Anda di halaman 1dari 20

TUGAS:PERENCANAAN TAPAK

PERENCANAAN TAPAK PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU


KOTA JAYAPURA DISTRIK ABEPURA (RTH)
KELOMPOK III
Lokasi study: kotaraja (Beakas Wongsolo)

NAMA NPM
Desfilson Kambu 17-141-054
Manasye Wenda 17-141-020
Pinalus Yoman
Jhon Kogoya
Nendison Kogoya
Mnto Kogoya 17-141-006
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar belakang


Perencanaan merupakan kegiatan dari pembangunan yang paling prioritas karena
perencanaan menentukan arah, prioritas, dan strategi pembangunan. Selain itu, perencanaan
pembangunan harus sesuai dan baik agar memberikan hasil yang optimal dalam
mengembangkan sumber daya Manusia, sumber daya Alam, maupun potensi yang sudah
ada.
Perencanaan kawasan kajian merupakan penatagunaan bagian-bagian suatu kawasan
kajian atau lahan secara teratur, terinci, fungsional dan merupakan suatu proses yang kreatif
yang menghendaki kemampuan mengolah dari berbagai faktor-faktor kemungkinan.
Perencanaan kawasan kajian tidak lepas dari analisis kondisi eksisting wilayah. Kondisi
eksisting diperlukan untuk menganalisis kekurangan dan kelebihan pada lokasi
perencanaan kawasan kajian. Perencanaan kawasan kajian sangat diperlukan karena mampu
mengenali kawasan yang akan dibangun dan mengoptimalkan fungsi dari lokasi kawasan
kajian tersebut sehingga memberikan manfaat bagi penggunanya, meminimalkan adanya
kerugian, dan tercapainya kenyamanan untuk masyarakat yang menjadi tujuan dari
perencanaan kawasan kajian tersebut. Perencanaan kawasan kajian memiliki tujuan untuk
membangun dan mengembangkan suatu kawasan dengan konsep-konsep tertentu, baik
dalam perencanaan kawasan kajian seperti kawasan perekonomian, kawasan ruang terbuka
hijau, kawasan pendidikan, kawasan industri, kawasan perdagangan dan lainnya.
Kawasan studi perencanaan kawasan kajian terletak pada Kota Jayapura, distrik Abepura,
kelurahan Way Mhorock. Lokasi perencanaan kawasan Mengkaji RTRW Kota Jayapura
merupakan kawasan ruang terbuka hijau. Adanya kawasan ruang terbuka hijau demi
tercapainya kenyamanan hidup dalam lingkungan yang sehat. Lokasi yang direncanakan
yakni Taman Kanak-kanak (TK) atau ruang bermain anak? Kalau TK adalah bangunan
pendidikan (sekolah), kalau ruang bermain anak bisa berupa ruang terbuka dan lapangan
fudsal guna memperlancar aktifitas Anak-Anak pemuda dan masyarakat sekitar Distrik
Abepura. Sehinga memberikan kelebihan, terhadap view sekitar yang menambah daya tarik
pada taman.
ruang terbuka publik yaitu creative placemaking atau pembentukan Ruang Terbuka
publik kreatif. Dalam memenuhi fungsi taman kota berbasis strategi ruang publik kreatif
tersebut, maka konsep pengembangan Kota Jayapura, Kreatif Dalam Hal Penghijauan dan
estetika kota, Olah raga dan rekreasi aktif/pasif, Interaksi sosial, dan Perekonomian lokal.
1.2 Rumusan Masalah
Lokasi Perencanaan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau RTH. merupakan suatu
wujud demi tercapainya kenyamanan hidup dan lingkungan yang sehat karena dapat
mengurangi tingkat kegersangan terhadap suatu daerah. Kawasan ruang terbuka hijau di
Kota Jayapura terletak di Pusat Kota yaitu distrik Abepura Kelurahan Way Mhorock
(Bekas warung wongsolo). Daerah Tapak tersebut memiliki nilai dan potensi yang tinggi.
Akan tetapi, terdapat masalah terutama pada lokasi Tapak Belum Adanya pembangunan
RTH Pada lokasi Tapak Tersebut.
Hal tersebut membutuhkan suatu penataan yang tepat dengan memanfaatkan potensi,
Membangun Ruang Terbuka Hjau Dan mengoptimalkan ruang terbuka serta
memperhatikan faktor-faktor dari dalam dan luar lingkungan sehingga mendukung tujuan
perencanaan dan fungsi kawasan kajian. Penataan tersebut dapat berupa konsep yang tepat
dalam mengatasi masalah yang ada.
1.3 Tujuan Dan Sasaran
1.3.1. Tujuan
Tujuan dari penyusunan buku rencana ini yaitu membuat desain kawasan ruang
terbuka hijau di lokasi perencanaan Tapak Ruang Terbuka Hijau kajian yaitu
dikelurahan Way Mhorock, Distrik Abepura, Kota Jayapura. Tepatnya di Wongsolo
Kotaraja, menggunakan konsep Creative Green Open Space (Ruang Terbuka Hijau
Kreatif) .
1.3.2. Sasaran
Sasaran yang perlu dicapai dalam buku rencana yaitu :
1. Delineasi terhadap lokasi perencanaan kawasan kajian .
2. Mengidentifikasi potensi dan masalah pada lokasi perencanaan Tapak
3. Penerapan konsep Creative Green Open Space (Ruang Terbuka Hijau
Kreatif)
4. Melakukan analisa kawasan kajian pada lokasi perencanaan kawasan kajian
seperti analisis tata sistem ruang terbuka dan tata hijau, tata kualitas dan
lingkungan, dan sistem prasarana dan utilitas lingkungan.
5. Menyusun zoning kawasan pada lokasi perencanaan kawasan kajian.

1.4. Ruang Lingkup


1.4.1. ruang lingkup spasial
Konsep ruang lingkup spasial mempunyai beberapa unsur yaitu jarak, lokasi, bentuk
dan ukuran. Lingkup spasial hanya mencakup daerah regional tertentu bukan nasional.
Ruang lingkup spasial kawasan perencanaan kawasan kajian mencakup wilayah
administratif wilayah Studi Tapak. Luas wilayah kajian tersebut sebesar 1,16 Ha. Adapun
batas-batas dari wilayah studi Tapak atau perencanaan kawasan kajian tersebut:
adalah:
o sebelah Utara Perbatasan Dengan tembok Perumahan melati
o Sebelah Timur berbatasan dengan permukiman penduduk Dan kos-kosan
o Sebelah Barat berbatasan dengan JL. Raya Abepura /Diler Toyota
o Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Raya Pasar lama , Kantor TCC. Telkom
Indonesia dan permukiman penduduk
1.4.2. Ruang lingkup substansi
Ruang lingkup substansi adalah analisis elemen-elemen yang Terdiri Dari objek studi
perencanaan, dan perancangan taman di Kota Jayapura, Distrik Abepura, Kelurahan
Waymhorock. Dalam ruang lingkup substansi ini yang akan dibahas adalah kelebihan,
kekurangan, dan kondisi eksisting dari aspek lingkungan wilayah studi yang kami ambil,
dengan menggunakan 4 aspek komponen rencana yang berdasarkan buku pedoman
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
1. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan,
sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal
setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat penyandang cacat
dan lanjut usia), sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur
pelayanan lingkungan, dan sistem jaringan penghubung.
2. Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemenelemen
kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau sub area
dengan sistem lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi
tertentu.
3. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan,
yang tidak sekadar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah
proses rancang arsitektrural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian
integral dari suatu lingkungan yang lebih luas
4. Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai
maksimum bangunan terhadap lahan/kawasan kajian peruntukannya.
1.4.3. Kerangka Pemikiran

Penentuan Lokasi Tapak

Kota Jayapura, Distrik Abepura, Kelurahan Way Mhorock


(kotaRaja)

Gambaran Umum

Berisikan Data Kependudukan Lokasi Tapak kajian dalam


konteks regional dan Gambaran umum lokasi Tapak

Potensi
Masalah

Belum ada Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kondisi Tanah yang relative datar
RTH Peruntukan lahan sebagai ruang terbuka hijau

Analisis swot

konsep Creative Green Open Space


(Ruang Terbuka Hijau Kreatif)

Analisis Sistem
Sirkulasi dan Analisis Penataan Analisis Sistem Ruang Analisis Intensitas
Jalur Kualitas Lingkungan Terbuka dan Tata Hijau Pemanfaatan Lahan
Penghubung

Zoning Lokai Perencanaan


Tapak RTH

Site plan
1.4.4. Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian laporan ruang terbuka hijau di Kota Jayapura, meliputi sebagai
berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN, terdapat informasi umum yang berupa Latar Belakang;
Rumusan Masalah; Tujuan dan Sasaran; Ruang Lingkup yang terbagi menjadi Ruang
Lingkup Spasial dan Ruang Lingkup Substansi; Keluaran yang Diharapkan; Kerangka
Pemikiran; dan Sistematika Penyajian Laporan.
BAB 2 LANDASAN TEORI, terdapat data teori oleh para ahli, peraturan-peraturan yang
ada dari undang-undang hingga peraturan daerah.
BAB 3 GAMBARAN UMUM, Berisikan Data Kedudukan Lokasi Perencanaan
Pembangunan Ruang Terbuka Hijau RTH. Kajian Dalam Konteks Regional dan Gambaran
Umum Lokasi Tapak Kajian.
BAB 4 RENCANA TAPAK TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNA RUANG
TERBUKA HIJAU, yang memuat Arahan dan Konsep Perencanaan Tapak, Perumusan
Konsep Pengembangan Tapak , dan Skenario Pengembangan RTH Pada Lokasi Tapak
yang berupa Komponen Rencana, Arahan dan Konsep Pengembangan. Arahan dan Konsep
Pengembangan di BAB 4 ini berisi Perencanaan, dan Perumusan dan Strategi Analisis
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Ruang Terbuka
Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang mempunyai arti
sebagai suatu lansekap, hardscape , taman atau ruang rekreasi dalam lingkup urban.
Menurut SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan, 2004, Ruang
terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang mempunyai arti sebagai suatu
lansekap, hardscape , taman atau ruang rekreasi dalam lingkup urban. Sedangkan untuk
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah total area atau kawasan yang tertutupi hijau tanaman
dalam satu satuan luas tertentu baik yang tumbuh secara alami maupun yang
dibudidayakan.
2.1.1 Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Pedoman RTBL Permen PU
05/PRT/M/2008). Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai infrastruktur hijau perkotaan adalah
bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung
dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
2.1.2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah
bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman
guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika (Peraturan menteri
dalam negeri nomor 1 tahun 2007, Hal.2). Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik maupun
privat memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis serta fungsi tambahan, yaitu
sosial budaya, ekonomi, estetika/arsitektural (Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2008, Hal.8).
2.1.3 Tujuan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Menurut Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2008 Tujuan dari penyelenggaraan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) adalah : a. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air
b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam
dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Meningkatkan
keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang
aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

2.1.4. Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Menurut Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2008 terdapat dua manfaat Ruang Terbuka
Hijau (RTH) pada kawasan perkotaan yaitu: 1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat
dan bersifat tangible ), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, dan
sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, dan bunga, buah). 2.
Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible ), yaitu pembersih udara
yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian
fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati).

2.1.5. Konsep Creative Open Space


Konsep Creative Open Space didasari pendekatan membentuk ruang terbuka publik yaitu
creative placemaking atau pembentukan ruang terbuka publik kreatif. Konsep ini digagas
oleh Markusen dan Gadwa (2010) berawal dari masalah keterbatasan ruang yang terjadi di
Amerika saat masa resesi tahun 2008, di mana terjadi gejolak keruangan yang terjadi
menginisiasi pihak kota untuk menghidupkan ruang-ruang yang terabaikan menjadi ruang
bagi masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak Creative
Menurut Markusen dan Gadwa (2010) adalah penggunaan seni dan budaya dari pihak-
pihak yang berbeda untuk secara strategis membentuk karakter fisik dan sosial sebuah
ruang dalam rangka memacu pembangunan ekonomi, mempromosikan perubahan sosial,
dan meningkatkan kondisi lingkungan.
Untuk mendesain taman kota agar memiliki daya tarik bagi masyarakat di sekitarnya
harus memenuhi tiga fungsi mendasar (Gunarto et al, 2013), antara lain: (a) Fungsi rekreasi
aktif maupun pasif, yaitu yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas menyenangkan, seperti
olahraga, baik yang dilakukan oleh klub-klub maupun perorangan, atau bisa juga berupa
aktivitas-aktivitas yang lain misalnya sekedar duduk-duduk santai, membaca buku,
bercengkerama dengan teman atau relasi, mengasuh anak dan sebagainya. (b) Fungsi
ekologi, yaitu yang bisa bertindak sebagai lingkungan alamiah, meningkatkan
keanekaragaman hayati (flora) serta menjadi tempat tinggal bagi makhluk-makhluk alam
(fauna) yang tidak dapat disediakan perkembangan kota. (c) Fungsi estetika, yaitu yang bisa
menyediakan pemandangan alamiah atau suasana indah dan bisa dinikmati oleh masyarakat
sekitarnya serta yang bisa menjadi suatu pengalaman pribadi.

2.2. Koefisien Pemanfaatan Lahan


Pemanfaatan Lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum
bangunan terhadap lahan/kawasan kajian (Pedoman RTBL Permen PU NOMOR
06/PRT/M/2007, Hal.18) peruntukannya, memiliki manfaat untuk mencapai efisiensi dan
efektivitas pemanfaatan lahan secara adil, mendapatkan distribusi kepadatan kawasan
yang selaras pada batas daerah sesuai rencana tata ruang, mendistribusikan elemen
intensitas pemanfaatan lahan yang dapat mendukung berbagai karakter khas dari berbagai
sub area yang direncanakan, serta merangsang pertumbuhan kota dan berdampak langsung
pada perekonomian kawasan. Komponen Pemanfaatan Lahan terdiri dari:
2.2.1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Merupakan angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan
gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/ tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai (Pedoman RTBL Permen PU NOMOR 06/PRT/M/2007, Hal.19). Untuk
menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus sebagai berikut:
Luas persil
KDB = X 100%
Luas Zona

2.2.2 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)


Merupakan angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh
bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai (Pedoman RTBL Permen PU NOMOR 06/PRT/M/2007, Hal.19). Untuk
menghitung koefisien lantai bangunan menggunakan rumus sebagai berikut:

Luas Persil
KDB =

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑍𝑜𝑛𝑎

2.2.3 Koefisien Daerah Hijau (KDH)

Merupakan angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai (Pedoman RTBL Permen PU NOMOR
06/PRT/M/2007, Hal.19). Untuk menghitung koefisien dasar hijau menggunakan rumus
sebagai berikut:

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘𝑎 𝐻𝑖𝑗𝑎𝑢


KDH =
𝐿𝑢𝑎𝑠 Lahan

2.2.4 Koefisien Kawasan kajian Besmen (KTB)

Merupakan angka persentase perbandingan antara luas kawasan kajian besmen dan luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai (Pedoman RTBL Permen PU NOMOR
06/PRT/M/2007, Hal.19). Untuk menghitung koefisien kawasan kajian besmen
menggunakan rumus sebagai berikut:

KLB
KTB =
Luas Lahan

Sistem Pengembangan, terdiri atas:


1. Luas Bangunan, yaitu insentif yang terkait dengan KLB dan diberikan apabila
bangunan gedung terbangun memenuhi persyaratan peruntukan lantai dasar yang
dianjurkan. Luas lantai bangunan yang ditempati oleh fungsi tersebut
dipertimbangkan untuk tidak diperhitungkan dalam KLB.
2. Insentif Langsung, yaitu insentif yang memungkinkan penambahan luas lantai
maksimum bagi bangunan gedung yang menyediakan fasilitas umum berupa
sumbangan positif bagi lingkungan permukiman terpadu; termasuk di antaranya
jalur pejalan kaki, ruang terbuka umum, dan fasilitas umum.
3. Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR=Transfer of
Development Right), yaitu hak pemilik bangunan/pengembang yang dapat dialihkan
kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB,
yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun.
Hal yang berkaitan dengan Struktur peruntukan lahan pada kawasan kajian antara lain:
1. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Merupakan batas yang mana bangunan harus dibangun secara masif. Di luar batas
GSB hanya boleh dilewati oleh bagian dari bangunan yangterbuka seperti taman, teras,
balkon, dan sejenisnya. Terdiri atas Garis Sempadan Samping/Belakang Bangunan
(GSpB/GSbB), Garis Muka Bangunan (GMB), atau pun batasan spesifik lain, seperti
Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Pantai, yang terkait dengan kondisi
kawasan perencanaan (Pedoman RTBL Permen PU NOMOR 06/PRT/M/2007, Hal.28).
GSB ditentukan oleh pemerintah setempat berdasarkan RDTRK yang bersumber pada
Rencana Tata Ruang Provinsi.
2. Satuan Ruang Parkir (SRP)
Merupakan ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang,
bus/truk, atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan lebar buka pintu. Untuk hal-hal
tertentu bila tanpa penjelasan, SRP adalah SRP untuk mobil penumpang (Pedoman
Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir No. 272/HK.105/DRJD/96, Hal.8).

2.3. Sistem Ruang Terbuka Hijau Dan Tata Hijau


Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan, yang
tidak sekadar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah proses
rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari
suatu lingkungan yang lebih luas (Pedoman RTBL Permen PU NOMOR 06/PRT/M/2007,
Hal.34).
Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang
membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis,
rekreatif, dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga
mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.
Memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas kehidupan ruang kota melalui
penciptaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat, menarik dan berwawasan ekologis.
Mendorong terciptanya kegiatan publik sehingga tercipta integrasi ruang sosial antar
penggunanya dengan menciptakan estetika lingkungan dan menciptakan iklim mikro
lingkungan yang berorientasi pada pejalan kaki serta mewujudkan lingkungan yang
nyaman, manusiawi dan berkelanjutan .
Komponen pada sistem ruang terbuka dan tata hijau adalah sebagai berikut:
1. Sistem Ruang Terbuka Umum (kepemilikan publik- aksesibilitas publik), yaitu
ruang yang karakter fisiknya terbuka, bebas dan mudah diakses publik karena
bukan milik pihak tertentu.
2. Sistem Ruang Terbuka Pribadi (kepemilikan pribadi– aksesibilitas pribadi), yaitu
ruang yang karakter fisiknya terbuka tapi terbatas, yang hanya dapat diakses oleh
pemilik, pengguna atau pihak tertentu.
3. Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses oleh Umum (kepemilikan
pribadi–aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka, serta bebas
dan mudah diakses oleh publik meskipun milik pihak tertentu, karena telah
didedikasikan untuk kepentingan public

2.5. Tata Bangunan


Tata bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung beserta
lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek termasuk
pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen:
blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang
dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif
terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang
politik. Tata Bangunan juga merupakan sistem perencanaan sebagai bagian dari
penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya, termasuk sarana dan
prasarananya pada suatu lingkungan binaan baik di perkotaan maupun di perdesaan sesuai
dengan peruntukan lokasi yang diatur dengan aturan tata ruang yang berlaku dalam RTRW
Kabupaten/Kota, dan rencana rincinya. Dalam tata bangunan terdapat empat komponen
penataan, yaitu:
A. Pengaturan Blok Lingkungan Yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan
menjadi blok dan jalan, di mana blok terdiri atas petak lahan/kaveling dengan konfigurasi
tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:
o Bentuk dan ukuran blok
o Pengelompokan dan konfigurasi blok
o Ruang Terbuka dan tata hijau
B. Pengaturan Kaveling/Petak Lahan Yaitu perencanaan pembagian lahan dalam blok
menjadi sejumlah kaveling/petak lahan dengan ukuran, bentuk, pengelompokan, dan
konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:
o Bentuk dan Ukuran Kaveling;
o Pengelompokan dan Konfigurasi Kaveling;
o Ruang terbuka dan tata hijau.
C. Pengaturan Bangunan Yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam
blok/kaveling. Pengaturan ini terdiri atas:
o Pengelompokan Bangunan;
o Letak dan Orientasi Bangunan;
o Sosok Massa Bangunan;
o Ekspresi Arsitektur Bangunan.
D. Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan Yaitu perencanaan pengaturan
ketinggian dan elevasi bangunan baik pada skala bangunan tunggal maupun kelompok
bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok/kawasan). Pengaturan ini terdiri atas:
o Ketinggian Bangunan;
o Komposisi Garis Langit Bangunan;
o Ketinggian Lantai Bangunan.

2.6. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung


Sistem sirkulasi dan jalur penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan,
sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan informal
setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat penyandang cacat dan
lanjut usia), sistem dan sarana transit, sistem parkir, perencanaan jalur pelayanan
lingkungan, dan sistem jaringan penghubung.

2.7. Tata Kualitas Lingkungan


Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen kawasan
yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau sub area dengan sistem
lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu

2.8. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan


Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu
lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan
berfungsi sebagaimana semestinya. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan mencakup
jaringan air bersih dan air limbah, jaringan drainase, jaringan persampahan, jaringan gas
dan listrik,
serta jaringan telepon, sistem jaringan pengamanan kebakaran, dan sistem jaringan jalur
penyelamatan atau evakuasi.
BAB III

GAMBARAN UMUM
3.1. Geografis

Wilayah studi Perencanaan Tapak Pembangunan RTH terletak di Kota Jayapura,


Distrik Abepura, Kelurahan Wai mhorock, tempatnya di Bekas wrung Wongsolo
Kotaraja. Wilayah Studi memiliki luas 1,16 Ha dan terletak tepat di Pusat Kota. Secara
administrative wilayah Studi kajian berbatasan dengan:

o sebelah Utara Perbatasan Dengan tembok Perumahan melati


o Sebelah Timur berbatasan dengan permukiman penduduk Dan kos-kosan
o Sebelah Barat berbatasan dengan JL. Raya Abepura /Diler Toyota
o Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Raya Pasar lama , Kantor TCC. Telkom
Indonesia dan permukiman penduduk

3.1.1 Topografi

Wilayah Distrik Abepura merupakan wilayah datar (dengan kemiringan lahan 0-2%).
Permukaan tanah yang ada di wilayah Kajian Studi Rata sehingga jika hujan
berkepanjangan air tidak terserap dan menggenangi wilayah kajian, Maka penanaman
pohon menjadi yang terpenting, karena untuk mengurangi dan mengatasi masalah genangan
air.

3.1.2. Kemiringan

Pada wilayah kajian yaitu Bekas Warung Wonsolo memiliki kemiringan lereng sebesar
0-1% atau tergolong ke dalam kelas 1. Hal ini dikarenakan wilayah kajian yang terletak di
tepi Jalan. Ketinggian wilah kajian yaitu antara 0,1 – 0,3 mdpl.

3.2. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau Ruang terbuka


merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat
pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Dengan adanya pertemuan bersama
dan relasi antara orang banyak, kemungkinan akan timbul berbagai macam kegiatan di
ruang umum terbuka tersebut.

3.3. Sistem Jaringan Penerangan Lampu taman


pada kawasan kajian belum mencukupi untuk penerangan, perlu adanya penambahan
unit lampu taman, serta perbaikan pada lampu taman yang redup dan rusak.

3.4. System jaringan drainase dan jaringan jalan


BAB IV
Analisis tapak
4.1 Analisis tapak
Analisis tapak merupakan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi semua
factor – factor yang mempengarusi bangunan dalam suatu tapak yang kemudia factor-
faktor tersebut di evaluasi dampak positif dan negatifnya. Melalui identifikasi dan
evaluasi tersebut akan menghasilkan alernatif- alternative solusi dalam merencanakan
tapak.

4.1.1 Aanalisis penentuan lokasi


4.1.1.1 Kondisis eksisitng tapak

 Batas dan bentuk tapak


Tapak berbentuk persegi empat yang tak beraturan luasnya adalah

 Kebisingan
Tapak di kelilingi dua jalan kedua jalan ini merupakan kebisingan terhadap
tapak tetapi dengan intensitas kebisingan yang berbeda-beda.
Tingkat kebisingan yang paling tinggi berasal dari jalan

 Eksesbilitas dan sirkulasi


Sirkulasi kendaraan di sekita tapak merupakan sirkulasi kendaraan dua arah.
Jalan dua arah tersebut di pisahkan oleh boulevard di tengahnya. Belum
terdapat sirkulasi khusus untuk pejalan kaki perupa pedestrian atau trotoar di
tepi jalan.

Dari gambar di atas, terdapat tiga kemungkinan besar area yang dapat di
jadikan jalur akses untuk menuju tapak, yaitu sebelah selatan, sebelah utara,
dan sebelah barat.
 Utilitas
Saluran air PDAM dan listrik terdapat di sepanjang jalan utama yaitu jalan.
Sedangkan untuk saluran sanitasi atau saluran pembuanga, dan saluran roil
kota.

 Vegetasi
Vegetasi yang ada pada tapak berupa pohon palm dan bamboo liar dan yang
ada hanya rumput dan semak belukar.Tapak terlihat sangat panas karena
minim vegetasi yang bersifat meneduhi.

 Pandangan ke dan dari tapak

Anda mungkin juga menyukai