat
sedang)
Pertimbangkan
nutrisi
-‐ Doxylamine
dan
vitamin
Cairan
IV
dengan
enteral
jika
diperlukan
B6,
multivitamin
dan
-‐ Jika
perlu
tambahkan
elektrolit
metoclopramide
Jika
>10
mg,
pertimbangkan
-‐ Doxylamine
dan
vitamin
b6
methylprednisolone
-‐ Metoclopramide5-‐10
mg
6-‐ selama
3
hari
8jam
po
-‐ Ondansetron
4-‐8
mg
tiap
6-‐
8
jam
po
Pertahankan
berat
badan
dan
satbilisasi
tanda-‐
tanda
vital
11. Edukasi menghindari sesuatu yang membuat mual, makan dalam porsi kecil namun
sering dan rendah lemak, tinggi karbohidrat
12. Prognosis Ad bonam
Tidak ada kematian ibu dan janin
13. Tingkat Evidens
14. Tingkat Rekomendasi
15. Penelaah Kritis 11. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
12. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
13. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
14. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
15. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
16. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
17. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
18. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
19. dr. Budi Wicaksono SpOG
20. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
39
16. Indikator Medis
17. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2.Cochrane
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
40
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
41
8. Terapi Konservatif -
9. Terapi Aktif Terminasi persalinan
10. Terapi Meliputi monitoring ketat untuk kejadian gagal hati yang memburuk,
hipoglikemi dan koagulopati
Transfusi tukar, hemodialisis, plasmaferesis, perfusi ekstracorporeal, dan
kortikosteroid
11. Edukasi Sterilisasi atau disarankan untuk tidak hamil lagi dikemudian hari
12. Prognosis Kematian ibu: <5%
Kematian janin: 1-23%
13. Tingkat Evidens
14. Tingkat Rekomendasi
15. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi, SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah, SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan, SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono, SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka, SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman, SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono, SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan, SpOG
9. dr. Budi Wicaksono, SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar, SpOG
16. Indikator Medis
17. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2.Cochrane
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
42
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
43
Kolestasis
intrahepatik
pada
kehamilan
UDCA
UDCA
10
mg/kg/hari
10
mg/kg/hari
44
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
16. Indikator Medis
17. Kepustakaan
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
45
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
46
dari 4 kg atau lebih dari persentil ke 90 pada grafik tumbuh kembang.
- Bayi dengan ibu menderita diabetes lebih banyak menderita Respiratory
Distress Syndrome karena kurangnya surfaktan untuk pematangan paru.
Jangka panjang
- Untuk ibu bisa terjadi diabetes nyata (overt diabetes) sedangkan
- Untuk bayinya bisa terjadi obesitas dan metabolic syndrome di masa
dewasanya
6. Diagnosis Banding Diabetes mellitus tipe I dan Diabetes mellitus tipe II(DM Pragestasional)
7. Pemeriksaan Penunjang - OGCT dengan beban glukosa 50 gram pada semua wanita hamil usia
kehamilan 24-28 minggu. Bila berisiko tinggi, dilakukan pada trimester 1.
jika kadar gula ≥135 mg/dl maka dilanjutkan dengan TTGO 100gram.
- Non Stress Test dan BPP untuk memantau kesejahteraan janin
- USG untuk dating dan monitor tafsiran berat janin dan morfologi janin.
8. Terapi Konservatif - Diet B1 dan olah raga merupakan dasar penanganan medis DMG. ADA
menganjurkan dimulai dengan 2000-2500 kalori/ hari (35 kal/kg).
- Bila dalam 2 minggu diet, didapatkan kadar gula puasa > 60-90 mg/dl dan
2 jam pp > 120 mg/dl pemberian insulin harus dilakukan
- Pemantauan dilakukan dengan pemeriksaan setidaknya 2 minggu sekali
dengan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan 2 jam pp. Yang ideal
pemantauan dilakukan setiap hari
- Obat Antidiabetes Oral - kecuali metformin, tidak dianjurkan karena dapat
melewati plasenta, dan dipakai Insulin bila diperlukan.
- Dari segi obstetris, pemantauan kesejahteraan janin diindikasikan sama
dengan populasi resiko tinggi. Pada U/S perkiraan berat janin untuk
mendeteksi makrosomia.
RDS untuk neonatus terjadi pada usia kehamilan di bawah 38 minggu.
Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru dilakukan pada usia
kehamilan kurang dari 38 minggu, bisa dipakai deksametason 4x6 mg im
selang waktu 12 jam.
9. Terapi Aktif Terminasi kehamilan dilakukan atas indikasi ibu (gula darah sulit
dikendalikan,timbul komplikasi lain), janin (kesejahteraan janin menurun atau
taksiran berat janin lebih dari 4 kg) atau indikasi waktu (39-40 minggu).
Persalinan sesar hanya dilakukan atas indikasi obstetris dan menyusui tetap
dianjurkan pada ibu ibu dengan DMG.
10. Terapi - Mengatur pola makan/diet B1 (2000 – 2500 kalori/hari)
- Olah raga teratur
- Insulin untuk mengatur kadar gula ibu jika tidak membaik dengan
terapi diet dan olahraga
11. Edukasi - Diet B1(3 meals dan 3 between meals
- Olah raga dalam batas tertentu (senam hamil) tetap dianjurkan
sebagai acuan yang mempermudah pengendalian kadar gulanya.
- Perlunya kesadaran untuk mengatur makan besar 3 x dan makan
kecil 3 x saja
12. Prognosis - Bila diterapi dengan benar, maka penyulit DMG sama dengan
47
populasi normal.
- Obesitas merupakan confounding factor dalam pengeloalan gula
darah ibu dan berat badan bayi yang dilahirkan. Semakin tinggi BMI
nya maka regulasi kadar gulanya semakin sulit dan semakin besar
kemungkinan makrosomia pada janin meskipun kadar gula darahnya
bisa diregulasi.
13. Tingkat Evidens
14. Tingkat Rekomendasi
15. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
16. Indikator Medis
17. Kepustakaan 1. ACOG
2. Berghella. 2007. Maternal Fetal Evidence Based Medicine. London:
Informa
3.Hermanto TJ. 2012. Diabetes dalam Kehamilan. Gestasional dan
Pragestasional
4. Cunningham FG et al. 2010. Williams Obstetrics. New York: MacGrawHill
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
48
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
5. Diagnosis -‐ Pada anamnesis ditemukan riwayat pernah didiagnosis DM, pemakaian
49
OAD atau insulin atau diet saja.
-‐ Diagnosis DMPg tidak memerlukan skrining ataupun pemeriksaan OGCT
dan OGTT
6. Diagnosis Banding Diabetes Mellitus Gestasional
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratoris lengkap termasuk A1C dan UL di kunjungan pertama dan setiap 2
minggu kontrol
USG trimester 1 untuk dating dan deteksi cacat bawaan
8. Terapi Konservatif Pengendalian kadar glukosa perikonsepsi senormal mungkin
Diet KV sesuai berat badan dan usia kehamilan, olahraga, bila gagal diberikan
insulin
9. Terapi Aktif -‐ MRS bila gula darah sulit dikendalikan atau timbul komplikasi lain
-‐ Terminasi kehamilan dilakukan atas indikasi ibu (gula darah sulit
dikendalikan, timbul komplikasi lain), janin (kesejahteraan janin menurun
atau taksiran berat janin lebih dari 4 kg) atau indikasi waktu (> 38
minggu).
-‐ Persalinan sesar hanya dilakukan atas indikasi obstetric dan menyusui
tetap dianjurkan pada ibu – ibu dengan DMG.
Bila diterminasi sebelum usia 38 minggu maka diperlukan pematangan paru maka
dipilih Dexametason dengan dosis 4 kali 6 mg im selang 12 jam.
10. Terapi
Terapi
Diet KV merupakan dasar penanganan medis DMG dimulai dengan 2000-
2500 kalori/ hari (35 kal/kg) ditambah 100 kalaori di tiap trimester
Olah raga dalam batas tertentu (senam hamil)
50
dalam tatalaksana DM dalam kehamilan.
Tatalaksana prakehamilan sangat diperlukan.
Termasuk kehamilan risiko tinggi.
Kontrol tiap 2 minggu.
12. Prognosis -‐ Bila dikelola dengan baik maka kompilkasi bisa diminimalkan.
-‐ Jangka pendek cacat bawaan, makrosomia dengan segala akibatnya
misalnya distosia bahu dan hipoglisemia neonatus, IUGR dan sudden death
untuk janin, sedangkan untuk ibu adalah memperberat penyakitnya(bisa
sampai ketoasidosis) termasuk lebih sering terjadinya infeksi saluran kemih,
preeklamsia.
-‐ Jangka panjang adalah terjadinya obesitas dan sindroma metabolik untuk bayi
dan anak
13. Tingkat Evidens Untuk RSDS belum ada, di dunia antara I – III
14. Tingkat Rekomendasi B
15. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
16. Indikator Medis Kadar gula darah puasa dan 2 jam pp
17. Kepustakaan 1. Evidence Based Obstetrics
2. Cochrane
3. Cunningham et al 2010
4. Hermanto TJ. Diabetes dalam Kehamilan. Gestasional dan
Pragestasional. 2012. Surabaya: Global Persada Press
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
51
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
3. Pemeriksaan Fisik Pengukuran berat badan dan tinggi badan. IMT didapatkan dari membagi Berat
Badan dalam kilogram dan Tinggi Badan kuadrat dalam meter
4. Kriteria Diagnosis Bila BMI antara 25 -30 disebut sebagai "overweight"
2
Bila BMI of 30 kg/m atau lebih.
2
Kelas I (BMI: 30 to 34.9 kg/m ),
2
Kelas II (BMI: 35 to 39.9 kg/m ), dan
2
Kelas III (BMI: > 40 kg/m ).
5. Diagnosis Kehamilan yang disertai Obesitas adalah bila Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30
kg/m2. Pemeriksaan dilakukan sebelum hamil dan trimester I. Trimester 3
dilakukan dilakukan pengukuran IMT juga untuk memperkirakan prognosis
6. Diagnosis Banding Hypothroids, Insulinoma, Prader Willi syndrome, Adiposegenital dystrophy,
Laurence-Moon syndrome, Partial lipodystrophy, Hypothalamic pathology
Polycystic ovaries
7. Pemeriksaan Penunjang - Usg untuk "dating"
- Periksa lab utamanya profil lipid
- Skrining OGCT 50g dan bila perlu hingga OGTT 100g pada trimester I atau
kunjungan PAN pertama
- Ulangan OGCT 50g atau bila perlu hingga OGTT 100g pada minggu
ke 24-28. Bila positif à dimasukkan ke dalam algoritma DMG
8. Komplikasi
Komplikasi pada ibu Komplikasi pada janin
Medis Janin
- Preeklampsia - Kelainan kongenital (NTD, CHD, cleft
- Hipertensi lip/palate, atresia anorektal, limb
- Diabetes Mellitus reduction defects)
Gestasional - Gastroschizis
- Tromboembolisme (kasus - Makrosomia
ini nampaknya jarang - Trauma persalinan, distosia bahu
52
terjadi di Indonesia) - Apgar skor rendah
- Obstructive sleep apnea - Sudden death
- ISK - Kematian perinatal
- Perawatan NICU
Obstetrik
- Abortus spontan
- PPI
- Akurasi USG yang rendah
- Kegagalan kemajuan persalinan
- Induksi persalinan
- Peningkatan kegagalan VBAC
- Peningkatan kejadian ruptura uteri pada VBAC
- Kehamilan postterm
53
9. Terapi - DHA dan multivitamin
- Lakukan kerjasama tim yang baik dengan ilmu penyakit dalam- Paru dan gizi
klinik.
- Masukkan dalam kehamilan risiko tinggi - perlakukan seperti DM
pragestasional dan deteksi dini preeklamsia (kombinasi obesitas,
preeklamsia dan diabetes - "metabolic syndrome -merupakan kombinasi
yang saling memberatkan)
- Penilaian kemungkinan makrosomia dan "suddent death".
- Terminasi kehamilan sebaiknya 38 - 39 minggu, maksimal 40 minggu.
- ASI tetap dianjurkan.
10. Edukasi Diskusi dan edukasi mengenai obesitas, komorbiditas dan luaran kehamilan
yang buruk.
Konseling pre-konsepsi dengan diet, olahraga, perubahan perilaku dan terapi
medikamentosa bila diperlukan.
11. Prognosis Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan peningkatan BMI.
Resikonya meningkat dua kali lipat pada kehamilan dengan IMT ≥ 40
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi
14. PenelaahKritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
15. IndikatorMedis
16. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2.Cochrane
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
54
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2014 – 2016
55
3. Hepatitis C
Anti HCV (+)
4. Hepatitis D
Anti HDV (+)
- Pemeriksaan HbsAg ditawarkan secara rutin pada semua ibu hamil di poli
saat ANC pertama, dan pada ibu hamil yang datang pertama kali ke VK tanpa
ada data status hepatitisnya.
5. Penyulit A. Maternal
- Gangguan Koagulasi (koagulopati)
- Ensefalopati
- Gagal liver
- Sirosis hepatis
- Hepatocellular carcinoma
B. Fetal
Baik pada hepatitis virus akut maupun pada kondisi kronis atau carrier
didapatkan resiko Maternal To Fetal Transmission (MTCT)
1. Hepatitis A
Infeksi maternal ke fetal (-), IgG HAV muncul lebih dini, melewati
sawar plasenta dan memberikan proteksi
2. Hepatitis B
Transmisi vertical muncul pada 10% pasien dengan HbsAg (+) dan
90% pada bayi dengan HbeAg (+). 85-95% penularan berasal dari
paparan intrapartum bayi melalui darah terinfeksi dan sekresi traktus
genital, penyebab lainnya disebabkan infeksi transplasental dan
kontak postnatal orangtua dan bayi
3. Hepatitis C
Transmisi vertical sekitar 2-8%
6. Diagnosis Banding - Mononukleosis
- Epstein Barr Virus
56
- Penyakit kandung empedu obstruktif
- Penyakit autoimun
- HELLP syndrome
- Acute Fatty Liver
7. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan darah lengkap, serum transaminase, bilirubin, protein total,
albumin, globulin, Alkaline Phosphatase, fungsi ginjal
- Pemeriksaan kadar bilirubin dan urobilin
- Pemeriksaan USG abdomen
- Pada hepatitis B, dapat dilakukan pemeriksaan HBeAg dan HBV DNA viral
load selain HbsAg untuk mengetahui kondisi virulensi dan risiko infeksi
intrauterin
8. Terapi A. Maternal
- Pengobatan suportif baik poliklinis maupun rawat inap
- Pasien dengan kondisi penyakit yang berat dapat dilakukan rawat
inap dengan membatasi aktivitas
- Perbaikan kondisi umum dan terapi untuk penyulit hepatitis akut
- Belum ada guideline pemberian antiviral (lamivudine, adefovir,
entecavir), namun dapat diberikan untuk mengurangi manifestasi klinis
6
penyakit dan MTCT (dengan HBV DNA > 10 kopi/ml) tanpa bukti
adanya efek samping. Terapi dapat dimulai pada umur kehamilan 32
minggu. Pemberian imunoprofilaksis pada bayi harus tetap diberikan
- Cara persalinan tidak menunjukkan efek signifikan dalam MTCT pada
pasien hepatitis B yang diberikan imunoprofilaksis untuk bayinya.
B. Fetal
- Untuk mencegah penularan pada bayi, setiap bayi yang dilahirkan
dengan ibu HbsAg (+), atau HbeAg (+), atau HBV DNA (+) wajib
mendapatkan vaksinasi HBV dan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIG)
sebagai profilaksis dalam waktu 12 jam setelah lahir
57
10. Edukasi - Menghindari penularan hepatitis akut. Menjaga sanitasi dan kebersihan untuk
hepatitis A dan menggunakan universal precaution untuk menghindari
transmisi hepatitis B melalui cairan tubuh
- Melakukan skrining rutin untuk HbsAg pada kunjungan antenatal pertama
- Menghindari diet dan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik
- Pada pasien dengan HbsAg (+) menginformasikan ke tenaga medis untuk
pencegahan penularan infeksi
- Pada pasien dengan HbsAg (+) menginformasikan ke pediatric untuk
pencegahan transmisi virus dari maternal ke fetal dengan persiapan
imunisasi pasif dan aktif
- Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui jika bayi mendapatkan imunisasi
aktif dan pasif
11. Prognosis - Pada hepatitis virus akut tanpa penyulit memiliki prognosis yang baik
- Penyulit yang berat pada hepatitis virus akur dapat menyebabkan suatu
mortalitas
- Pemberian imunoprofilaksis pada bayi dengan ibu hepatitis B memiliki
keberhasilan yang cukup tinggi untuk mencegah penularan pada bayi
- >90% bayi yang terinfeksi virus hepatitis B akan menjadi kronis atau carrier
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. AgusAbadiSpOG(K)
5. dr. BangunTrapsilaPurwakaSpOG(K)
8. dr. ErnawatiDharmawanSpOG
58
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
59
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
60
fungsi hepar, fungsi ginjal, intoleransi glukosa)
- Penapisan infeksi rutin antenatal, termasuk infeksi genital sifilis, hepatitis
B, hepatitis C dan rubella HSV-1 dan HSV-2, sitomegalovirus,
toksoplasmosis dan hepatitis C.
- Kuantifikasi RNA-HIV plasma beban virus (viral load) dan hitung limfosit,
serta uji resistensi antiretrovirus
- Foto thorax basal
- Uji kulit tuberculosis
7. Faktor Risiko Penularan HIV 1. Faktor Ibu; Beban virus (viral load) > 1000 kopi/ml menjelang atau saat
3
dari Ibu ke Anak persalinan, jumlah CD4<350 sel/mm , menderita infeksi virus, bakteri,
parasit (malaria), IMS terutama sifilis, kurang gizi, memiliki masalah
pada payudara seperti mastitis, abses, luka di puting payudara,
Vaginosis bakterial, korioamnionitis, persalinan prematur (RCOG, 2013,
level eviden 1+)
2. Faktor Bayi; bayi lahir prematur atau BBLR, pemberian ASI, mixed
feeding, bayi memiliki luka di mulut,
3. Faktor Tindakan Obstetrik; jenis persalinan pervaginam lebih besar
risikonya dibanding SC, mengalami pecah ketuban > 4 jam, tindakan
medis yang meningkatkan kontak antara darah/cairan tubuh ibu dengan
bayi.
61
kali sehari, diberikan secara intravena saat persalinan dan dihentikan
segera setelah tali pusat diklem (RCOG, 2013, Rekomendasi A, level
eviden 1+).
Follow up Terapi Infeksi HIV
- Follow-up penyakit infeksi HIV.
- Wanita hamil dengan HIV positif sebaiknya dirawat secara multidisiplin
minimal oleh dokter ahli HIV, obgyn, konselor dan pediatri.
- Penapisan infeksi rutin termasuk yaitu sifilis, hepatitis B, hepatitis C dan
rubella HSV-1 dan HSV-2, sitomegalovirus, toksoplasmosis dan hepatitis
C
- Penapisan infeksi genetalia pada antenatal pertama dan diulang pada
usia kehamilan 28 minggu jika hasilnya negatif,
- Bila ditemukan infeksi lain, diterapi sesuai rekomendasi yang berlaku.
Pemantauan USG
- Penanggalan
- Penapisan kelainan bawaan, terutama pada ibu yang terpapar obat yang
potensial teratogenik pada trimester pertama
9. Manajemen Intrapartum Faktor metode persalinan
- Rekomendasi mengenai metode persalinan berdasarkan viral load dan
status kesehatan ibu
- Risiko penularan pada persalinan per vaginam lebih besar daripada
persalinan seksio sesaria,
- Metode persalinan seksio sesarea dilakukan untuk ibu dengan beban
virus > 1000 kopi/ml dan mendapat monoterapi ARV Zidovudin.
- Jenis persalinan per vaginam dapat ditawarkan pada ibu hamil yang
mendapat terapi HAART dan beban virus <1000 kopi/ml (RCOG,
Rekomendasi B, levln eviden 2++).
- Metode persalinan ditentukan pada usia kehamilan 36 minggu. Seksio
sesarea elektif dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu, untuk
mencegah persalinan dan pecah selaput ketuban.
Faktor lama persalinan
- semakin lama proses persalinan semakin lama terjadi kontak antara bayi
dengan darah dan cairan tubuh ibu,
- ketuban pecah>4 jam meningkatkan risiko penularan 2 kali lipat,
Faktor tindakan obstetrik
- penggunaan scalp electrode,
- tarikan vakum dan forceps, dan
- episiotomi
62
sejak 4 jam sebelum seksio sesarea dan diteruskan hingga tali pusat janin
diklem (RCOG, 2013, Rekomendasi D, level eviden 4).
10. Manajemen Pasca Partum Mengatur kehamilan dan keluarga berencana
Semua jenis kontrasepsi yang dipilih oleh ibu harus disertai dengan
penggunaan kondom
Tatalaksana dan Pemberian Makanan bagi Bayi
- Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko
penularan melalui makanan bayi. Risiko penularan HIV ke anak melalui
ASI (5-15%), susu formula (0%) dan mixed feeding (24,1%)
- Susu formula dapat diberikan hanya bila memenuhi persyaratan AFFAS,
yaitu Acceptable (mudah diterima), Feasible (mudah dilakukan),
Affordable (terjangkau), Sustainable (berkelanjutan), Safe (aman
penggunaannya).
- Bila AFFAS tidak dapat dipenuhi maka ASI boleh diberikan dengan
ketentuan ASI eksklusif selama 6 bulan, sudah mendapat konseling
mengenai manajemen laktasi, ibu sudah minum ARV minimal 4 minggu
dan tidak ada kontraindikasi untuk memberikan ASI.
Pemberian ARV Profilaksis pada bayi
Dimulai hari ke-1 hingga 6 minggu. Rejimen ARV yang diberikan adalah
AZT 4mg/kgBB diberikan 2 kali dalam 1 hari
Pemeriksaan Diagnostik pada bayi
- Dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara serologis atau virologis
- Serologis. Dilakukan setelah usia 18 bulan. Atau dilakukan pada usia 9-
12 bulan dengan catatan bila hasil positif diulang kembali pada usia 18
bulan
- Virologis. Dilakukan minimal 2 kali, dapat dimulai pada usia 2 minggu dan
diulang 4 minggu kemudian. (Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak, Kemenkes RI, 2014).
11. Edukasi - Pengobatan ARV jangka panjang, gejala penyakitnya, pencegahan dan
pengobatan infeksi oportunistik, pemantauan kondisi kesehatan dan
pemantauan ARV (termasuk CD4 dan beban virus)
- Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan
- Konseling dan edukasi pemberian makanan bayi
- Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan
pencegahannya
12. Prognosis Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini tergantung dari kondisi
pasien terkait rutinitas dalam meminum obat ARV ini dan juga untuk bayinya
juga terkait komplikasi penyakit yang menyertai.
63
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
16. Kepustakaan 1. Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
2. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral Pada Orang Dewasa dan Remaja. Jakarta. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2012.
3. Low-Beer NM, Penn ZJ. Management of HIV in Pregnancy. Guidelines
Committee of the Toyal College of Obstetricians and Gynaecologist, 2013
4. Siegfried N, Van Der Merwe L, Brocklehurst P, Sint TT. Cochrane
Database Syst Rev 2011;(7)
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
64
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
2. P enyebab Varicella Zoster Virus (VZV), suatu virus double stranded DNA yang ditularkan
melalui droplet dan kontak langsung dengan penderita. Serangan sekunder
dikenal sebagai Hepes Zoster.
Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak, secara serologi terdeteksi positif
pada usia dewasa. Masa infeksius dimulai 2 hari sebelum timbul lesi sampai
dengan 5 hari setelah terjadinya krusta. Komplikasi varicella pada usia dewasa
lebih sering didapatkan dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi. Sebanyak 5 dari 10.000 kehamilan didapatkan komplikasi.
3. Anamnesis - Gejala flu-like syndrome (demam, malaise, anoreksia, dll) selama 1 – 2
hari.
- Timbul bintil-bintil berisi air di seluruh tubuh
4. Pemeriksaan Fisik Gejala flu-like syndrome (demam, pusing, malaise, anorexia, dll) selama 1-2
hari. Kemudian diikuti timbulnya rash di seluruh tubuh yang akan berubah
menjadi krusta 3-7 hari setelahnya.
5. Diagnosis Varicella biasanya dapat didiagnosis secara klinis. Tzanck smear dilakukan
dengan mengambil hapusan dari vesikel
6. Diagnosis Banding Measles (rubeola), Rubella
7. Pemeriksaan Penunjang Foto Thorax (untuk mendiagnosis pneumonia)
USG (untuk evaluasi adanya kelainan kongenital janin)
8. Komplikasi Maternal
Pneumonia, ensefalitis sampai hemorrhagic varicella
Fetal
Kelainan kongenital pada janin. Korioretinitis, microftalmia, atrofi kortex
serebral, IUGR, hidronefrosis, dan defek kulit dan tulang. Risiko terbesar
didapatkan pada usia kehamilan 13-20 minggu.
Fetal varicella syndrome dibagi menjadi tiga berdasarkan usia kehamilan.
Kelainan yang ditemukan dapat berupa abnormalitas sistem syaraf,
penglihatan, pendengaran, organ digestif, traktus ginitourinari, dll
o Varicella embryopathy: sebelum usia 20 minggu
o Congenital varicella 20 minggu sampai dengan aterm
o Neonatal disease muncul saat peripartum berupa gangguan
organ dan susunan syaraf pusat yang bersifat fatal.
65
Pemberian Varicella Zoster Immunoglobulin (VZIG) dapat
dipertimbangkan.
9. Penatalaksanaan Preconceptional Counseling
• Riwayat vaksinasi
• Tidak direkomendasikan vaksinasi saat hamil dan 1 bulan sebelum
hamil
• Laktasi bukan kontraindikasi untuk vaksinasi
Saat Hamil
• Perawatan isolasi hanya dilayani oleh petugas medis yang sudah
tervaksin (riwayat terkena varicella).
• Oksigenasi sampai dengan ventilator (bila ada indikasi)
• Acyclovir IV 3 x 500mg selama 5 hari
• Paracetamol 3-4 500mg
• Antihistamin tidak dianjurkan pada trimester pertama dan masa laktasi
• Sebaiknya persalinan ditunda sampai dengan 5 hari setelah onset of
maternal illness. Hal ini bertujuan agar antibodi ibu dapat memberikan
proteksi pada bayi
• Pembiusan dengan general memperberat pneumonia, sedangkan
SAB diduga menyebarkan VZV dari kulit menuju CNS. Epidural
mempunyai keuntungan karena tidak menembus lapisan duramater.
Sebaiknya pembiusan dilakukan pada kulit yang jauh dari lesi.
• Transmisi vertikal Varicella saat peripartum lebih tinggi. Bila ibu
menderita varicella antara 5 hari sebelum dan 2 hari setelah bersalin,
bayi hendaknya diberikan Varicella Zoster Immuno Globulin (VZIG)
• Ketersediaan VZIG amat terbatas. Pemberian acyclovir dapat
dipertimbangkan pada bayi dengan penanganan dan pengawasan
Spesialis Pediatri
10. Edukasi Memberikan edukasi yang meliputi:
- Kondisi kehamilan dan janin, rencana tindakan, risiko dan komplikasi
- Informasi perawatan isolasi untuk ibu dan perawatan khusus untuk
neonatal
11. Prognosis Maternal
Lebih buruk bila terkena pada trimester akhir
Fetal
Lebih buruk saat akhir trimester-1 s.d awal trimester-2 dan saat peripartum
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
66
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
67
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
• Anemia
• Vaginal discharge
68
• Riwayat infeksi Streptococcus Group B
• Cervical Cerclage
• Pada orang kulit hitam atau etnik group asli minoritas [RCOG 2012a]
5. Diagnosis SIRS disertai ditemukannya sumber infeksi.
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), apabila ditemukan lebih
dari satu temuan klinis berikut:
69
- Gagal ginjal
- Gagal hati
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Darah Lengkap: jumlah sel darah putih (White blood cell-
9
WBC) > 12x10
9
Leukopenia – jumlah WBC < 4x10 . Jumlah WBC normal dengan lebih dari
10% bentuk yang belum matang
Urea dan elektrolit: Serum kreatinin meningkat > 44.2 umol/L; sepsis
dianggap membahayakan jika level kreatinin > 176 umol/L
Profil koagulasi : Gangguan faal pembekuan darah (INR > 1.5 atau aPTT >
60 detik)
Blood gas (Terutama untuk sepsis saluran pernapasan tetapi juga mungkin
mendeteksi asidosis dari syok tahap dini):
o Arterial hypoxemia (PaO2/ FiO2 < 300mmHg)
o Sepsis membahayakan jika < 250 mmHg karena ketiadaan
pneumonia atau < 200 mmHg dengan adanya pneumonia
o Peningkatan Laktat serum ≥ 4 mmol/L
8. Terapi - Resusitasi awal pasien sepsis:
• A: pertahankan jalan napas tetap bebas
• B: berikan alat bantu pernapasan yang paling bagus
• C: berikan cairan kristaloid 20 mL/kgBB untuk mengatasi hipovolemia,
dan berikan vasopressor untuk hipotensi yang tidak respon terhadap
terapi cairan
- Beri antibiotik spektrum luas dalam satu jam sejak terdeteksi sepsis akut
• Ambil kultur darah sebelum pemberian antibiotik
• Beri antibotik spektrum luas dalam satu jam sejak terdeteksi sepsis akut
• Ukur kadar laktat serum (serum lactate)
• Saat terjadi hipotensi dan/atau kadar laktat >4 mmol/L:
o Berikan minimal 20 mL/kg cairan kristaloid atau cairan yang
equivalen pada tahap awal
o Berikan obat vasopresor untuk hipotensi yang tidak respon terhadap
resusitasi cairan tahap awal, untuk memelihara rerata tekanan
arteri di atas 64 mmHg
• Saat terjadi hipotensi menetap meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan (syok sepsis), dan/atau laktat serum >4 mmol/L:
o Upayakan Central Venous Pressure (CVP) dari ≥ 8 mmHg
70
mencapai central venous oxygen saturation (ScvO2) ≥70% atau
mixed venous oxygen saturation (ScvO2) ≥65%
Apabila bayi telah mengalami gangguan (fetal distress), maka bayi dapat
dilahirkan (dengan pertimbangan UK > 34 minggu)
9. Edukasi Memberikan edukasi mengenai kondisi pasien saat itu, yang dapat memberat
karena infeksi kuman berat yang resisten terhadap banyak antibiotik yang
dapat berujung pada kematian
10. Prognosis Menurut derajatnya septikemia merupakan infeksi yang paling berat dengan
mortalitas tinggi
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis • Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
• dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
• Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
• Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
• dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
• Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
• Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
• dr. Ernawati Dharmawan SpOG
• dr. Budi Wicaksono SpOG
• dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
14. Indikator medis
15. Kepustakaan 1. Otero RM, Nguyen HB, Huang DT, Gaieski DF, Goyal M, Gunnerson KJ,
et al. Earlygoal-directed therapy in severe sepsis and septic shock
revisited concepts,controversies, and contemporary findings. Chest 2006;
130: 1579-95
2. Norwitz ER, Robinson JN, Malone FD. Pregnancy-induced physiologic
alterations. In:Dildy GA III, Belfort MA, Saade G, et al, editors. Critical
care obstetrics. 4th edition.Malden: Blackwell Science; 2004. p. 19-42
3. Lucas DN, Robinson PN, Nel MR. Sepsis in obstetrics and the role of the
anaesthetist.Int J Obstet Anesthesia 2012; 21: 56-67.
4. Harper A. Chapter 7: Sepsis. In: Centre for Maternal and Child Enquiries
(CMACE).Saving Mother’s Lives: reviewing maternal deaths to make
motherhood safer: 2006-2008. BJOG 2011; 118 (suppl. 1): 85-96.
5. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D et al.
2001SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions
Conference. Crit CareMed 2003; 31: 1250-6. (Consensus)
6. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Bacterial
sepsis inpregnancy – 64a April 2012. RCOG Green top Guidelines.
London: RCOG Press;2012a. Available from URL:
http://www.rcog.org.uk/womens-health/clinicalguidance/sepsis-pregnancy-
bacterial-green-top-64a
7. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Bacterial
sepsis followingpregnancy – 64b April 2012. RCOG Green top Guidelines.
71
London: RCOG Press;2012b. Available from URL:
http://www.rcog.org.uk/womens-health/clinicalguidance/sepsis-following-
pregnancy-bacterial-green-top-64b
8. Dolea C, Stein C. Global burden of maternal sepsis in the year 2000.
Evidence andinformation for policy. World Health Organisation
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
72
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
73
- Saraf: Nicholin inj
- Obstetri:Infus RD5%, Progesteron, Asam mefenamat, Roborantia dan
vitamin
8. Edukasi
9. Prognosis
10. Tingkat Evidens
11. Tingkat Rekomendasi
12. Penelaah kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
13. Kepustakaan 1. Cunningham,Leveno,Bloom,Hauth,2010:Neurological and Psychiaric
disorders. In Williams Obstetrics twenty-second edition;1232-5
2. Karnard, Guntupalli,2005: Neurologic Disorders in Pregnancy. Critical Care
Medicinal;33 10:362-71
3. Zeeman GG,Hatab M,Twicker DM. 2003.Maternal and cerebral blood flow
changes in pregnancy.Am.J.Obstet.Gynecol 189:968
4. Jessica T, Cheryl B. 2011. Pregnancy and stroke risk in women. Women’s
health.7(3):363-74
5. Practice management Guideline for the Diagnosis and Management of
Injury in the Pregnant patient:the EAST Practice Management Guideline
Work Group (2005)
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
74
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2014 – 2016
KEHAMILAN
KEMBAR
1. Pengertian (Definisi) Kehamilan dengan dua janin atau lebih intra uteri
Faktor resiko :
- Ras
- Hereditas
- Usia dan paritas ibu
- Faktor Gizi
- Terapi Infertilitas
- Assisted Reproductive Technology ( ART )
Komplikasi :
- Abortus
- Malformasi dan Kongenital Anomali
- Mual muntah yang lebih berat daripada kehamilan tunggal
- Preeklampsia
- Polihidramnion
- Persalinan Preterm
- IUGR
- Discordant Twin Growth
- Twin to Twin Transfusion Syndrome (TTTS)
2. Anamnesis - Riwayat kembar pada wanita yang bersangkutan atau keluarganya
- Usia ibu yang lanjut
- Paritas tinggi
- Riwayat terapi infertilitas
- Riwayat kehamilan karena ART
- Uterus yang cepat membesar
- Gerakan janin yang terlalu ramai
- Penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan obesitas
atau edema
3. Pemeriksaan Fisik - Inspeksi : uterus tampak lebih besar daripada usia gestasi
- Palpasi : teraba 2 kepala, teraba banyak bagian kecil janin
- Auskultasi :terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang berbeda dan
beda dengan ibunya
75
membesar, gerakan janin yang terlalu ramai, penambahan berat badan ibu
yang mencolok yang tidak disebabkan obesitas atau edema,
2. Pemeriksaan fisik
8. Terapi Konservatif Untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas perinatal pada kehamilan
dengan penyulit kembar, penting diperhatikan bahwa
1. Pelahiran neonatus yang terlalu kurang bulan dicegah
2. Hambatan pertumbuhan janin diidentidikasi dan janin yang terkena
dan dilahirkan sebelum sekarat
3. Trauma janin selama persalinan dan pelahiran harus dihindari
4. Tersedia perawatan neonatus intensif
5. Penanganan harus dilakukan oleh tim fetomaternal, karena
merupakan kasus kehamilan dengan resiko tinggi
Penanganan kehamilan kembar berbeda tergantung kronisitasnya.
Kehamilan kembar monokorionik, perlu ANC tiap dua minggu sekali dan USG-
DV untuk evaluasi pertumbuhan janin, dan mencari tanda-tanda komplikasi
(TTTS, Selective IUGR, TRAPS, TAPS). Target perawatan kembar
76
monokorionik sampai usia 34 – 36 minggu.
Kemungkinan TTTS harus dicari tiap kontrol fengan USG dengan acuan
stadium Quintero.
Kehamilan kembar dikorionik dapat dilakukan ANC seperti biasa, dengan target
perawatan sampai 36 – 38 minggu.
Skrining Trimester pertama (11 – 13 minggu) dan trimester kedua (20 – 24
minggu) dengan USG wajib dikerjakan.
Pemeriksaan serum marker bisa ditambahkan (jika memungkinkan) untuk
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas. Pengukuran panjang serviks
dikerjakan pada skrining trimester kedua.
9. Terapi Aktif - Metode persalinan tergantung banyak faktor, terutama letak kedua janin,
dan faktor obstetrik lainnya.
- Target persalinan:
- Kehamilan kembar monokorionik: 34-36 minggu
- Kehamilan Kembar dikorionik: 36-38 minggu.
- Jika didapatkan komplikasi khas kehamilan kembar monokorionik, SC lebih
diutamakan.
- Tirah baring
- Terapi Tokolitik
- Terapi Progesteron
11. Edukasi - Menjelaskan tentang kondisi ibu dan janin , faktor resiko dan komplikasi
kehamilan kembar
- Motivasi untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin
- Motivasi untuk menjalankan diet dengan baik
- Tirah baring
12. Prognosis Kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami malformasi janin, dan dapat
terjadi sindrom transfusi kembar ke kembar (Twin-twin transfusion).
Dibandingkan dengan janin tunggal, resiko untuk preeklampsia, perdarahan
post-partum, dan kematian ibu meningkat dua kali lipat atau lebih.
77
13. Tingkat Evidens III
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
78
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
79
5. Diagnosis Riwayat keluar cairan ketuban dari anamnesis, dan tampak cairan ketuban
merembes/mengalir
Pemeriksaan Spekulum Steril (PSS)
Cairan ketuban keluar dari OUE, baik spontan atau dengan maneuver Valsava
dan memberi sedikit tekanan pada fundus
Tampak cairan amnion pada fornix posterior
Konfirmasi diagnosis
Pemeriksaan non invasif
Kertas nitrazine/lakmus, berubah menjadi biru bila terkena cairan ketuban yang
bersifat alkalis. Sensitivias 90%-97%, spesifisitas 16%-70%. Hasil false positif
tes kertas nitrazine didapatkan juga pada cairan urine alkalis, darah dan mukus
serviks
6. Diagnosis Banding Inkontinensia urin
Leukorea
Lepasnya mukus serviks
7. Komplikasi - Infeksi inrauterin,Korioamnionitis
- Mortalitas perinatal meningkat
- Sepsis neonatus
- Prolaps tali pusat, hingga gawat janin
- Persalinan preterm
- Solusio placenta
- Pulmonary hypoplasia
- Defek pada posisi anggota tubuh, misalnya amniotic band syndrome.
8. Pemeriksaan Penunjang Pengawasan / Penilaian Janin
Ultrasonorafi untuk menilai volume cairan ketuban (dengan patokan AFI), dan
menyingkirkan adanya kelainan kongenital pada janin
Pemeriksaan laboratorium
C-Reactive Protein
Darah Lengkap
Swab vagina rendah dan tinggi untuk pemeriksaan mikroskopis dan kultur
Midstream urine lengkap untuk pemeriksaan bakteriologi
9. Terapi Umum Pada prinsipnya manajemen KPP preterm bergantung pada usia
kehamilan, jumlah cairan ketuban yang tersisa dan upaya pencegahan infeksi.
Pemberian antibiotik profilaksis harus dilakukan, bila diperlukan dapat
diberikan kortikosteroid, tokolitik dan magnesium sulfat sesuai indikasi
Manajemen konservatif
- Menunggu onset persalinan spontan sampai usia gestasi komplit 36 minggu
- Melanjutkan pengobatan antibiotik profilaksis
- Perawatan di rumah bisa dipertimbangkan apabila resiko terjadinya amnionitis
dan pulmonary hypoplasia lebih kecil dari resiko kelahiran preterm yang
ekstrem dan kematian neonatal
- Jika persalinan tidak terjadi, indikasi pemberian antibiotik profilaksis ulangan
80
saat persalinan
- Pemeriksaan swab vagina hanya perlu dilakukan sekali saja saat datang
- Pemeriksaan darah lengkap dan C-Reactive Protein sebanyak dua kali
seminggu, tidak dianjurkan
- Kembali ke rumah sakit apabila terjadi penurunan gerak janin
- Pengawasan tanda-tanda klinis chorioamnionitis (demam, takikardia,
lekositosis, nyeri tekan uterus, cairan vagina berbau, dan fetal takikardia).
- Pemantauan chorioamnionitis bisa dikerjakan dengan:
1. CTG didapat fetal takikardia (prediksi 20-40%)
2. USG Doppler (Peningkatan S/D arteri umbilikalis)
3. USG Profil Biofisik abnormal (Rekomendasi II-A)
Belum cukup bukti untuk merekomendsikan Amniocentesis untuk diagnostik
korioamnionitis (Rekomendasi B)
Antibiotik profilaksis
Studi menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis memperpanjang onset persalinan
untuk pemberian prenatal steroid dan menurunkan morbiditas maternal dan
neonatal (Rekomendasi level Ia)
81
Uterus nyeri (Uterine tenderness)
Discharge vagina dengan bau yang menyengat
C-Reactive Protein > 40
Pemeriksaan histologi dari placenta dan membran yang terbukti adanya
inflamasi akut dapat mengkonfirmasikan diagnosis setelah kelahiran
Pemeriksaan USG, jika didapat Profil biofisik abnormal atau peningkatan S/D
rasio arteri umbilikalis
Kortikosteroid
Meta-analisis menunjukkan pemberian antenatal steroid pada PPROM
menurunkan risiko RDS, IVH, NEC, dan kematian neonatal. Dan tidak
meningkatkan risiko infeksi ibu dan bayi (rekomendasi Ia)
Dexamethason IM diberikan dengan dosis 2x6 mg/24 jam, selama 2 hari
Tokolitik
Apabila ada kontraksi, nifedipin bisa diberikan (lihat PPK Pemberian
tokolitik Nifedipine untuk partus prematurus) untuk kehamilan yang
dipertahankan selama 48 jam, sementara kortikosteroid diberikan jika tidak ada
tanda-tanda korioamnionitis
Kontraindikasi Tokolisis
Bayi IUFD, Kelainan kongenital janin yang lethal, Status kesejahteraan janin
tidak meyakinkan, Preeklampsia Berat/Eklampsia, Perdarahan ibu dengan
hemodinamik tidak stabil, Chorioamnionitis, KPP Preterm, bila tidak ada infeksi
maternal, tokolitik dapat diberikan untuk tujuan transport maternal, pemberian
steroid, atau keduanya
82
KPP dengan usia kehamilan kehamilan <32 minggu atau EFW < 1500 g
- Observasi 2 x 24 jam
- Observasi temp rektal tiap 3 jam
- Antibiotik dan kortikosteroid (sama seperti di atas)
- VT tidak dilakukan kecuali ada his/inpartu
- Bila didapat tanda korioamnionitis, gawat janin, atau ketuban yang terus
mengalir terminasi
- Bila 2 x 24 jam air ketuban tidak mengalir, USG untuk evaluasi jumlah air
ketuban
- Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, dirawat di ruangan s/d 5
hari
- Bila jumlah air ketuban minimal, terminasi
- Perawatan konservatif diupayakan sampai 34 minggu
Pemeriksaan
- Darah lengkap diulang setiap hari selama 3 hari
- Lebih ideal ditambah CRP jika memungkinkan.
- Nilai CRP harian berturut-turut > 20 mg / L atau nilai terisolasi > 40 mg / L
yang mengarah ke infeksi
- Dua kali seminggu setelah penilaian awal
KPP dengan usia kehamilan 32-34 minggu atau EFW > 1500 g
- Observasi temp rektal tiap 3 jam, bila > 37,6˚C → terminasi
- Kortikosteroid untuk pematangan paru diberikan dalam 2 x 24 jam
- Antibiotik
- Setelah 2 x 24 jam, bila tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
10. Terapi Aktif Terminasi yang dimaksud adalah:
- Induksi persalinan dengan drip oksitosin (OD) bila USG dan NST baik
- SC bila ada kontraindikasi OD atau OD gagal
Antibiotik
Antibiotika parenteral (antibiotik spektrum luas atau antibiotik kombinasi bila
83
didapatkam sepsis berat) Ib A
11. Terapi Pasca Salin Antibiotik maternal postnatal
Jika mengalami korioamnionitis, lakukan pengobatan secara kontinyu:
- Ampicillin (or amoxycillin) 1g IV setiap 4 jam
- Gentamicin IV 5 mg / kg single dose harian
- Metronidazole 500 mg IV setiap 12 jam selama 5 hari
Terapi antibiotik dilanjutkan, lama pemberian ditentukan oleh kondisi klinis dan
tingkat keparahan infeksi (4,2) Ib A
Bisa diganti ke antibiotik oral apabila Ibu tidak demam dan toleran terhadap
medikasi oral misal amoxycillin 500 mg setiap 8 jam dan metronidazole 400 mg
setiap 12 jam atau amoxycillin / clavulanic acid (untuk 5 hari berikutnya
Pemilihan jenis antibiotika berdasar pedoman antibiotika berdasar peta kuman
dan resistensi yang berlaku di RS.
12. Edukasi Memberikan edukasi yang meliputi:
Kondisi kehamilan, rencana tindakan, risiko dan komplikasi
Informasi perawatan intensif neonatal
Ibu dan keluarga harus mendapatkan konseling oleh salah seorang anggota dari
tim manajemen, termasuk: obstetrician, neonatologist, bidan, dan tenaga lainnya
yang kompeten
Bila pasien perawatan expectant/konservatif dan dipulangkan, berikan edukasi:
MRS bila demam atau ada keluar cairan pervaginam lagi
Tidak boleh koitus → resiko persalinan prematur
Tidak boleh manipulasi vaginal → resiko infeksi
13. Prognosis - Outcome dari bayi preterm bergantung pada tempat melahirkan dan akses ke
perawatan intensif neonatal.
- Infeksi intrauterine dan risiko ini meningkat berhubungan dengan lamanya dari
waktu pecah ketuban. Risiko infeksi KPP preterm kurang dari 10% dan
meningkat menjadi 40% setelah 24 jam dari pecahnya ketuban. Eviden
medukung bahwa induksi persalinan, menurunkan risiko chorioamnionitis bila
dibandingkan dengan manajemen konservatif, tanpa meningkatkan angka
kejadian SC Hartling L, 2006).
- KPP berhubungan dengan infeksi ibu dan janin, plasenta letak rendah dan
gawat janin menghasilkan risiko SC atau rendahnya Apgar score, yang lebih
tinggi (RCOG 2001)
- Seluruh resiko endometritis postpartum adalah 3-4 %
14. Tingkat Evidens
15. Tingkat Rekomendasi
16. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
84
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
17. Indikator Medis
18. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2. Cochrane
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
85
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
SOLUSIO
PLASENTA
1. Pengertian (Definisi) Lepasnya plasenta dari dinding uterus karena perdarahan pembuluh darah
uterina pada desidua basalis
2. Faktorrisiko - Merokok
- Kokain
- Polihidramnion
- Kehamilan ganda/multipel
- Ketuban Pecah Prematur
- Chorioamnionitis
- Trombofilia
- Trauma abdomen
3. Gejala Klinis - PerdarahanPervaginam (78%)
- NST abnormal (60%)
- Nyerirahim/abdomen ataunyeripinggang (Uterine-abdominal tenderness)
[66%]
- Kontraksi Uterus berlebihan (> 5x dalam 10 menit) [17%]
- Uterus hipertonus (17%)
- Pemeriksaan vagina sebaiknya tidak dilakukan sampai disingkirkannya
plasenta previa dan vasa previa
4. Patogenesis Solutio Placenta menurut derajat pelepasannya dibagi menjadi :
11. Ringan : perdarahan < 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
syok, janin hidup, pelepasan plasenta ¼ - 2/3.
12. Sedang : Perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre-
syok, gawat janin, pelepasan placenta, ¼- 2/3, kadar fibrinogen plasma
120-150 mg%
13. Berat : Uterus tegang, dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda syok, janin
mati, pelepasan placenta dapat terjadi lebih dari 2/3 bagian.
5. Diagnosis • Gejala Klinis
86
• Pemeriksaan Fisik
• USG (perdarahan retro plasenta)
6. Diagnosis Banding - Trauma abdomen
- DIC
- Kehamilan ektopik
- Shock hemorrhagic
- Kista ovarium
- Placenta previa
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :
- Darah lengkap, Hematokrit dan Trombosit
- Protombin, fibrinogen :< 200mg/dl dan trombosit < 100.000 dicurigai adanya
solusio plasenta yang berat.
- Golongan darah
- USG : Didapatkan daerah hipoechoic antara dinding uterus dan plasenta,
retroplacental clot padagambaran USG, namun tidak semua solution placenta
terdapat gambaran klot.
- NST : menunjukkan adanya gambaran fetal distress, peningkatan resting tone
uterus
- Profil Biofisik Janin : hanya yang untuk kronis
- Pemeriksaan fibrinogen : terdapat koagulasi fibrinogen yang signifikan
8. Komplikasi Maternal:
- Kematian ibu
- DIC, disebabkan lepasnya thromboplastin ke jaringan, kemudian faktor
pembekuan yang berlebihan disebabkan meluasnya hematom.
- Gagal Ginjal Akut
- Perdarahan Post Partum sekunder karena Atonia Uteri
- Anemia post partum
- Infeksi Post partum
Perinatal:
- Kematian perinatal meningkat disebabkan meningkatnya kelahiran
prematur (55%), fetal hipoksia, dan IUGR.
9. Penanganan Awal Penanganan awal bertujuan stabilisasi kondisi ibu dan monitoring
kesejahteraan janin. Ini meliputi:
87
7. Pemberian transfusi darah sesuai indikasi.
88
15. PenelaahKritis 1. Prof. Dr. dr. AgusAbadiSpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. ErryGumilarDachlanSpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri JuwonoSpOG(K)
5. dr. BangunTrapsilaPurwakaSpOG(K)
6. Dr. dr. AditiawarmanSpOG(K)
7. Dr. dr. AgusSulistyonoSpOG(K)
8. dr. ErnawatiDharmawanSpOG
9. dr. Budi WicaksonoSpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
16. IndikatorMedis
17. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2.Cochrane Review
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
89
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
PLASENTA
PREVIA
1. Pengertian (Definisi) Plasenta yg terletak dekat atau menutupi ostium uteri internum.
Berdasarkan lokasinya dibagi :
90
- Pada kecurigaan Placenta Acreta, USG dapat dilanjutkan dengan MRI untuk
konfirmasi.
6. Diagnosis Banding - Solusio Plasenta
- Cervicitis
- KPP
- Persalinan prematur
- Vaginitis
- Vulvovaginitis
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :
- Darah Lengkap
- Waspada DIC
Imaging Study :
91
12. Prognosis 50% wanita dengan placenta previa akan mengalami persalinan prematur
Perdarahan pervaginam dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian
perinatal
Kemungkinan terjadi:
- Neurodevelopmental delay
- Sudden Death Infant Syndrome (SIDS)
- Growth restriction
Neonatus lahir dengan BB < 2500 gr
13. Tingkat Evidens III
14. Tingkat Rekomendasi B
15. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
2. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
3. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
4. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
5. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
6. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
7. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
8. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
9. dr. Budi Wicaksono SpOG
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
16. Indikator Medis
17. Kepustakaan 1. Evidence Based Medicine
2.Cochrane
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
92
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
Definisi lain PPP menurut American College of Obstetricians andGynecologist yaitu adanya
penurunan > 10% dari kadar hematokrit sebelum dan sesudah persalinan
2. Insiden • Secara garis besar PPP terjadi pada 4 – 6% dari seluruh persalinan.
• PPP seringkali tidak dilaporkan, karena penilaian jumlah perdarahan cenderung under-
estimated (lebih sedikit daripada sebenarnya), terutama bila keadaan ibu pasca salin
dalam keadaan baik
3. Klasifikasi PPP dibagi menjadi PPP dini atau primer bila terjadi pada 24 jam pertama dan PPP
lambat atau sekunder, yaitu yang terjadi setelah 24 jam sampai 6 minggu pasca persalinan.
PPP dini lebih sering terjadi, dan dapat dengan jumlah perdarahan yang banyak
sehingga menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Sampai saat ini PPP
masih merupakan penyebab kematian maternal tertinggi disamping penyebab yang lain.
93
GARIS WASPADA Observasi ± terapi cairan pengganti
GARIS TINDAKAN
(*) Terapi cairan pengganti + oxitosin
(**) Penanganan aktif segera (Urgen)
(***) Penanganan aktif pada keadaan kritis (kematian 50% bila tidak segera dilakukan
penanganan secara aktif)
Diadaptasi dari Bonnar J. Baillieres Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2000;14:1 dan
Benedetti. A Pocket companion to Obstetrics,2002:Ch 17, dari Text book Post Partum
Hemorrhage, 2006
4. Faktor risiko Faktor risiko PPP pada persalinan pervaginam antara lain persalinan lama, preeklamsia,
episiotomi, riwayat PPP pada persalinan dahulu, kehamilan multiple, persalinan dengan
rangsangan oksitosin, persalinan dengan instrumentasi ( Vakum, Forseps ), nulliparitas dan
obesitas.
5. Patofisiologi Secara garis besar ada 4 penyebab PPP yang disingkat sebagai 4T, yaitu Tone (Tonus),
sebagai penyebab tersering (±70%), dimana terdapat ketidak mampuan myometrium untuk
berkontraksi secara efektif, Trauma (±20%), laserasi saluran genital bawah atau atas,Tissue
(±10%), adanya sisa produk konsepsi, jaringan plasenta atau selaput ketuban yang
tertinggal di rongga rahim, dan Thrombosis yaitu gangguan koagulasi yang dapat herediter
atau didapat, penyebab terakhir ini sangat jarang terjadi
6. Faktor predisposisi Penyebab tersering adalah atonia uteri, yang biasanya disebabkan :
- Distensi rahim yang berlebihan,
- Penggunaan oksitosin jangka lama,
- Persalinan lama,
- Partus presipitatus,
- Khorioamnionitis,
- Plasenta previa,
- Penggunaan obat tokolitik,
- Adanya riwayat HPP sebelumnya,
- Persalinan sungsang secara manual,
- Janin mati,
- Inversio uteri,
- Laserasi traktus genitalis bawah atau atas,
- Sisa plasenta,
- Leiomyoma
- Gangguan faal pembeku darah
7. Gejala klinis • Terjadinya perdarahan yang banyak setelah kelahiran janin
• Nadi yang meningkat
• Tekanan darah menurun
• Akral dingin
• Tanda-tanda syok hipovolemia.
Tanda & gejala atonia uteri :
- Kontraksi uterus yang lembek
4. Fundus uteri lebih tinggi dari umbilicus
Tanda & gejala robekan jalan lahir :
- Perdarahan segera terjadi
94
- Kontraksi uterus baik
- Plasenta lengkap
- Tanda-tanda hipovolemia, jarang s/d syok
Tanda & gejala retensio plasenta :
- Plasenta belum lahir setelah 30 menit bayi lahir
- Perdarahan bisa segera atau tidak
- Kontraksi uterus pada umumnya baik
- Tali pusat putus, plasenta masih didalam rahim
- Inversio uteri dengan plasenta masih melekat
- Tanda-tanda hipovolemia bisa terjadi
Tanda & gejala sisa plasenta :
- Sebagian plasenta atau selaput plasenta tertinggal
- Perdarahan segera terjadi
- Kontraksi uterus pada umumnya baik
- Tanda-tanda hipovolemia bisa terjadi
Tanda & gejala inversion plasenta :
- Fundus uteri tidak teraba
- Rongga vagina terisi massa
- Tali pusat bisa belum terlepas bila plasenta belum lahir
- Dapat terjadi syok neurogenik karena nyeri
Tanda & gejala ruptura uteri :
- Perdarahan segera
- Nyeri tekan supra simpisis
- Syok
Tanda & gejala endometritis :
- Febris
- Sub involusi uteri
- Nyeri tekan supra simpisis
- Lokhia yang berbau busuk
- Perdarahan sedikit-sedikit ( HPP sekunder )
- Anemia
8. Managemen ▪ Mengembalikan volume darah dan mempertahankan oksigenasi
tatalaksana
▪ Menghentikan perdarahan dengan menangani penyebab PPP
Stabilisasi dan resusitasi dikerjakan simultan dengan mencari penyebab perdarahan dan
menghentikan perdarahan. Targetnya yang ingin dicapai :
- Kesadaran baik
- Tekanan darah sistolik > 100mmHg
- Produksi urine >25cc/jam
- Perfusi perifer hangat merah dan kering
Beberapa cara untuk menghentikan perdarahan :
- Uterotonika dengan oksitosin, metil ergometrin atau prostaglandin.
- Hemostasis secara mekanis dengan manual atau digital plasenta, kuret sisa
plasenta, kompresi manual ataupun packing (tamponade). Jika terdapat gangguan
pembekuan darah diberikan obat-obatan pembeku darak, transfuse FWB atau FFP,
TC faktor rekombinan VIIA atau sesuai kelainannya
- Pembedahan, yaitu reposisi fundus, evakuasi hematoma, penjahitan laserasi, ligasi
pembuluh darah ataupun dilakukan histerektomi.
- Radiologis intervensional, dengan angiografi embolisasi
9. Prognosis Tergantung etiologi HPP
95
10. Tingkat Evidens
11. Tingkat Evidens
12. Penelaah Kritis Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
dr. Ernawati Dharmawan SpOG
dr. Budi Wicaksono SpOG
dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
13. Indikator Medis
14. Kepustakaan
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
96
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
97
pembuluh darah kecil, pada jaringan atau organ manapun dna dikonfirmasi
dengan Doppler atau pemeriksaan histopatologis. Histopatologi harus bisa
mengekslusi vaskulitis.
Kriteria Laboratoris :
98
11. Edukasi • Menjelaskan bahwa gugurnya buah kehamilan secara berulang
disebabkan karena adanya antibodi dalam tubuh yang abnormal dan
menyerang janin yang bersifat alograf.
• Menjelaskan bahwa dibutuhkan kerutinan dalam mengkonsumsi obat-
obatan dan regularitas untuk kontrol ke poliklinik
• Persalinan hanya dapat dilakukan di pusat pelayanan tersier.
12. Prognosis Sindrom antibodi antifosfolipid dapat memiliki prognosis yang buruk terhadap ibu
atau janin yang dikandungnya dengan adanya komplikasi:
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
99
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
100
trombositopenia)
10. Gangguan imunologi {titer abnormal Anti-DNA, anti-Sm (+), antibodi
antifospolipid (+)}
11. Antinuclear antibody (ANA) positif
Pemeriksaan Antenatal
101
1. Hindari obat-obatan yang berbahaya bagi janin
2. Deteksi dini gejala preeklampsia
3. Mengenali tanda-tanda flare (SLEDAI score)
4. USG serial (deteksi dini IUGR dan preeklampsia)
Tindakan Operatif
Inj. Hidrokortison 100mg iv sebelum operasi diikuti 25-50mg Hidrokortison tiap
8 jam selama 2-3 hari ke pasca operasi
Metode Kontrasepsi
Sangat terbatas dan diberikan secara individual
Pil KB Kombinasi: kontraindikasi pada SLE dengan APS
IUD: tidak direkomendasikan pada pasien dengan imunosupresan
DMPA: hanya diberikan pada pasien dengan koagulopati, retardasi mental
Kondom: dianjurkan
10. Edukasi Memberikan edukasi yang meliputi:
1. Kondisi kehamilan dan janin, rencana tindakan, risiko dan komplikasi
2. Penjelasan tentang SLE, penyebab dan kekambuhannya
3. Aspek psikologis à terkait dengan pengendalian diri terhadap stresor
dan trauma psikis
102
4. Penggunaan obat jangka panjang
5. Kelompok pendukung (penderita SLE)
11. Prognosis
12. Tingkat Evidens
13. Tingkat Rekomendasi
14. Penelaah Kritis 11. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
12. dr. M. Nadir Abdullah SpOG (K)
13. Prof. Dr. dr. Erry Gumilar Dachlan SpOG(K)
14. Dr. dr. Hermanto Tri Juwono SpOG(K)
15. dr. Bangun Trapsila Purwaka SpOG(K)
16. Dr. dr. Aditiawarman SpOG(K)
17. Dr. dr. Agus Sulistyono SpOG(K)
18. dr. Ernawati Dharmawan SpOG
19. dr. Budi Wicaksono SpOG
20. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
15. Indikator Medis
16. Kepustakaan Cunnigham F G, Leveno K J, Bloom S L, Hauth J C, Rouse D J,
Spong C Y; 2010; Williams Obstetrics 23rd Edition: Section 8 Medical and
Surgical Complications: Chapter 54: Connective-Tissue Disorders; The
McGraw-Hill Companies, Inc
Lateef A, Petri M; 2012; Management of pregnancy in systemic lupus
erythematosus; Natural Reviews Rheumatology; Macmillan Publishers Ltd
Silver B; 2011; Obstetric Intensive Care 3rd Edition (Foley M R, Strong
Jr T H, Garite T J; editor) : Chapter 27 Systemic Lupus Erythematosus in the
Pregnant Patient; The McGraw-Hill Companies, Inc
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
103
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
• Induksi persalinan
• BMI > 30
• Ibu pendek
5. Diagnosis Syarat VBAC:
• Satu kali operasi sesar low segment
• Indikasi operasi yang lalu bukan kelainan yang absolut (kelainan
panggul, panggul sempit)
• Dapat lahir pervaginam
• Dengan persetujuan ibu dan keluarga
• Harus dikerjakan di RS yang dapat melakukan operasi SC darurat
dalam waktu cepat
6. Komplikasi • Risiko ruptur uterus saat percobaan persalinan spontan (Trial of Labor)
berkisar 0,7% dan 0,9%, namun jika terjadi adalah keadaan darurat.
• Ruptur uteri memiliki angka morbiditas dan mortalitas tinggi ibu dan janin.
7. Pemeriksaan Penunjang USG evaluasi ketebalan segmen bawah rahim pada Trimester 3
8. Terapi Pencegahan Ruptur Uteri
104
• Pemakaian prostaglandin untuk pematangan serviks dan induksi
persalinan adalah kontraindikasi mutlak
Perawatan Antenatal
• Termasuk kehamilan risiko tinggi
• Pemeriksaan scar/luka bekas operasi dengan usg transvaginal pada
trimester pertama
• Pemeriksaan ketebalan SBR dengan USG dilakukan pada trimester
akhir
• Perencanaan persalinan sejak usia kehamilan 36 minggu
Konseling, Informasi dan Edukasi
• Harus terjadi pada kunjungan antenatal pertama atau kedua
• Singkirkan kontraindikasi medis / obstetri untuk VBAC
• Evaluasi menyeluruh dari riwayat persalinan sebelumnya harus
memperhitungkan semua faktor yang berperan
• Evaluasi tersebut harus melibatkan otonomi ibu. Semua perbedaan
antara apa yang disarankan oleh pengasuh dan disukai oleh wanita
harus didokumentasikan.
• Jika VBAC tidak dianjurkan, menawarkan konseling dan nasehat
mengenai waktu operasi caesar elektif yang paling tepat (mengikuti
perawatan wanita dengan operasi caesar)
• Jika seorang wanita memilih mengulangi operasi caesar (Dimana
VBAC telah disarankan oleh dokter kandungan berpengalaman
sebagai pilihan yang aman), diskusi dan persetujuan tindakan medis
wanita ini harus didokumentasikan
• Jelaskan risiko bedah dan anestesi operasi caesar, baik jangka
pendek maupun jangka panjang jika operasi caesar elektif
diputuskan. Jelaskan kemungkinan (sekitar 1 dari 3) operasi caesar
darurat jika VBAC dipilih.
• Menilai kebutuhan emosional wanita saat persalinan
• Pemantauan secara klinis, dan KTG berulang (intermitten)
• Pasang infus pada saat inpartu kala 1 fase aktif (i.v line)
• Siapkan GSH darah
• Gunakan partogram Friedman
KRITERIA GAGAL
• Terjadi persalinan lama(hambatan penurunan dan pembukaan)
• Curiga RUI
• Gawat janin
9. Edukasi • Wanita hamil dengan riwayat operasi cesar yang ingin mencoba trial of
labor, harus diinformasikan bahwa kemungkinan kesuksesan VBAC 72-
76%, dengan risiko ruptur uteri berkisar 1%.
• Keputusan final metode persalinan harus ditentukan antara ibu dan dokter
maksimal pada usia 36 minggu (dengan persetujuan tertulis)
105
10. Prognosis Tingkat rata-rata keberhasilan persalinanpervaginam setelah operasi caesar
(VBAC) adalah sekitar 70%
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
106
Lieberman E, Ernst EK, Rooks JP, Stapleton S, Flamm B. Results of
the national study of vaginal birth after caesarean in birth centres. Obstet
Gynecol 2004; 104 (5pt1): 933-942.
Martel MJ, MacKinnon CJ. Guidelines for vaginal birth after caesarean
birth. J Obstet Gynaecol Can 2004; 27 (7): 660-683.
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
107
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
108
8. Terapi Diet
• Rendah garam (pada pasien edema dan hipertensi)
• Tinggi protein (pasien dengan sindroma nefrotik), rendah protein (pasien
dengan fungsi ginjal < 30% dari normal)
Terapi Simptomatik
• Antihipertensi : alfa-methyldopa, Ca antagonis, hydralazine.
• Transfusi albumin
• Antikolesterol, bila hiperkolesterol tidak terkontrol dengan pemberian
transfusi albumin.
• Diuretik : Furosemid, metozalon, spironolakton.
Terapi Spesifik
1. Terapi untuk menghilangkan kuman
a. Mencegah invasi kuman
b. Menghilangkan antigen
i. Menekan fokus-fous infeksi; dengan antibiotik
ii. Membuang tumor
iii. Lain-lain
2. Terapi terhadap produk-produk antibodi (tidak dilakukan selama kehamilan
)
a. Kortikosteroid
b. Immunosupresi (cyclophospamide, azathioprine)
3. Terapi terhadap antibodi/imun kompleks dalam darah
− Plasmapheresis
4. Terapi melawan faktor-faktor penyebab kerusakan glomerulus
a. Penekana reaksi radang : kortikosteroid, NSAID
b. Menghambat pembentukan fibrin : heparin, warfarin
c. Menghambat pembentukan / agregasi platelet : diprydamole,
indoestasin
d. Menghilangkan timbunan fibrin : terapi fibrinolitik (urokinase)
Terminasi Kehamilan
Dilakukan pada kondisi:
- Glomerulonefritis dengan hipertensi berat
- Lupus nefritis
- Infeksi berat
- Fungsi ginjal (GFR) < 50%
- Serum kreatinin > 1.5 mg/100 mL
9. Edukasi Jika terdapat insufisiensi ginjal dan hipertensi sebaiknya tidak hamil karena
risiko tinggi.
10. Prognosis Prognosis baik jika:
- Normotensi
- Serum kreatinin < 1.4 mg/dL
Prognosis buruk jika:
- Terdapat hipertensi
- Klirens kreatinin < 20 mL/menit
109
Gambaran histopatologi berupa diffuse glomerulonefritis, glomerulonefritis
membranosa proliferatif, dan fokal glomerulosklerosis.
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
110
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 – 2016
111
- Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal dan elektrolit
• Batu saluran kemih
- Pemeriksaan sonografi untuk melihat batu dan mendeteksi
hidronefrosis
- Pada kondisi dilatasi tanpa visualisasi batu, pyelogram dapat
digunakan
10. Komplikasi • Infeksi saluran kemih
- Berhubungan dengan persalinan prematur dan BBLR
- Gangguan pernapasan akibat kerusakan alveolar akibat
endotoksin yang menyebabkan edema paru
• Batu saluran kemih
- Infeksi saluran kemih
11. Terapi Aktif
12. Terapi Bakteriuria asimptomatik, sistitis dan uretritis Dapat diberikan
antibiotik oral :
Dosis tunggal
- Amoxicillin 3g
- Ampicilin 2g
- Cephalosporin 2g
Regimen 3 hari
- Amoxicilin 3x500mg
- Ampicilin 4x250mg
Lain-lain
- Nitrofurantoin 4x100mg hingga 10 hari
Pyelonefritis akut
- Rawat inap
- Memastikan produksi urin > 50mL/jam dengan menggunakan
kristaloid intravena
- Gunakan antimikroba intravena
- Ulangi pemeriksaan darah lengkap dan fungsi ginjal setelah 48
hari
- Ganti antibiotik oral setelah afebris
- Ulangi kultur urin 1 hingga 2 minggu setelah terapi antimikroba
- Antibiotik yang digunakan biasanya secara empiris yaitu ampicilin
+ gentamisin, cefazolin atau ceftriaxon
Batu Saluran Kemih
- Pemberian analgesik, hidrasi intravena dapat memberikan
perbaikan pada 65-80% dan batu bisa lewat spontan
- Pada kondisi akut, dapat dilakukan terapi sementara seperti
pemasangan stenting atau nefrostomi
- Jika terjadi kegagalan perawatan konservatif dapat dilakukan
uteroskopi
- Penggunaan ESWL dikontraindikasikan pada kehamilan
13. Edukasi - Skrining bakteriuria pada kunjungan awal
112
- Meningkatkan hidrasi untuk mengurangi pembentukan batu
14. Prognosis - 25% bakteriuria asimptomatik akan menjadi infeksi simptomatik dan
meningkatkan insidensi pyelonefritis
- Penyebab utama syok sepsis pada kehamilan
15. Tingkat Evidens
16. Tingkat Rekomendasi
17. Penelaah Kritis 1. Prof. Dr. dr. Agus Abadi SpOG(K)
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
113
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2014 - 2016
Diagnostik prenatal
1. Amniosentesis atau kordosintesis dengan USG guidance.
2. Biakan darah janin ataupun cairan ketuban untuk mendeteksi adanya
parasit
3. PCR untuk identifikasi DNA T.gondii pada darah janin atau cairan
114
ketuban
4. ELISA pada darah janin untuk mendeteksi IgM dalam cairan ketuban
6. Diagnosis Banding (-)
7. Pemeriksaan Penunjang IgM dan IgG Anti-toxoplasma
IgG Avidity Anti-toxoplasma
8. Komplikasi Maternal: jarang terjadi
Fetal: hidrocephalus, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, mikrocephal, IUGR
9. Penatalaksanaan Preventif
1. Memasak makanan sampai matang
2. Mencuci sayur dan buah sebelum dikonsumsi
3. Menggunakan sarung tangan dan selalu mencuci tangan setelah
berkebun
4. Menghindari hewan pemeliharaan, terutama kucing. Biasakan untuk
tidak memberi makanan mentah kepada hewan peliharaan
5. Disarankan untuk menunda kehamilan sampai dengan 6 bulan setelah
dinyatakan terinfeksi
115
Jones J, Lopez A, Wilson M; 2003; Congenital Toxoplasmosis;
American Family Physician vol 67 number 10 May 2003; Atlanta, USA
Montoya J, Remington J; 2008; Management of Toxoplasma gondii
Infection during Pregnancy; Clinical Infectious Disease; California, USA
Surabaya,
Dodo Anondo,dr,MPH
Pembina Utama Madya
NIP.19550613 198303 1 013
116
STANDAR
PROSEDUR OPERASIONAL
117
INISIASI
MENYUSUI
DINI
PROSEDUR
OPERASIONAL Dr. Dodo Anondo, MPH
NIP. 195506131983031013
Kontak kulit dengan kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam satu
I. PENGERTIAN
jam pertama kehidupan
Memberikan pedoman supaya petugas dapat memberikan informasi kepada ibu
II. TUJUAN
pelaksanaan inisiasi menyusu dini
2. Kep MenKes no. 129 th. 2008 tentang Standart Pelayanan Minimal Rumah
Sakit
4. KepMenKes n0. 450 th. 2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif
2. Perawat, Bidan
Tatalaksana Umum
V. PROSEDUR
1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan
5. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat
dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan
mminimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya
diselimuti. Jika perlu gunakan topi bayi.
6. Biarkan bayi mencari putting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi
dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke putting susu.
118
melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi seksio Caesar.
9. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dicap setelah satu jam
atau menyusu awal selesai. Prsosedur yang invasive misalnya suntikan
vitamin K dan tetesan mata bayi dapat ditunda.
10. Rawat gabung ibu dan bayi dirawat satu kamar selama 24 jam- bayi
tetap tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian
minuman prelaktal (cairan yang diberikan sebelum ASI keluar)
dihindarkan.
Tatalaksana inisiasi menyusu dini pada operasi Caesar
2. o
Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20-25 C. disediakan selimut
untuk menutupi punggung bayi dan topi untuk kepala bayi agar
mengurangi hilangnya panas.
119
PEMASANGAN
IUD
PADA
IMMEDIATE
POST
PARTUM
II. TUJUAN
III. KEBIJAKAN
120
menjelaskan setiap langkah prosedur agar tidak mengejutkan klien.
Jelaskan bahwa klien akan mengalami kram dan ketidaknyamanan,
sehingga diharapkan sanati, relaks sambil mengambil nafas dalam.
Tanyakan jika klien ada pertanyaan.
TUGAS PRE-INSERSI
- Pastikan bahwa peralatan yang diperlukan sudah tersedia di ruang
prosedur
- Konfirmasi klien apakah sudah mengosongkan kandung kemihnya.
- Bantu klien naik meja periksa
- Raba rahim untuk mengevaluasi tinggi fundus, ukuran dan derajat kontraksi
rahim. Pijat uterus jika perlu. Klien harus dalam manajemen aktif kala III
persalinan.
- Cuci tangan anda degan sabun dan air, lalu keringkan dengan kain bersih
atau hand-dryer.
- Dengan lembut, asisten memberihkan daerah genitalia eksterna dengan
kain bersih dan larutan antiseptic.
- Tempatkan doek di atas perut klien dan di bawah pantatnya.
- Mengatur instrument dan persediaan alat pada nampan steril atau area
tersampir tanpa menyentuh bagian instrument yang akan masuk kedalam
uterus.
- Asisten menuangkan larutan antiseptic ke dalam cangkir dan membuka
paket kassa.
PEMERIKSAAN PANGGUL
- Minta asisten mengatur posisi sumber cahaya.
- Pastikan pantat klien berada ditepi meja
- Periksa genitalia eksterna
- Basahi spekulum dengan larutan antiseptic, buka labia dengan dua jari,
kemudian masukkan speculum posisi oblik lalu putar searah jarum jam ke
posisi horizontal. Lakukan gerakan perlahan untuk memeriksa serviks dan
vagina, lanjutkan jika normal
INSERSI
- Jika hasil pemeriksaan normal, sampaikan pada klien bahwa anda sudah
siap untuk memasang IUD, tanyakan jika ada pertanyaan.
- Bersihkan serviks dan vagina dengan larutan antiseptic dua kali
menggunakan bola kapas, dan biarkan sebentar.
- Sambil satu tangan memegang speculum dan ring forcep ditangan lainnya,
dengan telpak tangan menhadap keatas, perlahan pegang tepi anterior dari
serviks dan dengan forcep di sisi lain dari serviks.
121
Catatan : jangan kunci forcep pada kedudukan pertama. Jangan gunakan
taenekulum bergerigi.
- Pada saat ini, asisten membuka paket IUD dan anda akan
memasangkannya pada forcep. Paket hanya dibuka sebagian, dan anda
menggunakan forcep Kelly untuk masuk dan mengambil IUD keluar dari
kemasan.
- Asisten menempatkan kemasan paket pada nampan steril supaya anda
dapat menjangkaunya.
- Pegang IUD dengan forcep Kelly placental, ( atau dengan pasang kedua
dari forcep ring standard). IUD harus dipegang dengan lengan vertical,
lengan horizontal harus sedikit keluar dari cincin sedikit ke samping.
Masukkan IUD ke dalam inner curve dari forcep Kelly, ini akan
mempermudah pembebasan IUD di fundus dan mengurangi resiko tertarik
ketika mengeluarkan forcep.
- Catatan : jika anda menggunakan forcep Kelly, anda harus memberikan
tekanan yang konstan pada forcep, sebab forcep ini tidak memiliki
“penangkap” dan mungkin memungkinkan IUD terjatuh atau bergerak. IUD
tidak akan berubah posisinya dengan anda benar memegang forcep.
- Asisten memegang spekulum. Sementara anda memegang forcep yang
sudah berisi IUD dengan tangan dominan dan tangan satunya memegang
serviks dengan forcep lain.
- Dengan lembut tarik ke arah anda dengan forcep yang memegang serviks.
- Masukkan forcep melewati IUD melalui serviks, melewati garis imaginer
tegak lurus punggung, masuk ke rongga uterus bagian bawah. Hindari
untuk menyentuh dinding vagina dengan IUD.
Catatan : Lakukan pemasangan IUD dengan posisi duduk, posisi berdiri
akan memberikan kecenderungan anda mengarahkan forcep IUD terlalu
ke belakang.
- Asisten melepaskan speculum
- Lepaskan tangan yang memgang forcep yang fiksasi servik, arahkan
tangan ke arah perut, letakkan di atas fundus uteri.
- Dengan tangan diatas perutibu, stabilkan uterus dengan memberikan
tekanan yang lembut melalui dinding perut. Ini mencegah uterus bergerak
ke atas saat mendorong IUD.
- Pindahkan forcep IUD keatas mengarah ke fundus (arahkan ke umbilicus).
Ingat SBR mungkin akan kontraksi, sehingga memerlukan tekanan ringan
untuk memasukkan IUD dan meletakkannya di fundus.
Catatan : jika klien baru melahirkan pervaginam dengan sebelumnya
riwayat SC, hati-hati saat meletakkan IUD, hindari menempatkan IUD pada
bagian bekas insisi dengan mempertahankan ring force anda menekan
bagian posterior dinding uterus.
- Berdiri dan pastikan dengan tangan yang di perut bahwa forcep mencapai
fundus uteri
122
- Pada titik ini, putar forcep 45 ke kanan dengan posisi IUD horizontal di
123
PEMASANGAN
IUD
TRANS
CAESAREAN
II. TUJUAN
III. KEBIJAKAN
7. Manajemen aktif kala III , beri oksitosin 10 unit intramuscular dalam 1 menit
setelah bayi lahir. Melahirkan plasenta dengan peregangan terkontrol pada
tali pusat . Massage fundus
8. Kontrol perdarahan pada area insisi sesuai pedoman internasional dan local
124
11. Lepaskan IUD secara hati-hati
12. Sebelum menjahit insisi uterus, letakkan tali IUD pada segmen uterus bawah
dekat ostium cervix internal
13. Tali IUD jangan sampai melebihi cervix, karena dapat menigkatkan resiko
infeksi
14. Jahit insisi uterus, cegah tali IUD menempel pada saat penutupan
15. Memastikan menulis pemasangan IUD pada rekam medis pasien
16. Menyelesaikan kartu IUD dan register/log IUD (sebagaima berlaku)
17. Sebelum pasien pulang, pastikan bahwa pasien mendapat instruksi
mengenai post insersi IUD
125
PEMASANGAN
KONDOM
KATETER
METODE
SAYEBA
II. TUJUAN
III. KEBIJAKAN
IV. PETUGAS Dokter spesialis obstetrik-ginekologi
Dibantu Dokter Umum, Bidan, Perawat
V. ALAT-ALAT - Sarung tangan steril
- Kondom
- Kateter
- Tali / benangpengikat
- Speculum Sim
- Ring tang
- Tampon tang
- Infusion set
- Cairan Normal Saline (PZ)
VI. PROSEDUR 1. Ibu PPP tidur dengan posisi Litotomi ditepi tempat tidur atau tempat tidur /
meja ginekologi
6. Spekulum dipasang
7. Mulut serviks depan dipegang dengan ring tang, ditarik mendekati introitus
vagina
126
10. Pangkal kateter dihubungkan dengan infusion set yang telah dipasangkan
dengan cairan Normal Saline (PZ)
13. Dilakukan observasi dan evaluasi apakah darah berhenti, bila berhenti
dilanjutkan pemasangan tampon kassa di vagina yang bertujuan agar
kondom tidak keluar dari cavum uteri. Tetapi bila masih ada perdarahan
aktif yang keluar disamping kondom yang berasal dari cavum uteri, berarti
pemasangan kondom gagal maka dilanjutkan dengan tindakan
penanganan PPP yang selanjutnya dengan tanpa melepas kondom
17. Diberikan antibiotika tripel yang terdiri dari : Amoksisilin, Gentamisin dan
Metronidazol
5. Tekanan uterus – dapat dihindari tekanan yang terlalu padat atau longgar
127
6. Walaupun diperlukan tindakan operatif, pemasangan kondom dapat
dikerjakan lebih dulu untuk mengurangi jumlah perdarahan sambil
menunggu persiapan operasi
7. Lebih sederhana, lebih mudah, lebih murah, lebih efektif, efek samping
lebih kecil, bisa dikerjakan dimana saja
IX. UNIT TERKAIT Unit Rawat Inap Kebidanan-Kandungan
128
PROSEDUR
MENGHITUNG
GERAKAN
JANIN
129
harus melapor.
• Pasien harus menjalani NST. Bila rekatif, kesejahteraan janin dapat
dipastikan. Bila tidak reaktif, konsultasikan dengan dokter.
VII. UNIT TERKAIT Kamar Bersalin IRD RSUD dr. Soetomo, Surabaya
Ruang Bersalin RSUD dr. Soetomo, Surabaya
130
PROSEDUR
VERSI
SEFALIK
EKSTERNAL
II. TUJUAN Mengurangi insiden persalinan sungsang dan segala resikonya, termasuk
operasi sesar.
III. KEBIJAKAN
1. Undang-Undang No.36 Th.2009 Tentang Kesehatan
2. UU no. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. SK Menkes No 1333 th 1999 tentang Penetapan Standar Pelayanan Rumah
Sakit
4. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/438/KPTS/013/2008 Tentang
Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo Propinsi Jawa
Timur sebagai Badan Layanan Umum Daerah.
IV. PETUGAS Dokter
V. PROSEDUR Versi spontan pada nulipara (uk. >36 minggu) à 8%
Versi spontan pada nulipara (uk. >36 minggu, setelah versi eksternal gagal) à
<5%
Versi eksternal yang suksesà 30-80%
Re-Versis pontan setelah versi eksternal yang suksesà<5%
RCOG Evidence Level Ia
131
- Ras
- Paritas
- Tonus uterus
- Volume cairan amnion
- Masuknya bokong pada pintu atas panggul
- Apakah kepala dapat dipalpasi/diidentifikasi
- Penggunaan tokolisis
- Keahlian penolong
RCOG Evidence Level III
VI. UNIT TERKAIT Kamar Bersalin IRD RSUD dr. Soetomo, Surabaya
Ruang Bersalin RSUD dr. Soetomo, Surabaya
132
PROSEDUR
TEKNIK
JAHITAN
KOMPRESI
UTERUS
METODE
B-‐
LYNCH
- Dengan jarum semisirkuler (3/8 kurve) no. 8 atau french eye tusukkan
benang chromic no.2 pada 3 cm dari bawah sayatan SBR, 4 cm dari
lateral kiri hingga menembus dinding dalam SBR.
133
setinggi tusukan awal pada SBR depan, hingga menembus dinding dalam
(perhatikan jalannya tusukan jarum melalui luka sayatan SBR depan).
- Tusukkan jarum pada dinding SBR depan, 4 cm dari tepi lateral kanan, 3
cm diatas sayatan pada SBR depan (sama tinggi dengan tempat tusukan
di atas sayatan SBR depan kiri), hingga menembus dinding dalam.
- Minta bantuan asisten untuk menekan uterus (dari fundus ke SBR) agar
operator dapat menarik benang dengan aman dan efektif (tidak terjadi
robekan dan benang dapat mengecilkan uterus semaksimal mungkin.
134
TEKNIK
JAHITAN
KOMPRESI
UTERUS
METODE
SURABAYA
135
dan belakang dijadikan satu di atas fundus uteri
- Dilakukan penjahitan dengan cara yang sama pada sisi lateral kanan dan
kirinya, yaitu antara jahitan tengah (jahutan pertama) dan tepi dinding
SBR kanan dan kiri sehingga jahitan ke-2 dan 3 terletak antara jahitan
pertama dan tepi kanan kiri SBR, masing-masing dengan benang
tersendiri (3 benang)
- Asisten melakukan kompresi atau penekanan fundus uteri kearah inferior
sehingga memudahkan operator dalam melakukan pengikatan benang
kemudian disimpul mati pada fundus uteri 4 cm sebelah medial cornu
uteri
- Asisten II melakukan evaluasi pada vagina, apakah perdarahan telah
berhenti. Bila perdarahan berhenti, dilakukan penutupan cavum abdomen
secara lapis demi lapis
Demikian berturut-turut pada sisi kontra-lateral dan tengah, sehingga ketiga
benang yang telah dijahitkan dapat mengikat uterus kearah inferior seolah-olah
menggantikan kompresi yang telah dilakukan asisten.
Untuk menilai efektivitas pengikatan kompresi uterus, sebelum dinding
abdomen ditutup dilakukan pemeriksaan perdarahan pervaginam dengan cara
ibu diposisikan litotomi dan asisten yang lain memeriksa vagina apakah masih
terdapat perdarahan. Bila tidak didapatkan perdarahan yang mengalir, berarti
teknik penjahitan berhasil dan dinding abdomen ditutup, bila masih perdarahan
banyak berarti teknik penjahitan tidak berhasil, maka perlu dilakukan tindakan
operasi yang selajutnya, ligasia. A. Hipogastrica atau histerektomi.
136
VI. UNIT TERKAIT
137
PEMULANGAN
PASIEN
PREEKLAMPSIA
BERAT
138
10. dr. Muhammad Ilham Aldika Akbar SpOG
6. Kepustakaan
139