Anda di halaman 1dari 13

”EMOTION SKILL”

Dosen Pengampuh Kadek Suardika, M.Pd. AIFO-P.

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Femas katili : 832422007

Adit mahmud : 832422038

JURUSAN PENDIDIKAN KEPELATIHAN DAN OLAHRAGA

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar

Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam beserta para keluarga, sahabat serta para pengikut

beliau dari dahulu hingga sekarang sampai akhir zaman.

Adapun makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan

Peserta Didik di Universitas Negeri Gorontalo. Makalah yang berjudul “EMOTION SKILL”

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami

ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen demi

tercapainya makalah yang sempurna. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para

pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Gorontalo, 29 maret

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2

1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Keterampilan.....................................................................................................3

2.2. Keterampilan Emosional Berkomunikasi secara Efektif………………………….…….4

2.3. perkembangan sosial emosi……………..………… ……………………………………8

BAB III PENUTUP................................................. ........................................................... 12

3.1 Kesimpulan……............................................................................................................. 12

3.2. Saran..................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA….........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengertian kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
mengenali dan mengelola emosi kita sendiri, serta kemampuan untuk mengidentifikasi,
memahami, dan memengaruhi perasaan orang lain. Definisi tersebut disampaikan
oleh Daniel Goleman, seorang psikolog dan penulis buku ternama. EI berbeda dengan IQ
yang relatif tetap. EI (Emotional Intelligence) atau kecerdasan emosional merupakan
aspek dinamis dari jiwa seseorang. Jika seseorang memiliki kecerdasan emosional yang
baik, maka ini akan memberikan manfaat yang signifikan dalam hidupnya. Mulai dari
kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi, hingga kesuksesan yang meningkat dalam
konteks profesional. Kecerdasan emosional membantu kita membangun hubungan yang
lebih kuat, sukses di sekolah maupun urusan pekerjaan, dan mencapai tujuan hidup.
Pentingnya kecerdasan emosional tidak bisa diabaikan, karena kemampuan untuk
memahami dan mengelola emosi adalah tahap-tahap dalam meningkatkan kualitas diri.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Keterampilan?

2. Apa Keterampilan Emosional Berkomunikasi secara Efektif?

3. Bagaimana perkembangan social emosi?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari Keterampilan

2. Untuk mendeskripsikan Keterampilan Emosional Berkomunikasi secara Efektif

3. Untuk mendeskripsikan perkembangan social emosi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan


cermat Gordon (1994 : 55). Sedangkan menurut Nadler (1986 : 73) tentang keterampilan
adalah kegiatan yang memerlukan praktek atau dapat di artikan sebagai implikasi dari
keterampilan. Menurut Robbins (2000 : 494 – 495) pada dasarnya keterampilan dapat di
kategorikan menjadi empat yaitu : 1. Basic Literacy Skill (keahlian dasar) merupakan
keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang. Seperti membaca,
menulis dan mendengar. 2. Tehnical Skill (keahlian tehnik) merupakan keahlian seseorang
dalam pengembangan tehnik yang dimiliki. Seperti menghitung secara cepat,
mengoperasikan komputer. 3. Interpersonal Skill (keahlian interpersonal) merupakan
kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun rekan
kerja. Seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam
satu tim. 4. Probblem Solving (pemecahan masalah) merupakan proses aktivitas untuk
menjalankan logika, berargumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk
mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih
penyelesaian yang baik.

2.2 Keterampilan Emosional Berkomunikasi secara Efektif

1.Keterampilan Bersikap Tegas (Asertif)

Asertif adalah sebuah sikap atau perilaku untuk mengekspresikan diri secara tegas
kepada pihak lain tanpa harus menyakiti pihak lain ataupun merendahkan diri di hadapan
pihak lain. Bersikap tegas adalah sebuah cara khusus yang dapat dipelajaridandipraktikkan.
Sikap tegas membuat seseorang mampu menyatakan pikiran, perasaan, dan nilai-nilai
mengenai sesuatu secara terbuka dan langsung, dengan tetap menghormati perasaan dan nilai-
nilai pihak lain. Bersikap tegas adalah salah satu perilaku yang dapat dipilih ketika seseorang
berada dalam situasi yang sulit dan ketika harus mengambil sebuah keputusan. Keterampilan
ini meningkatkan kemungkinan seseorang menghadapi sebuah situasi sulit tanpa kehilangan
harga diri atau martabatnya. Sikap asertif untuk kelompok remaja sangat diperlukan dalam
menghadapi tekanan remaja sebaya

2.Keterampilan Berkomunikasi dengan Orang Lain (Komunikasi Interpersonal)

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pikiran dan perasaan melalui bahasa,
pembicaraan, pendengaran, gerakan tubuh, atau ungkapan emosi oleh seseorang kepada
orang lain di sekitarnya. Komunikasi adalah proses yang dinamik, yang melalui proses itu
manusia tumbuh dan berkembang. Proses komunikasi berlangsung selama manusia hidup.

2
Hakikat komunikasi interpersonal yang bisa menjadikan manusia hidup dan tumbuh kembang
bersama adalah proses komunikasi interpersonal dengan ciri-ciri:

(1) adanya partisipasi (participation) yang utuh dari setiap peserta komunikasi;

(2) adanya ketersambungan (connectedness) antarsesama peserta komunikasi;

(3) adanya kesejajaran (equality) antar sesama peserta komunikasi;

(4) adanya kebenaran (truth) dari setiap substansi yang dikomunikasikan;

(5) adanya kejujuran (sinserity) dari setiap peserta komunikasi;

(6) adanya saling memberi makna (shared meaning) antarsesama peserta komunikasi; dan

(7) kegiatan komunikasi itu sendiri menghasilkan tumbuh kembang bersama di antara semua
pesertanya (self generating).

Komunikasi akan berhasil bila dilakukan dengan efektif. Mengembangkan


keterampilan berkomunikasidengan efektif adalah kesempatan yang tidak mungkin
dilewatkan begitu saja. Komunikasi memerlukan pengalaman belajar yang menyediakan
kesempatan untukmengamati,memberikan tanggapan, dan untuk menerima feed-back. Bagi
remaja, berbagai perilaku beresiko seperti penyalahgunaan NAPZA dan perilaku seksual
yang tidak bertanggung jawab dapat terjadi sebagai hasil dari kesulitandalam
mengekspresikan ide-ide, minat, dan nilai-nilai, serta ketidakmampuan menolak tekanan
kelompok yang tidak sehat dan tekanan sosial. Kemampuan komunikasi efektif sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi yang baik dapat membangun hubungan
interpersonal yang baik.

3.Keterampilan Spiritual:Bersyukur dan Berdoa Keterampilan Memahami Kehidupan


Spiritual

Secara sederhana, manusia terdiri dari unsur jasmani, mental, emosi, dan rohani. Unsur
jasmani manusia akan berperan pada kegiatan-kegiatan, seperti: melihat, bersuara, mencium,
merasa, menyentuh dan bergerak. Unsur mental manusia akan tampak pada kegiatan-
kegiatan, seperti: berfikir, refleksi, konsepsi, mengetahui, analisis, dan memahami. Unsur
emosi manusia akan terlihat pada kegiatan-kegiatan seperti mencintai, membenci, takut,
marah, dan sebagainya. Unsur spiritual manusia akan tampak pada semua kegiatan jasmani,
mental, dan emosi yang digerakkan oleh dan berlandaskan pada unsur ruhaninya. Oleh sebab
itu, kegiatan spiritual adalah kegiatan ruhaniah manusia. Unsur ruhani manusia adalah sifat
Tuhan yang diberikan kepada setiap manusia. Keberadaan ruhani demikian penting karena
inilah sumber cahaya dalam diri manusia yang membuatnya tetap sadar akan Tuhannya dan
nilai-nilai spiritualitas. Sehari-hari manusia menyebutnya suara hati atau nurani. Suara hati
ini acapkali akan menghunjam dalam diri manusia dan mengingatkannya dari kelalaian.

3
Keterampilan memahami spiritualitas adalah kemampuan memahami bahwa semua kegiatan
jasmani, pikiran, dan emosi manusia yang digerakkan atas dasar suara hati atau ruhani dan
diarahkan untuk memperoleh keridoan Tuhan Penciptanya.

4.Keterampilan Menyadari Kehidupan Spiritual

Kemampuan spiritual itu akan terlihat pada perkembangan kesadaran dan pemahaman
manusia terhadap diri, orang lain, dan alam, yang berujung pada peningkatan kesadaran dan
pemahaman akan kebesaran Penciptanya. Peningkatan kesadaran dan pemahaman spiritual
itu, akan membawa manusia untuk tanpa henti berusaha menjadi lebih dekat kepada
Penciptanya. Dengan kata lain, kecerdasan spiritual bersifat kontekstual. Artinya, spiritualitas
muncul pada konteks hubungan manusia dengan dirinya, orang lain, alam, dan Penciptanya.

5. Keterampilan Melaksanakan Kehidupan Spiritual

Kegiatan spiritual adalah semua kegiatan baik jasmani, fikiran, dan emosi yang dilaksanakan
atas dorongan rohani atau kata hati untuk mendapatkan keridoan Ilahi. Secara rinci, kegiatan
spiritual merupakan penyembahan semua makhluk kepada Khaliknya, yang ternyata
pewujudannya sama yaitu gerak berputar, yang untuk manusia (agama Islam) disebut shalat
dan tawaf. Shalat atau sembahyang sebagai kegiatan spiritual merupakan kapsul keseluruhan
ajaran dan tujuan agama. Dalam sembahyang diketemukan saripati ajaran agama. Dalam
sembahyang ditemukan tujuan akhir hidup, yaitu penghambaan diri yang hanya kepada Allah
Swt. Oleh sebab itu, keterampilan spiritual terletak di samping pada pemahaman yang benar
terhadap semua rukun dan syarat sembahyang, juga terutama sekali pada keterampilan dalam
melaksanakannya. Keterampilan spiritual dalam sembahyang terletak pada kemampuan
meresapi makna dari setiap ucapan yang dibaca dalam sembahyang.

Keterampilan spiritual pada remaja, yang umumnya terasah dengan baik karena telah
menjadi suatu kebiasaan sejak kecil dalam keluarga. Sebuah pertanyaan kerap muncul dalam
benak kita: “benarkah kehidupan agama remaja kita telah tergantikan oleh budaya-budaya
baru seperti gadget, K-Pop, café dan fashion?”. Keterampilan spiritual menjadi teman penting
dalam kehidupan sehari-hari remaja. Sebagai contoh, melaksanakan puasa dan menerapkan
shalat 5 waktu di mana saja remaja berada akan membawa remaja terhindar dari keji dan
mungkar, menghilangkan penyakit hati, mampu menahan hawa nafsu, serta tetap berada
dalam kestabilan emosi. Keterampilan remaja memolakan remaja untuk menjadikan ibadah
sebagai sebuah kebutuhanemosionalkepada pencipta alam ini, Allah Swt. Menanamkan pada
diri remaja bahwa ibadah sebagai pertalian hati yang bisa membawa kontrol diri dan kontrol
emosi. Dengan demikian, remaja cenderung merasa tentram dan tenang jiwanya dengan
menjalankan shalat lima waktu dan puasa. Di usia remaja justru dia harus membiasakan diri
menyukai materi keagamaan untuk semakin menambah wawasan dan kematangan emosional
diri.

4
6. Keterampilan Vokasional atau Kejuruan

Di era modern saat ini, vocational skills (keterampilan kejuruan) sangat dibutuhkan untuk
bertahan (survive) di tengah persaingan hidup yang semakin kompetitif. Ketika seseorang
memutuskan untuk bekerja sebagai salah satu usaha bertahan hidup, baik dalam skala lokal,
regional, nasional apalagi internasional, sangat membutuhkan keterampilan-keterampilan
kejuruan. Tingginya tingkat pengangguran di kalangan generasi muda, khususnya para
remaja yang baru menamatkan pendidikan SLTA, di antaranya disebabkan kurangnya tenaga
terampil untuk bidang yang dibutuhkan dalam bursa kerja. Upayamengembangkanmanusia
berkualitas yang siap menghadapi berbagai tantangan hidup dan memasuki lapangan kerja
hendaknya dimulai sedini mungkin melalui keterampilan kejuruan (keterampilan vokasional).
Keterampilan akademik diperlukan oleh mereka yang akan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Keterampilan kejuruan diperlukan oleh mereka yang akan
memasuki dunia kerja. Keterampilan kejuruan memberikan kesempatan kepada pengelola
PIK Remaja dan PIK Mahasiswa untuk terlibat dalam berbagai pengalaman apresiasi dan
berkreasi untuk menghasilkan suatu karya yang bermanfaat langsung bagi kehidupan mereka.
Kesempatan memperoleh keterampilan kejuruan dapat membuat remaja melakukan interaksi
dengan berbagai produk atau jasa yang ada disekitarnya untuk dapatmenciptakanberbagai
jenis produk atau jasa, misalnya kerajinan, makanan, industri, pertanian, perbengkelan,
tekstil/konveksi pakaian, teknologi, jasa pelayanan pembayaran tagihan rekening PLN,
Telkom, PAM, SIM, kursus-kursus mata pelajaran tertentu, dan sebagainya. Dengan bekal
keterampilan, bakat serta hobi yang dimiliki, diharapkan para remaja dan mahasiswa akan
lebih mudah menciptakan lapangan kerja terutama melalui penyaluran bakat dan hobinya.
Dengan demikian, para remaja dan mahasiswa akanmendapatkan penghasilan (income) untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka secara mandiri dalam mengarungi kehidupan di
tengah arus kompetisi dan globalisasi saat ini.

2.3. Perkembangan sosial Emosi

Emosi adalah letupan perasaan yang muncul dari dalam diri seseorang, baik bersifat
positif ataupun negatif.5 Sedangkan dalam pengertian yang sederhana, Lawrence E. Shapiro
menjelaskan, emosi adalah kondisi kejiwaan manusia.6 Karena sifatnya yang psikis atau
kejiwaan, lanjut Lawrence, maka emosi hanya dapat dikaji melalui letupan-letupan
emosioanal atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena. Seperti kondisi sedih, gembira,
gelisah, benci, dan lain sebagainya. Perkembangan emosi, dalam artian yang sederhana
adalah luapanperasaan ketika anak berinteraksi dengan orang lain.7 Umar Fakhrudin
menjelaskan bahwa perkembangan emosi adalah proses yang berjalan secara perlahan dan
anak dapat mengontrol dirinya ketika menemukan self comforting behavior atau merasa
nyaman. Atau dengan kata lain, anak belajar emosinya secara bertahap.

5
Menurut Elizabeth B. Hurlock, kemampuan anak untuk bereaksi secara emosional sudah
ada semenjak bayi baru dilahirkan. Gejala pertama perilaku emosional ini adalah berupa
keterangsangan umum. Dengan meningkatnya usia anak, reaksi emosional mereka kurang
menyebar, kurang sembarangan, lebih dapat dibedakan, dan lebih lunak karena mereka harus
mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan.

Adapun ciri-ciri penampilan emosi pada anak menurut Hurlock ditandai oleh intensitas
yang tinggi, sering kali ditampilkan, bersifat sementara, cenderung mencerminkan;
individualitas, bervariasi seiring meningkatnya usia, dan dapat diketahui melalui gejala
perilaku. Berikut ini ada beberapa pola emosi yang dijelaskan Hurlock yang secara umum
terdapat pada diri anak, yaitu:

1. Rasa Takut
Rasa takut berpusat pada bahaya yang bersifat fantastik, adikodrati, dan samar-samar.
Mereka takut pada gelap dan makhluk imajinatif yang diasosiasikan dengan gelap, pada
kematian atau luka, pada kilat guntur, serta pada karakter yang menyeramkan yang
terdapat pada dongeng, film, televisi, atau komik. Terlepas dari usia anak, ciri khas yang
penting pada semua rangsangan takut ialah hal tersebut terjadi secara mendadak dan
tidak di duga, dan anak-anak hanya mempunyai kesempatan yang sedikit untuk
menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Namun seiring dengan perkembangan
intelektual dan meningkatnya usia anak, mereka dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Selanjutnya reaksi rasa, seperti; intelegensia, jenis kelamin, status sosial
ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran, dan faktor kepribadian.
2. Rasa Marah
Pada umumnya, kemarahan disebabkan oleh berbagai rintangan, misalnya rintangan
terhadap gerak yang diinginkan anak baik rintangan itu berasal dari orang lain atau
berasal dari ketidakmampuannya sendiri, rintangan tehadap aktivitas yang sudah berjalan
dan sejumlah kejengkelan yang menumpuk. Reaksi kemarahan anak-anak secara garis
besar dikategorisasikan menjadi dua jenis yaitu reaksi impulsif dan reaksi yang ditekan.
Reaksi impulsif sebagian besar bersifat menghukum keluar (extra punitive), dalam arti
reaksi tersebut diarahkan kepada orang lain, misalnya dengan memukul, menggigit,
meludahi, meninju, dan sebagainya. Sebagian kecil lainnya bersifat ke dalam (intra
punitive), dalam arti anak-anak mengarahkan reaksi pada dirinya sendiri.

3. Rasa Cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata,
dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu disebabkan kemarahan
yang menimbulkan sikap jengkel dan ditujukan kepada orang lain. Pola rasa cemburu
seringkali berasal dari takut yang berkombinasi dengan rasa marah. Orang yang cemburu
sering kali merasa tidak tentram dalam hubungannya dengan orang yang dicintai dan
takut kehilangan status dalam hubungannya itu. Ada tiga sumber utama yang
menimbulkan rasa cemburu, yaitu: Pertama, merasa diabaikan atau diduakan. Rasa
cemburu pada anak-anak umumnya tumbuh di rumah. Sebagai contoh, seorang bayi yang
6
baru lahir yang pasti meminta banyak waktu dan perhatian orangtuanya. Sementara itu
kakaknya yang lebih tua merasa diabaikan. Ia merasa sakit hati terhadap adiknya itu.
Kedua, situasi sekolah, sumber ini biasanya menimpa anak-anak usia sekolah.
Kecemburuan yang berasal dari rumah sering di bawa ke sekolah yang mengakibatkan
anak-anak memandang setiap orang, baik guru atau teman-teman kelasnya sebagai
ancaman bagi keamanan mereka. Untuk melindungi keamanan mereka, anak-anak
kemudian mengembangkan kepemilikan pada salah satu guru atau teman sekelasnya.
Kecemburuan juga bisa disulut oleh guru yang suka membandingkan anak satu dengan
anak lain. Ketiga, kepemilikan terhadap barang-barang yang dimiliki orang lain membuat
mereka merasa cemburu. Jenis kecemburuan ini berasal dari rasa iri yaitu keadaan marah
dan kekesalan hati yang di tujukan kepada orang yang memiliki barang yang
diinginkannya itu.
4. Duka Cita atau Kesedihan
Bagi anak-anak, duka cita bukan merupakan keadaan yang umum. Hal ini dikarenakan
tiga alasan; Pertama, para orangtua, guru, dan orang dewasa lainnya berusaha
mengamankan anak tersebut dari berbagai duka cita yang menyakitkan. Karena hal itu
dapat merusak kebahagiaan masa kanak-kanak dan dapat menjadi dasar bagi masa
dewasa yang tidak bahagia. Kedua, anak-anak terutama apabila mereka masih kecil,
mempunyai ingatan yang tidak bertahan terlalu lama, sehingga mereka dapat dibantu
melupakan duka cita tersebut, bila ia dialihkan kepada sesuatu yang menyenangkan.
Kemudian ketiga, tersedianya pengganti untuk sesuatu yang telah hilang, mungkin
berupa mainan yang disukai, ayah atau ibu yang dicintai, sehingga dapat memalingkan
mereka dari kesedihan kepada kebahagiaan. Namun, seiring dengan meningkatnya usia
anak, kesediaan anak semakin bertambah dan untuk mengalihkan kesedihan dari anak-
anak tidak efektif lagi.
5. Keingintahuan
Anak-anak menunjukan keingintahuan melalui berbagai perilaku, misalnya dengan
bereaksi secara positif terhadap unsur-unsur yang baru, aneh, tidak layak atau misterius
dalam lingkunganya dengan bergerak kearah benda tersebut, memperlihatkan kebutuhan
atau keinginan untuk lebih banyak mengetahui tentang dirinya sendiri atau lingkunganya
untuk mencari pengalaman baru dan memeriksa rangsangan dengan maksud untuk lebih
banyak mengetahui selukbeluk unsur-unsur tersebut.
6. Kegembiraan
Gembira adalah emosi yang menyenangkan yang dikenal juga dengan kesenangan atau
kebahagiaan. Seperti bentuk emosi-emosi sebelumnya. Kegembiraan pada masing anak
berbeda-beda, baik mencakup intensitas dan cara mengekspresikannya.

7
7. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang atau binatang atau benda. Hal
ini menunjukan perhatian yang hangat, dan memungkinkan terwujud dalam bentuk fisik
atau kata-kata verbal. Namun yang harus diketahui bersama, bahwa setiap anak
mempunyai emosi yang berbeda. Hal ini bisa terlihat dari bagaimana anak
mengekspresikan tentang suatu keadaan, sedih misalnya. Sebagaian anak
mengekspresikan kesedihan dengan menangis.

8
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Mengelola emosi yang baik bukan berarti kamu harus menahan dan


menyembunyikan perasaanmu, melainkan  tentang bagaimana mengekspresikan
emosi  di  situasi yang tepat. Hanya butuh waktu dan tempat yang tepat untuk
meluapkannya.Seseorang yang terampil dalam self-regulation cenderung
fleksibel dan beradaptasi dengan baik terhadap perubahan. Selain itu, ia juga
pandai mengelola konflik dan meredakan situasi tegang.

3.2. Saran

Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai calon pendidik,
harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi
dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Mudah-
mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya. Amiinn.

9
DAFTAR PUSTAKA

Robbins, M. 2.1 Pengertian Keterampilan.

Ermayani, T. (2015). Pembentukan Karakter Remaja Melalui Keterampilan Hidup. Jurnal


Pendidikan Karakter, 6(2).

Mulyasari, I. (2019). Pengaruh kecerdasan emosional dan


kompetensi terhadap kinerja pegawai. Journal of Management
Review, 2(2), 190-197.

10

Anda mungkin juga menyukai