Anda di halaman 1dari 4

POSTMODERN DALAM ILMU POLITIK

Postmodernisme adalah sebuah gerakan intelektual yang muncul pada akhir abad ke-20 dan
menolak keyakinan bahwa ada satu cara tunggal untuk memahami dunia atau bahwa ada suatu
kebenaran absolut yang dapat diakses melalui logika atau metode ilmiah. Beberapa ciri khas dari
postmodernisme adalah:

1. Menolak fondasionalisme
Postmodernisme menolak keyakinan bahwa ada fondasi atau dasar yang pasti dan tak
tergoyahkan dari mana kebenaran dapat ditemukan atau dipahami.
2. Relativistik
Postmodernisme menolak ide bahwa ada suatu kebenaran objektif yang dapat diakses
oleh semua orang. Sebaliknya, pandangan postmodernis cenderung menganggap
kebenaran sebagai sesuatu yang relatif dan tergantung pada perspektif individu atau
kelompok.
3. Tidak rasional
Pandangan postmodernis sering dianggap tidak rasional atau anti-rasional karena
menolak keyakinan bahwa kebenaran dapat ditemukan melalui logika atau metode
ilmiah.
4. Nihilistik
Beberapa pandangan postmodernis cenderung menuju ke nihilisme, yaitu keyakinan
bahwa tidak ada makna atau nilai yang intrinsik dalam dunia.
5. Subjektif: Pandangan postmodernis cenderung menganggap pandangan dan pengalaman
individu sebagai hal yang sangat penting dalam memahami dunia.
6. Tidak ada narasi besar, mengakui perbedaan
Postmodernisme menolak ide bahwa ada suatu narasi besar atau cerita yang dapat
menjelaskan seluruh dunia atau mengatasi perbedaan budaya dan pandangan. Sebaliknya,
pandangan postmodernis cenderung mengakui dan merayakan perbedaan dan keragaman
dalam masyarakat dan budaya.

Dalam konteks ilmu politik, postmodernisme memiliki dampak signifikan pada teori dan
konsep dasar dalam bidang ini. Beberapa konsep dasar dalam ilmu politik yang telah dipengaruhi
oleh pandangan postmodernis meliputi kekuasaan, dalam pandangan postmodernis, konsep
kekuasaan dianggap lebih kompleks daripada hanya tentang kontrol atau dominasi. Sebaliknya,
kekuasaan dipandang sebagai sesuatu yang dibangun melalui hubungan sosial yang kompleks,
termasuk melalui bahasa, identitas, dan budaya. Kemudian, identitas yang dimana pandangan
postmodernis menganggap identitas sebagai konstruksi sosial yang kompleks dan bervariasi,
yang dibentuk oleh faktor-faktor seperti gender, ras, kelas, dan budaya.Dan pengetahuan yang
dalam pandangan postmodernis, pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang relatif dan
tergantung pada perspektif individu atau kelompok. Oleh karena itu, pandangan postmodernis
cenderung skeptis terhadap ide kebenaran objektif atau pengetahuan yang dapat diakses secara
universal.

Dalam kajiannya, postmodernisme dalam ilmu politik mengacu pada upaya untuk memahami
dan menganalisis politik dari sudut pandang yang berbeda-beda dan terkadang saling
bertentangan. Kajian ini mencakup berbagai pendekatan dan metode, termasuk analisis diskursif,
dekonstruksi, dan postkolonialisme. Pendekatan ini bertujuan untuk mengungkapkan kekuasaan,
konstruksi identitas, dan peran bahasa dalam politik, serta untuk menantang ide-ide konvensional
tentang pengetahuan dan kebenaran dalam bidang ini. Namun, sebagian kritikus berpendapat
bahwa pendekatan postmodernis dalam ilmu politik terlalu fokus pada aspek dekonstruksi dan
terlalu sedikit memberikan kontribusi dalam mengembangkan pemahaman tentang struktur dan
dinamika kekuasaan di dalam masyarakat.

Selain itu, kritikus lainnya juga menganggap bahwa pendekatan postmodernis cenderung
terlalu subjektif dan mempertanyakan nilai dari kajian yang berfokus pada perbedaan pandangan
dan bahasa, namun tidak memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang fenomena politik
secara keseluruhan. Kritikus juga berpendapat bahwa pandangan postmodernis cenderung
memperkuat status quo, karena tidak menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana politik dapat diubah atau diperbaiki.

Namun, pendekatan postmodernis dalam ilmu politik tetap memberikan kontribusi yang
penting dalam memperluas pemahaman tentang politik dan cara-cara kita memahami dan
menganalisis dunia politik. Dengan menekankan konstruksi sosial dari identitas, kekuasaan, dan
pengetahuan, pendekatan postmodernis memperluas batasan konvensional dalam kajian ilmu
politik dan membuka jalan untuk penelitian yang lebih komprehensif dan inklusif.

Secara keseluruhan, pendekatan postmodernis dalam ilmu politik memberikan sudut pandang
yang berbeda dalam memahami fenomena politik dan memperluas bidang kajian dengan
menekankan pada kompleksitas, keragaman, dan konstruksi sosial dari politik. Namun, seperti
pendekatan teoretis lainnya, postmodernisme juga memiliki kekurangan dan kritikus yang harus
diperhatikan dalam penggunaannya dalam kajian politik.

Postmodernisme adalah sebuah gerakan intelektual dan budaya yang muncul pada akhir abad
ke-20, yang menolak gagasan-gagasan modernitas dan mempertanyakan kebenaran objektif.
Sedangkan, Karl Marx adalah seorang filsuf dan pemikir politik yang hidup pada abad ke-19,
yang terkenal dengan teori-teorinya tentang kapitalisme, kelas sosial, dan revolusi proletar.

Secara umum, postmodernisme memiliki hubungan yang kompleks dengan pemikiran Karl
Marx. Beberapa teori Marx, seperti konsep alienasi dan kritiknya terhadap kapitalisme, telah
memengaruhi perkembangan pemikiran postmodern. Namun, postmodernisme juga sering
menolak pandangan Marx tentang kelas sosial dan kekuatan kolektif dalam mengatasi masalah
sosial.

Di satu sisi, para pemikir postmodern sering mengkritik pandangan Marx tentang kekuasaan
dan kelas sosial, yang dianggap terlalu deterministik dan membawa implikasi politik yang
kurang demokratis. Namun, di sisi lain, postmodernisme juga berusaha memperluas pemahaman
Marx tentang kapitalisme dan hubungan sosial, dengan menekankan pada keragaman dan
kompleksitas budaya dan identitas sosial.

Dalam beberapa kasus, ada juga pemikir postmodern yang menggunakan teori-teori Marx
sebagai titik tolak untuk mengeksplorasi dan memperluas pemahaman mereka tentang kelas
sosial, kapitalisme, dan politik. Sebagai contoh, terdapat pemikir postmodern seperti Jean-
Francois Lyotard dan Ernesto Laclau yang menganggap pandangan Marx sebagai awal yang
penting dalam mengembangkan pemahaman mereka tentang kekuasaan dan politik kontemporer.
Secara keseluruhan, hubungan antara postmodernisme dan Karl Marx adalah kompleks dan terus
berubah seiring perkembangan pemikiran dan konteks sejarah yang berbeda.

Postmodernisme dalam konteks ilmu politik menunjukkan bahwa pemahaman tradisional


tentang politik sebagai suatu hal yang objektif, rasional, dan terorganisir secara hierarkis perlu
dipertanyakan. Postmodernisme menunjukkan bahwa politik dan kekuasaan sebenarnya
merupakan hasil dari konstruksi sosial dan bahasa, yang bervariasi dalam berbagai konteks sosial
dan budaya.

Dalam ilmu politik, postmodernisme menolak pandangan tradisional tentang kebenaran,


otoritas, dan kekuasaan. Postmodernisme mengkritik gagasan bahwa ada satu cara yang benar
untuk memahami dunia politik, dan menunjukkan bahwa semua penjelasan tentang politik selalu
dibuat dan diarahkan oleh kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik tertentu.

Postmodernisme juga menekankan pentingnya mempertimbangkan peran identitas dan


perbedaan dalam politik, dengan menekankan pada pentingnya memahami bagaimana
pandangan dan nilai-nilai yang berbeda memengaruhi politik. Dalam hal ini, postmodernisme
menunjukkan bahwa perbedaan sosial, budaya, gender, ras, dan agama dapat memainkan peran
yang signifikan dalam pengambilan keputusan politik dan dalam pembentukan struktur
kekuasaan dan ketidakadilan.

Kesimpulannya, postmodernisme dalam konteks ilmu politik menunjukkan bahwa politik dan
kekuasaan selalu dalam konstruksi sosial dan konteks yang berbeda-beda. Postmodernisme
menekankan pentingnya mempertimbangkan peran kekuasaan, identitas, dan perbedaan dalam
politik, dan menolak gagasan bahwa ada satu cara yang benar untuk memahami politik.

Anda mungkin juga menyukai