Anda di halaman 1dari 5

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA DALAM DIKLAT

Oleh : Joko Sumarno. M. Si


Widyaiswara Madya Balai Besar Diklat Kesejahteraan sosial jogyakarta

ABSTRAK

Belajar merupakan aktivitas atau kegiatan manusia yang tidak berhenti. Belajar tidak harus di dalam kelas terus, tetapi
juga bisa terjadi di luar kelas dan dalam kehidupan sehari- hari. Proses pembelajaran akan mengubah manusia menjadi
lebih baik secara pengetahuan (knowledge), ketermapilan (skill), dan sikap perilaku (attitude). Para peserta diklat adalah
orang dewasa yang sudah mempunyai pemahaman dan pengalaman. seorang widyaiswara yang menjadi fasilitator
harus memahami kondisi orang dewasa, yang meliputi ciri-ciri dan suasana orang dewasa belajar, prinsi-prinsip orang
dewasa belajar, dan hambatan belajar orang dewasa.

Kata Kunci : Belajar lah agar diri kita berubah

Pendahuluan

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang masuk ke dalam lembaga pendidikan pelatihan adalah dalam rangka belajar.
Belajar sendiri merupakan proses perubahan pada diri seseorang, yang terjadi karena pengalaman yang secara filosofis yaitu
persentuhan antara indera seseorang dengan lingkungannya. Belajar juga bisa diartikan sebagai suatu cara untuk memahami.
Arti secara psikologi tentang belajar ialah mengetahui apa yang bukan belajar.

Pertama belajar bukanlah kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, melainkan juga berlanngsung
dalam kehidupan sehari-hari. contohnya seseorang melihat orang yang melakukan kegiatan sepak bola yang benar kemudian dia
menirunya. Seorang anak yang melihat ibunya mengupas mangga kemudian dia mengambil pisau lalu menirukan apa yang
dilakukan ibunya dalam mengupas mangga.

Kedua belajar tidak hanya melibatkan apa yang “benar” saja, tetapi bisa saja melibatkan apa yang “tidak benar”,
sebagai contoh seorang anak yang melihat temannya yang naik sepeda dengan kencangnya kemudian terjatuh bisa menjadi
pelajaran bagi anak itu bahwa naik sepeda kencang belum tentu menjadikan lebih cepat sampai tujuan tetapi bisa mendatangkan
kecelakaan bagi yang melakukannya. Seseorang yang mengemudikan kendaraannya menerabas palang pintu kereta api yang
ditutup kemudian terjadi kecelakaan (tertabrak kereta api) yang menimbulkan korban jiwa, harta dan lainnya. Belajar tidak
hanya yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan kecakapan dalam keterampilan saja, tetapi juga berkenaan dengan
sikap mental dan perilaku serta perasaan.

Belajar selalu melibatkan adanya perubahan dalam diri seseorang yang melakukan pembelajaran. Perubahan itu
bisa berlangsung secara sengaja maupun tidak sengaja dan orang yang belajar bisa menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.
Proses hasil belajar bisa menghasilkan yang berkualitas, perubahan itu harus dilalui dengan pengalaman antara interaksi
seseorang dengan lingkungannya Perubahan yang terjadi karena proses kematangan atau perubahan sementara bukanlah proses
belajar. Seorang anak kecil yang awalnya baru bisa berjalan kemudian bisa berlari atau orang yang bekerja terus-menerus dan
mengalami kelelahan bukan termasuk kategori belajar.

Di dalam pengertian balajar harus mengandung dua faktor yaitu perubahan dan pengalaman. Perubahan sendiri
ada dua pandangan yaitu pandangan behavioristik dan kognitif. Menurut pandangan behavioristik balajar adalah perubahan
sikap perilaku dalam cara pandang seseorang berbuat dalam situasi tertentu, yang dimaksud sikap perilaku ialah yang dapat
diamati. Sedangkan pandangan kognitif belajar adalah proses internal yang tidak bisa diamati.

Bagi seorang widyaiswara kedua pandangan tersebut memberikan informasi yang berguna, mereka akan
berhadapan dengan perilaku peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) yang dapat diamati saat mengerjakan tugas, dan tingkah
laku yang tidak dapat diamati seperti sikap dan proses berpikir abstrak. Belajar adalah perubahan internal dalam diri seseorang
atau perubahan dalam bentuk tingkah laku baru. Belajar adalah perubahan yang relative tetap dalam kemampuan seseorang,
perubahan dalam diri seseorang (pandangan kognitif), sedangkan perubahan dalam tingkah laku yang dapat diamati (pandangan
behavioristik).

Perubahan yang terjadi pada seseorang dalam bertingkah laku dan berbuat pada situasi tertentu, perubahan itu
hanyalah suatu refleksi dari perubahan internal. Berkaitan dengan hal tersebut, Widyaiswara memeroleh manfaat dari kedua
pandangan, yakni mereka akan berhadapan dengan para peserta dikat yang dapat diamati saat mengerjakan tugas, dan tingkah
laku yang tidak dapat diamati seperti sikap dan proses berpikir abstrak.

Mengapa Harus Belajar ?

Belajar adalah proses perubahan pada diri seseorang. Berubah dari sikap dan tingkah laku yang kurang baik
menjadi baik, dari yang negatif menjadi positif, dari pemalas menjadi rajin, dari seseorang yang sombong menjadi rendah hati,
dari kurang percaya diri menjadi lebih percaya diri, dan sebagainya.

Manakala keluarga/ diri kita ingin menjadi yang terhormat, bisa sejajar atau duduk sama rendah dan bediri sama
tinggi dengan masyarakat di sekitar kita caranya adalah dengan selalu belajar dan belajar. seseorang yang selalu belajar akan
memudahkan mendapatkan jalan keluar/ solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya.

Seorang widyaiswara yang sedang memfasilitasi peserta diklat harus memahami dengan siapa dia sedang
berhadapan, apakah dengan peserta prajabatan, pejabat eselon empat, pejabat eselon tiga , dan termasuk dengan pejabat eselon
dua.

A. Ciri-ciri dan Suasana Orang Dewasa Belajar


Dunia orang dewasa berbeda dengan dunia anak, utamanya adalah kondisi kematangan berpikir dan psikologisnya.
Pada umumnya orang dewasa lebih matang dibanding dengan anak-anak, perbedaan kematangan psikologis antara
orang dewasa dan anak-anak dapat diamati dari sikap perilaku dalam menyampaikan gagasan/ pendapat, berbicara,
menyelesaikan pekerjaan, pengambilan keputusan, dan sebagainya.

1.       Ciri-ciri Orang Dewasa Belajar

       Tujuan Belajar

Orang dewasa kadang tidak mau ditunjukkan tujuan belajarnya, tetapi kecenderungan mereka akan memilih/
menentukan sendiri tujuan belajarnya. Tujuan belajar merupakan keinginan mengetahui, memahami, menerapkan
atau mengaktualisasikan . Belajar secara generatif yaitu belajar untuk dapat memahami dan mendalami sesuatu
dengan sungguh- sungguh sehingga mampu menemukan teori, cara, dan bahkan menemukan atau menciptakan
hal-hal baru.

b.      Nilai dan Norma

Dalam menjalani kehidupan seseorang mempunyai pengalaman hidup baik nilai baik dan/ atau buruk, maupun
norma mengenai mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Nilai dan norma tertanam
kuat dan dalam- dalam pada mental seseorang. Pengalaman hidup yang dialami antara satu orang dengan orang
lainnya akan berbeda, maka bentuk atau model mental setiap individu juga tidak sama. Mengubah mental
seseorang bisa dilakukan meskipun akan mengalami kesulitan. Suatu keyakinan dalam prinsip pendidikan bahwa
mental seseorang bisa berubah.

Orang dewasa dalam menentukan keputusan akan memertimbangkan menurut nilai dan norma yang ada dalam
diri dan diyakininya. Lain halnya pada anak-anak acuan norma yang dianut ada pada pendidik yaitu orang
dewasa, sehingga pendidikan pada anak-anak lebih diutamakan contoh keteladanan.

c.       Belajar Menemukan

Orang dewasa belajar dengan cara menemukan sehingga ditemukan kesimpulan. Mereka belajar tidak sebatas
ingin mengetahui apa, siapa, dimana, dan kapan, tetapi juga lebih dalam lagi dengan keinginan memahami
dengan bertanya mengapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi.

d.      Intisari Hidup

Belajar adalah intisari hidup, hanya manusia yang mau belajar saja kualitas hidupnya meningkat. Menurut Senge
bila kita tidak balajar kita tidak berubah, bila kita tidak berubah maka kita akan mati. Pengertian mati disini
adalah bukanlah terlepasnya nyawa dari tubuh/raga, melainkan mati kemungkinan dan kesempatan, dan kita tidak
memiliki daya saing dan posisi tawar.Belajar akan menambah ilmu, dengan ilmu akan menambah energisehingga
dia bisa melaju dengan kecepatan sesuai energi yang dimilikinya. Ibarat sebuah mobil tanpa bahan bakar, berarti
tidak bisa bergerak maju alias berhenti, apabila diisi bahan bakar ia akan berenergi dan bisa melaju di jalan sesuai
keinginan pengendaranya.

e.      Trial dan Error

Belajar bisa dilakukan dengan cara mencoba dan mencoba atau berlatih dan berlatih terus. Dalam proses latihan
bisa jadi mengalami kegagalan dan kegagalan. Thomas A Edison dalam percobaan yang dilakukannya dengan
tekun sehingga menemukan listrik meskipun mengalami kegagalan-kegagalan. Dalam kehidupan sehari-hari kita
menikmati hasil dari belajar yang melalui percobaan antara lain berbagai alat teknologi informasi (telepon,
faksimil, handphone, dan sebagainya)

2.       Suasana Belajar Orang Dewasa

Dalam melakukan pembelajaran seseorang memerlukan suasana belajar yang menyenangkan baik yang bersifat fisik
maupun psikis.

a.       Suasana belajar yang bersifat fisik

Yang dimaksud adalah suasana yang berhubungan fisik yang ada di sekitarnya, antara lain ruangannya nyaman
dan longgar, pencahayaan dalam ruangan  cukup memadai, sirkulasi udara baik, media pembelajaran, dan
sebagainya. Semua kondisi peralatan dan perlengkapan belajar bisa mendukung suasana belajar yang
menyenangkan.

b.      Suasana belajar yang bersifat psikis

Suasana belajar bersifat psikis adalah kondisi dalam diri (batin) seseorang yang mendukung suasana belajar

1)      Minat

Minat adalah aspek psikologis penting bagi seseorang dalam melakukan suatu tindakan atau kegiatan,
termasuk dalam belajar. Minat merupakan bentuk hakikat manusia yang selalu ingin tahu. pengingkaran
hakikat ini berarti pengurangan terhadap kemanusiaan diri pribadi.

Widyaiswara harus menumbuhkan minat belajar kepada peserta diklat, yang caranya bisa diawali dengan
menanyakan kesehatannya, bagaimana mengenai keluarganya, anaknya berapa, dan sebagainya dengan
sanjungan/ pengahrgaan secukupnya. Bisa juga dilakukan dengan menanyakan pekerjaan apa saja yang
dilaksanakan pada tahun, kemudian dikaitkan dengan materi pembelajaran.

2)      Kebebasan dan keamanan psikologis

Widyaiswara diupayakan memahami kondisi kejiwaan para peserta. Bagi peserta yang merasa tertekan di
kelas harus diadakan pendekatan khusus, dimotivasi bahwa semua peserta bisa mengikuti pembelajaran
sepanjang ada kemauan. Peserta harus merasa aman dan bebas tanpa harus memikul  beban. Para peserta
diklat adalah orang dewasa yang bisa menentukan sendiri tujuan belajarnya, kebebasan psikologis dalam
kehidupan adalah kodrat kemanusiaan. Mereka dating dari berbagai latar belakang yang berbeda antara lain
sosial, ekonomi, pendidikan. Pikiran masing-masing individu bisa jadi belum focus terhadap materi yang
sedang dipelajari, tetapi masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Sedangkan keamanan psikologis yaitu bebas dari segala ancaman dan intimidasi, misalnya dengan
mengatakan kalau tidak menurut saya (widyaiswara) tidak dijamin kelulusannya.Belajar bagi orang dewasa
yang terpenting adalah bagaimana dia bisa memahami makna belajar dan yang bisa diraih bagi dirinya dan
organisasi.

3)      Toleransi

Sikap toleransi harus tumbuh dikalangan peserta diklat, widyaiswara, dan penyelenggara diklat. Sikap ini
bisa terwujud apabila masing-masing bisa memahami dirinya sebagai apa dan harus bagaimana. Syarat
pokok toleransi adanya kejujuran dari berbagai pihak yang terkait. Pertanyaannya apakah seorang
pembohonng bisa/ mampu untuk bertoreransi.

4)      Kerjasama

Bagi orang dewasa kerjasama dalam belajar adalah hal yang penting. Manusia diciptakan secara bersuku-
suku dan berkelompok, kerjasama merupakan kebutuhan yang tak terelakan. Orang dewasa tidak merasa
dirugikan apabila hasil pekerjaannya dilihat dan dicontoh oleh teman lainnya. Orang dewasa suka
menawarkan diri untuk membantu teman-temannya yang sedang mengalami kesulitan

   Prinsi-prinsip Orang Dewasa Belajar.

1.       Partisipasi peserta

Peserta akan memeroleh pengalaman sendiri dengan memberikan kesempatan luas berpartisipasi aktif. Dalam
pembelajaran orang dewasa lebih banyak waktu dan kesempatan diberikan kepada mereka untuk saling mendiskusikan
permasalahan, menyampaikan pendapat sesuai dengan pemahaman mereka. Widyaiswara selaku fasilitator harus bisa
mengakomodasi keperluan para peserta diklat, tidak menyalahkan agar peserta leluasa menyampaikan pendapatnya
dalam berbagai diskusi.

2.       Pendekatan secara sistemik bukan parsial.

Dalam menyelesaikan permasalahan jangan secara sendiri tanpa melibatkan pihak dalam kelompok itu, harus melalui
proses dan prosedur yang telah disepakati

3.       Perbedaan individual

Manusia diciptakan Tuhan dalam keadaan berbeda dan unik, masing-masing orang memiliki motivasi, kebutuhan,
pengalaman, sikap berpikir dan tingkah laku yang berbeda. Seorang widyaiswara harus memahami dan mencermati,
menghargai perbedaan masing-masing peserta diklat sehingga kehadiran widyaiswara akan menyenangkan mereka
dan bukan merupakan ancaman.

4.       Santai

Seseorang akan bisa berpikir yang optimal apabila dalam pikirannya dalam kondisi tenang dan santai. Widyaiswara
harus bisa mengupayakan suasana kelas yang santai, tidak tegang, tidak marah-marah, memperlihatkan raut muka
yang menyenangkan (senyum), sehingga peserta diklat merasa senang dan nyaman bersama fasilitator.

5.       Repetisi dan latihan.

Dalam rangka mengevaluasi peserta terhadap pembalajaran yang sedang berlangsung, seorang widyaiswara member
kesempatan kepada para peserta untuk mencoba latihan atau bisa dengan menjelaskan kembali materi yang telah
diterimanya.

6.       Proses perubahan progresif

Belajar merupakan proses perubahan secara bertahap dari kodisi kurang baik manjadi baik, malas menjadi rajin.
Perubahan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, perubahan dimulai dari hal yang kecil secara terus
menerus.

C.      Hambatan Belajar Orang Dewasa

Hambatan belajar pada seseorang biasanya disebabkan karena mental modelnya. Hambatan mental antara lain

 1.       Egois

Sifat/ sikap egois yang berlebihan. Merasa dirinya sudah berpengalaman, dirinya lebih menguasai dibandingkan teman
lainnya, dirinya tidak pernah bersalah, kalaupun melakukan kesalahan, yang disalahkan/ dibebankan kepada  orang
lain. Kegagalan dirinya karena pihak lain, dirinya kurang menyadari bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya
pasti mengalami kesalahan, ketidak berhasilan/ kegagalan.

2.       Kesombongan

Seseorang yang tidak menyadai sifat egois dalam dirinya, apabila dibiarkan lambat laun akan menjadi sifat sombong.
Suka menyalahkan dan meremehkan pihak lain, tidak mengakui kebenaran pada orang lain. Manusia mahluk yang
lemah apalagi kalau dibandingkan dengan Tuhan Penciptanya, apabila manusia menonjolak sifat kesombongan berarti
mengingkari sebagai mahluk Tuhan yang lemah.

3.       Merasa Bisa

Sikap merasa bisa akan menghambat dalam proses pembelajaran dan bahkan akan menjegal proses pemberdayaan
berbagai aspek baik sosial, politik, ekonomi, dan budaya.Pada saat ini sebagian masyarakat, institusi baik swasta
maupun pemerintah merasa paling bisa/ menguasai dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di
hadapannya.

 D.      Peranan Widyaiswara

Widyaiswara mempunyai tugas antara lain mendidik, mengajar, dan melatih Pegawai Negeri Sipil, yang pesertanya adalah
orang dewasa harus memilik kompetensi mengajar orang dewasa yang memadai. Kompetensi itu harus memadukan antara
penguasaan pengetahuan (materi) keterampilan menyampaikan dan sikap perilaku termasuk nilai-nilai etika kepada peserta
diklat.

Mengajar adalah suatu aktivitas membantu dan membimbing seseorang peserta diklat untuk mendapatkan, mengubah, dan
mengembangkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap perilaku (attitude).

Seorang widyaiswara harus berusaha membawa perubahan sikap mental dan perilaku peserta diklat. Oleh karena itu
widyaiswara merupakan manajer kelas dan mampu merumuskan tujuan pembelajaran dan merencanakan scenario
pembelajaran

 Referensi

1.Bambang Sugema, Sugiyanti Sutopo , 2006, Psikologi Belajar Orang Dewasa, Modul Diklat Kewidyaiswaraan
Berjenjang Tingkat Madya, LAN-RI, Jakarta. 2. Tabrani Rusyan, dkk,1992, Penuntun Belajar Sukses, Jakarta, Nine
Karya Jaya.3. Deporter, Bobbi, dkk, 2003, Quantum Teaching, Bandung; Kaifa.4. M Collins, Mallary, dkk, 1992,
Mengubah Perilaku Siswa Pendekatan Positif, Jakarta, BPK Gunung Mulia 5. Marland, Michael, 1990, Seni
mengelola Kelas, Semarang, Dhahar Prize

Anda mungkin juga menyukai