OLEH :
FERDI
I1A4 15 026
OLEH :
FERDI
I1A4 15 026
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Jurusan/ Koordinator
Program Studi Ilmu Kelautan
iii
PERNYATAAN
FERDI
NIM I1A415026
iv
RIWAYAT HIDUP
pada 2003 dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama
Penulis melanjutkan pendidikan di MTSN 02 Kendari dan lulus pada tahun 2012.
Kendari, Jurusan TEHNIK PEMESINAN dan berhasil lulus pada tahun 2015.
Pada tahun yang sama, melalui jalur Seleksi Bersama Perguruan Tinggi Negeri
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Selama
v
KATA PENGANTAR
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Halu Oleo. Penulis berharap hasil karya ilmiah yang terdeskripsikan
dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan
informasi ini.
Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Ferdi
NIM I1A415026
vi
KLASIFIKASI HABITAT BENTIK BERBASIS PIKSEL
DENGAN ALGORITMA SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM)
CITRA MULTI SPEKTRAL SENTINEL-2 DI PERAIRAN PULAU TIGA
ABSTRAK
Habitat bentik adalah substrat dasar laut yang menjadi tempat tumbuh bagi
komunitas biologis yang hidup pada dasar laut maupun di atas dasar laut. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kelas tutupan habitat bentik
perairan dangkal di Pulau Tiga pada citra sentinel-2 melalui penerapan klasifikasi
berbasis piksel menggunakan algoritma Support Vector Manchine (SVM) dan
untuk mengetahui tingkat ketelitian habitat bentik dangkal di Pulau Tiga pada
citra sentinel-2 melalui penerapan klasifikasi berbasis piksel menggunakan
algoritma Support Vector Manchine (SVM). Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan September-Desember 2021, Bertempat diperairan Pulau Tiga Kecamatan
Tiworo Utara, Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode yang
digunakan pada pengamatan lapangan adalah random sampling,dengan
mengambil titik koordianat pada area pengamatan dilakukan secara tegak lurus
dari pantai ke tubir, Pra-pengolahan citra satelit dilakukan di Laboratorium
Komputasi, SIG dan Pemodelan,dengan beberapa tahap yaitu korekasi
Atmosferik, Croping, Komposit Citra. Hasil analisis menunjukan Diperoleh
tutupan habitat bentik dari hasil analisis citra sentinel 2A menghasilkan 5 kelas
yang terdiri dari; karang hidup, karang mati, rubble, , lamun dan pasir. Hasil uji
akurasi/ketelitian citra dalam bentuk presentase Citra Sentinel-2A dapat
digunakan dalam pemetaan habitat bentik di Pulau Tiga dengan tingkat akurasi
yang tinggi dengan overall accuracy sebesar 73.95% dan Kappa Coefficient
sebesar 0.5267.
vii
CLASSIFICATION OF BENTHIC HABITAT BASED ON PIxEL WITH
SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) ALGORITHM SENTINEL-2
MULTI-SPECTRAL IMAGES ON THE WATERS OF ISLAND THREE
ABSTACK
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Habitat Bentik ................................................................................. 5
B. Jenis-Jenis Habitat Bentik ............................................................... 6
C. Pengidraan Jauh .............................................................................. 10
D. Karakter Ristik Citra Sentinel 2 ...................................................... 11
E. Identifikasi Habitat Bentik Menggunakan Citra Satelit .................. 14
F. Algoritma Lyzenga.......................................................................... 15
G. Algoritma SVM (Support Vektor Machine).................................... 15
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat .......................................................................... 17
B. Alat dan Bahan ................................................................................ 18
C. Prosedur Penelitian.......................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi ............................................................... 25
B. Hasil Penelitian ............................................................................. 26
C. Pembahasan.................................................................................... 31
ix
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Karakteristik Citra Sentinel-2 ........................................................... 13
2. Alat Penelitian Beserta Kegunaanya ................................................ 18
3. Hasil analisis tutupan bentik di Perairan Pulau Tiga ........................ 29
4. Hasil Uji Akurasi Algoritma di Perairan Pulau Tiga ....................... 30
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Spektrum Spektral Band pada Citra Sentinel-2 ................................ 12
2. Peta Lokasi Pengamatan Habitat bentik di Perairan Pulau Tiga
Selat Tiworo. .................................................................................... 17
3. Diagram alir penelitian ..................................................................... 19
4. Dermaga Pulau Tiga ......................................................................... 25
5. Hasil Koreksi atmosferik .................................................................. 26
6. Hasil Composit Citra ........................................................................ 27
7. Hasil Croping Citra Pulau Tiga ........................................................ 28
8. Hasil klasifikasi habitat bentik berbasis piksel di Pulau Tiga .......... 29
xii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
wilayah perairan yang mempunyai kedalaman hingga 200 meter. Dalam lingkup
teridentifikasi oleh citra satelit sampai dasar perairan. Perairan dangkal memiliki
ekosistem khas, umumnya terdiri dari terumbu karang, padang lamun, pasir,
lumpur, dan mangrove (Siregar, 2010). Pemetaan habitat bentik merupakan upaya
karang, lamun, pecahan karang (rubble), alga, dan pasir (Talitha, 2016).
merupakan salah satu wilayah yang sangat kompleks karena memiliki beberapa
yang baik dan berkelanjutan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengkaji fisik area wilayah pesisir termasuk perairan dangkal adalah melalui
berkembang karena didukung oleh ketersedian citra resolusi tinggi yang semakin
informasi tutupan habitat bentik tetapi juga informasi fisiograis perairan dangkal
seperti bentuk dasar perairan atau morfologi dan kedalaman perairan dangkal
relatif murah dan mudah didapat, adanya resolusi temporal (perulangan) sehingga
dapat digunakan untuk keperluan monitoring, cakupannya yang luas dan mampu
(Suwargana, 2013).
habitat bentik di perairan dangkal. Habitat bentik atau habitat perairan dangkal
merupakan bagian dari wilayah pesisir yang terdapat 3 (tiga) ekosistem tropik
yang khas, terumbu karang, lamun dan mangrove, dengan tingkat produktivitas
yang tinggi (Mukrimin et al, 2021). Fungsi habitat bentik diantaranya sebagai
tempat mencari makan, bertelur dan berpijah biota laut, perlindungan pantai dari
material industri dan farmasi, serta pariwisata. Pendekatan terbaik dalam membuat
peta habitat bentik adalah dengan menggunakan data penginderaan jauh sebagai
sangat detailperlu diintegrasikan dengan data dari analisis citra satelit. Integrasi
data penginderaan jauh dan data lapangan telah berhasil digunakan untuk
penentuan metode klasifikasi citra dengan tingkat akurasi yang baik dari peta yang
dangkal tentu tidak terlepas dari proses klasifikasi ataupun analisis digital dari
citra tersebut. Analisis digital data penginderaan jauh secara umum memiliki dua
(Mastu, et al, 2018). Hasil dari klasifikasi bebasis piksel mampu mengkelaskan
dengan tipe atau jenis habitat berbeda dan juga dapat diketahui sebaran dan luasan
dengan menggunakan teknik pemetaan dari citra satelit (Zamdial et al., 2020).
Pulau Tiga yang merupakan salah satu gugusan pulau yang berada di
Selat Tiworo yang dimana masih termaksut Kawasan Konservasi Perairan Daerah
(KKPD) Kabupaten Muna Barat. Kawasan Selat Tiworo khususnya Pulau Tiga
tempat hidup dari berbagai jenis organisme yang disusun oleh rumput laut, lamun,
alga, karang hidup, karang mati dengan tipe substrat seperti pasir dan pecahan
telah dilakukan di Pulau Tiga ini. Namun, klasifikasi habitat bentik dengan teknik
klasifikasi berbasis piksel belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu
B. Rumusan Masalah
dapat memetakan lokasi terpencil dan daya cakupnya jauh lebih luas
4
dibandingkan metode insitu, metode pengindraan jauh terbukti lebih mudah dan
tidak memakan banyak waktu akan tetapi metode insitu memiliki keutamaan
selisih tutupan habitat bentik yang nantinya data tersebut akan menjadi referensi
peneliti selanjutnya.
1. Berapa jumlah kelas tutupan habitat bentik perairan laut dangkal di Pulau Tiga
C. Tujuan Penelitian
Pulau Tiga pada citra sentinel-2 melalui penerapan klasifikasi berbasis piksel
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penilitian ini adalah dapat menjadi bahan referensi bagi
A. Habitat Bentik
Habitat bentik adalah substrat dasar laut yang menjadi tempat tumbuh bagi
komunitas biologis yang hidup pada dasar laut maupun di atas dasar laut. Habitat
Di antara fungsi tersebut adalah sebagai tempat mencari makan (feeding ground),
bagi berbagai biota laut (Philips and Menez, 1988). Habitat bentik memiliki peran
karbon, penjaga kejernihan air, menahan laju gelombang, serta penstabil sedimen
(Hernawan et al ., 2017).
(Nicolas et al., 2007) baik disebabkan oleh perubahan kondisi alam maupun
laut, dan proses alam lainnya. Sementara aktivitas antropogenik seperti reklamasi
1. Terumbu Karang
produktif dan paling kaya dari segi hayati. Terumbu karang memberikan manfaat
sangat besar bagi jutaan penduduk yang hidup dekat pesisir. Ini merupakan
sumber pangan dan pendapatan yang penting, menjadi tempat asuhan bagi
terbentuknya pasir di pantai pariwisata, dan melindungi garis pantai dari hantaman
karang tidak mudah dibedakan dengan area padang lamun sedangkan respon
spektral terumbu karang dengan area padang lamun terlihat sangat berbeda.
Saluran spektral hijau dan merah pada area terumbu karang memiliki pantulan
spektral yang hampir sama sedangkan pada padang lamun respon spektral saluran
hijau selalu ditunjukkan bahwa terumbu karang sangat berbeda dengan laut.
Secara visual pada tampilan citra satelit area terumbu karang juga dapat dibedakan
dengan mudah (Hartoko et al, 2011). Hasil penelitian Wicaksono dan Heru
2. Lamun
atas 2 famili,12 genus dan 48 spesies yang hidup dan berkembang baik pada
lingkungan perairan laut dangkal, estuari yang mempunyai kadar garam tinggi,
7
daerah yang selalu mendapat genangan air ataupun terbuka saat air surut, pada
subtrat pasir, pasir berlumpur, lumpur lunak dan karang (Kiswara dan Hutomo,
1985).
Spesies lamun yang sama dapat tumbuh pada habitat yang berbeda dengan
spesies lamun membentuk zonasi tegakan yang jelas baik murni ataupun asosiasi
dari beberapa spesies. Padang lamun mempunyai peranan ekologis penting bagi
lingkungan laut dangkal yaitu sebagai habitat biota produsen primer, penangkap
Nilai spektral pada lamun menunjukkan pola yang memiliki dua puncak
pada panjang gelombang sinar tampak yaitu hijau-kuning (500-650 nm) dan
panjang gelombang merah (700-750 nm). Nilai spektral reflektansi lamun juga
dalam daun lamun yang berwarna hijau memberikan hasil reflektansi dengan
puncak tertinggi dipanjang gelombang 550 nm atau merupakan band hijau. Band
3. Makro Alga
menanjap pada substrat tertentu seperti pada karang, lumpur, pasir, batu dan
benda keras lainnya. Selain benda mati, makroalga juga dapat melekat pada
8
Kurnianto, 2018).
subtidal yakni daerah diantara garis pantai sampai ke tubir (reef slope), atau biasa
disebut daerah rataan terumbu (reef flats). Kelompok tumbuhan ini hidup di
perairan laut yang masih mendapat cahaya matahari dengan menempel pada
substrat yang keras seperti pecahan karang, batu dan benda keras lainnya.
timur memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi, namun alga sangat rentan
Melalui kemampuan panjang gelombang sinar tampak hijau dan biru yang
yang terletak pada dasar perairan dangkal tropis yang mampu didefinisikan
melalui data pengindraan jauh. Saat ini penelitian pemetaan makro alga tidak
banyak dan sulit dilakukan karena saangat mirip dengan terumbu karang dan
beragam, kompleks dan produktif di muka bumi ini. Namun sangat disayangkan,
kondisi terumbu karang di dunia saat ini mulai menurun. Diestimasi lebih dari
9
20% karang di dunia telah rusak dan tidak memiliki tanda-tanda perbaikan.
2003, diestimasi hanya 7% karang Indonesia dalam keadaan sangat baik, 27%
dalam keadaan sedang, dan lebih dari 36% dalam keadaan buruk. Ancaman
terhadap terumbu karang bisa berasal dari alam maupun ancaman dari manusia.
air laut yang disebabkan oleh perubahan iklim. Karang yang dirusak baik oleh
gelombang dan arus. Hal ini menjadikan rubble memiliki efek gerus yang
Kondisi tutupan karang substrat seperti rubble, silt, sand, dan rock yang
tinggi pada suatu area terumbu karang merupakan hal buruk bagi biota karang.
dari karang jenis Acropora yang mati.Patahan karang juga disebabkan oleh ulah
manusia yang menginjak dan berjalan di atas karang dan pelepasan jangkar oleh
nelayan diatas karang. Hal ini dapat memperburuk jumlah persentase patahan
dan reflektansi disekitar panjang gelombang 674 nm, fitur terkait spektrum
10
masing objek yang ada pada dasar perairan (Hartoko et al., 2011).
5. Pasir
Pasir adalah material butiran dengan diameter antara 1/16 hingga 2 mm.
Pasir dapat digolongkan menjadi tiga kategori utama yaitu pasir terigen
(pyroclastic sand). Pasir laut termasuk salah satu contoh dari pasir karbonat. Pasir
laut adalah bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang
tidak mengandung unsur mineral golongan A atau golongan B dalam jumlah yang
berarti ditinjau dari segi ekonomi. Sedangkan secara geologi pasir laut adalah
segala material (sedimen) yang berukuran pasir yang karena proses transportasi
(Shoni, 2013).
Karakteristik objek yang ada di permukaan bumi memiliki sifat tidak statis
dimana objek tersebut salah satunya adalah pasir, dengan adanya pengindraan
jauh maka dapat digunakan untuk memonitor suatu area geografis, dalam teknik
C. Penginderaan Jauh
alam pada obyek (permukaan bumi) yang diperoleh tanpa kontak langsung dengan
dipancarkan oleh obyek permukaan bumi kemudian energi tersebut direkam oleh
sensor. Ada tiga kelompok utama obyek permukaan bumi yang dapat dideteksi
oleh sensor yaitu air, tanah dan vegetasi yang masing-masing memancarkan
Saat ini telah banyak sensor satelit pengindraan jauh yang memiliki
dangkal seperti komunitas bentik karang dan yang lainya. Penginderaan jauh
permukaan air. Terdapat beberapa produk dari citra satelit yang menyediakan
informasi mengenai gambaran suatu ekosistem perairan. Citra satelit yang dapat
diantaranya terdapat beberapa macam citra satelit, yaitu citra Landsat, SPOT,
salah satu program yang diusung oleh European Commission (EC) dan European
space Agency (ESA). Program ini bertujuan untuk kemajuan pembangunan dalam
jason-CS (didasarkan pada konstelasi dua satelit di bidang orbit yang sama).
Dengan konfigurasi nin akan mungkin untuk memenuhi revisit dan cakupan, serta
payload yang akan dilakukan pada Meteosat Generasi ketiga. Sentinel-5 meliputi
pengembangan dua muatan istrumen yang akan dilakukan pada MetOp Generasi
kedua. Setiap satelit yang memungkingkan untuk ekstensi misi sampai dengan 12
diantara 15-20 tahun kedapan. Strategi untuk pengadaan dan penggantian satelit
for Environment and Security (GMES), darurat dan aplikasi keamanan, Geoland
13
area cakupan, band spektral, lebar petak, kualitas gambar radiometrik dan
Citra satelit Sentinel-2 saat ini menjadi alternatif baru dalam menyediakan
informasi permukaan bumi karena selain mudah didapatkan dan gratis, citra
Sentinel-2 menawarkan kualitas data citra dengan resolusi spasial yang lebih baik
yaitu 10x10 m2/piksel, dibandingkan dengan citra open source lainnya yang
sering digunakan seperti citra Landsat yang hanya memiliki resolusi spasial 30x30
tahun 2015. Satelit ini membawa berbagai peta resolusi tinggi imager
perubahan lahan tutupan, dan manajemen bencana alam (Sukmono et all., 2018).
pesisir, seperti habitat lamun, mangrove, karang, pantai, muara sungai, dan
mampu medeteksi perubahan tata guna lahan wilayah pesisir dan penggunaan
memanfaatkan nilai reflektansi langsung yang khas dari tiap objek di dasar
perairan yang kemudian direkam oleh sonar. Sinar biru, hijau dan merah dengan
sinar energi yang berbeda-beda yang digunakan oleh satelit untuk pengindraan
jauh di laut yang menggunakan spektrum cahaya tampak (400-650 nm). Salah
satu dari habitat bentik yaitu objek lamun yang menyerap energi pada panjang
gelombang biru (sekitar 400 nm) dan merah (sekitar 700 nm) digunakan untuk
berfotosintesis, serta memantulkan energi pada panjang hijau (sekitar 500 nm).
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa lamun berwarna hijau (Arif et al., 2013).
15
F. Algoritma Lyzenga
Salah satu obyek yang dapat dikenali dari citra satelit adalah pengenalan
obyek bawah air, sampai kedalaman tertentu. Secara teoritis jika dasar perairan
kenyataannya tidak, karena hal ini banyak dipengaruhi oleh parameter lain, seperti
kekeruhan air, kandungan klorofil, suspensi sedimen, pantulan dasar perairan dan
Invariant Index yang didasarkan pada kenyataan bahwa cahaya yang dipantulkan
dari bawah merupakan fngsi linear dari reflektansi dasar perairan dan fungsi
merupakan algoritma yang diterapkan pada citra untuk koreksi kolom perairan.
Pada prinsipnya metode ini menggunakan kombinasi band sinar tampak citra
satelit. Teknik ini diuji coba pada perairan Bahama dimana perairan tersebut
nilai pantulan dasar perairan yang diduga dari linear reflektansi dasar perairan dan
sebuah vektor atau garis yang berfungsi sebagai pemisah dua kelas dengan
16
prinsip linear classfier yang tergolong klasifikasi machine learning. Konsep SVM
dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari hyperplane terbaik yang
berfungsi sebagai pemisah dua buah kelas pada input space (widodo dkk., 2013).
Garis pemisah antar kelas dapat dibuat berupa garis linear dan radial basis
function.
hipotesis berupa fungsi-fungsi linear dalam sebuah ruang fitur, dilatih dengan
SVM adalah berusaha menemukan fungsi pemisah terbaik diantara fungsi yang
Pulau Tiga Kecamatan Tiworo Utara, Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar diagram alir dibawah ini:
Citra Sentinel-2A
Tranformasi Citra
Algoritma SVM Survei Lapangan
dan Penentuan
Stasiun
Klasifikasi Terbimbing
(Supervised Classification) Pengamatan
Lapangan
Akurasi Habitat
Uji Akurasi
Bentik Insitu
1. Survey Pendahuluan
lokasi penelitian.
dan penentuan area pengamatan yaitu di Perairan Pulau Tiga, Kabupaten Muna
3. Pengamatan Lapangan
dan Pemodelan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan beberapa tahap,
yaitu;
a. Koreksi Atmosferik
(DN) menjadi nilai radian kemudian dikonversi kembali menjadi nilai reflektansi
gangguan atmosfer pada saat proses perekaman. Biasanya gangguan atmosfer ini
dapat berupa serapan, hamburan, dan pantulan yang menyebabkan nilai piksel
pada citra hasil perekaman tidak sesuai dengan nilai piksel obyek sebenarnya di
21
Keterangan:
- NP’ = Nilai piksel hasil koreksi
- NP = Nilai piksel citra
- NP min = Nilai piksel minimum
b. Croping Citra
daerah penelitian dengan cara cropping atau memotong wilayah yang akan
digunakan dalam proses pengolahan citra, salah satu keutamaan cropping dapat
c. Komposit Citra
dan blue) dengan tujuan untuk menghasilkan kombinasi warna yang dapat
mempermudah dalam penginterpretasian objek yang ada pada data citra dengan
baik. Pada analisis habitat dasar perairan laut dangkal, komposit yang digunakan
adalah warna true color (Prayuda, 2014) untuk mendeteksi objek di bawah air
penelitian ini mengunakan kombinasi RGB 432 pada citra Sentinel 2. Pemilihan
ketiga band dari citra tersebut merupakan penggabungan band paling sesuai untuk
D. Analisis Data
disebut juga Lyzenga merupakan algoritma yang diterapkan pada citra untuk
band sinar tampak citra satelit.Teknik ini diuji coba pada perairan Bahama dimana
Landsat berdasarkan nilai pantulan dasar perairan yang diduga dari linear
reflektansi dasar perairan dan fungsi ekponensial kedalaman air (Lyzenga, 1981).
learning bias dari teori pembelajaran statistika (Christiani, 2000). Konsep SVM
adalah berusaha menemukan fungsi pemisah terbaik diantara fungsi yang tidak
batas pemisah tersebut dan mencari nilai maksimalnya (Wahidin et al,. 2015)
k = exp (˗ )………...……………...……………………………..(2)
Keterangan :
x : mempresentasikan vektor dari setiap data
𝛔 : mempresentasikan jumlah derajat dari fungsi polynomial
23
c. Uji Akurasi
dengan data klasifikasi citra (Haya dan Fujii, 2017). Pengambilan titik ground
mengunakan GPS. Uji akurasi yang dihitung adalah akurasi nilai perhitungan
peta data lapangan yang sudah dibuat dan hasil pengamatan langsung di lapangan.
Uji akurasi menggunakan matriks kesalahan (error matrix atau confusion matrix)
yaitu uji akurasi yang menggunakan dua pengukuran. Data kolom merupakan
data baris merupakan hasil observasi lapangan oleh pengamat dan digunakan
dalam perhitungan user’s accucary (UA). Semakin banyak hasil klasifikasi yang
selaras dengan hasil observasi, maka nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy)
akan semakin tinggi (Haya dan Fujii, 2017). Uji akurasi berdasarkan persamaan
sebagai berikut:
PA = …………..…………...……………..……………..… ……..(3)
UA ……………………………….....…..…..…………………..(4)
∑
OA = ……………………………...……………….…………..(5)
Keterangan:
k = Jumlah baris pada matriks
n = jumlah pengamatan
nii = jumlah pengamatan pada kolom ke-i dan baris ke-i
njj = jumlah pengamatan pada kolom ke-j dan baris ke-j
24
Daerah (KKPD) Selat Tiworo dan terletak dalam wilayah administrasi Desa Bero
Kecamatan Tiworo Utara, Kabupaten Muna Barat. Perairan ini terletak pada titik
berikut :
Pulau Tiga merupakan pulau terluar dari pulau-pulau yang berada pada
wilayah KKPD Selat Tiworo, untuk mencapai Perairan Pulau Tiga kita dapat
menempuh jalur laut dan jalur darat, untuk jalur laut kita bisa memakai
transportasi kapal malam yang berada di pelabuhaan kapal malam kendari dengan
B. Hasil Penelitian
1. Pengolahan Citra
a. Koreksi Atmosferik
menghilangkan pengaruh atmosfer seperti partikel padat dan uap air di udara
b. Composite Citra
atau band yang berbeda pada citra yang diolah, proses ini di namakan “RGB
composite” hasil dari proses ini akan menghasilkan citra degan berbagai warna
penelitian. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kapasitas file yang akan diolah
dibandingkan dengan mengolah data satu scene penuh. Pada penelitian ini
pemotongan citra dilakukan pada pulau dan wilayah perairan Pulau Tiga. Hasil
berdasarkan perbedaan spektral antara fitur permukaan yang berbeda. Pada proses
klasifikasi berbasis piksel yang dapat diketahui melalui nilai luasan objek hasil
terdapat 5 kelas objek habitat bentik diantaranya rubble, pasir, lamun, karang
4. Uji Akurasi
yang dapat dipercaya (Chris et al. 2006). Uji akurasi pada citra Sentinel-2A
algoritma Support Vektor Machine (SVM) serta dengan penerapan dan tanpa
koreksi kolom air. Berdasarkan pada SNI 7716:2011, nilai akurasi yang dapat
diterima untuk pemetaan habitat bentik adalah sebesar ≥ 60% (LIPI, 2014).
Rubble 14 1 1 5 0 4 0 25 56.0
Pasir 0 7 0 0 0 0 0 7 0.0
Lamun 0 1 9 0 0 0 0 10 0.0
Karang
hidup 8 0 0 10 0 8 0 26 30.8
Darat 0 1 0 0 11 0 0 12 0.0
Karang
mati
bercampur
alga 8 0 0 8 0 2 0 18 44.4
Laut
dalam 0 0 0 0 0 0 16 16 0.0
Jumlah 30 10 10 23 11 14 16 Overal
Producer accuracy 60.53
accuracy (%)
(%) 46.67 10.00 10.00 21.74 0.00 28.57 0.00
C. Pembahasan
1. Pengelolaan Citra
sehingga menghasilkan visual citra yang lebih baik. Citra hasil koreksi atmosferik,
secara visual terlihat lebih jelas terutama pada wilayah daratan dan perairan
31
dangkal. Menurut (Mahiny & Turner, 2007) citra hasil koreksi atmosferik dapat
dengan kondisi lapangan saat perekaman citra. Citra yang digunakan sebagai input
layer pada proses klasifikasi adalah citra yang telah terkoreksi atmosferik. Saluran
yang digunakan yaitu kanal sinar tampak (blue, green, red dan saluran
terbimbing yang dapat mencari sebuah vector atau garis yang berfungsi sebagai
pemisah dua kelas dengan memaksimalkan margin antar kelas tersebut (Wahidin
et al., 2015). Algoritma klasifikasi ini berdasarkan prinsip linear classfier yang
dilakukan dan menghasilkan skema klasifikasi atau jumlah kelas yang berbeda-
Phinn et al., (2011) menghasilkan 12 kelas habitat bentik. Zhang et al., (2013)
habitat bentik, Wahiddin et al., (2015) menghasilkan 7 kelas habitat bentik serta
Berdasarkan hasil analisis citra 2021 tutupan habitat bentik perairan Pulau
Tiga dikelaskan menjadi 5 kelas kelas bentik (Tabel 4) yaitu kelas rubble seluas
34.21 ha, dengan persentase tutupan 16.89 %, pasir 24.11 ha dengan persentase
tutupan 11.90 %, lamun 92.14 ha dengan luas tutupan 45.49%, karang hidup
39.89 ha dengan luas tutupan 19.70% dan karang mati 12.18 ha dengan luas
tutupan 6.01%, jenis habitat bentik yang mendominasi perairan Pulau Tiga yaitu
habitat lamun dengan luas 92.14 ha dan presentase tutupan 45.49 % Tingginya
tutupan lamun menandakan perairan di Pulau Tiga masih tergolong baik dan
signifikan hal ini sesuai denan pernyataan Adli et al., (2016) daerah yang telah
penutupan lamun akan semakin tinggi pada daerah yang alami. selain lamun
pesentase karang hidup dinilai cukup tinggi dengan luas 39.89 ha dengan luas
tutupan 19.70%.
dalam kelas habitat bentik dengan merujuk kelas habitat yang dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya (Anggoro et al., 2015; Siregar et al., 2013; Phinn et
5 habitat yaitu rubble, pasir, lamun, karang hidup dan karang mati. Masing-
(SVM).
jelas bahwa kelas habitat bentik terdistribusi dengan relatif homogen pada wilayah
perairan dangkal. Dari hasil tersebut, kemudian dapat diperoleh luas area masing-
masing kelas habitat bentik dengan analisis spasial perairan dangkal di lokasi
penelitian. Gambar 8 menunjukan luas area 5 kelas habitat bentik hasil klasifikasi
menunjukan habitat bentik perairan dangkal Pulau Tiga didominasi oleh lamun
bersama dengan kelas karang hidup. Pada klasifikasi citra berbasis piksel
menunjukkan adanya efek salt and pepper, yaitu istilah yang menggambarkan
noise berupa bintik atau bercak warna (Sutanto et al., 2014). Warna hijau muda
pada karang hidup terdapat pada daerah reef slope ditunjukan dengan warna light
akurasi (Gambar 8 dan Tabel 4). Menurut Mumby dan Edwards (2002)
4. Uji Akurasi
Tiga dapat memetakan habitat bentik dengan baik pada 5 kelas habitat.
Phinn et al., (2012) menerangkan bahwa integrasi data penginderaan jauh dan data
lapangan telah berhasil digunakan untuk pemetaan habitat bentik secara hirarki.
Hasil uji akurasi klasifikasi menggunakan Uji akurasi Algoritma Support Vektor
accurasy). Producer accuracy merupakan akurasi yang dilihat dari sisi penghasil
peta, sedangkan Users accuracy merupakan akurasi yang dilihat dari sisi
pengguna petanya.
(OA) adalah sebesar 60.53% dapat dilihat pada Tabel 3. Producer accuracy (PA)
46.67% dan terendah pada kelas lamun dan pasir dengan akurasi sebesar 10.00%.
a kelas karang mati rubble sebesar 63.63%. Hasil akurasi pada penelitian ini
citra multi spektral sentinel-2 di Perairan Pulau Tiga mampu memetakan habitat
bentik dengan baik. Hal ini dinyatakan oleh Green et al., (2000) bahwa akurasi
pemetaan habitat bentik yang dapat digunakan adalah dengan OA > 60%.
pada matrik yang digunakan dalam proses perhitungan. Pada citra Sentinel-2A
analisis digital citra resolusi tinggi dan sangat tinggi walaupun memiliki informasi
sebesar 64.1% dan menggunakan citra UAV sebesar 81.1%. Selain itu Mukrimin
et al., (2021) melakukan pemetaan habitat bentik dengan memakai citra Sentinel-
didapatkan overall accuracy sekitar 88% dan Dimara et al., (2020) mendapatkan
A. Kesimpulan
menghasilkan 5 kelas yang terdiri dari; karang hidup, karang mati, rubble, ,
dapat digunakan dalam pemetaan habitat bentik di Pulau Tiga dengan tingkat
C. Saran
dan proses akuisisi drone yang lebih baik sehingga tingkat akurasi yang
didapatkan akan lebih tinggi dan penggunaan metode serta algoritma yang
DAFTAR PUSTAKA
Adli A, Rizal A, Ya’la ZR. 2016. Profil ekosistem lamun sebagai salah satu
indikator kesehatan pesisir Perairan Sabang Tende, Kabupaten Tolitoli. J
Sains dan Teknologi Tadulako. 5(1):49-62.
Andréfouët S, Kramer P, Torres-Pulliza D, Joyce KE, Hochberg EJ, Garza-Pérez
R, Mumby PJ, Riegl B, Yamano H, White WH, et al.. 2003. Multi-site
evaluation of IKONOS data for classification of tropical coral reef
environments. Remote Sensing of Environment. 88:128-143. doi:
10.1016/j.rse.2003.04.005.
Anggoro A, Siregar VP, Agus SB. 2017. Multiscale classification for geomorphic
zone and benthic habitats mapping using OBIA method in Pari Island. J
Penginderaan Jauh. 14(2): 89-93. doi: 10.30536/j.pjpdcd.1017.v14.a2622.
Arief, M., Hastuti, M., Asriningrum, W., Parwaty, E., Budiman, S., Prayoga, S.,
Hamzah, R., 2013. Pengembangan Metode Pendugaan Kedalaman
Perairan Dangkal Menggunakan Data Saelit SPOT-4 Studi Kasus : Teluk
Ratai, Kabupaten Pesawaran. Peneliti Pusat Pemanfaatan Pengindraan
Jauh, Lapan.
Cristianini N., Taylor J.S., (2000), An Introduction to Support Vector Machines
and Other Kernel-Based Learning Methods, Cambridge Press University.
Danoedoro P. 2012.Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta
(ID): Andi Offset.
Dwimayasanti, R. dan Kurnianto, D. 2018. Komunitas Makroalga Di Perairan
Tayando-Tam, Maluku Tenggara. Oseanologi Dan Limnologi Di
Indonesia. 3(1): 39-48. Issn: 0125-9830 Online Issn: 2477-328x.
Green, E., Mumbay, P.,Edwards, A., & Clark, C. (2000). Remote Sensing:
Handbook for Tropical Coastal Management. United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization.
Hafid, L.O.A. 2014. Pemetaan Habitat Perairan Dangkal Karang Lebar,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan Citra Lansasat-7 EMT+SLC-OFF
dan Landsat-8 OLI. Skripsi.Departemen Ilmu Kelautan dan Teknologi
Kelautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan.Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hartoko. A., Helmi. M., Herkiki. S., Munasik dan Wouthuyzen. 2011. Analisis
Respo Spektral dan Ekstraksi Nilai Spektral Terubu Karang Pada Citra
Digital Multispektral Satelit ALOS-AVNIR di Peraran Gugus Pulau Pari,
Kepulauan Seribu. Buletin Oseanongrafi Marina. Vol. 1 :120-136. Issn
2009-3507.
38
Sutanto, A., Trisakti, B., dan Arimurthy, A. M., 2014. Perbandingan Klasifikasi
Berbasis Obyek dan Klasifikasi Berbasis Piksel pada Data Citra Satelit
Synthetic Aperture Radar untuk Pemetaan Lahan. Jurnal Penginderaan
Jauh dan Pengolahan Citra Digital, 11(1), 63-75.
Suwargana N. 2013. Resolusi Spasial, Temporal dan Spektral pada Citra Satelit.
Talitha AE. 2017. Pemetaan Bentik Habitat Perairan Dangkal Karang Bongkok
dengan Metode OBIA Menggunakan Citra WorldView-2. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Vapnik VN, Kotz S. 1982. Estimation of dependences based on empirical data.
Springer-Verlag New York.
Wahidin N, Siregar VP, Nababan B, Jaya I, Wouthuyzen S. 2015. Object based
image analysis for coral reef benthic habitat mapping with several
classification algorithms. Procedia Environmental Sciences 24: 222-227
Wahidin N, Siregar VP, Nababan B, Jaya I, Wouthuyzen S. 2015. Object-based
image analysis for coral reef benthic habitat mapping with several
classification algorithms. Procedia Environmental Sciences. 24:222-227.
doi: 10.1016/j.proenv.2015.03.029.
Wahidin N. 2015. Klasifikasi ekosistem terumbu karang berbasis objek dan piksel
di Pulau Morotai. [disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wicaksono, P. 2015 Pemetaan Lanskap Habitat Bentik Menggunakan Data
Pengindraan Jauh Multispekteral di Pulau Kemujan Kepulauan
Karimunjawa. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Terapa SV UGM.
Wicaksono, P., Heru, S., M. 2014. Uji akurasi data kategori. Kartografi dan
Penginderaan Jauh.Fakultas Geografi (UGM) : Yogyakarta
Yasir Haya, L.O.M and Fujii, M. 2017. Maping the change of coral reefs using
remot sensing and in situ measurements:a case study in Pangkajene and
Kepulauan Regency, Spermonde Archipelogo, Indonesia. Jurnal Of
Oceanography 73 (5).
Yuliani, W. M., dan Mimie, A. S. 2016. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
Oleh Masyarakat Di Kawasan Lhokseudu Kecamatan Leupung Kabupaten
Aceh Barat. Jurnal Ilmian Mahasiswa Pendidikan Biologi. Vol. 1:(1). Hal
1-9.
Zamdial., Anggoro.A., Hartono.D., Bakhtiar.D., Ervina.N.H., Agraini.M.F.U.
2020. Pemetaan Habitat Perairan Dangkal Menggunakan Citra Resolusi
Menengah Dengan Metode Klasifikasi Berbasis Piksel (Studi Kasus
Pulau Tikus). Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu, Bengkulu, Indonesia
41
A B
C D
E F
Keterangan :
A. Mengambil Titik Koordinat
B. Karang Hidup
C. Karang Mati
D. Patahan Karang/Rubble
E. Makroalga
F. Lamun
G
Pasir