Anda di halaman 1dari 9

.

FILSAFAT AKHLAK

PEMBAHASAN

PENYAKIT AKHLAK DAN PENCEGAHAN

Oleh:

ROHIM ALI SABIRIN

NIM: 2015010014

FIKI SAPUTRA

2015010016

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

TAHUN 1444 H/ 2023 M


A. PENDAHULUAN

Persoalan akhlak dan pembentukan pribadi adalah satu tajuk yang ditangani oleh
manusia sejak bermula tamadun di kalangan umat manusia. Menurut Ibnu Khaldun (1995),
turun naiknya sesebuah negara dan tamadun, banyak bergantung kepada sejauhmana umat
itu berpegang kepada nilai-nilai yang tinggi. Pandangan ini disokong oleh seorang penyair
Arab bernama Ahmad Shauqi yang berkata:

“ Sesungguhnya sesebuah masyarakat itu akan ada selagi ada akhlaknya. Sekiranya
akhlaknya tiada, masyarakat akan lenyap.”

Kemuliaan sesuatu umat bukan hanya bergantung kepada ilmu yang tinggi tetapi
juga kemurnian akhlak yang dimiliki. Manusia tidak akan sempurna tanpa mempunyai nilai
akhlak yang tinggi. Untuk menentukan nilai-nilai akhlak yang harus dipunyai oleh seorang
muslim, Islam menjadikan Al-Quran dan Hadis sebagai sumber rujukan utama. Melalui
petunjuk Al-Quran dan Hadis, Islam memberi panduan yang sempurna kepada manusia
untuk memantap dan menyinarkan fitrah semulajadinya, di samping membebaskan dirinya
dari bisikan syaitan.1

Karena itu diperlukan pendidikan akhlak dari masa kanak-kanak supaya tidak
terjadi sebuah penyimpangan atau dikatkan penyakit akhlak. Perilaku menyimpang atau
deviant behavior merupakan bagian dari masalah sosial yang terjadi tatkala individu
maupun kelompok di dalam masyarakat melakukan tindakan (berekspresi) yang
bertentangan dengan norma-norma yang telah melembaga di tengah masyarakat, baik
secara sadar maupun tidak disadari oleh pelakunya. Perilaku menyimpang juga dapat
dipahami sebagai juvenile delinquency yakni berupa segala tingkah laku, perbuatan,
maupun tindakan asusila yang melanggar nilai-nilai moral, agama, serta ketentuan-
ketentuan hukum di dalam masyarakat, sehingga merugikan orang lain dan diri sendiri.
Perilaku menyimpang berpotensi menjadi masalah bagi tegaknya sistem sosial, bahkan
dalam intensitas tertentu mampu merubah paradigma dan norma-norma yang berlaku.2

Sehingga diperlukan diagnosa untuk melakukan pencegahan supaya tidak berlanjut


secara terus menerus, serta pengkajian ini sangat menarik diteliti lebih lanjut supaya
terjambarkan secara jelas apa saja yang dimaksud dengan penyakit akhlak dan diagnosa
supaya mendapatkan obat dari penyakit akhlak tersebut. Pemakalah masih ingin ada

1
Siti Norlina Muhammad, Pemupukan Akhlak Muslim Menurut Pandangan ibnu miskawayh, Dalam Jurnal
Centre For Islamic Thought and Understending, (Selangor UITM Shah Alam), h. 2
2
Siti Nurbaya, Penyimpangan Sosial pedifilia: Upaya Pencegahan dan Penanggulangan, (Yogyakarta , Bintang
Pustaka Madani 2021), h. 2
peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih mendalam, karena makalah ini masih jauh dari
kata sempurna

B. PEMBAHASAN
a. Penyakit Akhlak dan Pencegahan

Seperti yang dijelaskan dalam pendahuluan di atas penyakit akhlak adalah sebuah
penyimpangan yang terjadi dikalangan sosial masyarakat. Menurut pendapat Santrock dan
Sarwono telah merangkum beberapa pendapat ahli-ahli ilmu sosial dalam mendefinisikan
perilaku menyimpang, antara lain:

1. James Vander Zanden


Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dinilai oleh mayoritas orang
(publik) sebagai hal yang tercelah dan telah berada diluar batas toleransi.
2. Robert M.Z. Lawang
Perilaku menyimpang merupakan semua tindakan yang menyimpang dari norma
yang berlaku di dalam sistem sosial serta menimbulkan usaha dari dari pihak
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaikinya.
3. Bruce J. Cohen
Perilaku menyimpang merupakan setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan
diri (social maladaptive) dengan kehendak atau kelompok tertentu di dalam
masyarakat.
4. Paul B. Horton
Perilaku menyimpang merupakan setiap perilaku yang dinyatakan sebagai
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok (masyarakat).
5. M. Gold dan J. Petronio
Perilaku menyimpang adalah tindakan oleh seseorang yang sengaja melanggar
norma-norma dan yang diketahui oleh dirinya sendiri bahwa jika perbuatannya
berpotensi dikenai hukuman.3

Dari pendapat parah ahli di atas dapat disimpulkan perilaku menyimpang bisa
dikatakan sebagai tingkah-laku atau perbuatan manusia yang bermasalah atau dikatakan
manusia yang sedang dijangkit oleh penyakit akhlak. penyakit yang sedang terjangkit baik

3
Siti Nurbaya, Penyimpangan Sosial pedifilia..h. 3
per-orangan maupun sekelompok masyarakat dapat merugikan diri sendiri dan juga semua
orang yang ada disekitar wilayah tersebut apa bila tidak diobati secepatnya.

Perilaku menyimpang telah menjadi studi yang menarik bagi para ahli ilmu-
ilmu sosial. Menurut Henslin, terdapat lima teori yang menjelaskan bagaimana perilaku
menyimpang dapat terjadi di tengah masyarakat, yakni teori differential association, teori
pelabelan (labeling), teori struktur sosial, teori fungsional, serta teori konflik.

1. Teori Differential Association


Menurut teori ini, perilaku menyimpang merupakan implikasi dari pola pergaulan
yang berbeda. Perilaku menyimpang terjadi melalui proses-proses alih budaya
(cultural transformation), di mana seseorang telah dan sedang mempelajari suatu
budaya menyimpang, seperti perilaku homoseksual, hubungan seks pranikah, dan
penyalahgunaan narkoba. Hal ini biasanya dapat terjadi pada setiap manusia dan
tanpa memandang beragam latar belakang sosialnya, baik itu pendidikan, keturunan,
agama/kepercayaan, maupun budaya asalnya.
2. Teori Pelabelan (Labeling)
Menurut teori ini, individu maupun kelompok melakukan perilaku menyimpang
akibat proses labeling. Label merupakan atribut yang melekat dengan individu
ataupun kelompok yang dapat berupa julukan, cap, etiket, dan merek yang diberikan
oleh masyarakat, sehingga atribut tersebut mengalami internalisasi dan menjadi
dalih untuk melakukan perilaku menyimpang.
3. Teori Struktur Sosial
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Merton. Menurutnya, perilaku menyimpang
berasal dari struktur sosial yang berpotensi menghasilkan perilaku konformis, di
mana perilaku menyimpang merupakan bentuk adaptasi terhadap situasi tertentu.
4. Teori Fungsional
Emile Durkheim berpendapat bahwa kesadaran moral semua anggota masyarakat
tidak mungkin terjadi, karena setiap individu itu unik dan memiliki perbedaan
karakter akibat faktor keturunan, lingkungan fisik, maupun lingkungan sosialnya.
Hal ini memberikan sebuah konsekuensi bagi sistem sosial, karena perilaku
menyimpang dapat dipastikan akan selalu ada dan merupakan keperluan yang nyata
bagi tatanan sosial agar moralitas, norma, dan hukum berkembang terus secara
formal.
5. Teori Konflik
Teori ini dicetuskan oleh Karl Marx yang dilatarbelakangi oleh stereotipnya
terhadap kapitalisme yang berkembang pesat di Barat pasca revolusi industri.
Menurut teori ini, perilaku menyimpang hanya muncul dalam pandangan kelas yang
berkuasa (borjuis) untuk melindungi kepentingan dan modal mereka. Marx
menyatakan bahwa perilaku menyimpang dapat berkembang dan berkembang
sebagai tindak pidana tatkala dilakukan oleh golongan-golongan lemah (proletar).4

Menurut Aristoteles, penyakit etika atau moralitas yang salah dapat terjadi ketika
seseorang menyimpang dari tengah-tengah yang tepat dalam berbagai karakter dan
tindakan. Aristoteles mengemukakan konsep kebajikan atau "virtue," yang terdiri dari
kebajikan intelektual dan kebajikan moral. Kebajikan moral, yang berkaitan dengan
perilaku dan tindakan, merupakan fokus utama Aristoteles dalam mengeksplorasi penyakit
etika.Aristoteles mengatakan bahwa terdapat dua ekstrem dalam setiap kebajikan moral,
dan tengah-tengah antara keduanya adalah jalan yang benar. Misalnya, kebajikan
keberanian berada di antara kebajikan keberanian berlebihan (temerity) dan kekurangan
keberanian (pusillanimity). Dia juga mengidentifikasi berbagai kebajikan moral lainnya,
seperti kedermawanan, keadilan, kesopanan, dan ramah tamah, dan mengaitkannya dengan
tengah-tengah yang baik dalam tindakan dan karakter.

Dalam pandangan Aristoteles, penyakit etika muncul ketika seseorang menyimpang


dari tengah-tengah yang baik dan menjauh ke arah ekstrem yang salah. Misalnya, kebajikan
keberanian berlebihan menjadi keberanian yang nekat atau ceroboh, sementara kekurangan
keberanian menjadi ketakutan atau kelemahan. Pemahaman Aristoteles tentang moralitas
dan penyakit etika menekankan pentingnya menemukan keseimbangan yang tepat dalam
tindakan dan karakter seseorang. Dalam mencapai eudaimonia, seseorang diharapkan untuk
mengembangkan kebajikan moral dan menjauhi penyakit etika dengan berpegang pada
tengah-tengah yang tepat dalam berbagai aspek kehidupan.

Dalam konteks akhlak Islam, terdapat berbagai penyakit akhlak yang sering dibahas
dalam literatur keislaman. Beberapa contoh umum penyakit akhlak yang sering
diidentifikasi meliputi kebohongan, iri hati, dengki, kebencian, tamak, kesombongan, dan
lain sebagainya. Pencegahan penyakit akhlak ini biasanya melibatkan upaya untuk
meningkatkan kesadaran diri dan pengembangan kebajikan (akhlak) yang baik. Beberapa
langkah yang mungkin direkomendasikan dalam pencegahan penyakit akhlak meliputi:

1. Peningkatan kesadaran diri, Menyadari penyakit akhlak yang ada dan mengenali
tanda-tanda perilaku yang tidak baik.
2. Pendidikan moral, Membangun pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip moral
dalam Islam dan menjalankan tindakan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

4
Siti Nurbaya, Penyimpangan Sosial pedifilia..h. 4-5
3. Pengendalian diri, Mempelajari cara mengendalikan emosi negatif dan mengatasi
godaan yang dapat memicu perilaku tidak baik.
4. Bimbingan dan nasihat: Mengambil bimbingan dari orang-orang yang
berpengalaman dan bijaksana untuk memperbaiki akhlak dan perilaku.
5. Refleksi dan introspeksi, Melakukan evaluasi diri secara berkala untuk
mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan dalam akhlak serta berusaha untuk
memperbaikinya.
6. Kehidupan berjemaah, Melibatkan diri dalam masyarakat yang mendukung dan
mendorong nilai-nilai akhlak yang baik, seperti melalui kelompok studi, pengajian,
atau lingkungan yang mempromosikan kebajikan.

Banyak penyebabkan terjadinya penyakit di dalam masyarakat, pemakalah


memaparkan tiga faktor utama dalam pencegahanya:

1. Faktor keluarga
Keluarga merupakan cermin utama bagi seorang anak. Faktor keluarga meliputi
bagaimana orang tua dalam mendidik seorang anak, perhatian orang tua terhadap
anak,interaksi orang tua dengan anak, keadaan ekonomi keluarga, serta
kepedulianmorang uan kepada anak.disini, orang tua sangat memeliki peran penting
dalam mendidik seorang anak untuk menjadikan anak tumbuh dengan baik dan
tidak terjerumus dalm penyakit masyarakat.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan menjadi faktor kedua yang jadi munculnya penyakit-penyakit
dimasyarakat. Misalnya, seseorang berada dilingkunan yang tidak baik,seperti
lingkunag pemabuk, pemain judi, dan senang berkelahi, cepat atau lambat akan
terjerumus kedalam kumpulan orang-orang tersebut. Norma yang tidak ditegakkan
didlam masyarakat juga ikut menyumbang munculnya penyakit-penyakit sosial.
3. Faktor Pendidikan
Pendidikan menjadi modal utama seseorang untuk menjalankan hidupnya lebih
baik, baik itu pendidikan formal maupun nonformal. Dengan pendidikan, seseorang
bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mengetahui mana yang
harus dilakukan dan mana yang tidak perlu dilakukan sehngga tidak terjerumus
kepada permasalahan penyakit-penyakit masyarakat.5

5
Paisol Burlin,Patologi Sosial, (Jakarta PT Bumi Aksara 2016), h. 17-18
b. Pandangan Penulis

Dari semua teori yang dipaparkan di atas tentang panyimpangan sosial secara
fundamental memiliki perbedaan yang mendasar dengan penyakit akhlak, Penyimpangan
sosial berkaitan dengan ketidak mampuan seseorang dalam beradaptasi terhadap
lingkungan sedangkan penyakit akhlak berkaitan dengan yang bersifat abnormal terhadap
nilai-nilai etik atau moral yang berlaku dimasyarakat. Namun, secara umum penyimpangan
sosial dengan penyakit akhlak bisa dikatakan sama pada bidang yang bersifat non-positif
yang mana memiliki dampak yang bersifat personal dan juga bersifat non-pesonal. Dalam
menentukan obat dari penyakit akhlak pemakalah mengunakan pendekatan patologi, yaitu
ilmu yang mendiagnosa penyakit yang terjadi di lingkungan masyarakat guna untuk
menetukan pencegahan supaya tidak terjadi lagi. Menurut Aristoteles untuk pencegahan
penyakit akhlak adalah konsep keseimbangan atau posisi tengah-tengah seperti ekstrim kiri-
ekstrim kanan. Seharusnya kita harus bijak menempatkan diri diantara kedua posisi tersebut
atau ditengah-tengah kedua posisitersebut.

Menurut Ibnu Miskaway Peningkatan kesadaran diri, Menyadari penyakit akhlak


yang ada dan mengenali tanda-tanda perilaku yang tidak baik. Pendidikan moral,
Membangun pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip moral dalam Islam dan
menjalankan tindakan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Pengendalian diri,
Mempelajari cara mengendalikan emosi negatif dan mengatasi godaan yang dapat memicu
perilaku tidak baik. Bimbingan dan nasihat: Mengambil bimbingan dari orang-orang yang
berpengalaman dan bijaksana untuk memperbaiki akhlak dan perilaku. Refleksi dan
introspeksi, Melakukan evaluasi diri secara berkala untuk mengidentifikasi kelemahan dan
kekurangan dalam akhlak serta berusaha untuk memperbaikinya. Kehidupan berjemaah,
Melibatkan diri dalam masyarakat yang mendukung dan mendorong nilai-nilai akhlak yang
baik, seperti melalui kelompok studi, pengajian, atau lingkungan yang mempromosikan
kebajikan.

C. PENUTUP
a. Kesimpulan

Dalam pandangan Aristoteles, penyakit etika muncul ketika seseorang menyimpang


dari tengah-tengah yang baik dan menjauh ke arah ekstrem yang salah. Misalnya, kebajikan
keberanian berlebihan menjadi keberanian yang nekat atau ceroboh, sementara kekurangan
keberanian menjadi ketakutan atau kelemahan. Pemahaman Aristoteles tentang moralitas
dan penyakit etika menekankan pentingnya menemukan keseimbangan yang tepat dalam
tindakan dan karakter seseorang. Dalam mencapai eudaimonia, seseorang diharapkan untuk
mengembangkan kebajikan moral dan menjauhi penyakit etika dengan berpegang pada
tengah-tengah yang tepat dalam berbagai aspek kehidupan.

Dalam konteks akhlak Islam, terdapat berbagai penyakit akhlak yang sering dibahas
dalam literatur keislaman. Beberapa contoh umum penyakit akhlak yang sering
diidentifikasi meliputi kebohongan, iri hati, dengki, kebencian, tamak, kesombongan, dan
lain sebagainya. Pencegahan penyakit akhlak ini biasanya melibatkan upaya untuk
meningkatkan kesadaran diri dan pengembangan kebajikan (akhlak) yang baik. Beberapa
langkah yang mungkin direkomendasikan dalam pencegahan penyakit akhlak menurut Ibnu
Miskaway Peningkatan kesadaran diri, Menyadari penyakit akhlak yang ada dan mengenali
tanda-tanda perilaku yang tidak baik.

Pendidikan moral, Membangun pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip moral


dalam Islam dan menjalankan tindakan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Pengendalian diri, Mempelajari cara mengendalikan emosi negatif dan mengatasi godaan
yang dapat memicu perilaku tidak baik. Bimbingan dan nasihat: Mengambil bimbingan dari
orang-orang yang berpengalaman dan bijaksana untuk memperbaiki akhlak dan perilaku.
Refleksi dan introspeksi, Melakukan evaluasi diri secara berkala untuk mengidentifikasi
kelemahan dan kekurangan dalam akhlak serta berusaha untuk memperbaikinya.
Kehidupan berjemaah, Melibatkan diri dalam masyarakat yang mendukung dan mendorong
nilai-nilai akhlak yang baik, seperti melalui kelompok studi, pengajian, atau lingkungan
yang mempromosikan kebajikan.
b. Referensi

Paisol Burlin,Patologi Sosial, (Jakarta PT Bumi Aksara 2016)

Siti Norlina Muhammad, Pemupukan Akhlak Muslim Menurut Pandangan ibnu


miskawayh, Dalam Jurnal Centre For Islamic Thought and Understending, (Selangor
UITM Shah Alam),

Siti Nurbaya, Penyimpangan Sosial pedifilia: Upaya Pencegahan dan Penanggulangan,


(Yogyakarta , Bintang Pustaka Madani 2021)

Anda mungkin juga menyukai