Anda di halaman 1dari 11

GANGGUAN INTELEGENSIA

DOSEN PENGAMPU : MINTON MANALU S.KM., M.Kes.

DISUSUN OLEH KELOMPOK : 2

1. IRA MAIDO AMBARITA 7. MAYLIN INDRIANI SITANGGANG

2. JOSEPHANY AMARIA HUTAGALUNG 8. MELPA SAIMA PUTRI HASIBUAN

3. JULIANA NAPITUPULU 9. NADIA ANGRAINI SILITONGA

4. LAYDI HERDINDA SINABUTAR 10. NUR ASYIAH TANJUNG

5. LESLY SETIA SITUMORANG 11. NURLINA HUTABARAT

6. MAHMUDIN RAMBE 12. PUTRI AMANDAH WULANDARI


SIHOTANG

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

PRODI D-III KEPERAWATAN TAPANULI TENGAH

T.A. 2022/202
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini
terdiri dari pokok pembahasan mengenai Ganguan Intelegensi dan Beri
Pendidikan Kesehatannya. Setiap pembahasan dibahas secara sederhana sehingga
mudah dimengerti.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami
mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang membimbing kami.
kami sadar, sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam
proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

                                                   

Sihaporas,7  November 2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH........................................................................................5
1.3 TUJUAN.................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
2.1 Definisi Intelegensi.................................................................................................6
2.2 Pengaruh Lingkungan terhadap Perkembangan Inteligensi..............................6
2.3 Macam-macam Bentuk Gangguan Pada Inteligensi...........................................6
BAB III...............................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN.....................................................................................................10
3.2 SARAN..................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Intelegensi atau kecerdasan adalah kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan baru atau perubahan dalam lingkungan, kapasitas pengetahuan dan
kemampuan untuk memperolehnya, kapasitas untuk memberikan alasan dan
berpikir abstrak, dan kemampuan untuk menghasilkan pikiran-pikiran produktif
dan original yang keluar dari diri peserta didik (Yaumi,2013:9).

Anak yang tergolong luar biasa atau memiliki kebutuhan khusus adalah
anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari
fungsi kemanusiaannya. Secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat
dalam mencapai tujuan-tujuan/ kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
meliputi yang tuli, buta, mempunyai gangguan berbicara, cacat tubuh, retardasi
mental, gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi
yang tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus atau luar biasa, karena
memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional untuk
menanganinya (Mangunsong,2009:3).

Adapun pengertian tentang peserta didik berkebutuhan khusus menurut


Hallahan (dalam Mangunsong 2009:3) adalah yang memerlukan pendidikan
khusus dan pelayanan terkait, jika menyadari akan berpotensi penuh kemanusian
pendidikan khusus diperlukan karena tampak berbeda dari peserta didik pada
umumnya dalam satu atau lebih hal berikut: mungkin memiliki

keterbelakangan mental, ketidak mampuan belajar, gangguan emosi atau


perilaku, hambatan fisik, hambatan berkomunikasi, autisme, hambatan
pendengaran, hambatan penglihatan.

Kekhususan yang relevan dari perbedaan cara belajar, membutuhkan


instruksi yang berbeda dari yang umum (biasanya) diperlukan peserta didik.
Kekhususan dapat mencangkup bidang sensori, fisik, kognitif, emosi, atau
kemampuan komunikasi atau kombinasinya. Kekhususan bisa sangat berbeda
dalam penyebab, tingkat keparahan, dampak bagi kemajuan pendidikan, dan
dampak yang berbeda inipun bisa bergantung dari usia seseorang, jenis kelamin,
dan lingkungan hidupnya

Peserta didik yang memiliki keterbatasan khusus ditempatkan di sekolah


untuk mengikuti pendidikan seperti peserta didik yang normal untuk melakukan
proses pembelajaran di kelas adapun pengertian pembelajaran merupakan suatu
aktivitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar yang
terkait dengan pengetahuan, keterampilan serta sikap peserta didik sebagai tujuan
utama dalam proses mentransformasikan bahan pelajaran sebagai bagian dari
perubahan dalam diri peserta didik (Abdussalam, 2012:19).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Apa itu Defenisi Intelegensi
2. Bagaimana Pengaruh Lingkungan terhadap Perkembangan Inteligensi
3. Bagaimana Macam-macam Bentuk Gangguan Pada Inteligensi.

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui defenisi intelegensi.
2. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
intelegensi.
3. Untuk mengetahui bentuk gangguan pada intelegensi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Intelegensi

Inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan dengan tepat segenap


alat bantu dari pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan tuntutan baru.
(William Stem). Inteligensi adalah keterampilan untuk memecahkan masalah,
juga merupakan untuk belajar dari pengalman pengalaman (P.C. Kuiper).

Inteligensi atau intelek adalah kemampuan untuk meletakkan hubungan


hubungan dari proses-proses berpikir. Inteligensi merupakan kemam-puan yang
diberikan kepada seseorang yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia,
keberhasilan dan kesuksesan.

2.2 Pengaruh Lingkungan terhadap Perkembangan Inteligensi

Sejak kelahirannya anak manusia membawa potensi-potensi fisik dan


psikis yang bisa dikembangkan. Maka pengaruh-pengaruh milleu itu bisa
memajukan pengembangan potensi-potensi tersebut. Namun, sebaliknya pengaruh
milleu atau lingkungan bisa menjadi penghambat atau memacetkan sama sekali.
Apa yang dilihat, di dengar oleh anak dari sekitarnya, apa yang dialami anak sejak
kecil dan apa yang di harapkan oleh orang dewasa dari anak untuk dilakukan itu
sangat mempengaruhi intelegensinya. Khusus-nya perhatian istimewa, harapan-
harapan dan campur tangan orang tua terhadap anaknya ikut menentukan
perkembangan intelingensi anak.

2.3 Macam-macam Bentuk Gangguan Pada Inteligensi

1). Amentia

Pada kelompok amentia, Kondisi kemampuan psikisnya gagal tumbuh


secara wajar. Mental, Perasaan, kemauan dan inteligensinya tidak komplit; sebab
tidak berkembang wajar, dan mengalami hambatan sehingga pertumbuhannya jadi
abnormal,

Kondisi tersebut pada umumnya disebabkan oleh faktor keturunan,


penyakit sewaktu janin dalam kandungan, atau luka-luka/cedera otaknya pada
waktu bayi lahir.
Kelompok amentia:

 Idiot, idiocy
Pada idiocy ini cacad jasmaniah dan rohaniahnya amat berat. IQ-
nya (inteligency Quotient) kurang dari 25, dan tidak bisa berkembang lagi.
Orangnya tidak bisa mengerti, dan tidak bisa diajari apa-apa. Pada
umumnya dia tidak mampu menjaga diri dan melindungi diri sendiri
terhadap bahaya-bahaya dari luar.

Pada idiocy yang parsial (tidak total, incomplete), perasaan-


perasaan yang primitif masih ada, seperti rasa lapar, dan dahaga. Beberapa
dari mereka ini bentuknya sangat luar biasa: aneh, fantastis, kerdil, sangat
buruk, mengerikan atau "menjijikkan". Kadangkadang rupanya mirip
muka binatang, dan sering sakit-sakitan. Diferensiasi antara kelamin laki
laki dengan kelamin perempuannya sering tidak jelas. Tidak bisa
menghayati perangsang perangsang sinar, rabaan dan bau, tidak punya
ingatan, Mereka harus diberi pakaian, disuapi seperti layaknya bayi untuk
makan dan minumnya. Selalu ngompol dan buang kotoran di celana atau
di tempat tidur dan sukar sekali diajari menjaga kebersihan diri. Tidak ada
kemampuan berbicara. Yang dikeluarkan ialah suara semacam bunyi-
bunyian binatang, dengkusan, teriakan teriakan, lengkingan dan ringkikan.

Pada idiocy komplit atau absolut, penderita tidak mempunyai


kemampuan jiwa, dan mengalami degenerasi secara total. Umur
inteligensinya seperti anak umur 2,5 tahun. Hidupnya seperti kehidupan
vegetatif, semacam tanaman. la tidak bisa membedakan instink-instinknya
dan tidak bisa berbicara. Ada gerakan-gerakan muskule, atau otot-otot,
namun tanpa koordinasi. la mempunyai mata, namu tidak bisa melihat;
punya telinga namun tidak bisa mendengar. Tanpa kesadaran, tanpa
intelek, dan tidak ada perasaan apaapa. Anak-anak tersebut tidak berminat
sedikit pun terhadap lingkungannya. Mereka itu tidak dapat dilatih sesuatu
pun, juga tidak mungkin mampu menolong diri sendiri.

Kebanyakan dari mereka cuma terlentang di tempat tidur, atau


tidur melingkar di pojok seperti dalam keadaan antenatal (hidup dalam
kandungan ibunya). Pada umumnya mereka itu mati sangat muda.

2). Imbesil
imbecility: IQ-nya antara 25-49. Mereka itu seperti kanak-kanak berumur
36-83 bulan (3-7 tahun). Ukuran tinggi dan bobot badan biasanya kurang, sering
cacad jasmaniah, atau mengalami anomali-anomali (kelainan). Gerakan
gerakannya tidak stabil dan lamban. Ekspresi wajahnya kosong dan ketolol
tolalan. Daya tahan terhadap penyakit kurang sekali. Perkembangan jasmani dan
rohaninya sangat lambat. Kurang reaksinya jika ia diajak berbicara.
Empat puluh persen dari mereka itu menderita epilepsi atau ayan. Sukar
sekali mengurus diri sendiri. Akan tetapi mereka masih dapat diajari melindungi
diri sendiri dari bahaya fisik. Anak-anak ini masih bisa mengerjakan tugastugas
sederhana dibawah pengawasan. Missalnya makan, minum, berpakaian, mencuci
dan megelap piring. Pada diri mereka ada defektivitas dalam kapasitas
edukasinya. Jadi, mereka tidak bisa diajar di kelas atau sekolah konvensional.
Mereka sangat bergantung pada perlindungan dan pertolongan keluarga dan orang
tua, karena tidak mampu mendapatkan mata pencaharian sendiri. Banyak dari
mereka anak-anak imbesil ini mati muda.

3). Debil (moron, social defect, feeble mindeedness, lemah ingatan)

1Q-nya 50-70. Umur inteligensi seperti anak-anak berusia 84-143 bulan


(7-16) tahun), Derajatnya ada yang rendah, medium dan tinggi. Biasanya gejala-
gejala lemah ingatan itu sudah tampak sebelum tahun-tahun masa
sekolah/preschool years. Mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol
diri, kemampuan koordinasi dan adaptasi yang wajar. mereka bisa diajari dengan
menguasai beberapa keterampilan tangan dan mengurus diri sendiri. Namun
mereka tidak mampu bersaing dengan orang normal. Karemanya mereka
memerlukan perlindungan khusus sebab mereka itu kurang nalar, kurang pikiran,
dan kurang mampu mengurus masalah-masalah diluar dirinya serta diri sendiri.

Selanjutnya kerusakan pada cerebrum atau otak besar juga bisa


mengakibatkan timbulnya gangguan gangguan pada Perkembangan inteligensi
(amentia) tadi. Kerusakan pada cerebrum itu biasanya ditimbulkan oleh: proses
radang-radang, traumata luka) pada otak oleh kecelakaan di jalan raya, dan
traumata sewaktu bayi lahir.

Di samping gangguan-gangguan cerebral tadi, faktor lain yang


mengakibatkan macetnya perkembnagan inteligensi dan menyebabkan peristiwa
amentia ialah:

1. Individu tidak mendapatkan kesempatan pengajaran yang patut,


sehingga inteligensinya tidak berkembang, sebab tidak terlatih, Bahkan juga
mengalami atrofi (mundur, merana).

2. Oleh pemerintahan suatu negara dengan sengaja rakyatnya dibuat tetap


dalam keadaan bodoh, sehingga mereka itu dijadikan mesin atau robotrobot yang
bisa di manipulir sesuka hati secara politis. mereka tidak usah berpikir dan
menggunakan inteligensinya, sebab segala sesuatu sudah dipikirkan oleh para
politisi dan penguasa. Yang penting bagi rakyat jalah harus patuh secara mutlak
dan selalu menurut. Sebagai produknya ialah kultivasi dari "afrizielle dumbeit"
rakyat (membudayakan kedunguan artifisial rakyat).

4) Dementia
Dementia (de, dis, des rusak, mentis jiwa, mental): rusak mentalnya,
dengan ciri-ciri memburuknya atau hilangnya fungsi-fungsi intelektual,
kemampuan menalar, ingatan dan kemauan; dan ditandai dengan kebingungan,
disorientasi, apati dan bermacam-macam tingkatan stupor.

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya,


sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial.
Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran
memori atau daya ingat atau biasa yang sering disebut juga dengan pelupa
(Nugroho, 2008)

Demensia dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, riwayat keluarga,


diabetes mellitus (DM), hiperkolesterol, obesitas, merokok, alkohol. Demensia
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang dapat dimodifikasi maupun
tidak. Usia, genetik dan riwayat penyakit keluarga merupakan faktor tidak dapat
dimodifikasi yang mempengaruhi demensia. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi terhadap kejadian demensia adalah hipertensi, diabetes mellitus
(DM), hiperlipidemia, merokok (Sahathevan, 2015)

Beberapa jenis dementia diantaranya, yaitu:

 Dementia alkoholik
Dementia disebabkan oleh alkoholisme kronis atau alkoholisme
tingkat berat. Berlangsung lebih lama, namun kurang hebatnya jika
dibandingkan dengan delirium tremens.

 Dementia apoplectic
Dementia disebabkan oleh pendarahan pada otak, atau oleh
melunaknya jaringan-jaringan pada otak.

 Dementia agitata
Dementia disertai fase-fase depresi dan agitasi (kegembiraan,
kegemparan, kebingungan).

 Dementia paralitica (=general paresis = general paralysis)


Dementia disertai kelumpuhan. Ini disebabkan oleh karena sel-sel
otak banyak yang rusak dan jadi kusut-lisut, membran-membran otak yang
menebal.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kecerdasan bukanlah suatu benda: boleh jadi ia merupakan keseluruhan
jumlah kemampuan yang berbeda-beda, maupun lebih baik ditegaskan sebagai
suatu istilah deskriptif yang digunakan bagi perilaku mana yang sesuai dengan
lingkungan. Para psikolog menggunakan IQ sebagai definisi operasional dari
kecerdasan, nilai IQ menunjukkan perbandingan cara baik antara seorang dengan
orang lain di dalam tes-tes yang meliputi pemikiran logis.
3.2 SARAN
Dari hasil makalah kami ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Dan segala yang baik datangnya dari Allah, dan
yang buruk datangnya dari diri saya. Penyusun sadar bahwa makalah kami ini
jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami
harapkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun untuk perbaikan karya
ilmiah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2013). hal. 99


M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,
1998), hal. 52
Sadli Saparinah, Inteligensi Bakat dan Test IQ, (Jakarta: PT Gaya Favorit Press :
Anggota IKAPI, 1996), hal. 49 Ibid, hal. 49 Opcid, hal. 49
Khairani Makmun, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hal.
113
Ibid , Khairani Makmun. hal.114
M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,
1998), hlm. 57 Ibid, hal. 58 Opcid, hal. 59
Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2013). hal. 109
Ibid, hal. 110
Khairani Makmun, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013),
hal.123 Ibid, hal.124

Anda mungkin juga menyukai