Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau biasa dikenal dengan Demam

Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus akut yang

disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus,

genus flavivirus, family Flaviviridae. Demam Berdarah Dengue tersebut

ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,

terutama Aedes Aegypti, atau aedes albopictus. Penyakit Demam Berdarah

Dengue biasanya muncul sepanjang tahun dan menyerang seluruh manusia

di semua kalangan umur, terutama pada anak. Penyakit ini berkaitan erat

dengan kondisi lingkungan dan juga perilaku kehidupan (Kemenkes RI,

2016).

Pada tahun 2021, World Health Organization (WHO) memperkirakan

setiap tahunnya terdapat sekitar 100-400 juta infeksi Demam Berdarah

Dengue secara global. Asia menjadi urutan pertama dalam jumlah

penderita Demam Berdarah Dengue sebanyak 70% setiap tahunnya.

Diketahui bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas Asia Tenggara dengan 57% dari total kasus

DBD di Asia Tenggara terjadi di Indonesia (WHO, 2021).

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020), kasus

Demam Berdarah Dengue di Indonesia hingga tahun 2020 terdapat ada

95.893 kasus, dengan 661 orang meninggal. Total kasus Demam Berdarah

1
Dengue sendiri tersebar di 472 kabupaten/kota di 34 provinsi, dengan

kematian akibat Demam Berdarah Dengue dilaporkan dari 219

kabupaten/kota. Hingga pada 30 november 2020, terdapat tambahan 51

kasus Demam Berdarah Dengue dan 1 tambahan laporan kematian akibat

penyakit Demam Berdarah Dengue. Selain itu, sebanyak 73,35% atau 377

kabupaten/kota mencapai Incident Rate dari 49 per 100 ribu penduduk.

Dari golongan usia anak-anak, proposi Demam Berdarah Dengue paling

banyak terjadi pada anak berusia 5-14 tahun yakni mencapai 33,97%, dan

angka kematian juga paling sering terjadi pada anak-anak yakni sebanyak

34,45%. Sedangkan menurut jenis kelamin, kasus Demam Berdarah

Dengue di Indonesia lebih banyak menyerang laki laki dengan angka

53,11%, sementara perempuan sebanyak 46,89%.

Anak yang menderita Demam Berdarah Dengue, salah satu masalah

keperawatan yang ditemui adalah defisit volume cairan, dimana kondisi

tubuh mengalami penurunan asupan cairan, bisa disebabkan oleh adanya

muntah yang banyak, demam, maupun kehilangan nafsu makan dan

minum yang mengakibatkan asupan yang masuk ke dalam tubuh

berkurang. Pasien Demam Berdarah Dengue akan beresiko mengalami

dehidrasi vaskuler, interstisial atau intra vaskuler, sehingga pasien dengan

Demam Berdarah Dengue dianjurkan untuk banyak minum. Jenis

minuman yang diberikan yakni air putih, susu, jus buah, maupun oralit.

Apabila pasien tidak mau minum atau jika pasien mengalami muntah dan

2
nyeri perut yang berlebih, maka cairan intravena pun perlu diberikan

(Depkes, 2013).

Menurut penelitian Pandey (2020), pasien Demam Berdarah Dengue

sangat memerlukan tindakan pemberian cairan sesuai kebutuhan tubuh,

manajemen cairan terbagi menjadi 3 kondisi pasien, dimana yang pertama

pasien tanpa tanda peringatan, dibutuhkan asupan cairan oral yang

adekuat, sedikit tetapi sering, yang kedua pasien yang memiliki kondisi

penyerta, yakni dibutuhkan pemberian cairan oral maupun cairan

intravena, lalu yang ketiga pasien yang membutuhkan penanganan

darurat/syok harus diberikan cairan larutan kristaloid maupun koloid

sesegera mungkin.

Menurut Fitri Annisa (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa,

pada asuhan keperawatan berdasarkan model konservasi Levine ditemukan

bahwa masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit merupakan salah

satu tropichognosis yang muncul walaupun tidak selalu menjadi masalah

yang utama. Pengkajian pada asuhan keperawatan berdasarkan model

konservasi Levine mampu mengeksplorasi data yang diperlukan terkait

masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Selain itu, secara garis

besar model konservasi Levine mampu menjadi model asuhan

keperawatan yang digunakan untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit pada anak.

3
Kompetensi perawat adalah memberikan asuhan keperawatan secara

menyeluruh yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan skill, dalam

melaksanakan praktek keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan

kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat.

Hasil wawancara dengan 3 perawat diruangan Instalasi Rawat Darurat

Anak (IRDA) RSUP Prof DR. R.D. Kandou Manado yang dimana dari 3

perawat tersebut 2 perawat mengatakan bahwa penyakit yang terbanyak

dalam 1 tahun terakhir ini adalah Demam Berdarah Dengue dan kejang

demam. 1 perawat lagi mengatakan selain Demam Berdarah Dengue dan

kejang demam, ada juga Pneumonia pada bayi. Perawat-perawat tersebut

mengatakan juga untuk kasus Demam Berdarah Dengue itu sendiri setiap

minggu tetap ada pasien yang masuk. Hasil observasi dalam ruangan

Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA) terkait Demam Berdarah Dengue

dalam seminggu tetap terdapat kasus anak yang masuk dengan Demam

Berdarah Dengue tersebut dan untuk penatalaksanaan/penanganan di

ruangan tersebut terkait Demam Berdarah Dengue terutama pada kasus

Hypovolemia/kekurangan volume cairan yaitu hanya pemberian cairan

Kristaloid (Ringer Laktat) saja. Sedangkan menurut artikel dari Baiq

Adelina Atbam Munawwarah tahun 2018 yaitu tentang Efektivitas Cairan

Kristaloid dan Koloid Pasien Demam Berdarah Anak di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul, menyatakan bahwa pemberian cairan pada kasus

4
Demam berdarah Dengue juga tidak hanya diberikan cairan Kristaloid

(Ringer Laktat) saja, tapi bisa diberikan cairan koloid (gelatin) juga.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian studi kasus tentang Analisis Intervensi Kolaboratif

Rehidrasi Cairan Kristaloid dan Koloid Pada Asuhan Keperawatan Anak

Dengan Dengue Haemorrhagic Fever Yang Mengalami Masalah

Hipovolemia Dengan Pendekatan Teori Levine di Instalasi Rawat Darurat

Anak RSUP Prof Dr. R.D. Kandou Manado

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Analisis Intervensi Kolaboratif Rehidrasi Cairan Kristaloid

dan Koloid Pada Asuhan Keperawatan Anak Dengan Dengue

Haemorrhagic Fever Yang Mengalami Masalah Hipovolemia Dengan

Pendekatan Teori Levine di Instalasi Rawat Darurat Anak RSUP Prof Dr.

R.D. Kandou Manado?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Analisis Intervensi Kolaboratif Rehidrasi Cairan

Kristaloid dan Koloid Pada Asuhan Keperawatan Anak Dengan Dengue

Haemorrhagic Fever Yang Mengalami Masalah Hipovolemia Dengan

Pendekatan Teori Konservasi Levine di Instalasi Rawat Darurat Anak

RSUP Prof Dr. R.D. Kandou Manado

5
2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian Keperawatan pada anak dengan Dengue

Haemorrhagic Fever Menggunakan Teori Konservasi Levine

b. Melakukan Analisa data dan menegakkan Diagnosis Keperawatan

anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever Menggunakan Teori

Konservasi Levine

c. Menyusun intervensi terkait Diagnosis Keperawatan pada anak

dengan Dengue Haemorrhagic Fever Menggunakan Teori

Konservasi Levine

d. Menerapkan Implementasi terkait intervensi yang disusun pada

anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever Menggunakan Teori

Konservasi Levine

e. Mengevaluasi Tindakan keperawatan yang sudah di berikan pada

anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever Menggunakan Teori

Konservasi Levine

f. Menganalisais penerapan intervensi kolaboratif rehidrasi cairan

Kristaloid dan Koloid pada asuhan keperawatan anak dengan

Dengue Haemorrhagic Fever yang mengalami masalah

Hipovolemia

6
D. Manfaat Penelitian

Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain:


1. Teoritis

a. Melalui asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan, informasi

pengetahuan tentang Analisis Intervensi Kolaboratif Rehidrasi Cairan

Kristaloid dan Koloid Pada Asuhan Keperawatan Anak Dengan

Dengue Haemorrhagic Fever Yang Mengalami Masalah Hipovolemia

Dengan Pendekatan Teori Levine penulis dan juga peneliti berikutnya.

b. Melalui penelitian studi kasus ini dapat menambah kekayaan informasi

bagi para pembaca khususnya mahasiswa Jurusan Keperawatan yaitu

pengetahuan tentang Analisis Intervensi Kolaboratif Rehidrasi Cairan

Kristaloid dan Koloid Pada Asuhan Keperawatan Anak Dengan

Dengue Haemorrhagic Fever Yang Mengalami Masalah Hipovolemia

Dengan Pendekatan Teori Levine di Instalasi Rawat Darurat Anak

RSUP Prof Dr. R.D. Kandou Manado.

2. Praktis

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan pendidikan dan sebagai

sumber kepustakaan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever

1. Definisi

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang

anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa

demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi

Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes

Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih, 2017).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk

Aedes Aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vector yang menjadi

penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat

endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai

dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang

berusia dibawah 15 tahun (Harmawan, 2018).

2. Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.Terdapat 4

serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Keempatnya

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu

serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan,

sedangkan aantobody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,

sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap

8
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat

terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.Keempat serotipe virus

dengue dapat di temukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma,

2015).

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever antara

lain adalah (Nurarif & Kusuma, 2015) :

a. Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua

atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

1) Nyeri kepala

2) Nyeri retro-orbital

3) Myalgia atauu arthralgia

4) Ruam kulit

5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif

6) Leukopenia

7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang

sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

b. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever

ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:

1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat

bifastik

9
2) Manifestasi perdarahan yang berupa:

a) Uji tourniquet positif

b) Petekie, ekimosis, atau purpura

c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,

tempat bekas suntikan

d) Hematemesis atau melena

3) Trombositopenia <100.00/ul

4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan

a) Peningkatan nilai hematokrit >20% dari nilai baku sesuai umur dan

jenis kelamin

b) Penurunan nilai hematokrit >20% setelah pemberian cairan yang

adekuat

5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura

c. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria Dengue Hemorrhagic Fever diatas disertai dengan tanda

kegagalan sirkulasi yaitu:

1) Penurunan kesadaran, gelisah

2) Nadi cepat, lemah

3) Hipotensi

4) Tekanan darah turun <20 mmHg

5) Perfusi perifer menurun

6) Kulit dingin lembab

10
4. Klasifikasi

Menurut WHO Dengue Hemorrhagic Fever dibagi dalam 4 derajat yaitu

(Nurarif & Kusuma, 2015) :

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya

menifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,

himokonsentrasi.

b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada

kulit atau perdarahan di tempat lain.

c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi

cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau

hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab

dan anak tampak gelisah.

d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

teratur.

5. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan

viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di

hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradykinin, serotonin,

thrombin, histamine) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia

menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan

perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang

menyebabkan hypovolemia.Trombositopenia dapat terjadi akibat dari

11
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibody melawan virus

(Murwani, 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik

kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut.Hal ini mengakibatkan

adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme

hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan

jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue

inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama-tama yang terjadi adalah

viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,

nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada

kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran

kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.

Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang

berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai

faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang

mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.

Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume

plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi

dan renjatan atau syok.Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20%

menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan

12
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan

intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan

ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga

peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan

yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan

jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga

pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk

mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak

mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan

yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami

renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul

anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi

dengan baik (Murwani 2018).

13
Gigitan nyamuk aedes aegpty
PATHWAY Dengue Hemorrhagic Fever Defisit
Masuknya virus dengue dalam tubuh
Kurang Pengetahuan
Kontak dengan antibodi informasi

Virus bereaksi dengan antibody


MRS Stress hospitalisasi Ansietas
Terbentuk kompleks virus antibody

Breath Virus masuk ke dalam Brain Bladder Bowel Bone


Blood
pembuluh darah
Mengaktifkan system Agregasi Aktivasi C3 dan C5 Perpindahan
komplemen trombosit Aktivasi C3 dan C5 Pelepasan neurotransmitter cairan ke
Menstimulasi sel
(histamine, bradykinin, ↑permeabilitas ekstravaskuler
host inflamasi Hepato-
Aktivasi C3 dan C5 Melepas adenosine ↑Permeabilitas prostaglandin) dinding
(seperti mikrofag splenomegali
di phosphate dinding pembuluh pembuluh
Pelepasan anafilatoksim neutrophil) Penurunan
(ADP) darah darah Mendesak
(C3a, C5a) Berikatan dengan kebutuhan O2,
Memproduksi lambung nutrisi
Trombosis Menghilangnya reseptor nyeri (IP-3)
mengalami endogenus Menghilangnya
plasma melalui ↑HCL
↑Permeabilitas kerusakan pyrogen (IL-1, Impuls nyeri plasma melalui Metabolisme
endotel dinding ↑SGOT, SGPT
dinding pembuluh metamorfosis IL-6) masuk ke endotel dinding menurun
pembuluh darah
darah Thalamus pembuluh darah
Mual, muntah
Endothelium Lemah, pusing,
Trombositopenia Kebocoran plasma nafsu makan↓
Menghilangnya hipotalamus Nyeri Akut Kebocoran plasma frekuensi nadi
(ke ekstravaskuler)
plasma melalui meingkatkan (ke ekstravaskuler) dan pernafasan
Risiko Masukan nutrisi
endotel dinding produksi meningkat
perdarahan Risiko kurang
pembuuh darah prostaglandin dan Syok
Syok neurotransmiter
Defisit Nutrisi Intoleransi
Kebocoran plasma pe↓ sirkulasi ke ginjal Aktivitas
Hipovolemia Prostaglandin berkaitan
(ke ekstravaskuler)
Hipotensi, nadi cepat dengan neuron prepiotik
Penumpukan cairan dan lemah di hipotalamus
pada pleura
Penurunan O2 dalam 14 “set
Meningkatkan thermostat Sumber: (Erdin, 2018)
Pola Nafas Tidak jaringan point” pada pusat Demam Hipertermia
Efektif termoregulator
15
6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF

antara lain adalah (Wijayaningsih, 2017) :

a. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar haemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu

dijumpai pada Dengue Hemorrhagic Fever merupakan indicator terjadinya

perembesan plasma.

1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari

ketiga.

2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.

3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,

SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang

terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen

didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibodi. Ada tiga kategori,

yaitu primer, sekunder, dan tersier.Reaksi primer merupakan reaksi tahap

awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier.Yang mana

tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya

dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens,

radioaktif, atau enzimatik.Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi

primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti

16
prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan

reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala

klinik.

c. Uji hambatan hemaglutinasi

Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG

berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat

reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi

hemaglutinasi inhibitor (HI).

d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue.Menggunakan metode plague reduction neutralization test

(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas

yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

e. Uji ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination

Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI.Prinsip dari

metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam

serum penderita.

f. Rontgen Thorax:pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian

besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

17
7. Penatalaksanaan

Dasar pelaksanaan penderita Dengue Hemorrhagic Fever adalah

pengganti cairan yang hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler

yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan

kebocoran plasma.Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas

(Rampengan, 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :

a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok

Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan

untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak

mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV

maka anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak

yang dirawat di rumah sakit meliputi:

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu

untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,

muntah, dan diare.

2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau

ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.

3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang :

a) Berikan hanya larutan isotonic seperti ringer laktat atau asetat.

b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa

laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan haemoglobin)

tiap 6 jam.

18
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,

turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.

Cairan intravena biasanya hanya memerlukan wakti 24-48 jam

sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian

cairan.

4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai

dengan tatalaksana syok terkompensasi.

b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok

Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever menurut WHO (2016),

meliputi :

1) Perlakuan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara

nasal.

2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan

secepatnya.

3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid

20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan

pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan haemoglobin

menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi : berikan

transfuse darah atau komponen.

5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer

mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi

19
hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap

4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.

6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48

jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan

yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

8. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah

dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau

sindrom syok dengue (SSD).Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari

10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak

teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan

darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan

kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan

kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan,

2017).

B. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HEMORRHAGIC

FEVER

Proses keperawatan adalah metode perorganisasian yang sistematis dalam

melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat yang

berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien terhadap

penyakitnya (Tarwoto & Wartonah, 2015). Dalam proses keperawatan, ada lima

tahap dimana tahap-tahap tersebut tidak dapat di pisahkan dan saling

berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk lingkaran

20
pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali kontrak dengan

pasien. Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut, yaitu :

1. Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar

utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk

rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al.

2017).

a. Identitas Pasien

Nama, umur(pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia

kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,

pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

b. Keluhan Utama

Keluhan yang sering muncul pada pasien DHF dengan masalah

keperawatan hipertermia adalah pasien mengeluh badannya demam atau

panas.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai

menggigil.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, anak-anak

semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek,

nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,

nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata

21
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi

(grade III, IV), melena atau hematemesis.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu meliputi pernah menderita DHF atau tidak,

riwayat kurang gizi, riwayat aktivitas sehari-hari, pola hidup

(Lifestyle).

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwaya adanya penyakit DHF dalam anggota keluarga.

4) Riwayat Gizi

Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak

denngan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila

terdapat beberapa factor presidposisinya.Anak yang menderita DHF

sering mengalami keluhan mual, muntah dan nafsu makan menurun.

Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan

nutrisi yang cukup, maka akan dapat mengalami penurunan berat

badan sehingga status gizinya menjadi kurang.

d. Kondisi Lingkungan

Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungannya yang

kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju kamar).

e. Pola Kebiasaan

1) Nutrisi dan metabolisme

Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.

22
2) Eliminasi

a) BAB

Anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara pada DHF grade

IV bisa terjadi melena.

b) BAK

Pada anak DHF akan mengalami urine output yang sedikit. Pada

DHF grade IV sering terjadi hematuria.

3) Tidur dan Istirahat

anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri

otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun

istirahatnya berkurang.

4) Kebersihan

Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan

cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang

nyamuk aedes aegypti dan tidak adanya keluarga melakukan 3M plus

yaitu Menutup, Mengubur, Menguras dan Menebar bubuk abate.

f. Pemeriksaan Fisik

Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi dari ujung rambut

sampai ujung kaki.Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah

sebagai berikut :

1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-

tanda vital dan nadi lemah.

23
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada

perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi

lemah, kecil, dan tidak teratur.

3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,

nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.

4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,

tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas

dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.

g. Sistem Integumen

1) Adanya petechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul

keringat dingin, dan lembab.

2) Kuku sianosis atau tidak.

3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena

demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau

epitaksis pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa

mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan. Sementara

tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan

ditelinga (pada grade II,III,IV).

4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto

thoraks terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi

pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan

IV.

24
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly

dan asites.

6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.

h. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

1) HB dan PVC meningkat (≥20%).

2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml).

3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)

4) Ig. D dengue positif.

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,

hipokloremia, dan hyponatremia.

6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.

7) Asidosis metabolic : pCO2<35-40 mmHg dan HCO3 rendah.

8) SGOT/SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan

bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan

komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosis

keperawatan yang sering muncul pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever

yaitu (Erdin, 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :

25
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

b. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

e. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia).

3. Rencana Keperawatan

Tabel 2.1 Asuhan Keperawatan berdasarkan

SDKI (2017), SLKI (2018), SIKI (2018)

Standar Standar Luaran Standar Intervensi


Diagnosis Keperawatan Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia (SLKI) (SIKI)
Indonesia
(SDKI)
D.0130 Hipertermia L.14134 Termoregulasi I.15506 Manajemen
berhubungan dengan membaik dengan kriteria hipertermia
proses penyakit hasil: Observasi
1. Menggigil menurun 1. Identifikasi penyebab
2. Suhu tubuh hipertermi (mis. Dehidrasi,
membaik terpapar lingkungan panas,
3. Suhu kulit membaik penggunaan inkubator)
4. Kejang menurun 2. monitor suhu tubuh
3. monitor kadar elektrolit
4. monitor komplikasi akibat
hipertermi Terapuetik
5. sediakan lingkungan yang
dingin
6. longgarkan atau leapaskan
pakain
7. basahi dan kipasi
permukaan tubuh
8. berikan cairan oral
9. berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

26
10. anjurkan tirah baring
kolaborasi
11. kolaborasi pemberian
cairan Regulasi Temprature
Observasi
12. monitor suhu anak tiap dua
jam sekali, jika perlu
13. monitor tekanan darah,
frekuansi pernapasan dan
nadi
14. monitor warna dan suhu
kulit
15. monitor dan catat
tanda/gejala hipertermia
Teraupetik
16. pasang alat pemantau suhu
kutinu, jika perlu
17. tingkatkan asupan nutrisi
dan cairan yang adekuat
18. sesuaikan suhu ingkungan
dengan kebutuahan pasien
Edukasi
19. jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar
udara dingin
Kolaborasi
20. kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
D.0023 Hipovolemia L.03028 Status cairan I.03116 Manajemen
berhubungan dengan membaik dengan Kriteria Hipovolemia
peningkatan hasil : Observasi
permeabilitas kapiler 1. Kekuatan nadi 1. Periksa tanda dan gejala
meningkat hipovolemia (mis.
2. Turgor kulit Frekuensi nadi meningkat,
meningkat nadi teraba lemah, tekanan
3. Output urine darah menurun, turgor kulit
meningkat menurun, membrane
mukosa kering, volume
urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)

27
2. Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik
3. Berikan posisi modified
Trendelenburg
4. Berikan asupan cairan oral
5. Hitung kebutuhan cairan
Edukasi
6. Anjurkan perbanyak
asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
cairan iv isoonik (mis.
NaCl, RL)
9. Kolaborasi pemberian
produk darah
D.0019 Defisit nutrisi L.03030 Status nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan klien membaik Dengan Observasi
faktor psikologis kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
1. Kekuatan otot 2. Monitor asupan makanan
penguyah meningkat 3. Identifikasi perlunya
2. Kekuatan otot penggunaan selang NGT
menelan meningkat Terapeutik
3. Frekuensi makan 4. Lakukan oral hygiene
membaik sebelum makan
4. Nafsu makan 5. Sajikan makanan secara
meningkat menarik dan suhu yang
sesuai
6. Berikan makanan tinggi
kalori dan protein
7. Hentikan pemberian
makanan melalui selang
NGT jika asupan oral dapat
di toleransi
Edukasi
8. Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi

28
9. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibuthkan, jika perlu
D.0056 Intoleransi L.05047 Toleransi I.05178 Manajemen Energi
aktivitas berhubungan Aktivitas meningkat Observasi
dengan kelemahan dengan Kriteria Hasil: 1. Identifikasi gangguan
1. Frekuensi nadi fungsi tubuh yang
meningkat mengakibatkan kelelahan
2. Kemudahan dalam 2. Monitor lokasi dan
melakukan aktivitas ketidaknyamanan selama
sehari-hari melakukan aktivitas.
meningkat Terapeutik
3. Keluhan lelah 3. Lakukan latihan rentang
menurun gerak pasif dan/atau aktif
4. Perasaan lemah 4. Berikan aktivitas distraksi
menurun yang menenangkan
5. Warna kulit Edukasi
membaik 5. Anjurkan tirah baring
6. Tekanan darah 6. Anjurkan menghubungi
membaik perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
D.0012 Risiko L.02017 Tingkat I.02067 Pencegahan
perdarahan ditandai perdarahan menurun Pendarahan
dengan koagulasi dengan kriteria hasil : Observasi
(trombositopenia) 1. Kelembaban 1. Monitor tanda dan gejala
membrane mukosa perdarahan
meningkat 2. Monitor nilai
2. Kelembaban kulit hematokrit/homoglobin
meningkat sebelum dan setelah
3. Kognitif meningkat kehilangan darah
4. Hemoptisis menurun 3. Monitor tanda-tanda vital
5. Hematemesis ortostatik
menurun 4. Monitor koagulasi (mis.
6. Hematuria menurun Prothombin time (TM),
7. Perdarahan anus partial thromboplastin time
menurun (PTT), fibrinogen, degradsi
8. Distensi abdomen fibrin dan atau platelet)
menurun Terapeutik

29
9. Perdarahan vagina 1. Pertahankan bed rest
menurun selama perdarahan
10. Hemoglobin 2. Batasi tindakan invasif, jika
membaik perlu
11. Hematokrik 3. Gunakan kasur pencegah
membaik dikubitus
12. Tekanan darah 4. Hindari pengukuran suhu
membaik rektal
13. Denyut nadi Edukasi
apical membaik 1. Jelaskan tanda dan gejala
14. Suhu tubuh perdarahan
membaik 2. Anjurkan mengunakan
kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makan dan vitamin
K
6. Anjrkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
dan mengontrol perdarhan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
prodok darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
4. ImplementasiKeperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan

intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses

keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam

rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan

dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan

kesehatan (Ali, 2016).

30
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan

seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.

Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses

mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali,

2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah

tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk

mengatasi suatu masalah.

C. TEORI KEPERAWATAN MODEL KONSERVASI MYRA

ESTRIN LEVINE

Pendekatan teori “Model Konservasi (The Conservation Model)” : Myra

Estrin Levine

1. Latar belakang penggagas teori

Myra Estrin Levine (1920-1996), dilahirkan di Illinois tepatnya di

kota Chicago. Memiliki dua saudara dan menjadi anak tertua di keluarga.

Keadaan ayahnya yang sering sakit membuatnya memilih untuk menetap

di dunia keperawatan (Perry, 2010).

Lulus ditahun 1994 pada Cook Country of Nursing, butuh sekitar

lima tahun hingga Levine mendapatkan gelar Bachelor Science of Nursing

(BSN) pada tahun 1949 di University of Chicago. Kemudian lulus pada

tahun 1962 di Wayne State University membuat Ia memperoleh gelar

Master Science of Nursing (MSN). University of Illnois di Chicago dan

31
Tel Aviv University di Israel merupakan Lembaga tempat Ia mengajarkan

tentang ilmu keperawatan (Tomey&Alligood, 2009).

Levine dikenal sebagai sosok pemimpin yang aktif pada beberapa

Lembaga diantaranya pada Asosiasi perawat Illnois dan Asosiasi Perawat

Amerika. Prinsip konservasi membuat dia mengembangkan statemen

pertama yang berjudul “Empat Prinsip Keperawatan”

2. Konsep utama

a. Orang

Orang merupakan makhluk holistic yang terus berusaha meningkatkan

keutuhan atau intregitas dan satu “yang hidup, berpikir, berorientasi

masa depan, dan sadar pada masa lalu”.

b. Lingkungan

1) Lingkungan internal

Merupakan sebuah intregasi pada sebuah kegunaan tubuh yang

serupa dengan homerhesis dibandingkan dengan homestasis, serta

merupakan bentuk energi yang patuh dengan tantangan dari

lingkungan eksternal (Hidayat, 2011)

2) Lingkungan eksternal

Lingkungan persepsi, operasional dan konseptual merupakan

bagian dari lingkungan eksternal

32
c. Kesehatan

Pola perubahan adaptif mencakup sehat dan sakitnya seseorang. Suati

persatuan dan kesatuan dan “merupakan adaptasi sebuah keutuhan dan

kesuksesan” diartikan sebagai sebuah Kesehatan tersirat

d. Perawatan

Perawatan terlibat dalam interaksi kemanusiaan mempromosikan

adaptasi dan memelihara keutuhan (Kesehatan) merupakan salah satu

dari tujuan keperawatan

3. Konsep dasar

Pada model konservasi Levine, menggunakan prinsip bahwa

kesehatan dan penyembuhan klien berfokus padapelestarian energinya.

Berikut ini dipaparkan empat prinsipyang telah diterapkan Levine :

a. Konservasi energi

Keseimbangan energi pada makhluk hidup sangat dibutuhkan, selain

itu memperbarui energi secara terusmenerus juga dilakukan agar dapat

terus meningkatkankualitas hidupnya. Untuk itu, konservasi energi

sangat perludigunakan selama praktek keperawatan (Parker, 2010)

b. Konservasi integritas struktur

Sebuah proses pergantian yang bsumber padaintegritas struktur disebut

penyembuhan. Perubahan fungsidan intervensi sangat dibutuhkan

untuk dipahami olehperawat agar dapat memberi batasan pada jumlah

jaringanyang terlibat dengan penyakit (Parker, 2010)

c. Konservasi integritas personal

33
Seorang pasien yang dipanggil dengan menyebut Namanya akan dapat

terlihat lebih dihargai oleh perawat.Proses nilai personal yang

memberikan privasi terhadap klien selama perawatan dapat diartikan

sebagai sikapmenghargai (Parker, 2010)

d. Konservasi integritas social

Kehidupan dapat dipahami sebagai interaksi social yang ada dalam

kehidupan, sedangkan kesehatan adalahkeadaan sosial yang telah

ditentukan. Untuk itu, peran perawat dibutuhkan agar dapat

memberikan kebutuhan yang diperlukan keluarga, kehidupan religious

danhubungan intrpersonal untuk konservasi integritas social juga harus

diperhatikan (Parker, 2010)

4. Konsep utama dari Model Konservasi

a. Wholeness (Keutuhan)

Erikson dalam Levine (1973) mengatakan bahwa “system terbuka

dianggap sebagai wholeness yaitu keutuhan yang menekankan pada

suara, organic, mutualitas progresif antara fungsi yang beragam dan

bagian-bagian dalam keseluruhan serta batas-batas yang terbuka

b. Adaptasi

Menurut Levine ada 3 karakter yang harus diperhatikan dalam

beradaptasi diantaranya, historis,specificity, dan redundancy. Menurut

Levin keberhasilan dalam beberapa adaptasi pada suatu lingkungan

yang menunjukkan adaptasi historis dan specificity dipengaruhi oleh

pola respon individu

34
c. Lingkungan

Dalam aspek fisiologis dan patofisiologis perawat dituntut agar dapat

menghubungkan aspek tersebut dengan lingkungan internal individu,

kemudian lingkungan eksternal juga dikatakan sebagai level persepsi,

opsional dan konseptual

d. Respon organisme

Merupakan suatu hal yang dilakukan oleh individu saat beradaptasi

dengan lingkungannya, yang terdiri dari fight atau flight, respon

inflamasi, respon terhadap stress, serta kewaspadaan persepsi (Perry,

2010)

D. APLIKASI TEORI MODEL KONSERVASI MYRA ESTRIN

LEVINE DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

Terdapat beberapa proses keperawatan yang diterapkan Levine dengan

menggunakan pemikiran kritis (Tomey, 2010).

a. Pengkajian

Pengkajian levine dimulai dengan identitas umum dari klien

beserta penanggung jawab klien, selanjutnya ada pengkajian

internal dan eksternal dari klien yang membahas tentang keluhan

serta riwayat kesehatan dari klien, yang berikut masuk dalam

pengkajian konservasi yang terbagi atas 4 pengkajian yaitu

35
konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi

integritas personal dan konservasi integritas sosial

b. Keputusan Tropihicognosis

Pada diagnose keperawatan fakta provokasi sering digunakan dalam

pengambilan keputusan. Fakta provokasi menunjukkan segala hal

kemungkinan yang terjadi pada pasien dan disusun sedemikian rupa.

Dari hal tersebut akan diambil sebuah keputusan terkait pertolongan

apa saja yang harus diberikan kepada pasien. Tropihicognosis

merupakan istilah lain dalam pengambilan keputusan tersebut (Perry,

2010)

c. Hipotesis

Hipotesis membantu dalam memenuhi suatu kebutuhan dan promosi

adaptasi dengan tujuan mengarahkan intervensi keperawatan. Hasil

dari keputusan keperawatan, perawat akan melakukan validasi terkait

masalah yang terjadi pada pasien, kemudian memaparkan tentang

hipotesis yang diambil terkait masalah serta memberikan solusi. Hal

ini merupakan salah satu dari rencana keperawatan (Perry, 2010)

d. Intervensi

Dalam melakukan uji hipotesis, perawat akan mendapat arahan untuk

melakukan perawatan. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan dari

hipotesis untuk dilakukan oleh perawat. Intervensi ini akan dilakukan

berdasarkan pedoman konservasi. Beberapa prinsip konservasi yang

diterapkan selama intervensi diantaranya konservasi struktur, energi,

36
personal dan sosial. Pada pendekatan ini dituntut agar dapat menjaga

keutuhan dan promosi adaptasi

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan Tindakan observasi yang dilakukan pada respon

individu terhadap hasil intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi akan

dilakukan setelah hasil uji hipotesis telah didapatkan, tujuannya untuk

melakukan kajian terhadap respon individu terkait hipotesis yang telah

dilakukan berhasil atau tidak (Perry, 2010)

E. Analisis Evidence Based Nursing (EBN)

“Efektivitas Cairan Kristaloid dan Koloid Pasien Demam Berdarah Anak di


Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul “

Baiq Adelina Atbam Munawwarah

Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia,2018

Population/Problem :

Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit yang perjalanan

penyakitnya dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat, kelainan utama

yang terjadi yaitu kebocoran plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas

kapiler. Pemberian cairan merupakan pilihan untuk menggantikan volume plasma

yang keluar dari pembuluh darah, pemilihan jenis cairan dan kecermatan

penghitungan volume cairan pengganti merupakan kunci keberhasilan pengobatan

(WHO, 1997).untuk populasi pada penelitian ini sejumlah 48 pasien anak dengan

37
anak dengan diagnose Dengue Haemorrhagic Fever yang mengalami masalah

hipovolemia ditandai dengan penurunan nilai trombosit

Intervention :

Kelompok intervensi diberikan cairan koloid 10 ml/kg berat badan yaitu 350 ml

pada 15 menit pertama dan dilanjutkan dengan cairan kristaloid sesuai standar

terapi rumah sakit untuk jam-jam selanjutnya melalui intravena, dan akan

dipantau setiap 24 jam untuk perkembangan hasil laboratorium yaitu nilai

trombosit karena nilai penurunan kadar trombosit dapat menyebabkan perdarahan

yang tidak berhenti seperti: mimisan, gusi berdarah, bab berdarah,bisa juga

muntah darah hingga terjadinya syok hipovolemik.

Comparation :

Kelompok pembanding hanya diberikan cairan kristaloid saja dengan pemberian

yang sama yaitu 10 ml/kg berat badan / 60 menit dan akan dipantau setiap 24 jam

untuk perkembangan hasil laboratoriumnya

Outcome:

Hasil pemberian terapi cairan pada kelompok intervensi dan pembanding pada

masa kritis yaitu demam hari ke empat untuk 24 jam pertama pemberian cairan

nilai trombosit pada kelompok intervensi dari 153,79 /µL menjadi 151,20/µL dan

pada kelompok pembanding dari 143,79 menjadi 123,91/µL , berdasarkan hasil

tersebut untuk nilai trombosit antara kelompok intervensi dan pembanding

terdapat perbedaan yang signifikan dalam pertahanan kadar trombosit. Dari hal itu

38
peneliti mengambil kesimpulan bahwa pemberian cairan kombinasi antara cairan

koloid dan kristloid pada kelompok intervensi lebih efektif daripada pemberian

cairan tunggal kristaloid pada kelompok pembanding

Study Design

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental Single Blind

Randomised Clinical Trial, dimana peneliti melakukan uji klinis pada kelompok

intervensi dan terdapat kelompok pembanding .

F. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMASANGAN INFUS

1. Definisi:

Pemberian cairan melalui parenteral

2. Tujuan:

a. Hidrasi cairan pada kondisi kekurangan cairan

b. Sebagai akses pemberian obat intravena

c. Sebagai akses pemberian produk darah

No. PROSEDUR PELAKSANAAN

39
1. Persiapan Alat
a. Sarung tangan Steril 1 pasang
b. Selang infus sesuai kebutuhan (makro drip atau mikro drip)
c. Cairan parenteral sesuai program
d. Jarum intra vena (ukuran sesuai)
e. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
f. Desinfektan
g. Torniquet/manset
h. Perlak dan pengalas
i. Bengkok 1 buah
j. Plester / hypafix
k. Kassa steril
l. Penunjuk waktu/jam tangan

2. Tahap PraInteraksi
a. Baca catatan keperawatan
b. Menyiapkan dan menempatkan alat-alat didekat pasien
c. Mencuci tangan
3. Tahap Orientasi
a. Berikan salam, panggil klien / keluarga dengan namanya
b. Memperkenalkan nama perawat
c. Jelaskan prosedur dan waktu tindakan kepada keluarga
d. Menanyakan kesiapan pasien dan persetujuan keluarga
4. TahapKerja
a. Jaga privasi pasien
b. Mencuci tangan
c. Melakukan desinfeksi tutup botol cairan

40
d. Menutup saluran infus (klem)
e. Menusukkan saluran infus dengan benar
f. Menggantung botol cairan pada standard infus
g. Mengisitabung reservoir infus sesuai tanda
h. Mengalirkan cairan hingga tidak ada udara dalam selang
i. Mengatur posisi pasien dan pilih vena
j. Memasang perlak dan alasnya
k. Membebaskan daerah yang akan di insersi
l. Meletakkan torniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk
m. Memakai hand schoen
n. Membersuhkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari dalam keluar)
o. Mempertahankan vena pada posisi stabil
p. Memegang IV cateter dengan sudut 30 derajat
q. Menusuk vena dengan lobang jarum menghadap keatas
r. Memastikan IV cateter masuk intra vena kemudian menarik mandiri + 0,5 cm
s. Memasukkan IV cateter secara perlahan
t. Menarik mandiri dan menyambungkan dengan selang infuse
u. Melepaskan torniquet
v. Mengalirkan cairan infuse
w. Melakukan fiksasi IV cateter
x. Mengatur tetesan sesuai program
y. Cuci tangan
5 TahapTerminasi
a. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
b. Membuat kontrak selanjutnya
c. Mendokumentasikan tindakan keperawatan

41
BAB III. METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Desain pada penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan

pendekatan studi kasus.

Studi kasus adalah salah satu metode penelitian, dalam riset yang

menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam

terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan

menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan,

pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya,

akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan

dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya.

B. SAMPEL PENELITIAN

Pada penelitian ini ditetapkan sampel sebanyak 4 responden anak dengan

Demam Berdarah Dengue.

Kriteria dalam penelitian ini adalah:

1. Terdiri dari 4 orang anak, baik laki-laki maupun perempuan

2. Anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever

3. Derajat II,III dan IV

C. LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN PENELITIAN

Lokasi penelitian dilaksanakan di ruangan Instalasi Rawat Darurat Anak

(IRDA) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan waktu pelaksanaan dimulai

pada bulan Januari 2022 sampai dengan awal Maret 2022.

42
D. METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan penelitian

kualitatif dengan metode studi kasus (case study).

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrumen

observasi, instrumen wawancara dan juga dokumentasi yang ditujukan kepada

orang tua pasien anak dengan demam berdarah dengue dan anak dengan demam

berdarah dengue sebagai subjek dan sampel dalam penelitian ini

E. ETIKA PENELITIAN

Penelitian yang menggunakan objek manusia tidak boleh bertentangan

dengan etika agar hak responden dapat terlindungi, penelitian dilakukan dengan

menggunakan etika sebagai berikut:

1. Memberikan Informed Consent

Lembar persetujuan diedarkan kepada responden sebelum penelitian

dilaksanakan terlebih dahulu responden mengetahui maksud dan tujuan

penelitian serta dampak yang akan terjadi selama pengumpulan data. Jika

responden bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan

tersebut, bila tidak bersedia maka peneliti harus tetap menghormati hak-

hak responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

Dalam menjaga kerahasiaan identitas responden peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data dan cukup

memberikan kode.

43
3. Confidentially (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan kerahasiaan dari

responden dijamin peneliti.

4. Etik penelitian peneliti

Sesuai dengan teori etika penelitian peneliti dimulai dari pemberian

informed consent terlebih dahulu jika disetujui baru melakukan

wawancara yang dimana untuk identitas hanya disingkat saja dan data-data

yang didapat tidak disebar luaskan

44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Hasil Kasus 1

1. PENGKAJIAN

a) Identitas umum

Nama : An.K.P.

Alamat : Wewelen Ling. III

Tempat tanggal lahir : Tondano, 04 Agustus 2015

Agama : Kristen Protestan

Usia : 6 tahun

Suku Bangsa : Minahasa

Nama ayah/ibu : Tn. R.P/ Ny. M.K

Pendidikan ayah : SMA

Pekerjaan ayah : Swasta

Pendidikan ibu : SMA

Pekerjaan ibu : IRT

b) Lingkungan Internal

1) Alasan masuk : Kelemahan tubuh

2) Keluhan Utama : Klien merupakan pasien rujukan dari RS

Samrat Tondano, Pasien datang di RS dengan keluhan demam dan

lemah 4 hari yang lalu sebelum MRS disertai mual muntah, BAB

encer 3x sehari dan di bawah ke RS.

3) Diagnosa Medik : Dengue haemorrhagic fever grade III

45
c) Lingkungan Eksternal

1) Riwayat Kesehatan Dahulu

(Khusus untuk Anak Usia 0-5 Tahun)

(a) Pre Natal Care (G=2,P=2, A=0) : -

(b) Natal

Tempat Melahirkan RS Samrat Tondano, Jenis Persalinan

normal, dan penolong Persalinan Dokter

(c) Post Natal

Kondisi bayi : BBL : 2500 gram, PB : 46 CM

2) Lingkungan

Ibu klien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, udaranya segar

dan sinar matahari juga masuk sampai ke dalam rumah

3) Praktik kebudayaan yang mempengaruhi Kesehatan

Ibu klien mengatakan tidak ada pantangan kesehatan

4) Fasilitas Kesehatan yang tersedia

Ibu klien mengatakan fasilitas kesehatan yang tersedia ada rumah

sakit samrat tondano,jika ada anggota keluarga yang sedang sakit

langsung dibawa ke rumah sakit

d) Pengkajian konservasi
a. Konservasi energi
1) Status nutrisi dan cairan

Kebiasaan Sebelum sakit Selama sakit


Makanan/minuman yang Ayam
disukai/tidak disukai Kurang nafsu
Selera makan/minum makan
Alat makan/minum yang

46
dipakai bubur, Nasi,Lauk/
Pola makan minum/jam Susu+ Air + infus

3x1 porsi makan


hanya ½
dihabiskan/3-4
gelas perhari

2) Eliminasi
Kebiasaan Sebelum sakit Selama sakit
BAB Frekuensi, BAB 3 kali
Warna, BAB cair, BAB
Konsistensi kuning
kecoklatan

BAK Frekuensi, BAK 100-200


Warna, Cc/1 jam
Bau BAK warna
kuning Keruh,
bau khas

3) Istirahat dan tidur


Kebiasaan Sebelum sakit Sesudah sakit
Pola tidur Tidak menentu
Kebiasaan sebelum tidur dan biasa
(perlu mainan, dibacakan terbangun pada
cerita, benda yang dibawa saat malam hari,
tidur,dll) memeluk bantal
Tidur siang
4) Aktivitas bermain
Kebiasaan Sebelum sakit Sesudah sakit
Jenis permainan Tidak ada
Frekuensi bermain

5) Kebersihan diri
Kebiasaan Sebelum sakit Sesudah sakit
Penampilan secara umum Personal
Frekuensi mandi Hygiene klien
Frekuensi mengganti pakaian dilakukan oleh
Frekuensi menggosok gigi perawat dan
orang tua

b. Konservasi Integritas Struktur

47
1. Keadaan umum dan kesadaran : Lemah

2. Tanda-tanda vital

1. Suhu : 38 oC

2. Frekuensi napas : 24 x/m

3. Tekanan darah : 100/70 mmHg

4. Nadi : 102 x/m

3. Pengukuran antropometri

1. Berat badan : 20 kg

2. Tinggi badan : 115 cm

3. Lingkar kepala : 35 cm

4. Lingkar dada : 47 cm

5. Lingkar perut : 50 cm

6. Lingkar lengan Atas :17 cm

4. Pemeriksaan fisik (HeadtoToe)

1. Kepala

a. Inspeksi

1) Bentuk dan kesimetrisan : Bentuk Kepala Bulat

2) Kebersihan rambut & kulit kepala : Bayi belum

memiliki rambut, kulit kepala bersih

3) Lesi : Tidak tampak adanya lesi

4) Penyebaran rambut : Bayi belum memiliki rambut

b. Palpasi

48
a) Benjolan (ada/tidak) : Tidak terdapat benjolan

b) Nyeri tekan (ada/tidak) : Tidak terdapat nyeri tekan

c) Tekstur rambut : Bayi belum memiliki rambut

2. Mata

a) Pelpebra : Tidak ada edema

b) Sclera : Tampak Ikterik

c) Konjungtiva : Anemis

d) Pupil : Isokor, terdapat reflex pupil pada

kedua mata

e) Posisi mata : Simetris

f) Gerakan bola mata : Nomal

g) Kemampuan visual : Tidak dikaji

3. Hidung

a) Bentuk : Simetris kiri dan kanan

b) Perforasi septum : Tidak terdapat perforasi septum

c) Secret/cairan : Tidak tampak adanya secret

4. Telinga

a) Posisi telinga : Simetris kiri dan kanan

b) Lubang telinga : Tambak Bersih

c) Pemakaian alat bantu :Tidak menggunakan alat bantu

49
5. Mulut

a) Gigi

- Keadaan gigi : gigi anak ada yang berlubang karena

baru habis di cabut dan tampak sudah ada

pertumbuhan gigi baru

b) Gusi : Normal

c) Lidah : Normal

d) Mukosa mulut : Kering

e) Tonsil : Normal

f) Palatum : Tidak

g) Pengeluaran saliva berlebih : Tidak

6. Pemeriksaan paru

a) Inspeksi

1) Kesimetrisan : Simetris kiri dan kanan

2) Gerakan dada : Terdapat Retraksi dinding

dada

3) Deformitas : Tidak terdapat kelainan

4) Penonjolan : Tidak terdapat penonjolan

5) Pembengkakan : Tidak terdapat

pembengkakan

b) Palpasi

50
1) Kesimetrisan : Simetris kiri dan kanan

c) Perkusi

1) Pembesaran paru :Tidak terdapat pembesaran paru

2) Suara : resonan

d) Auskultasi : vesikuler

7. Jantung

a) Inspeksi : Bentuk dada normal

b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

c) Perkusi : Tidak ada pekak

d) Auskultasi : Tidak dikaji

8. Abdomen

a) Inspeksi

1) Ukuran & bentuk :Bentuk datar

2) Lesi/luka post opersi : Tidak terdapat lesi dan luka

post operasi

b) Auskultasi

Peristaltic usus :22x/m

c) Perkusi : tidak di kaji

d) Palpasi : Tidak ada massa dan tidak terdapat nyeri tekan

9. Pemeriksaan genetalia

a) perempuan

1) Tampak labia minora tertutup oleh labia mayora

2) Tampa lubang uretra dan vagina terpisah

51
3) Vagina tampak bersih

4) Terpasang kateter urine

10. pemeriksaan anus

1) adanya luka post op : Tidak ada luka post op

2) anus tampak bersih

3) anus : Ada

11. pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas atas dan

bawah :

a) Tidak tampak terdapat kelainan pada tulang belakang

b) Terpasang infus pada ekstremitas atas tangan kanan

cairan gelatin 10ml/kg berat badan:350ml untuk 15

menit pertama dan dilanjutkan dengan cairan ringer

laktat 10ml/kg berat badan/jam: 350 ml/jam

12. pemeriksaan kulit

a) turgor kulit : Jelek >2 detik

b) warna kulit : terdapat bintik-bintik merah

5. pemeriksaan tingkat perkembangan

1) kemandirian dan bergaul : Klien sudah memilki banyak

teman di sekolah

2) motoric halus : Gerakan mata ada, Refleks (+)

3) kognitif dan bahasa : Klien bisa berbicara dengan normal

4) motoric kasar : Klien menggerakkan kaki dan tangan jika

ada respon dari sekitar

52
6. Data tambahan: Hasil labolatorium

a) Nama : An.K.P

b) Nomor RM : 00750021

c) Hari / Tanggal : 20 Januari 2022

Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Leukosit 5,8 5,0-15,0 10^3/uL
Eritrosit 4,92 4,00-5,20 10^6/uL
Hemoglobin 10,0 11,5-15,5 g/dL
Hematokrit 28,7 34,0-40,0 %
Trombosit 38 200-490 10^3/uL
MCH 28,0 27,0-35,0 Pg
MCHC 35,7 31,0-37,0 g/dL
001 Eosinofil 2 1-5 %
002 Basofil 1 0-1 %
003 Netrofil Batang 0 2-8 %
004 Netrofil 19 50-70 %
Segmen
005 Limfosit 71 20-40 %
006 Monosit 7 2-8 %
MCV 78,7 75,0-87,0 fL

c. Konservasi Integritas Personal : Klien tampak lemah dan hanya

tidur-tiduran

d. Konservasi integritas Sosial: Klien dirawat oleh perawat dan

orang tua klien, tidak terdapat interaksi yang banyak dari klien

karena klien lemah . Hasil pemeriksaan laboratorium pada hari

kamis tanggal 20 januari 2022 sebagai berikut : Leukosit 5,8

10^3/uL(5,0-15,0) Eritrosit 4,92 10^6/uL(4,00-5,20) Hemoglobin

10,0 g/dL (11,0-14,0) Trombosit 38 10^3/uL (200-490) MCH

53
35,7(27,0-35,0) MCHC 35,7 g/Dl(31,0-37,0) Netrofil batang 0 %

(2-8) Netrofil segmen 19% (50-70) Limfosit 71% (20-40). Anak

dirawat diruang Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA) dengan

kapasitas 5 tempat tidur dan 1 incubator,suhu ruangan cukup sejuk.

e) Triphicognosis

1) Hipovolemia D.0023

2) Hipertermia D.0130

3) Defisit Nutrisi D.0019

4) Resiko Perdarahan D.0012

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS: Peningkatan Hipovolemia
Ibu klien mengatakan klien sebelum permeabilitas kapiler D.0023
masuk rs sudah bab encer 3x sehari
DO:
 KU:Tampak lemah
 Kesadaran CM
 Tugor kulit: jelek >2 detik
 Mukosa bibir kering
 Konjungtiva: anemis
TTV
 TD:93/64mmhg
 S:38oC
 N:130x/menit
 RR:24x/menit
 SPO2: 99%
Lab
 Trombosit 38 10^3/uL
 Hematokrit 28,7 %
 Hemoglobin 10,0 g/dL

Data Subjektif: Proses Penyakit Hipertermia


Ibu klien mengatakan anak demam D.0130
sejak 4 hari sebelum masuk rs

54
Data Objektif:
TTV
 TD:93/64mmhg
 S:38oC
 N:130x/menit
 RR:24x/menit
 SPO2: 99%

Data Subjektif : Faktor psikologis Defisit Nutrisi


Ibu klien mengatakan klien tidak D.0019
bernapsu makan

Data Objektif :
- Tampak makanan tidak dihabiskan
- Tampak mual dan muntah

Data Subjektif : ibu klien mengatakan Trombositopenia Resiko


terdapat bintik-bintik merah pada kulit Perdarahan
klien D.0012
Data Objektif :
- Tampak bintik-bintik merah di kulit
klien
- Trombosit 38 10^3/uL
- Hematokrit 28,7 %
- Hemoglobin 10,0 g/dL

f) Hipotesis

1) Intervensi Konservasi Energi : Monitor intake dan output

cairan, ,kolaborasi pemberian cairan intravena gelatin 10ml selama

15 menit pertama dan ringer laktat 350ml/jam ,kolaborasi

pemberian produk darah, monitor asupan makanan.sajikan

makanan yang menarik

55
2) Intervensi Konservasi Integritas Struktur : periksa tanda dan

gejala hipovolemia, lakukan latihan gerak rentang

pasif/aktif,identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan,monitor tanda dan gejala perdarahan, monitor suhu

badan,

3) Intevensi Konservasi Integritas Personal : anjurkan perbanyak

cairan oral,jelaskan tanda dan gejala perdarahan, menganjurkan

kepada keluarga untuk memakai pakaian yang longgar dan

tipis.lakukan pendinginan eksternal.

4) Intervensi Konservasi Integritas Sosial : monitor nilai

hematokrit/hemoglobin.trombosit

g) Implementasi dan evaluasi

Hari/ Triphocognosis Implementasi Evaluasi


tanggal/
jam
Kamis, Hipovolemia memeriksa tanda dan gejala Respon organismik
20 Januari D.0023 hipovolemia yang ditunjukkan yaitu
2022, Hasil: mukosa bibir Melawan:
07.00 kering dan pecah pecah,  intake cairan 2050 ml
tugor jelek >2 detik,klien baik pemberian cairan
tampak lemah,ttv: gelatin dan ringer
tekanan darah:93/64 laktat maupun
mmhg, nadi:130x/menit, pemberian oralit
respirasi:24x/menit, suhu selama 6 jam
07.00- badan: 38ºC
13.00  diberikan tranfusi
Memonitor intake dan darah 1 kantong
output cairan
 tampak makanan
Hasil : intake cairan
hanya dihabiskan ½
gelatin 350ml diberikan
dari porsi yang
selama 15 menit yaitu
sejak pukul 07.00-07.15 diberikan
dilanjutkan dengan  diberikan makanan
cairan ringer laktat 350 yang disukai yaitu
ml/ jam diberikan selama ayam
6 jam , 1400 ml, oralit  klien diberikan

56
peroral ±300cc, output pakaian yang longgar
cairan: kateter urine pada dan tipis
pukul 06.00 sebanyak  klien di kompres air
170 cc dan pukul 12.40 hangat
sebanyak 100 cc Respon Inflamasi :
menganjurkan perbanyak  mukosa bibir kering
08.00 cairan oral dan pecah pecah,
Hasil : klien diberikan tugor jelek >2
minum oralit ±300
detik,klien tampak
selama 6 jam oleh ibu
lemah, ttv: tekanan
klien sesuai dengan
penganjuran dari darah:100/70 mmhg,
perawat dan dokter nadi:125x/menit,
Mengkolaborasi dalam respirasi:24x/menit,
07.00 pemberian cairan IV suhu badan: 37,6ºC
Hasil :  Kadar hemoglobin 12
- Koloid (gelatin) g/dL
350ml dalam 15  Kadar Hematokrit 30
menit pertama %
- Kristaloid (ringer  Kadar trombosit
laktat) 350ml dalam 80 10^3/uL
1 jam , Respon Stress:
tampak klien
Mengkolaborasi pemberian berinteraksi dengan
11.00 produk darah ibunya dalam perihal
minum oralit
Hasil: klien bergolongan
Perseptual :
darah O dengan
Ibu mampu mengenal
Hemoglobin:10,0g/dL
tanda dan gejala
diberikan tranfusi darah
perdarahan
1 kantong pada jam
10.00

09.00  Monitor suhu badan


Hasil: 38ºC
Hipertermia  Anjurkan pemakaian
08.00 D.0130 pakaian yang longgar
dan tipis
Hasil: ibu klien
memberikan pakaian
yang longgar
 Lakukan pendinginan
10.00 eksternal: ibu klien
melakukan kompres air
hangat

 Monitor asupan makanan


Defisit Nutrisi Hasil: klien tampak hanya
menghabiskan ½ dari
D.0019
porsi yang diberikan

57
 Sajikan makanan yang
menarik
Hasil: klien diberikan
makanan yang
disukainya yaitu ayam

Monitor tanda dan gejala


08.00 perdarahan
Resiko
Hasil: tampak bintik
Perdarahan
merah pada kulit klien
D.0012 Monitor nilai
08.00
hemoglobin,hematokrit
dan trombosit
Hasil: hemoglobin: 10,0
g/dL
Hematokrit:28,7 %
Trombosit: 38 10^3/uL
10.00 mengkolaborasi pemberian
darah
hasil: golongan darah
0,diberikan tranfusi
11.00 darah 1 kantong
CATATAN PERKEMBANGAN HARI KE 2

Hari/ Triphocognosis Implementasi Evaluasi


tanggal/
jam
Jumat, Hipovolemia memeriksa tanda dan gejala Respon organismik
21 Januari D.0023 hipovolemia yang ditunjukkan yaitu
2022, Hasil: mukosa bibir Melawan:
14.00 lembab, tugor jelek >2  intake cairan 1800 ml
detik,klien tampak baik pemberian cairan
lemah,ttv: tekanan gelatin dan ringer
darah:106/70 mmhg, laktat maupun
nadi:110x/menit, pemberian oralit
respirasi:24x/menit, suhu selama 6 jam dan
14.00- badan: 37,6ºC output 300ml
20.00 Memonitor intake dan  tampak makanan
output cairan hanya dihabiskan ¾
Hasil : intake cairan dari porsi yang
1800ml selama 6 jam
diberikan
perawatan dan output
cairan 300 ml  Klien dikompres air
menganjurkan perbanyak hangat
15.00 Respon Inflamasi :
cairan oral
Hasil : klien diberikan  mukosa bibir lembab,
tugor jelek >2

58
minum oralit ±300 detik,klien tampak
selama 6 jam oleh ibu lemah, ttv: tekanan
kllien sesuai dengan darah:106/70 mmhg,
penganjuran dari nadi:110x/menit,
perawat dan dokter respirasi:24x/menit,
14.00 Mengkolaborasi dalam suhu badan: 37,3ºC
pemberian cairan IV  Kadar hemoglobin
Hasil : 12,0 g/dL
- Koloid (gelatin)
 Kadar Hematokrit 34
350ml dalam 1 jam
%
pertama
 Kadar trombosit
- Kristaloid (ringer
120 10^3/uL
laktat) 350ml dalam
, Respon Stress:
1 jam
tampak klien
15.00 Hipertermia berinteraksi dengan
D.0130  Monitor suhu badan ibunya dalam perihal
Hasil: 37,6ºC minum oralit
20.00  Anjurkan pemakaian Perseptual :
pakaian yang longgar Ibu mampu mengenal
dan tipis tanda dan gejala
Hasil: ibu klien perdarahan
memberikan pakaian
yang longgar
14.00  Lakukan pendinginan
eksternal: ibu klien
melakukan kompres air
hangat

16.00 Defisit Nutrisi  Monitor asupan makanan


D.0019 Hasil: klien tampak hanya
menghabiskan ¾ dari
porsi yang diberikan

Monitor tanda dan gejala


14.00 Resiko perdarahan
Perdarahan Hasil: tampak bintik
D.0012 merah pada kulit klien
Monitor nilai
16.00 hemoglobin,hematokrit
dan trombosit
Hasil: hemoglobin: 12,0
g/dL
Hematokrit:34,0 %
Trombosit: 80 10^3/uL

59
CATATAN PERKEMBANGAN HARI KE 3

Hari/ Triphocognosis Implementasi Evaluasi


tanggal/
jam
Sabtu, Hipovolemia memeriksa tanda dan gejalaRespon organismik
22 Januari D.0023 hipovolemia yang ditunjukkan yaitu
2022, Hasil: mukosa bibir Melawan:
07.00 lembab, tugor jelek >2  intake cairan 1800 ml
detik,klien tampak baik pemberian cairan
lemah,ttv: tekanan gelatin dan ringer
darah:120/80 mmhg, laktat maupun
nadi:100x/menit, pemberian oralit
respirasi:22x/menit, suhu selama 6 jam dan
07.00- badan: 37,3ºC output 500 ml
13.00 Memonitor intake dan  tampak makanan
output cairan hanya dihabiskan ¾
Hasil : intake cairan dari porsi yang
1800ml selama 6 jam
diberikan
perawatan dan output
Respon Inflamasi :
cairan 500 ml
 mukosa bibir lembab,
menganjurkan perbanyak
09.00 tugor jelek >2
cairan oral
detik,klien tampak
Hasil : klien diberikan
minum oralit ±300 lemah, ttv: tekanan
selama 6 jam oleh ibu darah:120/80 mmhg,
kllien sesuai dengan nadi:100x/menit,
penganjuran darirespirasi:22x/menit,
perawat dan dokter suhu badan: 36,7ºC
08.00 Mengkolaborasi dalam
 Kadar hemoglobin
pemberian cairan IV 12,0 g/dL
Hasil :  Kadar Hematokrit 34
- Koloid (gelatin)%
350ml dalam 1 jam  Kadar trombosit
pertama 150 10^3/uL
- Kristaloid (ringer , Respon Stress:
laktat) 350ml dalamtampak klien
1 jam berinteraksi dengan
ibunya dalam perihal
Hipertermia  Monitor suhu badan minum oralit
15.00 D.0130 Perseptual :
Hasil: 37,3ºC
Ibu mampu mengenal
tanda dan gejala
 Monitor asupan makanan perdarahan
20.00 Defisit Nutrisi
D.0019 Hasil: klien tampak
menghabiskan makanan

60
yang diberikan

Resiko Monitor tanda dan gejala


14.00 Perdarahan perdarahan
D.0012 Hasil: sudah tidak ada
bintik merah pada kulit
16.00 Monitor nilai
hemoglobin,hematokrit
dan trombosit
Hasil: hemoglobin: 12,0
g/dL
Hematokrit:34,0 %
Trombosit: 120
10^3/uL

HASIL KASUS 2

Hasil pengkajian 1 febuari 2022 yang didapatkan klien An. N.P ,laki-laki

umur 6 tahun masuk rumah sakit diagnosa medis DHF grade 3 dengan keluhan

demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit,mual muntah dan merasa lemah,

berat badan 18 kg tinggi badan 95cm

Hasil pengkajian konservasi 1. Konservasi energi didapatkan data untuk

status nutrisi ibu klien mengatakan klien mengatakan anaknya tidak bernapsu

makan, makanan hanya dihabiskan ½ dari porsi yang diberikan,minum hanya 4-5

gelas per hari,klien mual dan muntah.Untuk eliminasi didapatkan data klien bab

3x sehari konsistensi cair. 2. Konservasi intergritas struktur didapatkan data

Tanda-tanda vital: tekanan darah:100/60 mmhg, suhu: 39ºC,nadi:102x/menit,

respirasi: 24x/menit. Untuk pemeriksaan fisik: keadaan umum klien tampak

lemah,pada pemeriksaan bagian kepala di dahi terasa hangat, pada pemeriksaan

bagian mulut didapatkan mukosa bibir kering dan pada pemeriksaan bagian kulit

61
didapatkan tugor kulit jelek,terpasng infus pada ekstremitas bagian atas tangan

kiri gelatin 10ml/kg berat badan pada 15 menit pertama dan dilanjutkan dengan

ringer laktat 10 ml/kg berat badan untuk setiap jam. 3. Konservasi integritas

personal didapatkan data klien tampak lemah dan tidak beraktifitas 4.

Konservasi intergritas sosial didapatkan data klien dirawat oleh perawat dan

orang tua klien, tidak terdapat interaksi yang banyak dengan klien Hasil

Laboratorium : An. N.P, no rm: 00751063, 1 febuari 2022 Leukosit 5,0

10˄3/uL,hemoglobin 10,2 g/dL, hematokrit 29,8%, trombosit 90 10˄3/uL, albumin

3,65 g/dL.

Untuk tripichognosis didapatkan dari hasil analisa data pada diagnosis yang

pertama yaitu Hipertermia D.0130 didapatkan data subjek ibu klien mengatakan

klien demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, data objek suhu badan

39ºC. pada diagnosis yang kedua yaitu Hipovolemia D.0023 didapatkan data

subjek ibu klien mengatakan klien merasa lemah,sudah bab cair 3x sehari sebelum

masuk rs,data objek tugor kulit jelek, mukosa kering .Pada diagnosis ketiga yaitu

Defisit nutrisi D.0019 didapatkan data subjek ibu klien mengatakan klien tidak

bernapsu makan, data objek porsi yang dihabiskan hanya ½ dari yang diberikan.

Untuk hipotesis pada selasa, 1 febuari 2022 untuk Intervensi konservasi

energi: 1.Monitor intake dan output cairan hasil: Input 1560cc/6 jam dan output

800cc/6jam pukul 07.00-13.00, monitor asupan makanan hasil: klien hanya

menghabiskan ½ dari makanan yang diberikan pukul 10.00 , sajikan makanan

yang menarik hasil: klien diberikan makanan nasi ikan ayam sayur 09.00.

longgarkan atau lepaskan pakaian hasil: ibu klien mengganti pakaian klien yang

62
longgar dan tipis pukul 08.00 ,kolaborasi pemberian cairan intravena hasil:

diberikan cairan gelatin 180ml selama 15 menit pertama dan ringer laktat

180ml/jam pukul 07.00-13.00 yaitu 1080ml,kolaborasi pemberian produk darah

hasil: klien diberikan 1 kantong darah dengan golongan darah O pada pukul 10.00

,.. Intervensi Konservasi Integritas Struktur : periksa tanda dan gejala

hipovolemia hasil: Tanda-tanda vital: tekanan darah:100/60 mmhg, suhu:

39ºC,nadi:102x/menit, respirasi: 24x/menit, tugor kulit jelek, mukosa bibir kering

pukul 08.00,monitor suhu tubuh setiap 3 jam sekali hasil: pukul 07.00:

39ºC.,10.00: 38,5ºC,13.00: 38,3ºC .Intevensi Konservasi Integritas Personal :

anjurkan perbanyak cairan oral hasil:ibu klien memberikan cairan oral oralit

sesuai dengan anjuran perawat dan dokter pukul 09.00,lakukan pendinginan

eksternal hasil: ibu klien melakukan kompres air hangat untuk meredakan demam

pada klien.08.45 Intervensi Konservasi Integritas Sosial : monitor hasil

laboratorium hasil: Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin 10,2 g/dL, hematokrit

29,8%, trombosit 90 10˄3/uL, albumin 3,65 g/dL pukul 10.00.

Evaluasi tanggal selasa, 1 febuari 2022 yang didapat Respon organismik

yang ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1560 ml baik pemberian cairan

gelatin dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 800

ml,tampak makanan hanya dihabiskan ¾ dari porsi yang diberikan ,klien

memakai pakaian yang longgar dan tipis, klien diberikan makanan nasi ikan ayam

dan sayur.diberikan tranfusi 1 kantung darah golongan darah O Respon Inflamasi

:mukosa bibir kering, tugor jelek >2 detik,klien tampak lemah, tekanan

darah:100/60 mmhg, suhu: 38,3ºC,nadi:102x/menit, respirasi: 24x/menit ,

63
Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin 10,2 g/dL, hematokrit 29,8%, trombosit 90

10˄3/uL, albumin 3,65 g/dL. Respon Stress: tampak klien berinteraksi dengan

ibunya dalam perihal minum oralit . Perseptual :Ibu mampu melakukan kompres

air hangat pada anak

Evaluasi tanggal rabu, 2 febuari 2022 yang didapat Respon organismik yang

ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1560 ml baik pemberian cairan gelatin

dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 800

ml,tampak makanan hanya dihabiskan ¾ dari porsi yang diberikan ,klien

memakai pakaian yang longgar dan tipis, klien diberikan makanan nasi ikan ayam

dan sayur.diberikan tranfusi darah pada kamis 11 febuari 2022 dengan hasil

hemoglobin 12,2 g/dL Respon Inflamasi :mukosa bibir lembab, tugor jelek >2

detik,klien tampak lemah, tekanan darah:110/70 mmhg, suhu:

38ºC,nadi:100x/menit, respirasi: 24x/menit , Leukosit 6,0 10˄3/uL,hemoglobin

12,2 g/dL, hematokrit 32,8%, trombosit 110 10˄3/uL, albumin 3,65 g/dL. Respon

Stress: tampak klien berinteraksi dengan ibunya dalam perihal minum oralit .

Perseptual :Ibu mampu melakukan kompres air hangat pada anak

Evaluasi tanggal kamis, 3 febuari 2022 yang didapat Respon organismik

yang ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1560 ml baik pemberian cairan

gelatin dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 800

ml,tampak menghabiskan makanan yang diberikan ,klien memakai pakaian yang

longgar dan tipis, klien diberikan makanan nasi ikan ayam dan sayur.diberikan

tranfusi darah pada kamis 11 febuari 2022 dengan hasil hemoglobin 12,2 g/dL

Respon Inflamasi :mukosa bibir lembab, tugor jelek >2 detik,klien tampak

64
lemah, tekanan darah:125/82 mmhg, suhu: 37ºC,nadi:100x/menit, respirasi:

24x/menit , Leukosit 6,0 10˄3/uL,hemoglobin 12,2 g/dL, hematokrit 34%,

trombosit 165 10˄3/uL, albumin 3,65 g/dL. Respon Stress: tampak klien

berinteraksi dengan ibunya dalam perihal minum oralit . Perseptual :Ibu mampu

melakukan kompres air hangat pada anak

HASIL KASUS 3

Hasil pengkajian 10 febuari 2022 yang didapatkan klien An. U.K ,perempuan

umur 8 tahun masuk rumah sakit diagnosa medis DHF grade 3 dengan keluhan

utama demam dan lemah. Demam dirasakan sejak 3 hari yang lalu tidak disertai

mual dan muntah, berat badan 28 kg tinggi badan 126 cm.

Hasil pengkajian konservasi 1. Konservasi energi didapatkan data untuk

status cairan ibu klien mengatakan klien mengatakan anaknya minum hanya 3

gelas per hari.Untuk eliminasi didapatkan data klien bak hanya 100cc sehari 2.

Konservasi intergritas struktur didapatkan data Tanda-tanda vital: tekanan

darah:90/60 mmhg, suhu: 38,3ºC,nadi:132x/menit, respirasi: 24x/menit. Untuk

pemeriksaan fisik: keadaan umum klien tampak lemah,pada pemeriksaan bagian

kepala di dahi terasa hangat, pada pemeriksaan bagian mulut didapatkan mukosa

bibir kering dan pada pemeriksaan bagian kulit didapatkan tugor kulit

jelek,terpasang infus pada ekstremitas bagian atas tangan kanan gelatin 10ml/kg

berat badan pada 15 menit pertama dan dilanjutkan dengan ringer laktat 10 ml/kg

berat badan untuk setiap jam. 3. Konservasi integritas personal didapatkan data

klien tampak lemah dan tidak beraktifitas 4. Konservasi intergritas sosial

didapatkan data klien dirawat oleh perawat dan orang tua klien, tidak terdapat

65
interaksi yang banyak dengan klien Hasil Laboratorium : An. U.K, no rm:

00741049, 10 febuari 2022 Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin 10,4 g/dL,

hematokrit 28,5%, trombosit 110 10˄3/uL

Untuk tripichognosis didapatkan dari hasil analisa data pada diagnosis yang

pertama yaitu Hipertermia D.0130 didapatkan data subjek ibu klien mengatakan

klien demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, data objek akral hangat,

suhu badan 38,3ºC. pada diagnosis yang kedua yaitu Hipovolemia D.0023

didapatkan data subjek ibu klien mengatakan klien merasa lemah,ibu klien

mengatakan minum hanya 3 gelas sehari ,data objek tugor kulit jelek, mukosa

kering,buang air kecil hanya 100cc.

Untuk hipotesis pada kamis 10 febuari 2022 untuk Intervensi konservasi

energi: 1.Monitor intake dan output cairan hasil: Input 1980cc/6 jam dan output

700cc/6jam pukul 07.00-13.00, longgarkan atau lepaskan pakaian hasil: ibu klien

mengganti pakaian klien yang longgar dan tipis pukul 08.00 ,kolaborasi

pemberian cairan intravena hasil: diberikan cairan gelatin 280ml selama 15 menit

pertama dan ringer laktat 280ml/jam pukul 07.00-13.00 yaitu 1680 ,kolaborasi

pemberian produk darah hasil: klien diberikan 1 kantong darah dengan golongan

darah O pada pukul 10.00 ,.. Intervensi Konservasi Integritas Struktur :

periksa tanda dan gejala hipovolemia hasil: Tanda-tanda vital: tekanan

darah:100/60 mmhg, suhu: 38,3ºC,nadi:102x/menit, respirasi: 24x/menit, tugor

kulit jelek, mukosa bibir kering pukul 08.00,monitor suhu tubuh setiap 3 jam

sekali hasil: pukul 07.00: 38,3ºC.,10.00: 38ºC,13.00: 37,8ºC .Intevensi

Konservasi Integritas Personal : anjurkan perbanyak cairan oral hasil:ibu klien

66
memberikan cairan oral oralit sesuai dengan anjuran perawat dan dokter pukul

09.00,lakukan pendinginan eksternal hasil: ibu klien melakukan kompres air

hangat untuk meredakan demam pada klien.08.45 Intervensi Konservasi

Integritas Sosial : monitor hasil laboratorium hasil: Leukosit 5,0

10˄3/uL,hemoglobin 10,4 g/dL, hematokrit 28,5%, trombosit 110 10˄3/uL.

Evaluasi tanggal kamis 10 febuari 2022 yang didapat Respon organismik

yang ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1980 ml baik pemberian cairan

gelatin dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 700

ml,klien memakai pakaian yang longgar dan tipis,diberikan tranfusi 1 kantung

darah golongan darah O Respon Inflamasi :mukosa bibir kering, tugor jelek >2

detik,klien tampak lemah, tekanan darah:100/60 mmhg, suhu:

37,8ºC,nadi:102x/menit, respirasi: 24x/menit, Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin

10,4 g/dL, hematokrit 28,5%, trombosit 110 10˄3/uL.. Respon Stress: tampak

klien berinteraksi dengan ibunya dalam perihal minum oralit . Perseptual :Ibu

mampu melakukan kompres air hangat pada anak

Evaluasi tanggal jumat 11 febuari 2022 yang didapat Respon organismik

yang ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1700 ml baik pemberian cairan

gelatin dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 800

ml, ,klien memakai pakaian yang longgar dan tipis, ,diberikan tranfusi darah pada

kamis 10 febuari 2022 dengan hasil hemoglobin 12,4 g/dL Respon

Inflamasi :mukosa bibir lembab, tugor jelek >2 detik,klien tampak lemah,

tekanan darah:110/70 mmhg, suhu: 37,4ºC,nadi:100x/menit, respirasi: 24x/menit ,

Leukosit 6,0 10˄3/uL,hemoglobin 12,2 g/dL, hematokrit 34,8%, trombosit 110

67
10˄3/uL, albumin 3,65 g/dL. Respon Stress: tampak klien berinteraksi dengan

ibunya dalam perihal minum oralit . Perseptual :Ibu mampu melakukan kompres

air hangat pada anak

Evaluasi tanggal sabtu 12 febuari 2022 yang didapat Respon organismik

yang ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1700 ml baik pemberian cairan

gelatin dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 800

ml,tampak menghabiskan makanan yang diberikan ,klien memakai pakaian yang

longgar dan tipis, klien diberikan makanan nasi ikan ayam dan sayur.diberikan

tranfusi darah pada kamis 11 febuari 2022 dengan hasil hemoglobin 12,2 g/dL

Respon Inflamasi :mukosa bibir lembab, tugor jelek >2 detik,klien tampak

lemah, tekanan darah:120/82 mmhg, suhu: 37ºC,nadi:100x/menit, respirasi:

20x/menit , Leukosit 7,0 10˄3/uL,hemoglobin 12,2 g/dL, hematokrit 34,8%,

trombosit 170 10˄3/uL, Respon Stress: tampak klien berinteraksi dengan ibunya

dalam perihal minum oralit . Perseptual :Ibu mampu melakukan kompres air

hangat pada anak.

HASIL KASUS KE 4

Hasil pengkajian 28 febuari 2022 yang didapatkan klien An. F.S ,laki-laki

umur 7 tahun masuk rumah sakit diagnosa medis DHF grade 3 dengan keluhan

utama kelemahan tubuh. Klien merupakan rujukan dari rs maria walanda maramis

dirujuk ke rs kandou tanggal 28/2/2022 jam 14.00 dengan kelemahan tubuh dan

akral dingin sejak 6 jam SMRS dan riwayat demam sejak 4 hari SMRS, riwayat

mual dan muntah 3x,penurunan BB 1 kg (17-16kg) tinggi badan 113 cm.

68
Hasil pengkajian konservasi 1. Konservasi energi didapatkan data untuk

status cairan ibu klien mengatakan klien mengatakan anaknya minum hanya 3

gelas per hari.klien tampak lemah sehari 2. Konservasi intergritas struktur

didapatkan data Tanda-tanda vital: tekanan darah:80/60 mmhg, suhu:

38,3ºC,nadi:100x/menit, respirasi: 28x/menit. Untuk pemeriksaan fisik: keadaan

umum klien tampak lemah, , pada pemeriksaan bagian mulut didapatkan mukosa

bibir kering dan pada pemeriksaan bagian kulit didapatkan tugor kulit

jelek,terpasang infus pada ekstremitas bagian bawah kaki kanan gelatin 10ml/kg

berat badan pada 15 menit pertama dan dilanjutkan dengan ringer laktat 10 ml/kg

berat badan untuk setiap jam. 3. Konservasi integritas personal didapatkan data

klien tampak lemah dan tidak beraktifitas 4. Konservasi intergritas sosial

didapatkan data klien dirawat oleh perawat dan orang tua klien, tidak terdapat

interaksi yang banyak dengan klien Hasil Laboratorium : An. F.S, no rm:

00755056, 28 febuari 2022 Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin 13,9 g/dL,

hematokrit 40%, trombosit 30 10˄3/uL

Untuk tripichognosis didapatkan dari hasil analisa data pada diagnosis yang

pertama yaitu Hipovolemia D.0023 didapatkan data subjek ibu klien mengatakan

klien merasa lemah,tugor kulit jelek >2 detik, mukosa bibir kering dan pecah-

pecah.

Untuk hipotesis pada senin 28 febuari 2022 untuk Intervensi konservasi

energi: Monitor intake dan output cairan hasil: Input 1420cc/6 jam dan output

700cc/6jam pukul 07.00-13.00, ,kolaborasi pemberian cairan intravena hasil:

diberikan cairan gelatin 160ml selama 15 menit pertama dan ringer laktat

69
160ml/jam pukul 07.00-13.00 yaitu 960 ml. Intervensi Konservasi Integritas

Struktur : periksa tanda dan gejala hipovolemia hasil: Tanda-tanda vital: tekanan

darah:80/60 mmhg, suhu: 36,3ºC,nadi:100x/menit, respirasi: 28x/menit, tugor

kulit jelek, mukosa bibir kering pukul 08.00,.Intevensi Konservasi Integritas

Personal : anjurkan perbanyak cairan oral hasil:ibu klien memberikan cairan oral

oralit sesuai dengan anjuran perawat dan dokter pukul 09.00 Intervensi

Konservasi Integritas Sosial : monitor hasil laboratorium hasil: Leukosit 5,0

10˄3/uL,hemoglobin 13,9 g/dL, hematokrit 40%, trombosit 30 10˄3/uL

Evaluasi tanggal senin 28 febuari 2022 yang didapat Respon organismik

yang ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1420 ml baik pemberian cairan

gelatin dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 600 ml

Respon Inflamasi :mukosa bibir kering, tugor jelek >2 detik,klien tampak

lemah, tekanan darah:90/60 mmhg, suhu: 36,6ºC,nadi:102x/menit, respirasi:

24x/menit, Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin 13,9 g/dL, hematokrit 40%,

trombosit 30 10˄3/uL. Respon Stress: tampak klien berinteraksi dengan ibunya

dalam perihal minum oralit . Perseptual :tidak dapat dinilai

Evaluasi tanggal selasa 1 maret 2022 yang didapat Respon organismik yang

ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1420 ml baik pemberian cairan gelatin

dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 600 ml

Respon Inflamasi :mukosa bibir kering, tugor jelek >2 detik,klien tampak

lemah, tekanan darah:100/60 mmhg, suhu: 36,5ºC, nadi:102x/menit, respirasi:

24x/menit, Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin 13,9 g/dL, hematokrit 40%,

trombosit 80 10˄3/uL. Respon Stress: tampak klien berinteraksi dengan ibunya

70
dalam perihal minum oralit . Perseptual :tidak dapat dinilai

Evaluasi tanggal rabu 2 maret 2022 yang didapat Respon organismik yang

ditunjukkan yaitu Melawan: intake cairan 1420 ml baik pemberian cairan gelatin

dan ringer laktat maupun pemberian oralit selama 6 jam dan output 600 ml

Respon Inflamasi :mukosa bibir kering, tugor jelek >2 detik,klien tampak

lemah, tekanan darah:120/80 mmhg, suhu: 36,4ºC,nadi:102x/menit, respirasi:

20x/menit, Leukosit 5,0 10˄3/uL,hemoglobin 13,9 g/dL, hematokrit 40%,

trombosit 130 10˄3/uL. Respon Stress: tampak klien berinteraksi dengan ibunya

dalam perihal minum oralit . Perseptual :tidak dapat dinilai.

2.Penerapan Evidance Based Nursing Practice (EBN)

Metode yang terapkan dalam asuhan keperawatan ini yaitu studi

kasus.Populasi dan sampelnya adalah anak dengan Dengue Haemorrhagic

Fever diruangan Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA) RSUP. Prof. Dr. R.

D. Kandou Manado dan data yang diperoleh dengan cara wawancara,

pemeriksaan fisik, pengamatan. Dalam proses keperawatan ada beberapa

diagnosa yang muncul berhubungan dengan 4 prinsip teori keperawatan

Levine diantaranya hipovolemia, hipertermia, defisit nutrsi, dan resiko

perdarahan.

Penerapan Evidance Based Nursing Practice (EBN) dalam asuhan

keperawatan yaitu dilakukan pemberian cairan kristaloid (ringer laktat) dan

koloid (gelatin) sebagai upaya mengatasi masalah hipovolemia pada anak

71
diruangan Instalasi Rawat Darurat Anak (IRDA RSUP. Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado

B. PEMBAHASAN

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan menggunakan pengkajian konservasi levine,

pada model konservasi Levine menggunakan prinsip bahwa kesehatan

dan penyembuhan klien berfokus pada pelestarian energinya. Melalui

data yang di dapatkan dari menggunakan 4 prinsip levine yaitu

konservasi energi,konservasi integritas struktur, konservasi intergritas

personal dan konservasi integritas sosial, berdasarkan data yang

didapat penulis akan melakukan analisa data, menetapkan

tripichognosis berdasarkan SDKI, dan menyusun hipotesis yang

disesuaikan dengan 4 prinsip utama konservasi levine berdasarkan

SIKI. Data yang didapat melalui pengkajian konservasi levine pada

An. K.P, An. N.P, An. U.K dan An. F.S dengan demam berdarah

dengue terfokuskan dalam pengkajian konservasi energi dan

konservasi integritas struktur karena berdasarkan data yang

didapatkan melalui 2 prinsip tersebut rata-rata pasien mengalami

gangguan atau masalah yang dimana pada prinsip konservasi energi

data yang didapat untuk intake dan output cairannya tidak seimbang

yang ditandai dengan bab cair 3x sehari dan minum tidak lebih dari 4

gelas sehari, juga napsu makan dari pasien menurun yang ditandai

72
dengan tidak habisnya porsi makan yang diberikan , dan pada prinsip

konservasi integritas struktur didapatkan data tanda-tanda hipovolemik

seperti tanda-tanda vital yang tidak, membran mukosa kering, tugor

kulit jelek >2 detik dan kelemahan tubuh, juga dikaji untuk pemberian

cairan iv melalui pemeriksaan fisik pada bagian esktremitas.didapatkan

juga peningkatan suhu tubuh akibat proses penyakit yang terjadi. Data

ini sesuai dengan kriteria WHO 2016 untuk tanda dan gejala yang ada

dalam penegakan diagnosis pada demam berdarah dengue

2. Diagnosis keperawatan

Pada teori konservasi levine diagnosis keperawatan diganti dengan

tripichognosis tapi tetap sama, dari data yang didapatkan melalui 4

prinsip konservasi levine pada ke empat pasien tripichognosis yang

ditemukan yaitu yang pertama hipovolemia ditandai dengan

peningkatan denyut nadi,tugor kulit jelek >2 detik,mukosa bibir kering

dan penurunan kadar trombosit, diagnosis kedua hipertermia ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh melewati batas normal , yang ketiga

defisit nutrisi ditandai dengan napsu makan klien berkurang dan

makanan tidak dihabiskan, diagnosa ke empat resiko perdarahan

ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit klien dan

terjadi penurunan pada kadar trombosit diagnosa-diagnosa ini sesuai

dengan SDKI tahun 2018 pada klien dengan demam berdarah dengue

3. Intervensi keperawatan

73
Pada teori konservasi levine untuk intervensi menggunakan hipotesis

tapi tetap tetap sama yang berdasarkan dari SIKI, terdapat 4 intervensi

menggunakan teori levine yaitu menggunakan 4 prinsip utama yaitu:

a. intervensi konservasi energi :

- Monitor intake dan output cairan hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Muhaimin Saranani,S.Kep,Ns,M.S.c tahun

2018 yaitu penerepan manajemen cairan pada pasien demam

berdarah dengue dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit

yang dimana didapatkan hasil membran mukosa lembab, tidak

ditemukan perdarahan dibawah kulit, tugor kulit elastis, denyut

nadi radialis teraba kuat dengan frekuensi 80 kali per menit

- Monitor asupan makanan dan sajikan makanan yang menarik.

Intervensi digunakan juga pada penelitian dari Sarah Bela tahun

2019 pada asuhan keperawatan pada anak dengan demam berdarah

dengue

- Longgarkan atau lepaskan pakaian hal ini sesuai dengan penelitian

dari Ratna Mahmud tahun 2020 dalam hal pemenuhan kebutuhan

termoregulasi

- Kolaborasi pemberian cairan intravena hal ini sesuai dengan

penelitian dari baiq munawwarah tahun 2018 untuk pemberian

cairan kristaloid dan koloid pada klien dengan demam berdarah

dengue .

74
b. Intervensi konservasi integritas struktural :

- periksa tanda dan gejala hipovolemia sesuai dengan penelitian

Muhaimin Saranani,S.Kep,Ns,M.S.c tahun 2018

- monitor tanda dan gejala perdarahan

- monitor suhu tubuh .sesuai dengan penelitian dari Ratna Mahmud

tahun 2020

c. Intervensi konservasi integritas personal:

- anjurkan perbanyak cairan oral Muhaimin

Saranani,S.Kep,Ns,M.S.c tahun 2018

- jelaskan tanda dan gejala perdarahan

- lakukan pendinginan eksternal Ratna Mahmud tahun 2020

d. Intervensi konservasi integritas sosial

- monitor nilai laboratorium

4. Implementasi dan evaluasi

Pada implementasi dan evaluasi ini, peneliti membahas tentang

intervensi yang diberikan sebelum dan sesudah pemberian terapi cairan

koloid dan kristaloid berdasarkan EBN dan pendekatan teori

konservasi levine pada asuhan keperawatan pasien An. K.P, An. N.P,

An. U.K dan An. F.S dengan demam berdarah dengue

a. Nilai trombosit pasien sebelum diberikan terapi cairan koloid dan

kristaloid An. K.P: 38 10^3/uL, An. N.P: 90 10^3/uL, An. U.K:

110 10^3/uL dan An. F.S: 30 10^3/uL

75
b. Nilai trombosit pasien setelah diberikan terapi cairan koloid dan

kirstaloid An. K.P: 150 10^3/uL, An. N.P: 165 10^3/uL, An. U.K:

170 10^3/uL dan An. F.S: 130 10^3/uL

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Chotijatun Nasriyah (2021) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

pemberian cairan kristaloid dan koloid dapat berpengaruh terhadap

perbaikan klinis, laboratoris dan juga lama rawat inap . Hal ini

berhubungan dengan salah satu konsep teori Levine yaitu konservasi

energi.Konservasi energi merupakan keseimbangan energi yang sangat

dibutuhkan oleh makhluk hidup, dalam hal ini yaitu cairan. Jika anak

dalam kondisi sakit akan meningkatkan permintaan energi, terjadi

peningkatan energi dapat dinilai dari tingkat kelelahan pada anak. Dari ke

empat responden yang diberikan pemberian cairan terjadi peningkatan

nilai hematokrit, Hal ini berarti anak mampu beradaptasi terhadap

penyakitnya.

76
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian studi kasus dan pembahasan diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Hasil pengkajian yang didapat pada anak dengan dengue

haemorrhagic fever menggunakan pendekatan teori konservasi levine

yaitu didapatkan data dari keempat klien diambil ada yang mempunyai

keluhan kelemahan badan, demam serta tanda tanda hipovolemi

seperti tugor kulit buruk >2 detik, mukosa bibir kering, juga ada data-

data penunjang seperti data laboratorium lengkap.

2. Berdasarkan hasil analisis data terkait data yang didapat melalui

pendekatan teori levine didapatkan diagnosis yaitu hipovolemia

D.0023, hipertermia D.0130, defisit nutrisi D.0019 dan intoleransi

aktivitas D.0056

3. Intervensi yang diberikan sesuai dengan SIKI dalam hal ini untuk

mengatasi diagnosis yang didapatkan

77
4. Untuk implementasi di sesuai dengan intervensi yang dimana juga

lebih difokuskan dalam hal evidence based nursing yang diberikan

yaitu tindakan kolaboratif pemberian cairan kristaloid dan koloid pada

pasien dengue haemorrhagic fever dengan masalah hipovolemia

5. Evaluasi sesuai dengan implementasi yang diberikan terdapat

perkembangan yang bagus dari klien dimana dalam hal ini

implementasi yang diberikan dapat mengurangi juga mengatasi

masalah masalah yang didapat

6. Untuk penerepan intervensi kolaboratif pemberian cairan kristaloid

dan koloid pada klien demam berdarah dengue terdapat pengaruh

untuk mengatasi masalah hipovolemia yang dimana hasil kadar

trombosit pada klien yang menderita dengue haemorrhagic fever

ssebelum diberikan intervensi dibawah batas normal tapi setelah

diberikan intervensi kolaboratif tersebut terjadi peningkatan kadar

trombosit hingga kembali pada batas normal

B. SARAN

1. Untuk studi kasus selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya bisa menerapkan intervensi kolaboratif cairan

kristaloid dan koloid pada anak dengue haemorrhagic fever dengan masalah

hipovolemia

2. Untuk institusi pendidikan.

78
Dapat dijadikan sebagai referensi di perpustakaan untuk pengembangan bidang

penelitian terkait mata kuliah gawat darurat anak dan lebih di tingkatkan lagi

penerapan intervensi kolaboratif pemberian cairan kristaloid dan koloid pada

anak Dengue Haemorrhagic Fever dengan masalah hipovolemia

DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Bella, S. T. N., & Nurhayati, S. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Demam Berdarah Dengue. Buletin Kesehatan: Publikasi Ilmiah Bidang
kesehatan, 3(1), 82-93

Erdin. 2018. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Hafni, H. (2019). Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dengan


kejadian penyakit demam berdarah dengue (dbd) di wilayah kerja uptd
puskesmas meuraxa kota banda aceh.
Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Kemenkes. (2016). Menkes: Dibanding fogging, psn 3m plus lebih utama cegah
DBD.Diaksesmelaluiwebsitehttps://www.kemkes.go.id/article/view/1602150
0003/menkes-dibandingfogging-psn-3m-plus-lebih-utama-cegah-dbd.html
pada tanggal 23 April 2022 pukul 20:10
Kemenkes. (2020). Data kasus terbaru dbd di indonesia. Diakses melalui website
https://www.kemkes.go.id/article/view/20120300001/data-kasus-terbarudbd-
di-indonesia.html pada tanggal 3 April 2021 pukul 20:00
Mahmud, R. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Demam Berdarah Dengue
dalam Pemenuhan Kebutuhan Termoregulasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 9(2), 1023-1028

Munawwarah, B. A. A., Perwitasari, D. A., & Kurniawan, N. U. (2019).


Efektivitas Cairan Kristaloid dan Koloid Pasien Demam Berdarah Anak di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul. Jurnal Farmasi Dan Ilmu

79
Kefarmasian Indonesia, 5(1), 20. https://doi.org/10.20473/jfiki.v5i12018.20-
29
Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Nasriyah, C. (2021). Efektivitas Cairan Kristaloid Dengan Cairan Koloid Pada


Dengue Hemorrhage Fever Effectiveness Of Crystaloid Liquid With Coloid
Liquid On Dengue Hemorrhage Fever. 3, 16–18.
Pandey, Shweta. (2020). Dengue Fever and shock syndrom fluid management in
children : A Double Edged Sword. Journal of Undergraduate Medical
Research, Issue 1 vol (2).

Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.”


15(5)
Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Setiawan, B., Chen, K., & Pohan, H. T. (2009). Diagnosis dan terapi cairan pada
demam berdarah dengue. Jurnal Medicinus, 22(1).

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.


SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Tarwoto dan Wartonah.,2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan . Edisi :4 .Jakarta
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.
WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic
Fever.
Widyorini, Prasti, Kintan Arifa Shafrin, Nur Endah Wahyuningsih, and Retno
Murwani. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) Incidence Is Related
to Air Temperature , Rainfall and Humidity of the Climate in Semarang City
, Central Java , Indonesia.” (July 2018): 8–13
World Health Organization. (2021). Dengue and severe dengue. Diakses melalui
link https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-
severedengue pada tanggal 17 April 2022 pukul 18:10

80

Anda mungkin juga menyukai