Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENEMUAN HUKUM DENGAN METODE KONSTRUKTIF

Disusun guna memenuhi tugas:


LOGIKA DAN ARGUMENTASI HUKUM
Dosen Pengampu:
Abdur Rohim, SH., M.Kn.

Disusun Oleh :
1. Yudi Santoso 7420122071
2. Sulaiman Galang R. A. M. 7420122075
3. Samiatul Khusni 7420122064
4. Ririn Sri Rejeki 7420122061
5. Solihin 7420122067

PRODI ILMU HUKUM


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM ZAINUL HASAN
KRAKSAAN-PROBOLINGGO
2023
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 2
A. Latar Belakang ........................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 3
A. Pengertian Logika ...................................................................................................................... 3
B. Penemuan Hukum ...................................................................................................................... 3
C . Metode Konstruktif dalam Penemuan Hukum ....................................................................... 4
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 7
A. Kesimpulan ................................................................................................................................. 7
B. Saran ........................................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 8

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas berpikir sebagai penalaran manusia mempunyai ciri utama sebagai suatu pola
berpikir yang secara luas disebut logika. Dalam mempelajari pola berpikir yang luas dalam
logika itulah dibutuhkan terlebih dahulu tentang apa itu logika dan ruang lingkupnya karena
hal ini akan membantu dasar pemikiran yang berdasarkan penalaran yang logis dan kritis.
selain berguna bagi sarana ilmu, penalaran yang logis dan kritis ini juga yang nantinya akan
mambantu pemahaman bagi semua ilmu, karena penalaran yang logis, kritis, dan sistematis
inilah yang menjadi salah satu syarat sifat ilmiah.

Salah satu tujuan dari adanya hukum adalah untuk menciptakan kepastian hukum bagi
masyarakat. Kepastian hukum tersebut akan menimbulkan penggunaan hukum yang jelas,
pasti dan konsisten.Namun, dalam beberapa kesempatan sering terjadi adanya kekosongan
hukum. Oleh sebab itu, para ahli hukum dan penegak hukum di haruskan mampu untuk
menemukan hukum dengan menggunakan metode logika hukum kostruksi.

Dari uraian di atas nampak bahwa hukum tidak sepenuhnya bisa memberikan kepastian
hukum dalam beberapa peristiwa atau kejadian. Oleh sebab itu perlu adanya penemuan
hukum. Dalam kesempatan ini penyusun akan memaparkan bagaimana logika hukum
konstruksi mampu memberikan penemuan hukum melalui metodenya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian logika?

2. Apa penemuan hukum

3. Apa saja metode penemuan hukum konstruktif?

C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami logika serta metode
konstruktif dalam penemuan hukum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Logika
Secara leksikal, logika berasal dari kata Yunani logos yang digunakan dengan beberapa
makna, seperti ucapan, bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, ilmu. Dari kata logos
kemudian diturunkan kata sifat logis. Orang berbicara tentang perilaku yang logis sebagai
lawan terhadap perilaku yang tidak logis, tentang tata cara yang logis, tentang penjelasan
yang logis, tentang jalan pikiran yang logis, dan sejenisnya; dalam semua kasus itu, kata
logis digunakan dalam arti yang kurang lebih sama dengan ‘masuk akal’; singkatnya, segala
sesuatu yang sesuai dengan, dan dapat diterima oleh akal sehat.1

Dalam bukunya Introduction to Logic, Irving M. Copi mendefinisikan logika sebagai


suatu studi tentang metode metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam membedakan
penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat. Dengan menekankan pengetahuan
tentang metode metode dan prinsip-prinsip, definisi ini hendak menggaris bawahi
pengertian logika semata-mata sebagai ilmu.

Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berfikir
(khususnya penalaran/ proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berfikir/ penalaran
yang ditinjau dari segi ketepatannya. Kebenaran sebuah logika tidak dapat ditemukan dan
diuji secara empiris, tetapi kebenaran diuji secara akal.2

B. Penemuan Hukum
Penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau
aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada
peristiwa hukum konkret. Hakim selalu dihadapkan pada peristiwa konkret, konflik atau
kasus yang harus diselesaikan atau dipecahkannya dan untuk itu perlu dicarikan hukumnya.
Jadi, dalam menemukan hukumnya untuk peristiwa konkret. Keharusan menemukan hukum
baru ketika aturannya tidak saja tak jelas, tetapi memang tidak ada, diperlukan pembentukan
hukum. Hakim harus menggali berdasarkan banyak hal mulai dari menganalogikan dengan
perkara yang (mungkin) sejenis, menetapkan parameter tertentu yang akan dijadikan
sebagai patokan didalam menjatuhkan putusan dan yang lebih penting lagi adalah
memperhatikan elemen sosiokultural keadilan yang hidup dan berkembang di masyarakat.

1
Ainur Rahman Hidayat, Filsafat Berpikir, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2018), hal. 2
2
Kurniawan basuki, Logika dan Penalaran Hukum, (Bondowoso: Licensi, 2021), hal. 4

3
Dengan demikian apakah sebuah kasus yang ditangani itu akan tuntas berdasarkan
interpretasi atau analogi, sepenuhnya akan tergantung kepada hakim. Hanya saja nanti
putusan tersebut akan diuji oleh masyarakat, tentang adil dan tidaknya. Sebab hakekat
penerapan, apakah ini interpretasi atau analogi, akan terulang kepada keharusan tegaknya
nilai keadilan dan kepastian hukum secara simetris.

Metode penemuan hukum dengan analogi sudah sering digunakan dalam perkara
perdata, namun dalam perkara pidana penggunaan analogi dilarang, karena dianggap
bertentangan dengan asas legalitas (principle of legalty) dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Meskipun hakim Bismar Siregar pernah menggunakan analogi
dalam perkara perkosaan yang menyamakan kemaluan dengan barang, akan tetapi dalam
Kasasi Mahkamah Agung dibatalkan. Dalam hukum pidana, tiada suatu perbuatan dilarang
dan diancam dengan pidana jika tidak diatur terlebih dahulu dalam undang-undang (Nullum
delictum nulla poena sine praevia lege poenali).

C . Metode Konstruktif dalam Penemuan Hukum


1. Konstruksi Analogi (argumentum per analogiam)

Analogi adalah proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari rasio ledis
(genus) dari suatu undang-undang dan kemudian menerapkannya kepada hal-hal lain yang
sebenarnya tidak diatur oleh undang-undang itu.

Dalam analogi, hakim memasukkan suatu perkara ke dalam lingkup pengaturan suatu
peraturan perundang-undangan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan
perkara yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan unsur dengan perkara
atau fakta-fakta yang dapat diselesaikan langsung oleh peraturan perundang-undangan yang
sudah ada. Berdasarkan anggapan itulah hakim kemudian memberlakukan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada pada perkara yang sedang dihadapinya. Dengan kata
lain, penerapan suatu ketentuan hukum bagi keadaan yang pada dasarnya sama dengan
keadaan yang secara eksplisit diatur dengan ketentuan hukum tadi, tapi penampilan atau
bentuk perwujudannya (bentuk hukum) lain.

Penerapan hukum dengan analogi hanya dapat dilakukan dalam kasus-kasus hukum
perdata. Hukum pidana tidak mengenal analogi karena hal demikian bertentangan dengan
asas pokok hukum pidana yaitu “tiada pidana tanpa ketentuan perundang-undangan yang
menetapkannya terlebih dahulu” (nullum crimen sine lege). Karena di dalam pidana jika
digunakan konstruksi analogi akan menciptakan delik baru.

4
Maka dengan konstruksi analogi, seorang ahli hukum memasukkan suatu perkara
kedalam lingkup pengaturan suatu peraturan perundang-undangan yang sebenarnya tidak
dibuat untuk menyelesaian perkara yang bersangkutan.

Contoh: Pasal 1576 KUH Perdata menyatakan jual beli tidak memutuskan hubungan
sewa menyewa. Bagaimana dengan hibah? Apakah hibah juga memutuskan hubungan sewa
menyewa. Mengingat tidak ada aturan tentang hibah ini, maka Pasal 1576 KUH Perdataini
dikonstruksikan secara analogi, sehingga berlaku ketentuan penghibahan pun tidak
memutuskan hubungan sewa menyewa.

2. Konstruksi Penghalusan Hukum (rechtsverfijning)

Seorang ahli hukum beranggapan bahwa dalam menyelesaikan suatu perkara, peraturan
perundang-undangan yang ada dan yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan
perkara, ternyata tidak dapat digunakan.

Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya


akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum tertulis itu
sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila hendak dicapai keadilan.
Jenis konstruksi ini sebenarnya merupakan bentuk kebalikan dari konstruksi analogi, sebab
bila di satu pihak analogi memperluas lingkup berlaku suatu peraturan perundang-
undangan, maka di lain pihak Penghalusan Hukum justru mempersempit lingkup berlaku
suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif). Contoh: Pasal 1365 mengatur
tentang kewajiban memberi ganti rugi kepada korban atas kesalahan yang diperbuat dalam
hal tejadi onrechtmatigedaad. Bagaimana jika si korban juga mempunyai andil atas
kesalahan sehingga menimbulkan kerugian itu? Mengingat hal ini tidak diatur, maka prinsip
Pasal 1365 dapat dikonstruksikan menjadi ketentuan baru bahwa si korban juga berhak
mendapatkan ganti rugi, tetapi tidak penuh.16 Metode penemuan hukum yang sama dapat
diterapkan untuk memaknai isi Pasal 34 UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

3. Argumentum a Contrario

Dalam keadaan ini, hakim akan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang


ada seperti pada kegiatan analogi, yaitu menerapkan suatu peraturan pada perkara yang
sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diselesaikan oleh peraturan itu. Perbedaannya adalah
dalam analogi hakim akan menghasilkan suatu kesimpulan yang positif, dalam arti bahwa

5
ia menerapkan suatu aturan pada masalah yang sedang dihadapinya. Sedangkan pada
konstruksi Argumentum a Contrario hakim sampai pada kesimpulan yang negatif, artinya
ia justru tidak mungkin menerapkan aturan tertentu dalam perkara yang sedang dihadapinya.

Contoh: menurut Pasal 38 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pada kawasan
hutan lindung dilarang dilakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
Bagaimana jika bukan pertambangan terbuka? Undang-undang ternyata tidak eksplisit
menyatakannya. Dengan argumentum a contrario dapat saja disimpulkan bahwa karena
tidak diatur, berarti kawasan hutan lindung dapat dilakukan penambangan asalkan tidak
dengan pola pertambangan terbuka.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
logika berasal dari kata Yunani logos yang digunakan dengan beberapa makna, seperti
ucapan, bahasa, kata, pengertian, pikiran, akal budi, ilmu. Dari kata logos kemudian
diturunkan kata sifat logis.

Penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau
aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada
peristiwa hukum konkret. Hakim selalu dihadapkan pada peristiwa konkret, konflik atau
kasus yang harus diselesaikan atau dipecahkannya dan untuk itu perlu dicarikan hukumnya.
Jadi, dalam menemukan hukumnya untuk peristiwa konkret.

Terdapat tiga metode yang di gunakan dalam penemuan hukum konstruksi yakni :

Konstruksi Analogi (argumentum per analogiam)

Konstruksi Penghalusan Hukum (rechtsverfijning)

Argumentum a Contrario

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penyusun menyadari banyak kekurangan dari seri sumber materi
serta dari pembahasan yang di bahas. Oleh sebab itu, maka penulis menyarankan kepada pembaca
untuk mencari sumber lain yang lebih konkret sebagai bahan bacaan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. R. (2018). Filsafat Berpikir Teknik-Teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan


Berpikir.

Kurniawan, B. (2021). Logika dan Penalaran Hukum.

Manan, A. (2013). Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Praktek Hukum Acara Di
Peradilan Agama. Jurnal Hukum dan Peradilan, 2(2), 189-202.

Mawar, S. (2020). Metode Penemuan Hukum (Interpretasi Dan Konstruksi) Dalam Rangka
Harmonisasi Hukum. Jurnal Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-Undangan
Dan Pranata Sosial, 1(1), 22-38.

Mertokusumo, S. (2007). Penemuan hukum: Sebuah pengantar.

Anda mungkin juga menyukai