Disusun Oleh,
1. Nanang Raulandi
2. Muhammad Rifqi
3. Syahrul Irham Prasetyo
4. Wahyu Ifanuri
Kelas : X TJKT 2
Manusia dianugerahi Tuhan kemampuan untuk berfikir dan berkembang, karenanya cara pandang
manusia terhadap sesuatu dapat berubah dari waktu ke waktu. Cara pandang/pemahaman manusia
biasanya diejawantahkan dalam suatu teori, yang didukung dengan bukti-bukti ilmiah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak heran jika kemajuan teknologi seringkali
menciptakan teori baru, yang bisa jadi mendukung atau meruntuhkan teori sebelumnya.
Begitupun dalam memahami struktur Bumi, cara pandang manusia berubah-ubah seiring
perkembangan zaman, dulu para ahli menganggap bahwa daratan dan lautan bersifat statis, bentuk-
bentuk benua dan lautan sendiri tidak berubah dari sejak awal pembentukan bumi. Namun kemudian
seiring berkembangnya ilmu dan teknologi, muncul teori-teori yang menyatakan bahwa struktur
daratan dan lautan yakni bersifat dinamis, pada perkembangannya, teori inilah yang disebut sebagai
Teori Tektonik Lempeng.
Teori Tektonik Lempeng mampu merubah cara pandang manusia dalam melihat struktur bumi,
potensi kekayaan alam dan kebencanaan. Cara pandang Teori ini juga mampu menjelaskan
keberadaan gunung berapi serta daerah-daerah yang rentan gempa. Walaupun relatif baru, namun
teori ini hampir sama dahsyatnya dengan teori relativitas yang dikemukakan Einstein. Semakin kita
mengetahui Teori Tektonik Lempeng, semakin kita dapat memahami semua potensi, baik kekuatan
maupun keindahan dari bumi yang kita diami ini.
Teori Tektonik Lempeng dapatlah dikatakan sebagai “kristalisasi” dari banyak teori yang menyatakan
bahwa struktur bumi ini sesungguhnya bersifat dinamis. Perubahan total cara berfikir dan
diterimanya konsep ini terjadi dalam tempo yang lama seiring makin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sebelum digunakannya terminologi “Tektonik Lempeng”, konsep bumi yang dinamis mula-mula di
pelopori oleh teori Continental Drift (Pergeseran Benua) yang diperkenalkan oleh meteorologist asal
Jerman Lothar Wagener pada Tahun 1915. Teorinya menyatakan bahwa pada periode Kapur (sekitar
200 juta tahun lalu), semua benua dulunya menyatu dalam satu superbenua yang di
sebut Pangea, namun kemudian terpecah menjadi kontinen-kontinen yang lebih kecil, lalu berpindah
secara mengapung menempati posisinya seperti sekarang ini.
Gambar 1. Ilustrasi Teori Continental Drift. Menurut teori ini Bumi dahulunya hanya satu daratan yang
disebut Pangea. (Sumber: britannica)
2
Untuk mendukung teorinya, Wegener mengemukakan penemuan ilmiahnya sebagai bukti tentang
adanya super-kontinen Pangaea tersebut, diantaranya adanya kecocokan/kesamaan Garis Pantai
antara Benua Afrika dan Amerika Selatan, kesamaan fosil dan kesamaan batuan, namun begitu
Wegener tidak mampu menjelaskan secara mendasar gaya-gaya apa yang bisa menggerakkan benua-
benua tersebut saling menjauhi satu sama lainnya. Wegener hanya menerangkan dengan sangat
sederhana bahwa pergerakan benua-benua tersebut terjadi di atas dasar samudera. Pendapat ini
kemudian banyak dipertanyakan oleh para ahli, Harold Jeffreys salah satunya, seorang ahli geofisika
terkenal dari Inggris mengatakan adalah tidak mungkin sebuah massa yang sangat besar tidak
terpecah ketika bergerak di lantai samudera. Demikianlah pertanyaan tersebut masih menjadi misteri
yang belum bisa terpecahkan sehingga tidaklah mengejutkan, bahwa Teori Continental Drift tidak
diterima dengan baik pada masa itu.
Prinsip utama dari Teori Tektonik Lempeng adalah bahwa Bumi ini tersusun oleh lempeng-lempeng
yang bergerak. Suatu lempeng dapat berupa kerak samudera, kerak benua, atau gabungan dari
kedua kerak tersebut. Adanya pergerakan lempeng ini disebabkan oleh adanya arus konveksi, yaitu
berupa perpindahan energi panas yang terjadi di lapisan astenosfer.
Karena semua lempeng-lempeng tersebut bergerak, maka terjadilah interaksi antara satu lempeng
dengan lempeng lainnya, interaksi tersebut berpusat di sepanjang batas dari lempeng-lempeng itu.
Ada yang berbenturan, ada yang saling menjauh dan ada yang bergeser (Gambar 8). Setiap interaksi
antar lempeng itulah yang kemudian menimbulkan dinamika di Bumi ini, baik perubahan morfologi,
aktivitas vulkanisme, gempa bumi, tsunami dan sebagainya.
3
Menurut Teori ini, terdapat 13 lempeng besar dan kecil yang membentuk Bumi ini yaitu:
Menjadi Teori Dasar Dalam Menentukan Potensi Kekayaan Alam dan Bencana
Walupun baru, namun Teori Tektonik Lempeng merupakan salah satu penemuan yang amat
penting pada abad ini. Dengan lahirnya teori ini, para ilmuan telah mampu menafsirkan proses-
proses geologi dan perkembangan bumi secara holistic, salah satunya karena teori ini mampu
menghubungkan cabang-cabang ilmu kebumian tanpa menimbulkan kontradiksi satu sama lainnya.
Penerapan Teori Tektonik Lempeng yang salah satunya diaplikasikan melalui model-model tektonik
lempeng, walaupun sederhana, tetapi telah mampu memecahkan banyak masalah geologi yang
semula sulit dipecahkan, salah satunya yaitu dalam bidang eksplorasi dan bencana alam. Model
Tektonik lempeng mampu mengidentifikasi kemungkinan keterdapatan bahan galian pada suatu
tempat. Indonesia contohnya, Endapan emas di Indonesia banyak berasosiasi dengan model
tektonik tipe konvergen (Magmatic Arc), sedangkan timah, khusunya daerah gugusan kepulauan
Riau hingga Bangka Belitung dan sekitarnya banyak berasosiasi dengan zona Kolisi Lempeng Benua
(Continental Collision).
4
Dalam bidang kebencanaan, model Tektonik Lempeng juga mampu mempredeksi potensi terjadinya
bencana geologi secara regional, sehingga dapat dilakukan usaha untuk mengurangi akibat dari
bencana tersebut atau disebut dengan mitigasi bencana. Teori Tektonik Lempeng salah satunya
melahirkan istilah “Ring Of Fire” atau Negara yang dilalui oleh pertemuan dua lempeng yang saling
bertubrukan sehingga berpotensi terjadinya letusan gunung api dan gempa bumi . Daerah-daerah di
Indonesia yang dilalui jalur ini diantaranya Sisi Barat Pulau Sumatra, dan Sisi Selatan Pulau Jawa.
Pemerintah Indonesia pun sampai saat ini masih menjadikan teori Tektonik Lempeng sebagai
panduan utama dalam menentukan perencanaan dan arah kebijakan mitigasi bencana. Dengan
demikian jelaslah bahwa dengan lahirnya teori ini, kita patut bersyukur mampu menentukan lokasi-
lokasi yang rawan akan bencana.
5
GEMPA BUMI
Apakah Gempabumi itu ?
Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba
yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya
gempabumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan
kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan
bumi.
Parameter Gempabumi
Waktu terjadinya gempabumi (Origin Time - OT)
Lokasi pusat gempabumi (Episenter)
Kedalaman pusat gempabumi (Depth)
Kekuatan Gempabumi (Magnitudo)
Karakteristik Gempabumi
Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat
Lokasi kejadian tertentu
Akibatnya dapat menimbulkan bencana
Berpotensi terulang lagi
Belum dapat diprediksi
Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat dikurangi
Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng tektonik
besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair
dan panas. Oleh karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu
sama lain. Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi
tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi.
Teori lempeng tektonik merupakan kombinasi dari teori sebelumnya yaitu: Teori Pergerakan Benua
(Continental Drift) dan Pemekaran Dasar Samudra (Sea Floor Spreading).
6
Lapisan paling atas bumi, yaitu litosfir, merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada
pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut
mantel. Lapisan ini sedemikian panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku, sehingga dapat
bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas yang kita kenal sebagai aliran konveksi. Lempeng
tektonik yang merupakan bagian dari litosfir padat dan terapung di atas mantel ikut bergerak satu sama
lainnya. Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu
apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling mendekati(collision) dan saling geser
(transform).
Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling
mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan
oleh manusia namun terukur sebesar 0-15cm pertahun. Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan
saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat
batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi
pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.
7
Jalur Gempabumi Dunia
Indonesia merupakan daerah rawan gempabumi karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik,
yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik.
Lempeng Indo-Australia bergerak relatip ke arah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia,
sementara lempeng Pasifik bergerak relatip ke arah barat.
Jalur pertemuan lempeng berada di laut sehingga apabila terjadi gempabumi besar dengan kedalaman
dangkal maka akan berpotensi menimbulkan tsunami sehingga Indonesia juga rawan tsunami.
Belajar dari pengalaman kejadian gempabumi dan tsunami di Aceh, Pangandaran dan daerah lainnya
yang telah mengakibatkan korban ratusan ribu jiwa serta kerugian harta benda yang tidak sedikit, maka
sangat diperlukan upaya-upaya mitigasi baik ditingkat pemerintah maupun masyarakat untuk mengurangi
resiko akibat bencana gempabumi dan tsunami.
Mengingat terdapat selang waktu antara terjadinya gempabumi dengan tsunami maka selang waktu
tersebut dapat digunakan untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat sebagai salah satu
upaya mitigasi bencana tsunami dengan membangun Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia
(Indonesia Tsunami Early Warning System / Ina-TEWS).
Akibat Gempabumi
Getaran atau guncangan tanah (ground shaking)
Likuifaksi ( liquifaction)
Longsoran Tanah
Tsunami
Bahaya Sekunder (arus pendek,gas bocor yang menyebabkan kebakaran, dll)
Kekuatan gempabumi
Kedalaman gempabumi
Jarak hiposentrum gempabumi
Lama getaran gempabumi
Kondisi tanah setempat
Kondisi bangunan
8
Dampak Gempabumi Terhadap Alam
9
REFERENSI
Duarte, dkk. Introduction to Plate Boundaries and Natural Hazards. 2016. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Harta Bumi Indonesia Bigrafi J.A. Katili. 2007. Jakarta: Grasindo
Hess, Harry. History of Ocean Basin. 1962. USA: Princeton University
Mackenzie. Speculations on the Consequences and Causes of Plate Motions. 1969.
Noor, Djauhari. Geologi Untuk Perencanaan, 2011. Jogjakarta: Graha Ilmu
https://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/dynamic.html
https://www.mckenziearchive.org/chapters/plates-as-paving-stones/
10