Anda di halaman 1dari 29

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BATU JAWA TIMUR TENTANG


LEGALITAS SEKS BEBAS

Disusun oleh :
1. ARIANTI SEPTIA PUTRI 20010000221
2. RAYHANDRA BILA AURELLIA 20010000235
3. DUTA ILMI FAHAMSYAH 20010000252
4. DEA VAMERANDA KAMELIA 20010000259
5. WILLY MAY HERNANDEZ T 20010000260
6. MONICA BERLIANA D. 20010000276
7. PRISKY WARDANA 20010000280
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa
yang dimulai umur 8 – 14 tahun (Agustiani:2006). Mengutip pandangan Sarlito
W.Sarwono dalam buku yang berjudul Psikologi Remaja,bahwa pada masa pubertas
inilah masa di mana mereka mencari jati diri dan arti dari hidup. Pada masa-masa ini pula
remaja memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar dalam segala hal. Tak heran apabila
beberapa diantara mereka seringkali mengambil keputusan yang berisiko hanya untuk
merasakan hal-hal yang belum mereka ketahui, termasuk misteri seksualitas. Banyak
diantara mereka yang merasakan tidak sabar akan hal tersebut.

Pada saat ini kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkkaatirkan.
Sebanyak 63% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya
maupun orang sewaan untuk memuaskan hawa nafsu mereka. Hal ini terbukti pada saat
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kemenkes melakukan survei pada
Oktober 2013 dilansir dari data m.kompasiana.com. Persentase yang cukup besar ini
sangat memprihatinkan dan menarik perhatian. Terlebih hal tersebut dilakukan rata – rata
dalam hubungan yang belum sah.

Dalam pembuatan naskah akademik perihal legaliatas seks bebas dibuat Karena
mengurangi tingkat kekerasan dan Megurangi pemerkosaan dan pembunuhan,Kebebasan
berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh
konstitusi. Negara wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut. Pasal 28 UUD
1945 berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” UUD 1945
Amendemen II, yaitu Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan, "Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya". Selanjutnya, dalam ayat (3) diyatakan, "Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."

Seks bebas merupakan pengaruh budaya yang datang dari barat dan kemudian
diadopsi oleh masyarakat Indonesia tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Faktor yang
mendukung penyebab terjadinya seks bebas adalah lingkungan pergaulan yang buruk,
kurangnya perhatian dari orang tua dan salah satunya adalah penyalahgunaan media
sosial (Prasetyo, 2012). Meningkatnya minat pada seks seiring pertambahan usia, anak
akan selalu mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit anak yang
mengerti dari orang tuanya. Rasa tabu, malu, risih membuat kaum belia tidak mau
bertanya kepada orang tua mengenai seks, sehingga membuat mereka ingin mencoba hal
yang negatif (Sulistiani, 2009 ).

Fenomena tentang prilaku seks bebas pada remaja sebagai berikut, Indonesia
menduduki rangking 12 didunia dalam hal seks bebas setelah Yunani, Brazil, Rusia ,
China, Italia, Malaysia, Spanyol, Swedia, Mexico, Jepang dan Belanda (Durex,2008).
Pada tahun 2010 nyaris 50% menunjukan adanya penurunan batas usia remaja akhir
melakukan hubungan seks pertama kali. Sebanyak 18% remaja Indonesia melakukan
hubungan seks pertama di usia tertinggi pada remaja 18 tahun dan usia termuda usia 13
tahun. Dari fenomena diatas kita memerlukan Peraturan yang jelas untuk mengatur
legalitas seks bebas dari batas umur yang jelas dan juga peraturan-peraturan yang lainya,
jika peraturan ini terjadi bisa mengurangi kekerasan seksual, pembunuhan, penganiayaan.
Seks tidak selalu dipandang negatif, seks merupakan aktivis yang berkaitan dengan
keintiman, seks berfungsi untuk menjalakan sistem reproduksi untuk menciptakan
kehamilan dan memiliki keturunan, namun beberapa studi menunjukan seks juga
bermanfaat untuk menjaga tekanan darah, membakar kalori, memperkuat otot,
meningkatkan libido hingga mengurangi risiko penyakit dan memperkuat sistem
kekebalan tubuh.

Negara Indonesia ada sekitar 4,5% remaja laki- laki dan 0,7% remaja perempuan usia
15 – 19 tahun yang mengaku pernah melakukan seks pranikah. (Depkes, 2015). Menurut
Pakar seks juga spesialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta
mengungkapkan sekitar 20% - 30% Remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks.
Perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan.Ancaman
pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan berkembang
semakin menjadi sebuah kebiasaan yang umum di lakukan ini terjadi dikarenakan
kurangnya.

Kota berpenduduk 200 ribu jiwa ini, kini harus siap-siap menghadapi perubahan
prilaku anak-anaknya yang mulai mengenal pergaulan bebas. Psikologi Dinas Kesehatan
(Dinkes) Kota Batu Sayekti Pribadiningtyas menjelaskan, banyak faktor yang
menyebabkan perubahan cara bergaul anak baru gede (ABG) di kota penghasil apel itu.
Antara lain, karena adanya proses urbanisasi gaya hidup masyarakat desa yang ke kota-
kotaan. Mulai dari serapan informasi di dunia maya yang tanpa batas, gambar pornografi
yang mudah diakses lewat HP dan internet, perkembangan pariwisata dan kurangnya
perhatian orangtua, serta lingkungan pergaulan anak-anaknya. "Unit psikologi dinkes
dibuka sejak tahun 2013. Mulai tahun 2013 hingga awal Desember ini, sudah ada 94
remaja putri di Kota Batu yang mengadukan persoalannya ke kita. Mereka mengaku
sudah pernah melakukan hubungan seksual bersama pacarnya," ungkap Nining, panggilan
akrab Sayekti Pribadingtyas

Pada remaja mengalami perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam


periumbuhan masa remaja yang berdampak pada perubahan- perubahan psikologis. Selain
perkembangan fisik dan psikologis remaja mempunyai ciri-ciri perkembangan seksual
yang jika bermasalah dengan tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan
tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif,
petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse) (Irawati, 2005).

B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penyusunan Naskah Akademik ini adalah :
1. Mengapa permasalahan seks bebas di Kota Batu kian meningkat pada
kenyataannya peraturan terkait seks bebas yang terdapat pada RKUHP jelas
menolak ?
2. Apa yang menjadi pertimbangan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kota
Batu Jawa Timur tentang Legalitas Seks Bebas ?
3. Apa tujuan yang akan diwujudkan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota Batu
Jawa Timur tentang Legalitas Seks Bebas ?

C. Tujuan Dan Kegunaan


Tujuan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Batu
Jawa Timur tentang Legalitas Seks Bebas adalah :

1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam pembentukan dan penerapan


RKUHP sebagai acuan peraturan larangan seks bebas serta upaya untuk mengatasi
permasalahan yang ada.
2. Merumuskan landasan pertimbangan atas pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah Kota Batu Jawa Timur tentang Legalitas Seks Bebas.
3. Merumuskan sasaran yang terwujud dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota
Batu Jawa Timur tentang Legalitas Seks Bebas

Kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi


penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Batu Jawa Timur
tentang Legalitas Seks Bebas.

D. Metode
1. Tipe Penelitian
Penyusunan naskah akademi ini pada dasarnya adalah suatu kajian penelitian
atau kegiatan penelitian, sehingga dalam metode yang akan diambil dalam
penyusunan naskah akademi yaitu berupa penelitian hukum yang berbasis metode
penelitian secara empiris dan normative. Diperlukan metode penelitian secara
empiris demi mengetahui kenyataan dilapangan, fakta fakta dalam ruang lingkup
objek yang dibahas secara nyata seperti meliputi hal hal : Sosial, Budaya,
interaksi, dan kenyataan di masyarakat. Dalam penyusunan akademik ini
diperlukannya metode penelitian secara normative adalah karena dilakukan
dengan metode yuridis normatif berupa studi pustaka yang menelaah (terutama
bahan hukum primer yang berupa Peraturan Perundang-undangan dan dokumen
hukum lainnya) serta perlunya dilakukan wawancara dari para ahli hukum
berkaitan atau badan pemerintahan beserta stakeholdernya untuk memverivikasi
bahan hukum nanti yang akan dicantumkan dan diskusikan.
PENDEKATAN
Naskah akademik yang hendak disusun ini, mengenal beberapa metode
pendekatan dalam penelitian hukumnya yaitu : Pendekatan Undang-Undang,
Pendekatan Konsep, Pendekatan Kasus, Pendekatan analitis, Pendekatan
Kesehatan, Pendekatan Historis, Pendekatan filsafat/filosofis. Pendekatan yang
telah disebutkan tersebut akan digunakan dalam penyusunan naskah akademik
raperda ini. dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pencegahan perilaku beresiko seks bebas dikalangan pemuda. Di
daerah Kota Batu.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS EMPIRIS
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Perilaku Seks Bebas
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat
diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003). Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan
lingkungannya. Dengan perkataan lain, perilaku baru terjadi bila ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan reaksi. Sesuatu tersebut disebut rangsangan, jadi
suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu itu. Bila
dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi
dua, yakni perilaku yang tidak tampak atau terselubung dan perilaku yang tampak.
Perilaku yang tidak tampak adalah berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, emosi,
pengetahuan, dan lain-lain.

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan hasil dari resusitasi dari berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal pada lingkungan. Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari
tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit
untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih
terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan
seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, serta sikap
(Notoatmodjo, 2003). Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku
adalah konsep dari (Green, 1980) yang dikutip oleh (Notoatmojo, 2003).

Green mencoba menganalisis perilaku manusia, selanjutnya perilaku itu sendiri


ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor: Faktor-faktor predisposisi (Predisposing
Factors) Adalah faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang,
antara lain:

 Pengetahuan Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Dalam hal ini berupa
informasi yang didapat dari manapun, seperti sekolah, orang tua, dan sebagainya.
Pengetahuan ini sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
 Sikap Reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau obyek.
 Kepercayaan Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
 Nilai-nilai Nilai-nilai didalam masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup
yang pada umunya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu
yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama.

Faktor-faktor pendukung (Enabling Factors) Adalah faktor-faktor yang


memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana,
seperti media massa. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing Factors) Adalah faktor-
faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Dalam hal ini pengaruh
dari lingkungan luar seperti pengaruh dari teman. Menurut Purwanto (1999) faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah keturunan yang berarti sebagai
pembawaan atau heredity dan lingkungan yang berarti segala apa yang berpengaruh
pada diri individu untuk berperilaku, lingkungan turut berpengaruh terhadap
perkembangan pembawaan atau kehidupan seseorang.

Dalam kehidupan sehari-hari, kata seks secara harfiah berarti jenis kelamin.
Pengertian seks kerap hanya mengacu pada aktivitas biologis yang berhubungan
dengan alat kelamin (genitalia), meski sebenarnya seks sebagai keadaan anatomi dan
biologis, sebenarnya hanyalah pengertian sempit dari yang dimaksud dengan
seksualitas. Seksualitas yakni keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan,
kepribadian, dan sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi
seksualnya(Gunawan dalam Soekatno, 2008).

Seks bebas atau dalam bahasa populernya merupakan bentuk seks yang
dipandang tidak wajar. Seks bebas dilakukan secara berdua pada waktu dan gtempat
yang telah disepakati bersama dari dua orang lain jenis yang belum terikat
pernikahan. Perilaku seks bebas adalah aktifitas seksual yang dilakukan diluar
perkawinan yang sama dengan zina, perilaku ini dinilai sebagai perilaku seks yang
menjadi masalah sosial bagi masyarakat dan negara karena dilakukan di luar
pernikahan (Wahyuningsih, 2008). Menurut Desmita (2012) pengertian perilaku seks
bebas adalah segala cara mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang
berasal dari kematangan organ seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai
melakukan kontak sesual. Selanjutnya Kartono (1992), menyatakan bahwa salah satu
bentuk perilaku seks bebas yaitu hubungan kelamin yang dilakukan oleh pasangan
dengan tujuan mendapatkan pengalaman seksual secara berlebihan.

Berbicara tentang perilaku seks bebas tidak pernah terlepas dari berbagai faktor
yang melatarbelakangi dan akibat negatif yang ditimbulkannya. Menurut Kartono
(2008), pada umumnya perilaku seks bebas yang terjadi berdasarkan kepada
dorongan seksual yang sangat kuat serta tidak sanggup mengontrol dorongan seksual.
Selanjutnya perilaku seks bebas dipandang sebagai salah satu perilaku seksual yang
tidak bermoral dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama dan adat istiadat.
Disamping itu, para penganut perilaku seks bebas kurang memiliki control diri
sehingga tidak bisa mengendalikan dorongan seksualnya secara wajar. Dengan
demikian perilaku seks bebas kemungkinan dapat menyebabkan dan menumbuhkan
sikap yang tidak bertanggung jawab tanpa kedewasaan dan peradaban.

2. Definisi Remaja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia anak merupakan keturunan ayah dan
ibu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia remaja artinya usia mulai dewasa,
sudah sampai umur kawin, muda dan pemuda. Pandangan terhadap anak menurut
Mansur (2011 : 1) sering ditentukan oleh cara seseorang dalam mengajar dan
mengasuh mereka. Anak sebagai orang dewasa mini, anak sebagai orang yang
berdosa, anak sebagai tanaman yang tumbuh, anak sebagai makhluk independent,
anak sebagai nikmat, amanat dan fitnah orang tua, anak sebagai milik orang tua dan
investasi masa depan, anak sebagai generasi penerus orang tua dan bangsa.
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak
menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 taun sampai 21 tahun dan
ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Fase remaja
merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting yang diawali dengan
matangnya organ-organ fisik secara seksual sehinga mampu berproduksi. Remaja
merupakan masa perkembangan sikap tergantung terhadap orang tua kea rah
kemandirian, minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai
estetika (Dewi, 2012:17).
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang
sedang mengalami perkembangan dalam semua aspek atau fungsi memasuki masa
kedewasaan. Remaj menurut bahasa latin berasal dari kata adolescence mempunyai
arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional sosial, dan fisik.
Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa
dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional (Ali,
2015:9).
Sarwono (2012:72) menjelaskan bahwa masa remaja dikenal sebagai masa yang
penuh dengan kesukaran, bukan saja bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga
orang tuanya, masyarakat, bahkan sering kali bagi polisi. Hal ini disebabkan masa
remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.
Mengenai perilaku seks bebas yang terjadi banyak berasal dari usia orang tersebut
terbilang masih muda bahkan dapat dikatakan remaja, maka perkembangan
seksualitas juga menjadi pengaruh terjadinya seks bebas. Perkembangan seksualitas
pada remaja ditandai dengan beberapa ciri atau tanda menurut Miqdad (2001, 35-
37)antara lain:

1.) Tanda Kelamin Primer

Tanda kelamin primer adalah mulai berfunfsinya organ-organ getal yang ada,
baik didalam maupun diluar badan, atau “menunjuk pada organ badan yang
langsung berhubungan dengan persetubuhan dan proses reproduksi. Pada anak
laki-laki yang mulai menginjak remaja ditandai dengan keluarnya air mani ketika
ia mengalami mimpi basah. Pada anak Wanita ditandai dengan terjadinya
permulaan haid yang selanjutnya diikuti pula dengan kesiapan organ-organ
reproduksi untuk terjadinya kehamilan.

2.) Tanda Kelamin Sekunfer

Tanda kelamin sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung


berhubungan dengan persetubuhan dan proses reproduksi, namun merupakan
tanda-tanda yang khas wanita dan khas laki-laki. Adanya tanda kelamin sekunder,
baik laki-laki ataupun Wanita, ini berperan penting dalam perubahan perilaku
seksual. Adanya tanda kelamin sekunder ini semakin menunjukkan identitas
peran seksual antara pria dan Wanita berbeda.

3.) Tanda Kelamin Tersier


Tanda kelamin tersier adalah keadaan psikis yang berbeda antara pria dan
Wanita, yaitu yang disebut sifat maskulin pada pria dan sifat feminism pada
Wanita. Tanda kelamin tersier ini isalnya adanya perubahan-peruahan psikis baik
pada lelaki maupun pada Wanita.

Tanda kelaamintersier yang terjadi pada remaja ini sebetulnya telah dapat
memfungsikan alat vitalnya, apalagi dengan adanya rangsangan dari luar seperti film,
gambar-gambar pada majalah dan surat kabar dan sebagainya, sehingga menimbulkan
rangsangan dalam dirinya. Kalau remaja tidak diberikan pengarahan pendidikan seks,
maka remaja akan berbuat sesuai dengan keinginannya, mereka akan menyalurkan
nafus seksnya pada jalan yang bertentangan dengan norma-norma agama. Oleh karena
itu, pada masa remaja saat ini sangat perlu diberikan pengarahan tentang pendidikan
seks, agar para remaja dapat mengendalikan dorongan seksualnya, sehingga tidak
menyimpang dari jalan yang benar.

Wilis (2010:20-21) sebagaimana ciri-ciri pada masa remaja yang telah dipaparkan
oleh Miqdad (2001: 35-38) itu ciri-ciri remajanya sama ada 3 hanya saja terdapat
perbedaan pada kata-katanya saja, diantara pengertian yang diungkapkan Wilis:
Pertama, ciri primer, yaitu matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya
menstruasi pertama pada anak Wanita dan produksi cairan sperma pertama pada anak
laki-laki. Kedua, ciri sekunder, meliputi perubahan pada bentuk tubuh pada kedua
jenis kelamin. Ketiga, ciri tersier, yang dimaksud dengan ciri tersier ialah ciri-ciri
yang tampak pada perubahan tingkah laku.

Pesatnya pertumbuhan fisik pada masa remaja sering menimbulkan kejutan pada
remaja itu sendiri. Pakaian yang dimilikinya seringkali menjadi cepat tidak muat dan
harus membeli yang baru lagi. Kadang-kadang remaja dikejutkan dengan perasaan
bahwa tangan dan kakinya terlalu panjang sehingga tidak seimbang dengan besar
tubuhnya. Pada remaja putri ada perasaan seolah-olah belum dapat menerima
kenyataan bahwa tanpa dibayangkan sebelumnya kini buah dadanya membesar. Oleh
karena itu, sering kali gerak-gerik remaja menjadi serba canggung dan tidak bebas.
Pada remaja pria, pertumbuhan lekum menyebabkan suara remaja itu menjadi parau
untuk beberapa waktu dan akhirnya turun satu oktaf (Ali, 2015:21). Dalam segi psikis
remaja terlihat orientas anak mulai berubah, dari yang tadinya pada orang tua berdalih
kepada teman dan kelompok(geng). Pada masa ini anak mulai mencari jati diri yang
sesungguhnya, dan seakan berusaha memperlihatkan keakuannya dengan menghindar
dariorang tua dan keluarga dan beralih ke teman sebayanya (Yeli, 2012:50-51).

Masa remaja menduduki tahao progresif dari tahap perkembangan manusia.


Pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa Juvenilitas, pubertas, dan
nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohanynya, maka agama pada
para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya oenghayatan pada
remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja
banyak berkaitan dengan faktor tersebut (Jalaludin, 2015:65).

3. Pendidikan dan Pengetahuan Seks Bagi Remaja


Pendidikan seks, merupakan dua kata yang memiliki pengertian yang berbeda
baik itu dari pendidikannya sendiri maupun dari seks itu sendiri. Untuk itu Ulwan
(2012:423) menjelaskan bahwa pendidikan seks adalah memberikan pengajaran,
pengertian dan keterangan yang jelas kepada anak ketika ia sudah memahami hal-hal
yang berkaian dengan hidupnya, ia tahu mana yang halal dan haram dan sudah
terbiasa dengan akhklak islam. Sikapnya baik, tidak mengubar nafsunya dan tidak
bersikap membolehkan segaala hal. Miqdad (2001:1) berbicara mengenai pendidikan
seks dan Kemenag dan LIPI (2015:34) memberikan pernyataan tentang perlunya
pendidikan seks bagi remaja di kalangan masyarakat kita masih menuai pro dan
kontra.
Satu segi para remaja memang perlu pengetahuan itu, tetapi pada sisi lain ada
kekhawatiran ketidak sepakatan pemberian informasi tersebut, yang berakibat pada
peyalahgunaan dan penyelewengan secara dini. Namun demikian, penyimpangan dan
penyalah gunaan tentang seksualitas selama ini juga sudah banyak terjadi, maka
dengan diberikannya pengetahuan tentang pendidikan seks, besar kemungkinan
bahwa anak dapat mengontrol nafsunya dengan lebih baik lagi dan lebih bijak
lagi.Pendidikan seks lebih dari seker=dartentang kajian tentang seksualitas manusia
dalam pelajaran biologi atau ilmi sosial.
Menurut Jalaluddin (2015:77), pendidikan seks adalah pengetahuan tentang
mendidik mengenai hakikat jenis kelamin manusia, Jalaludin memberikan pernyataan
bahwa seks merupakan kebutuhan yang timbul dari dorongan mempertahankan jenis.
Sigmud Fred yang dikutip oleh Jalaluddin, menganggap kebutuhan ini sebai
kebutuhan vital pada manusia. Terutama pada masa remaja kebutuhan ini perlu untuk
diberikan kepada anak-anak remaja. Menonjolnya perilaku seks bebas yang dimana
tidak terpenuhinya kebutuhan vital setiap anak mendatangkan pengaruh-pengaruh
negative. Tidak terpenuhinya kebutuhan seks ini akan mendatangkan gangu=gaun-
gangguan kejiwaan dalam bentuk perilaku seksual yang menyimpang (abnormal).
Pendidikan seks dapat dibedakan antara lain sex instruction ialah penerangan
mengenai anatomi seperti pertumbuhan rambut pada ketiak, dan mengenai biologi
dari reproduksi, yaitu proses berkembang biak melalui hubungan untuk
mempertahankan jenisnya termasuk didalamnya pembinaan keluarga dan metode
kontrasepsi dalam mencegah terjadinya kehamilan. Education in sexuality meliputi
bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi dan pengetahuan lainnya yang di
butuhkanagar seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai individual secual
serta mengadakan inter personal yang bail (Rodiah, dkk. 2010:302).
Pengetahuan seks yang diberikan kepada anak usia remaja merupakan sebuah hal
yang menuai penafisran dan konotasi negative, namun hal ini sangat penting sebab
memiliki korelasi dengan kehidupan baik secara individu dan keluarga kelask.
Adapun tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja yang diadptasi dari Carter
dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985) dalam Friedman (1998) adalah:

 Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi


dewasa dan semakin mandiri
 Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
 Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak.

Untuk tu peran orang tua dalam memberikan pengetahuan mengenai seks pada
anaknya sangat penting. Sebagai keluarga tentunya dapat memberikan pemahaman
mengenai pengetahuan seks. Bilamana anak tersebut tidak pernah mendapatkan
pengetahuan tentang hal tersebut maka anaka akan merasa kaget dengan fase yang
akan mereka lalui, oleh karena itu pengetahuan seksual dalam aspek siklus biologis
sangat perlu diberikan dan didapatkan oleh anak sebelum melalui fase tersebut.

Pengetahuan aspek siklus biologis (organ reproduksi), hal ini berkaitan dengan
bagaimana individu paham akan konsis biologi yang dialaminya misalnya ketika
menstruasi atau mimpi basah. Hal ini membantu individu, mengenali dirinya,
memberikan pengetahuan seputar organ reproduksi. Bentuk pengetahuan seksual
pertama ini adalah pengetahuan paling dasar yang perlu diketahui oleh individu agar
mereka tidak kaget ataupun takut ketika pada fase baligh. Ketika anak mengalami
mimpi basah bagi laki-laki dan mengalami menstruasi bagi anak perempuan, mereka
seharusnya sudah siap atau paham akan hal seperti itu adalah hal yang pasti atau
mutlak terjadi oleh setiap anak di kehidupannya.

Bentuk pengetahuan seksual berikutnya yaitu pengetahuan tentang peran dan


fungsi secara seksual. Bentuk ini individu harus memahami bahwa secara seksual
memiliki fungsi yang berbeda seperti perempuan tentunya memiliki peran dan fungsi
berbeda-beda. Pada aspek ini pengetahuan berupaya mengarahkan pada perilaku
sesuai dengan fungsi dan peran secara gender. Anak-anak harus sadar akan peran dan
fungsi gender mereka masing-masing agar merka tidak merasa terlahir dengan raga
dan jiwa yang berbeda. Pemahaman tersebut sangat penting apapbila dilihat pada
masa saat ini begitu banyaknya transgender yang terekspos oleh media sosial yang
membuat seorang anak laki-laki mempunyai kesadaran bahwa ia bukanlah anak laki-
laki melainkan jenis sebaliknya yaitu Wanita. Pengetahuan akan berperan sangat
penting bagi perkembangan seksual bagi para remaja.

B. PRAKTIK EMPIRIS
Dalam kajian empiris kali ini, maka penulis akan menyebutkan realitas dari
perilaku seks bebas, Bentuk nyata dari perilaku seks bebas yang sering terjadi pada
kalangan remaja yang terjadi di Indonesia diantaranya :

a. Berciuman

Pada perilaku yang dilakukan oleh para remaja sebagai wujud dari seks bebas
yaitu dengan berciuman. Berciuman yang dimaksud dalam hal ini mencakup
berciuman kering (bibir dengan dahi atau pipi) dan berciuman basah/ deep
kissing/ French kiss (bibir dengan bibir atau bermain lidah) yang dilakukan
dengan melibatkan perasaan seksual. Ditemukan dari hampir seluruh subyek
penelitian baik laik-laki dan perempuan menganggap perilaku berciuman adalah
sesuatu yang biasa-biasa saja. Berciuman merupakan ekspresi pengungkapan rasa
sayang kepada pasangannya yang dianggap wajar karena kalua pacarana tidak
berciuman adalah suatu keanehan sehingga sering kali ditemukan dalam subyek
penelitian lainnya. Namun ada juga yang berpendapat bahwa perilaku tersebut
bukanlah perilaku yang sehat.

b. Bercumbu
Pada subyek perempuan ada yang mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan
oral sex karena menganggap penis laki-laki mengandung kototran dan kuman
penyakit yang berbahaya bila dimasukkan ke mulut. Namun ada juga yang
berpendapat bahwa oral sex merupakan kegian=tan seksualitas yang tidak dapat
menyebabkan kehamilan.

c. Petting

Petting adalah perilaku seksual dengan cara menggesek-gesekkan kedua alat


kelamin tanpa atau dengan menggunakan pakaian, dengan tidak menggunakan
penis kedalam alat kelamin pasangannya. Selama petting dilakukan oleh dua
orang yang saling mencintai dan dilakukan dengan nyaman, saling menikmati,
tidak merugikan kedua pihak, mereka bisa melakukan petting sebagai variasi
perilaku seksual mereka. Begitu juga dengan resiko kehamilan, tanpa atau dengan
menggunakan pakaian sperma tidak akan bisa menembus masuk ke dalam vagina.
Perilaku ini dianggap wajar karena tidak akan bisa menimbulkan kehamilan bagi
si perempuan.

d. Bersetubuh

Tak terlalu menonjol ketika berbicara tentang perbedaan antara perilaku seks
pranikah dan seks bebas, perilaku seks bebas adalah perilaku seksual yang
dilakukan oleh mereka yang belum mempunyai ikatan resmi seperti pernikahan.
Dari ungkapan para subyek perilaku seks bebas yang semacam ini perlu dihindari
mengingat banyaknya dampak negative yang akan terjadi kedepannya, misalnya
seperti hamil pada remaja perempuan. Disamping itu, perilaku seks bebas juga
haram untuk dilakukan bagi mereka yang belum mempunyai ikatan resmi seperti
pernikahan. Pemahaman informan yang belum pernah melakukan hubungan
pelaku seks bebastentang bagaiamana perilaku seks yang seharusnya adalah
dilakukan ketika kedua belah pihak terikat dalam suatu hubungan yaitu ikatan
pernikahan.

e. Maturbasi

Masturbasi atau onani yaitu kebiasaan berupa manipulasi terhadap alat genital
dalam rangka menyalurkan Hasrat seksual untuk pemenuhan kkenikmatan yang
seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi
Faktor Penyebab Seks Bebas di Kalangan Remaja

Perkembangan seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat
kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim antara laki-
laki dan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki
spesifikasi yang berbeda hal ini seiring dengan pendapat Haurock, yang
mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan
perempuan. Menurut Haurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit
menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain-lain.
Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh
rambut kemaluan, mulai mengalami haid dan lai-lain. Seiring dengan Pertumbuhan
primer dan sekuder pada remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga
Hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya

Karena meningkatnya ,inat pada seks, remaja akan berusaha mencari lebih banyak
informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang merasa cukup mengetahui
informasi tentang seks dari orangtuanya. Orang tua seringkali menabukan seksual,
seringkali orang tua tidak senang mendengar pertanyaan anaknya tentang seks,
sehingga mereka pun akan menunjukkan sikap marah dan melarang. Oleh karena itu,
remaja mencari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya
dengan cara membahas dengan teman-teman, membaca buku-buku tentang seks, atau
yang lebih ekstrim mengadakan percobaan dengan masturbasi, bercumbu, atau
bahkan bersenggama. Pada akhir masa remaja Sebagian remaja laki-laki dan
perempuan sudah mempunyai cukup Informasi tentang seks guna memuaskan
keingintahuan mereka. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan
perlu dicoba.

Berbagai alasan serta penyebab seks bebas bisa terjadi, salah satunya adalah
adanya kesempatan, mengingat globalisasi zaman yang sudah semakin canggih
dengan berbagai macam penemuan baru dalam bidang teknologi khususnya media
massa, dalam hal ini seperti internet. Materi seks di media yang secara sengaja
ditujukan untuk membangkit Hasrat seksual. Segenap bentuk materi yang terkait
dengan seks. Wajar ketika manusia memiliki naluri seks dan karena itu wajar jika
mereka merasa senang dengan materi seks. Dengan demikian, remaja yang sering
mengonsumsi materi seks secara terus menerus, dorongan untuk menyalurkan Hasrat
seksualnya menjadi tinggi, karena itu, seperti yang sudah dikatakan mengonsumsi
materi seks di media, berpotensi mendorong seseorang menumbuhkan perilaku seks
bebas. Kejadian yang seperti ini juga sudah banyak terjadi di kalangan masyarakat
modern saat ini. Beberapa kasus pernah terjadi, seringkali disebabkan pada semasa
kecilnya, anak melihat kedua orangtuanya melakukan persetubuhan. Meskipun
mereka melihatnya dengan tanpa sengaja, kejadian seperti ini akan bisa
mengakibatkan seorang anak menjadi teransang dan mempraktekkannya dengan
teman-temannya.
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
1. Pasal 411 RKUHP
Pasal 411
(1) "Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau
istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori II."
(2) Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan
penuntutan, kecuali atas pengaduan :
a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
b. Orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan," begitu
penggalan ayat duanya.
(3) "Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30." Terakhir,
ayat empatnya berbunyi, "Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di
sidang pengadilan belum dimulai."
2. Pasal 412 RKUHP
Pasal 412
(1) "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar
perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana
denda paling banyak kategori II."
(2) “Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan
penuntutan, kecuali atas pengaduan: a. Suami atau istri bagi orang yang terikat
perkawinan; atau b. Orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat
perkawinan," sambung ayat dua pasal tersebut.”
(3) “Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku
ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30," ayat ketiga pasal tersebut berbunyi,
sementara ayat empatnya menyatakan, "(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama
pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai."
3. Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan
1. Diancam pidana penjara maksimal sembilan bulan jika: Seorang pria yang telah
menikah melakukan gendak (zina dengan pacar/wanita lain), padahal mengetahui
bahwa pasal 27 BW berlaku untuknya; dan Seorang perempuan ikut melakukan
perbuatan tersebut padahal mengetahui bahwa lelaki tersebut bersalah dan pasal 27
BW berlaku untuk lelaki itu.
2. Tidak dilakukan penuntutan namun atas pengaduan suami/istri tercemar namanya,
bila bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggat waktu tiga bulan sesuai
permintaan bercerai, pisah meja, dan ranjang karena alasan kesalahan tersebut.
3. Dalam pengaduan ini, pasal 72, 72, dan 75 tidak berlaku.
4. Pengaduan yang dilakukan dapat ditarik jika pengadilan terhadap perkara belum
dimulai.
5. Jika suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diproses karena perkawinan
belum diketahui status perceraiannya atau keputusan pisah meja dan ranjangnya.
4. UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
Isi UU 44 tahun 2008 tentang Pornografi adalah sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG TENTANG PORNOGRAFI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang
perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi
teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat
kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.
Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan
terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebinekaan, kepastian hukum,
nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.
Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan :
mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,
berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta
menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan
ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk;

memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;


memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi,
terutama bagi anak dan perempuan; dan
mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.
BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN
Pasal 4
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit
memuat :
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
kekerasan seksual;
masturbasi atau onani;
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
alat kelamin;
atau pornografi anak.
Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang :
menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan;
menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan
seksual.
Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,
memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan
Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4.
Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau
model yang mengandung muatan pornografi.
Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang
mengandung muatan pornografi.
Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di
muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual,
persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.
Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.
Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau
jasa pornografi.
Pasal 13
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan
perundang-undangan.
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.
Pasal 14
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan
pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis sebagaimana yang termuat pada Lampiran II Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan memiliki
arti bahwa peraturan yang dibentuk harus mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa
Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah).
Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai,
dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah
sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Penempatan Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum Negara ini juga
dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 .
Landasan filosofis dari peraturan daerah ini didasarkan pada tujuan pembangunan
nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata meteriil dan
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Kebebasan
berpendapat dan berekspresi merupakan amanah Undang-Undang Pasal 28 dan Pasal
28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat”. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan
konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam kebebasan
berekspresi khususnya kebebasan seksual yang dilakukan di luar nikah atau seks
bebas. Dalam hal ini pemerintah Kota Batu membuat undang-undang untuk mencegah
terjadinya pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-
kosan berkembang semakin menjadi sebuah kebiasaan yang umum di lakukan.
Namun dalam peraturan daerah ini ada ketentuan yang harus dipenuhi dalam
melakukan seksual diluar nikah atau seks bebas contoh dalam melakukan seks harus
memakai pengaman seperti kondom, alat Kontrasepsi, dll. Peratuan daerah ini juga
sudah banyak dipertimbangkan oleh pemerintah Kota Batu.

B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris
mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Pemerintah Kabupaten Batu juga harus meningkatkan pelayanan, serta membuat
kebijakan yang berpihak kepada masyarakat, di sisi lain masyarakat dan dunia usaha
tidak dirugikan dengan terbitnya Peraturan Daerah tentang Seks Bebas. Peraturan ini
dilakukan secara komprehensif dan terpadu sesuai dengan prinsip yang berwawasan
lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat dan lingkungan; memberikan manfaat secara ekonomi, serta dapat
mengubah perilaku masyarakat.

C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan
diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-
Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang
sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan
yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah,
peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali
belum ada.
Perumusan landasan yuridis dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota Batu Jawa
Timur tentang Legalitas Seks Bebas : bahwa Peraturan Daerah Kota Batu tentang
Legalitas Seks Bebas merupakan Peraturan Daerah rintisan maka perlu ditingkatkan
untuk memberikan arah dan kepastian hukum yang jelas tentang Legalitas Seks Bebas
kepada masyarakat.
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
A. Sasaran yang Ingin Dicapai

Pasal 411, Pasal 412 RKUHP Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan UU Nomor 44
tahun 2008 tentang pornografi. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
dimaksudkan untuk penyempurnaan peraturan bembebasan atau legalitas seks bebas.

B. Jangkauan dan Arah Peraturan


Kelompok Perilaku Seksual merupakan suatu tingkah laku, suatu perasaan atau emosi
yang berasosiasi dengan perangsangan alat kelamin. Sedangkan seksualitas sendiri
diartikan sangat luas karena meliputi berbagai hal tentang bagaimana seseorang merasa
tentang diri mereka. Norma Hukum di Indonesia yang mengatur tentang pelarangan seks
bebas adalah Pasal 411, Pasal 412 RKUHP Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan UU
Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi akan tetapi pelaku seks tidak dianggap sebagai
suatu pelanggaran karena selama tidak ada yang dirugikan tidak masalah.
Hasil Penelitian yang peneliti lakukan tentang perilaku seks bebas yaitu dimana
pelaku seks kebanyakan adalah seorang remaja tanpa ikatan pernikahan,mereka dilatar
belakangi oleh beberapa factor yaitu adanya kesempatan untuk melakukan perilaku
seksual , adanya paparan media massa tentang seks, komunikasi yang kurang efektif
terhadap orang tua, mudahnya menemukan alat kontrasepsi yang tersedia bebas dan
kurangnya suatu pemahaman tentang etika dan moral agama. Perilaku seksual nampaknya
sudah mulai berkembang di kalangan remaja kita. Oleh karena itu diperlukan pendekatan
yang lebih efektif guna memasyarakatkan informasi mengenai seks yang sehat kepada
remaja.
Arah pengaturan Pasal 411, Pasal 412 RKUHP Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan
UU Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi adalah:
a. memberikan pengaturan mengenai legalitas dalam pembentukan Undang-Undang
sesuai dengan Pasal 411 dan 412 RKUHP;
b. memberikan ketegasan mengenai materi muatan masing-masing jenis Peraturan
Perundang-undangan mengenai legalitas seks bebas;
c. memberikan ketegasan untuk memberlakukan peraturan terkait Legalitas Seks Bebas
yang baik, akuntabel, dan benar dengan mengacu pada Pasal 411, Pasal 412 RKUHP
Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan UU Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi
C. Ruang Lingkup Materi
Adapun ruang lingkup materi muatan Pasal 411, Pasal 412 RKUHP Pasal 284 KUHP
tentang Perzinahan UU Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi Padalah sebagai berikut
:
a. Ketentuan perubahan Ayat terkait hukuman pidana dalam Pasal 411
RKUHP
1. Perubahan Ayat terkait Hukuman Pidana dalam Pasal 411 RKUHP
- Perubahan Ayat terkait hukuman pidana pada Ayat (1) diubah menjadi
"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan
suami atau istrinya, tidak dipidana karena perzinaan, karena termasuk ke
dalam kebutuhan seksual."
2. Perubahan Ayat terkait Hukuman Pidana dalam Pasal 412 RKUHP
- Perubahan Ayat terkait hukuman pidana pada Ayat (1) diubah menjadi
(1) "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di
luar perkawinan tidak dipidana atau tidak diberi hukuman sama sekali
karena sudah termasuk legal."
3. Perubahan Pasal terkait larangan menonton, menyebarkan, memfasilitasi atau
bahkan menjadikan diri sendiri sebagai objek pornografi dalam UU No. 44
Tahun 2008 Tentang Pornografi
- Perubahan pada Pasal 5 diubah menjadi “Setiap orang dianjurkan
meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1).”
- Perubahan pada Pasal 6 diubah menjadi “Setiap orang dianjurkan
memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan."
- Perubahan pada Pasal 7 diubah menjadi “Setiap orang dianjurkan
mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4.”
- Perubahan pada Pasal 8 diubah menjadi “Setiap orang diperbolehkan
dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model
yang mengandung muatan pornografi.”
- Perubahan pada Pasal 9 diubah menjadi “Setiap orang diperbolehkan
menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung
muatan pornografi.”
- Perubahan pada Pasal Pasal 10 diubah menjadi “Setiap orang
diperbolehkan mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan
atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi
seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.”
- Perubahan pada Pasal Pasal 11 diubah menjadi “Setiap orang
diperbolehkan melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9,
atau Pasal 10.
- Perubahan pada Pasal Pasal 12 diubah menjadi “Setiap orang
diperbolehkan mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,
menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan
produk atau jasa pornografi.
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan pada bab-
bab terdahulu, termasuk hasil kajian dan hasil sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh
Tim, maka penyempurnaan Pasal 411,421 dan 284 KUHP tentang Perzinahan dan UU
Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi meliputi :

a) Perubahan pengaturan hukuman pidana yang tercantum dalam Pasal 411 Ayat 1
RKUHP, Pasal 412 Ayat 1 RKUHP
b) Perubahan pengaturan terkait larangan menonton, menyebarkan, memfasilitasi atau
bahkan menjadikan diri sendiri sebagai objek pornografi dalam Pasal 9 hingga Pasal
12 UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
c) Penyempurnaan pasal-pasal dalam pengaturan legalitas seks bebas di Kota Batu

Urgensi atau perlunya dilakukan perubahan Pasal 411,421 dan 284 KUHP tentang
Perzinahan dan UU Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi untuk mewujudkan
keselarasan antara kebutuhan primer dan sekuner berupa kebutuhan seksual yang tertib
dan lebih berkualitas. Ada banyak alasan mengapa seseorang tertarik melakukan seks
bebas.

a) Faktor fisik: Terdiri dari alasan-alasan terkait dengan pelepasan ketegangan untuk
mengurangi stres, mendapat kesenangan, penampilan fisik pasangan, dan
pengalaman dalam keterampilan seksual.
b) Faktor pencapaian: Berkaitan dengan alasan yang ingin mencapai tujuan seperti
menerima pengakuan, perbandingan dengan teman sebaya dan reputasi sosial,
keinginan untuk menyakiti seseorang melalui balas dendam, dan keinginan untuk
memperoleh keuntungan.
c) Faktor emosional: Terdiri dari alasan yang berkaitan dengan mempertahankan dan
meningkatkan keterikatan dengan pasangan, serta alasan yang terkait dengan
pengekspresian komunikasi ke pasangan.
d) Faktor ketidakamanan: Terdiri dari alasan yang terkait dengan kepercayaan diri
dan kekuasaan. Seperti perasaan yang merasa wajib sebagai tugas atau dilakukan
karena dari paksaan pasangan, serta seks yang dilakukan untuk mencegah
kehilangan pasangan.
Sebenarnya sah sah saja apabila kita melakukan seks bebas dan melakukanya
di tempat yang benar dan tidak merugikan yang bersangkutan maka kita sah sah saja
dan seharusnya kita tidak mendapatkan pidana atau hukuman yang sudah diatur dalam
UU Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi dan Pasal 411,421 dan 284 KUHP
tentang Perzinahan

B. SARAN
- Memperhatikan kebutuhan perubahan atas UU Nomor 44 tahun 2008 tentang
pornografi dan Pasal 411,421 dan 284 KUHP tentang Perzinahan
- Perlu dilakukan sosialisasi terhadap ketentuan baru yang termuat dalam RKUHP
dan UU ini dalam rangka memperoleh masukan dari masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai