Anda di halaman 1dari 4

KEBERHASILAN SEKTOR DAGANG KERAJAAN SAMUDERA PASAI

1. Pendahuluan

Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan
sekitar tahun 1267 oleh Marah Silu, yang memiliki gelar Sultan Malik as-Saleh. Kemunculan
sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahanan abad ke 13 M, sebagai hasil
dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim
sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya. Samudra Pasai berada di sekitar tepi sungai dan pantai,
letak Kerajaan Samudera Pasai yang dekat dengan Selat Malaka pun sangat menguntungkan.
Karena Selat Malaka merupakan selat yang sering di lewati oleh para pedagang asing. Bahkan
tidak hanya itu, Teluk Lhokseumawe yang membentuk garis arah barat-timur menghadap ke
utara ke pantai dari Selat Malaka menjadi pilihan bagi pelaut untuk singgah.

Kerajaan Samudra Pasai pun pernah dikunjungi oleh seorang musafir yaitu Ibnu Batutah yang
berasal dari Maroko, Afrika Utara, dalam perjalanannya dari India menuju ke China dan
sebaliknya melalui laut pada tahun 1345 dan 1346. Ibnu Battutah menulis kitab yang berjudul
Rihlah Ibn Battutah yang merupakan catatan perjalanannya dari Maroko, Mekah, India, menuju
ke China, Mesir, Eropa (Spanyol) dan kembali lagi ke Maroko. Gambaran kota dagang dan
pelabuhan Kerajaan Samudra Pasai yang diperoleh dari Kitab Rihlah Ibn Battutah, Kota di
Kerajan Samudra Pasai dihuni oleh berbagai macam jenis etnis seperti Arab dan Persia.

Pedagang-pedagang Sumatra ketika itu telah hilir mudik dari Samudra menuju ke India. Tidak
hanya itu, Tome Pires berasal dari Portugis pun pernah mengunjungi Pasai, pada tahun 1515.
Ketika itu Pasai telah terdapat jalur pelayaran perdagangan yang dilalui oleh para pedagang dari
Ormuz, Gujarat, Benggala, Srilanka, Pegu (Thailand), Pasai, hingga Malaka. Odoric de
Pordenone, seorang pendeta dari Fransiskan, yang mengunjungi kesultanan Samudera Pasai ini.
Bahkan, ia menulis beberapa kekayaan sumber daya alam daerah tersebut, seperti beras, emas
dan tembaga serta juga binatang-binatang.

2. Pembahasan
Sudah sangat jelas mengapa Kerajaan Samudera Pasai berhasil menarik pedagang-pedagang
asing dari seluruh penjuru negeri. Hal tersebut dikarenakan adanya kekayaan alam di tanah
Kerajaan Samudera Pasai yang begitu melimpah. Komoditas perdagangan utama yang paling
banyak dicari pada masa itu tak lain yaitu rempah-rempah. Seperti kelapa, pinang, cengkeh,
gaharu India, nangka, mangga, jambu, jeruk, dan tebu. Namun, lada merupakan komoditas
unggulan Kerajaan Samudra Pasai pada masa itu, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati
lada dijual dengan harga perak 1 tahil.

Hasil alam selain lada ialah garam termasuk bahan makanan utama selain beras dan ikan.
Pemroduksi dari komuditas satu ini merupakan spesialisasi dari penduduk yang bertempat
tinggal di pesisir. Sedangkan hasil komuditas seperti kelapa, pinang, cengkeh, gaharu India,
nangka, mangga, jambu, jeruk, dan tebu di tanam dan di panen oleh orang-orang pedalaman
seperti pegunungan. Namun meskipun tempat tinggal dari penduduk Kerajaan Samudera Pasai
berjauhan pada masa itu, mereka saling melengkapi untuk bekerja sama meningkatkan nilai jual
komoditas.

Selain menjual komoditas rempah-rempah, Kerajaan Samudera Pasai juga menjual komoditas
lain seperti kerajinan tangan dari tanah. Seperti gerabah atau tembikar. Hal ini diketahui setelah
terlihat tinggalan arkeologi dan ditemukan pecahan tembikar dalam jumlah yang cukup banyak
di Kerajaan Samudera Pasai. Tembikar yang ditemukan dalam bentuk yang berbeda-beda seperti
bentuk-bentuk yang dapat diidentifikasi seperti bentuk periuk, tempayan, dan jambangan yang
tak lain seperti alat-alat penunjang kebutuhan rumah tangga. Selain itu, ditemukan pula berupa
bagian dari peralatan untuk membuat tembikar yakni pelandas tembikar.

Dalam perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada
masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang terbuat dari 70% emas murni
dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat. Sementara masyarakat Pasai umumnya
telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali setahun, serta memilki sapi perah untuk
menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang
disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu
pinang yang disusun dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan.

Selain membayar dengan koin emas, sistem pembayaran Kerajaan Samudera Pasai pada masa itu
juga berlaku sistem barter seperti perdagangan lada dilakukan pula dengan cara pertukaran
dengan komoditas lainnya seperti kain dan beras ataupun padi. Sebagai contoh lada di Kerajaan
Samudera Pasai dibeli oleh pedagang dari Benggala dan ditukarkan dengan kain. Sistem barter
ini pun dilakukan dengan kerajaan di daerah Jawa seperti Gresik dengan Samudra Pasai yang
telah terdapat jaringan perdagangan. Kapal-kapal dari Jawa berlayar menuju ke Samudra Pasai
memuat beras, kemudian dalam pelayaran kembali dari Samudra Pasai menuju ke Jawa kapal-
kapal tersebut memuat lada.

Bukan hanya mata uang, Kerajaan Samudera Pasai pada saat itupun memiliki satuan takaran.
Jual beli lada di Samudra Pasai, menggunakan takaran yang dinamakan bahar. Bahar adalah
suatu ukuran berat yang sering digunakan untuk komoditas rempah-rempah di Indonesia.
Adapun pikul, dan gantang. Satuan takar lada adalah bahar dan pikul adapun satuan takar garam
ialah gantang. Alat yang digunakan untuk takaran bahar, pikul dan gantang ialah wadah-wadah
tembikar

3. Kesimpulan

Kerajaan Samudera Pasai memiliki letak geografis yang strategis. Sehingga sangat
menguntungkan untuk kegiatan ekspor dan impornya. Sumber daya alam yang melimpah
menjadi penunjang keberhasilan sektor perdagangan Kerajaan Samudera Pasai. Komoditas
perdagangan utama yaitu rempah-rempah dan kerajinan tangan dari tanah. Mata uangnya dirham
dari koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya. Selain membayar dengan koin emas,
sistem pembayaran Kerajaan Samudera Pasai pada masa itu juga berlaku sistem barter. Bukan
hanya mata uang, Kerajaan Samudera Pasai pada saat itupun memiliki satuan takaran bahar,
pikul dan gantang.
Referensi :

1. Nagurasi, L. H. (2017). Komoditas Perdagangan di Pelabuhan Internasional Samudra


Pasai pada Masa Dulu dan Masa Kini. Kapata Arkeologi, 13(1), 21-36.
https://doi.org/10.24832/kapata.v13i1.375 (Diakses pada 19 September 2020)
2. YakinAyang Utriza. “Islamisasi Dan Syariatisasi Samudera-Pasai Abad Ke-14 Masehi”.
ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 9, no. 2 (September 7, 2015): 269-294. Accessed
September 19, 2020. http://islamica.uinsby.ac.id/index.php/islamica/article/view/232.
(Diakses pada 19 September 2020)
3. PONCOWATI, Yuli, et al. SEJARAH PERADABAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN
DI INDONESIA “Sultan Malik Al–Shaleh”. Agama Islam, 2017 (Diakses pada 19
September 2020)

Anda mungkin juga menyukai