Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KEGIATAN PKL TERPADU

MAHASISWA POLTEKKES BANTEN DI DESA GIRIMUKTI


KECAMATAN CIMARGA KABUPATEN LEBAK TAHUN 2023

Disusun oleh :
Kelompok Desa Girimukti

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN TAHUN 2023


Jalan Syekh Nawawi Al-Bantani No. 12 Banjar Agung, Cipocok Jaya-
Kota Serang 42122

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan PKL- Terpadu Kelompok Desa Girimukti telah di periksa dan


disetujui oleh dosen pembimbing Praktek Lapangan Terpadu Mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten Tahun 2023.
Nama
No Dosen pembimbing Tanda Tangan
Desa/Kelurahan

Kadar Kuswandi, SKM, M.Kes


1. Girimukti 1.
NIP.

Ani Fadmawaty, S. Kep, Ners, MKM


2. Girimukti 2.
NIP. 198101092006042002

Mengetahui
Wakil Direktur I
Bidang Akademik

Purbianto, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB


NIP. 1970003181993031001

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan praktik kerja
lapangan terpadu mahasiswa Poltekkes Kemenkes Banten di Desa
Girimukti Kecamatan Girimukti Kabupaten Serang. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Laporan kegiatan praktik kerja lapangan terpadu mahasiswa Poltekkes
Kemenkes Banten di Desa Girimukti Kecamatan Girimukti Kabupaten
serang ini dapat terwujud berkat bimbingan, bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada:
1) Prof. Dr. Khayan, SKM, M. Kes selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Banten.
2) dr. Citra Trisna, MARS selaku Ketua Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Politeknik Kemenkes Kesehatan Banten.
3) Yayah Rokayah, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kemenkes Kesehatan Banten.
4) Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kemenkes Kesehatan Banten.
5) Kadar Kuswandi, SKM, M.Kes selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran,
serta dukungan untuk terselesaikannya Laporan Praktek Kerja
Lapangan Terpadu.
6) Ani Fadmawaty, S. Kep, Ners, MKM selaku pembimbing II yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan
saran, serta dukungan untuk terselesaikannya Laporan Praktek
Kerja Lapangan Terpadu.
7) Seluruh Dosen, Instruktur dan Staff Politeknik Kesehatan Banten
terima kasih untuk segala bimbingan, bantuan, serta dukungannya.
8) Bapak RT, RW, kader, tokoh masyarakat dan aparat desa Girimukti
lainnya yang telah banyak membantu dalam menyukseskan
Praktek kerja lapangan terpadu.

Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan praktik kerja lapangan terpadu


ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Penulis berharap semoga laporan kegiatan
praktik kerja lapangan terpadu mahasiswa Poltekkes Kemenkes Banten di
Desa Girimukti Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Lebak, Mei 2023


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur


penting dalam, meningkatkan kesejahteraan umum yang harus di
wujudkan untuk mencapai pembangunan nasional tersebut,
pembangunan di bidang kesehatan diarahkan untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh rakyat Indonesia.
Interprofesional Education (IPE) atau pendidikan antar profesi
merupakan salah satu konsep pendidikan yang dicetuskan oleh
WHO sebagai pendidikan yang terintegrasi untuk peningkatan
kemampuan kolaborasi. Guna mencapai hal tersebut, dibutuhkan
pengembangan kompetensi antar profesi secara terus menerus
bagi mahasiswa kesehatan. Salah satu bentuk pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan
kolaborasi antar profesi dengan focus comunity based, adalah
melalui pembelajaran Praktik Kerja Lapangan Terpadu (PKL-
Terpadu).
Menurut IAKMI, 2012 Kesehatan masyarakat adalah ilmu
yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup,
dan meningkatkan kesehatan, melalui usah-usaha
pengorganisasian masyarakat. Salah satunya pengorganisasian
pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnose dini
dan pengobatan.
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Untuk
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal
yang dapat dilakukan salah satu diantaranya dengan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Permasalahan yang muncul di masyarakat seringkali
membutuhkan perhatian, pemikiran dan intervensi dari berbagai
disiplin ilmu, oleh karenanya keterpaduan dari berbgai disiplin ilmu
dalam membangun dan memberdayakan masyarakat sangat
dibutuhkan. Menyadari realitas permasalahan yang ada di
masyarakat tersebut, maka saat ini telah dikembangkan
pendekatan proses pembelajaran di bidang pendidikan kesehatan
yang dikenal dengan pendekatan “Interprofesional“. Melalui
pendekatan ini mahasiswa diberi pengalaman belajar untuk
mempelajari satu permasalahan, dianalisis dan diintervensi oleh
berbagai disiplin ilmu.
PKL Terpadu di masyarakat yang dilakukan mahasiswa
memberikan pengalaman pembelajaran bagi mahasiswa untuk
menerapkan berbagai ilmu yang telah dipelajarinya, sekaligus
sebagai bagian dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat,
oleh karena itu PKL Terpadu perlu dipersiapkan bukan saja
sebagai bagian proses pembelajaran tetapi juga bisa memberi
manfaat yang besar bagi masyarakat. Mahasiswa dan dosen
pembimbing lapangan dapat menunjukan keilmuwannya, untuk
membantu masyarakat dalam meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan hidupnya. Kegiatan PKL Terpadu ini juga merupakan
salah satu kegiatan penunjang Pusat Unggulan Ipteks Poltekkes
Kemenkes Banten dengan tema. Pencegahan dan penanganan
Penyakit Tidak Menular (PTM) berbasis keluarga dengan
pendekatan IPE-C. Melalui kegiatan ini maka Mahasiswa
mendapatkan pengalaman nyata untuk menangani berbagai
permasalahan kesehatan berbasis keluarga bersama sama dengan
profesi lainnya di masyarakat.
Sejalan dengan harapan tersebut, maka Poltekkes
Kemenkes Banten sebagai lembaga Pendidikan Tinggi bidang
kesehatan memiliki tanggung jawab untuk membekali mahasiswa
dalam melakukan praktek kerja lapangan sekaligus sebagai
wahana bagi para dosen di lingkungan Poltekkes Kemenkes
Banten untuk membantu masyarakat, sesuai dengan bidang ilmu
yang dimilikinya. PKL Terpadu memberi ruang kepada mahasiswa
mengenali dan memahami persoalan kesehatan yang dihadapi
masyarakat, sekaligus belajar untuk menyelesaikannya.
Setelah dilakukan Survey Mawas Diri didapatkan 5 prioritas
masalah di Desa Girimukti yaitu Penyakit Tidak Menular (hipertensi,
asam lambung, dan nyeri sendi) , Stunting, Kesehatan Lingkungan
mengenai pengelolaan sampah, Penyediaan Posbindu dan
Kepemilikan JKN. Sebagai bentuk intervensi untuk menangani
masalah yang dihadapi masyarakat tersebut, dapat dilakukan
secara “terpadu” oleh tim yang melibatkan berbagai disiplin ilmu
dari tiga jurusan, yaitu keperawatan, kebidanan dan teknologi
laboratorium medis, memiliki kesempatan untuk membelajarkan
mahasiswa melalui kegiatan praktik kerja lapangan secara terpadu,
agar mahasiswa memiliki pengalaman bekerja secara tim di
tengah-tengah masyarakat, dengan tetap melakukan praktik
penerapan keilmuan sesuai dengan bidang ilmu yang dipelajarinya.
Adapun kendala saat pendataan di desa Girimukti yaitu
waktu yang singkat, rumah yang tidak ditempati atau rumah
kosong, pemilik rumah sedang keluar dan masyarakat yang
menolak untuk didata sehingga tidak seluruhnya terdata.
Data yang didapatkan sebanyak 681 KK dari 1.129 KK (60,3%) di
desa Girimukti.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Banten mampu menerapkan
pendekatan Interprofesional Education (IPE) dan
Interprofesional Colaboration (IPC) dalam kegiatan Praktik Kerja
Lapangan Terpadu di masyarakat guna mendukung
terwujudnya Pembangunan Indonesia Sehat melalui
Pendekatan Keluarga dan Gerakan Masyarakat untuk Hidup
Sehat.
b. Tujuan Khusus
1) Menurunkan dan mencegah hipertensi melalui penyuluhan
kesehatan
2) Memberikan edukasi tentang penanganan asam lambung
3) Memberikan pengetahuan mengenai gizi kurang melalui
penyuluhan
4) Mengurangi pencemaran lingkungan melalui edukasi
pengolahan sampah
5) Memberikan edukasi terkait kepemilikan JKN

C. Sistematika Laporan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan laporan Praktik
Kerja Lapangan Terpadu, antara lain : Lembar pengesahan, kata
pengantar, daftar isi, daftar tabel, Bab 1 Pendahuluan ; Latar
Belakang, tujuan, sistematika laporan, Bab 2 tinjauan pustaka ;
hipertensi, asam lambung, nyeri sendi, stunting, pengolahan
sampah, ketersediaan posbindu dan kepemilikan JKN Bab 3
Tahapan dan hasil kegiatan PKL terpadu, pembukaan, pertemuan
desa dan orientasi wilayah, pengumpulan data, kegiatan pra MMD
dan MMD, Pelaksanaan dan hasil kegiatan, Bab 4 Pembahasan.
Bab 5 Penutup; Kesimpulan dan saran. Daftar pustaka, Lampiran-
lampiran, surat undangan, daftar hadir kegiatan pra MMD dan
MMD, susunan acara, daftar hadir kegiatan MCU dan penyuluhan,
satuan acara penyuluhan, materi penyuluhan, leaflet, foto kegiatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan Kesehatan Komunitas

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan Komunitas

Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan


manusia, mulai dari tingkat individu sampai dengan tingkat
ekosistem, serta perbikan fungsi setiap unit dalam system hayati
tubuh manusia, mulai dari tingkat sub sampai dengan tingkat
system tubuh. Komunitas adalah sekelompok manusia yang
saling berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia
lain yang berada di luarnya serta saling tergantung untuk
memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting untuk
menunjang kehidupan sehari-hari.

Pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara


langsung berupaya untuk menghasilkan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan atau yang dituntut oleh masyarakat untuk
mengatasi kesehatannya (Wulandari, Ahmad, & Saptaputra,
2016).
2. Tujuan Pelayanan Kesehatan Komunitas

a. Tujuan umum

Meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan


masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara
kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
secara mandiri.
b. Tujuan khusus

1) Dipahaminya pengertian sehat dan sakit oleh


masyarakat

2) Meningkatnya kemampuan individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat untuk melaksanakan
upaya kesehatan dasar dalam rangka mengatasi
masalah kesehatan

3) Tertanganinya kelompok keluarga rawan yang


memerlukan pembinaandan asuhan kesehatan.

4) Tertanganinya kelompok masyarakat khusus/rawan


yang memerlukan pembinaan dan asuhan kesehatan
di rumah, di panti dan di masyarakat. Tertanganinya
kasus-kasus yang memerlukan penanganan tindak
lanjut dan asuhan kesehatan di rumah.

5) Terlayaninya kasus-kasus tertentu yang termasuk


kelompok resiko tinggi yang memerlukan penanganan
kesehatan dirumah dan di puskesmas.

6) Teratasi dan terkendalinya keadaan lingkungan fisik


dan sosial untuk menuju keadaan sehat yang optimal.

3. Sasaran Pelayanan Kesehatan Komunitas

a. Tingkat individu

Tenaga kesehatan memberikan asuhan kesehatan kepada


individu yang mempunyai masalah kesehatan tertentu (misalnya
TBC,ibu hamil, dll) yang dijumpai di poliklinik, puskesmas
dengan sasaran dan pusat perhatian pada masalah dan
pemecahan masalah kesehatan individu.
b. Tingkat keluarga

Sasaran kegiatan adalah keluarga dimana anggota keluarga


yang mempunyai masalah kesehatan diberikan asuhan sebagai
bagian dari keluarga dengan mengukur sejauh mana
terpenuhinya tugas kesehatan keluarga, yaitu mengenal
masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah kesehatan, memberikan asuhan kepada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan yang sehat, dan
memanfaatkan sumber daya dalam masyarakat untuk
meningkatkan kesehatan keluarga. Prioritas pelayanan
kesehatan masyarakat difokuskan keluarga rawan seperti
berikut :
1) Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan,
seperti ibu hamil yang belum ANC, ibu nifas yang
pertolongan persalinannya di tolong oleh dukun, penyakit
kronis menular yang tidak bisa di intervensi oleh program,
penyakit endemis, dan penyakit kronis tidak menular atau
keluarga dengan kecacatan tertentu (mental dan fisik).
2) Keluarga dengan resiko tinggi, yaitu keluarga dengan ibu
hamil yang memiliki masalah gizi seperti anemia gizi berat
(Hb kurang dari 8 pun Kurang Energi Kronis (KEK), keluarga
dengan ibu hamil resio tinggi, seperti perdarahan, infeksi,
hipertensi , keluarga dengan balita dengan BGM, keluaraga
dengan neonataus BBLR, keluarga dengan usia lanjut
jompo, dan atau keluarga degan kasus percobaaan bunuh
diri.
3) Keluarga dengan tindak lanjut pelayanan kesehatan

a) Drop out tertentu, seperti ibu hamil, bayi, balita dengan


keterlambatan tumbuh kembang, dan penyakit kronis
atau endemis.
b) Kasus pasca pelayanan kesehatan, seperti kasus pasca
pelayanan kesehatan yang dirujuk dari institusi
pelayanan kesehatan dan kasus katarak yang di oprasi
di puskesmas atau persalinan dengan tindakan.
c. Tingkat komunitas
Pelayanan asuhan kesehatan berorientasi pada individu, keluarga
dilihat sebagai suatu kesatuan dalam komunitas. Asuhan ini diberikan
untuk kelompok beresiko atau untuk masyarakat wilayah binaan
dengan memandang komunitas sebagai klien, individu, keuaraga,
kelompok, dan masyarakat baik yang sehat atau sakit dan yang
mempunyai masalah kesehatan karena ketidaktahuan, ketidakmauan,
serta ketidakmampuan
1) Pembinaaan kelompok khusus, yaitu pembinaan yang
dilakukan terhadap kelompok yang rawan dan rentan terhadap
masalah kesehatan seperti berikut.
a) Terikat dalam institusi, misalnya panti, rutan atau lapas,
pondok pesantren, dan lokalisasi/WTS
b) Tidak terikat dalam institusi, misalnya karang werdha,
karang balita, KPKIA, kelompok pekerja informal,
perkumpulan penyandang penyakit tertentu (jantung,
asma, DM, dll), dan kelompok kerja.
2) Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah, seperti berikut :

a) Masyarakat di daerah endemis suatu penyakit, misalnya


endemis malaria, flariasis, DHF, dan diare.

b) Masyarakat di daerah dengan keadaan lingkungan


kehidupan buruk, misalnya daerah kumuh di kota besar.

c) Masyarakat di daerah yang mempunyai masalah yang


menonjol dibanding dengan daerah lain misalnya dengan
daerah AKB tinggi.

d) Masyarakat di daerah yang mempunyai masalah


kesenjangan pelayanan kesehatan lebih tinggi dari daerah
sekitar, misalnya cakupan ANC rendah dan imunisasi
rendah

e) Masyarakat di daerah pemukiman baru, yang diperkirakan


akan mengalami hambatan dalam melaksanakan adaptasi
kehidupannya, seperti daerah transmigrasi dan pemukiman
masyarakat terasing.

4. Ruang Lingkup Kesehatan Komunitas


Kesehatan komunitas mencangkup berbagai bentuk upaya
pelayanan kesehatan, baik upaya promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif, maupun resosialitatif.

Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan melakukan
kegiatan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan
kesehatan perorangan, pemelihraan kesehatan lingkungan,
olahraga teratur, rekreasi, dan pendidikan seks.

Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan


gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat melalui kegiatan imunisasi, pemeriksaan kesehatan
berkala melalui Posyandu, Puskesmas, dan kunjungan rumah,
pemberian vitamin A, Iodium, ataupun pemeriksaan dan
pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui.

Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga


yang sakit atau masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan
orang sakit di rumah, perawatan orang sakit sebgai tindak lanjut
dari Puskesmas atau rumah sakit, perawatan ibu hamil dengan
kondisi patologis, perawatan buah dada, ataupun perawatan tali
pusat bayi baru lahir.

Upaya rehabilitatif atau pemulihan terhadap pasien yang


dirawat di rumah atau kelompok-kelompok yang menderita
penyakit tertentu, seperti TBC, kusta, dan cacat fisik lainnya
melalui kegiatan latihan fisik pada penderita kusta, patah tulang,
kegiatan fisioterapi pada penderita stroke, batuk efektif pada
penderita TBC, dan lain-lain.

Upaya resosialitatif adalah upaya untuk mengembalikan


penderita ke masyarakat yang karena penyakitnya dikucilkan oleh
masyarakat seperti penderita AIDS, kusta, dan wanita tuna susila.
a. Tingkat pertama/primary health service
Adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok yang
dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai
nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Biasa dilakukan pada masyarakat yang memiliki masalah atau
masyarakat sehat. Sifat pelayanan adalah pelayanan dasar yang
dapat dilakukan di puskesmas, balai kesehatan masyarakat, dll.
b. Tingkat dua/secondary health service.

Diperlukan bagi masyarakat atau klien yang merlukan perawatan


rumah sakit dilaksanakan di rumah sakit yang tersedia tanaga
spesialis.
c. Tingkat tiga/tertiery health service.

Merupakan tingkat yang tertinggi. Membutuhkan tenaga ahli atau


subspesialis dan sebagai rujukan.

B. Pendidikan Antar Profesi

a. Pengertian Pendidikan Antar Profesi


Pendidikan interprofesi (interprofessional education, IPE)
didefinisikan oleh Centre for the Advancement of
Interprofessional Education (CAIPE) sebagai suatu bentuk
pendidikan yang terjadi ketika dua atau lebih profesi
kesehatan belajar bersama, dari, dan mengenai satu sama
lain untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif dan
meningkatkan luaran kesehatan (Surabaya, 2020).
Pendidikan antar profesi merupakan tahap yang penting
dalam upaya mempersiapkan lulusan atau professional
kesehatan yang siap untuk bekerja secara tim dan melakukan
praktik kolaborasi dengan efektif untuk merespon atau
memecahkan masalah yang ada di masyarakat.

b. Pengertian Praktek Kolaborasi antar Profesi


Praktek Kolaborasi terjadi apabila beberapa kategori
professional atau tenaga kesehatan bekerja bersama dengan
pasien, keluarga dan masyarakat untuk memberikan
pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi. Untuk dapat
memahami konsep praktek kolaborasi atar profesi perlu
dipahami interprofesionalisme. Antar Profesionality adalah
sebuah proses dimana beberapa professional merencanakan,
melaksanakan, dan mengintegrasikan suatu jawaban atau
respon yang kohesif terhadap kebutuhan atau tuntutan klien,
keluraga dan masyarakat. Proses ini melibatkan interaksi
yang kontinyu, berupa tukar menukar informasi dan
pengetahuan yang diorganisasikan untuk memecahkan
masalah bersama melibatkan partisipasi pasien, keluarga dan
masyarakat.
Pendidikan antar profesi juga memberikan kesempatan
bagi para mahasiswa, untuk belajar secara nyata bekerja
secara tim dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
keluarga dan masyarakat. Melalui proses belajar seperti, akan
tumbuh pemahaman dan kesadaran diri mahasiswa, untuk
saling menerima, menghargai dan mambantu diantara
anggota tim dalam pelaksanaan tugas guna tercapai tujuan
pelayanan kesehatan yang dilakukan bersama.

c. Manfaat Pendidikan Antar Profesi

i. Bagi Mahasiswa

1. Belajar berkomunikasi interpofesi

2. Menghargai peran profesi kesehatan lain

3. Pengalaman bekerja- sama di dalam tim

4. Pengalaman memberikan pelayanan kesehatan dengan


multidisiplin

5. Belajar tentang peran dan fungsi yang overlapping


pada antara profesi
6. Belajar menangani overlapping tersebut
ii. Bagi Institusi Pendidikan

1. Memberi kesempatan kepada staff akademik untuk


bekerja bersama antar profesi
2. Pendidikan antar profesi dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan resources yang ada di institusi pendidikan

3. Meningkatkan kerja-sama antar prodi atau fakultas


iii. Bagi Pelayanan Kesehatan

1. Meningkatkan Kualitas pelayanan kesehatan

2. Meningkatkan Efisiensi pelayanan dengan menurunkan


duplikasi tindakan yang tidakdiperlukan dari berbagai
profesi dan duplikasi pencatatan dan pelaporan
3. Meningkatkan Keselamatan klien

4. Meningkatkan Outcome kesehatan pasien


iv. Bagi Profesi atau Tenaga Kesehatan

1. Meningkatkan:

a. Moral Profesi

b. Kecintaan profesi

c. Kemampuan problem solving dengan profesi lain

d. Kepuasan kerja

2. Menurunkan hambatan dalam berkomunikasi dengan


profesi lain

d. Prinsip-Prinsip Pendidikan Antar Profesi

Prinsip – prinsip dalam mengintegrasikan pendidikan antar


profesi dalam pendidikan kesehatan adalah :
i. Pendidikan antar profesi harus merupakan bagian integral dari
semua pendidikan tenaga kesehatan
ii. Adanya kebijakan yang mendukung pelaksanaan pendidikan
antar profesi
iii. Adanya komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademik di
Institusi pendidikan untuk terlibat dalam pendidikan antar
profesi
iv. Pendidikan antar profesi harus melibatkan lahan praktek,
sehingga pelaksanaan pendidikan antar profesi bias
dilaksanakan pada tahap praktek klinik
v. Pelibatan tim dari antar profesi harus dimulai sedini mungkin
pada tahap awal persiapan, pelaksanaan dan evaluasi
vi. Kohesifitas tim pendidikan antar profesi harus solid dan harus
mengurangi ego masing-masing profesi
vii. Kompetensi yang dirumuskan harus memperhatikan prinsip-
prinsip :

1. Berfokus pada Klien (individu, Keluarga dan masyarakat)

2. Memperhatikan proses bukan hanya pencapaian


kompetensi

3. Dapat di aplikasikan pada semua profesi

4. Merupakan kompetensi belajar sepanjang hayat

5. Menstimulasikan active learning

6. Berdasarkan prinsip pembelajaran orang dewasa


viii. Pendidikan antar profesi harus mempertimbangkan standar
pendidikan masing-masing profesi.

e. Kerjasama Tim (Kolaborasi)

Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama


untuk mencapai suatu tujuan tertentu disebut kerjasama atau
kolaborasi. Dalam melaksanakan kerjasama antar profesi
diperlukan sikap saling percaya, saling menghargai dan
menghormati profesi dan disiplin ilmu masing-masing yang saling
tergantung dan saling melengkapi satu sama lainnya. Untuk itu
diperlukan kedekatan antar individu yang akan melakukan
kerjasama tim. Kerjasama tim dalam proses kolaborasi
mempunyai ciri khas diantaranya: kerjasama, koordinasi, saling
berbagi, kompromi, rekanan, saling ketergantungan dan
kebersamaan. Bekerja dalam tim membutuhkan keterlibatan
keahlian seseorang dan dilepaskannya beberapa otonomi
professional sehingga bisa bekerja erat dengan orang lain
termasuk dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai hasil
yang lebih baik. Belajar untuk bekerja dalam tim memerlukan
kesediaan seseorang menjadi bagian kecil dari suatu system
yang kompleks, yang terorganisir untuk berbagi dalam pelayanan
bagi individu, keluarga dan masyarakat.
Belajar mengenai interprofesionalitas adalah belajar untuk
menjadi anggota tim yang baik. Perilaku kerjasama tim yang baik
diperlukan dalam berbagai situasi dimana para tenaga
kesehatan berinteraksi untuk memberikan pelayanan yang
optimal bagi klien maupun masyarakat.

f. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pendidikan Antar


Profesi

i. Faktor pendukung

1) Komitmen yang jelas dari pimpinan dan seluruh anggota


profesi di seluruh program studi
2) Kesiapan mahasiswa untuk siap dan aktip dalam mengikuti
pendidikan antar profesi
3) Adanya role model untuk kolaborasi antar profesi baik
tatanan akademik maupun lahan praktik
4) Tuntutan yang besar dari masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terintegrasi
ii. Faktor penghambat

1) Adanya ego masing-masing profesi


2) Kultur kerjasama yang kurang

3) Resisten terhadap perubahan

4) Perbedaan visi dan tujuan masing-masing profesi

5) Beban kerja dosen dan mahasiswa yang terlalu tinggi

C. Strategi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)


1. Pengertian GERMAS

Strategi gerakan mayarakat adalah suatu tindakan yang


sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.

Strategi gerakan masyarakat adalah cara untuk


menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat
masyarakat mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Program ini merupakan program terbaru dibawah kepemimpinan
presiden Joko Widodo yang dibentuk pada tanggal 15 November
2016 di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Program
GERMAS ini juga diresmikan di sembilan wilayah lainnya, yaitu:
Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Kabupaten Pandeglang (Banten),
Kota Batam (Kepulauan Riau), Kota Jambi (Jambi), Surabaya
(Jawa Timur), Madiun (Jawa Timur), Pare-pare (Sulawesi
Selatan), Kabupaten Purbalingga (Jawa Tengah), Kabupaten
Padang Pariaman (Sumatera Barat).

2. Tujuan GERMAS

a. Menumbuh kembangkan potensi masyarakat yang artinya


segala potensi masyarakat perlu dioptimalkan untuk
mendukung dan membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat.
b. Kesehatan terjaga.

c. Produktif.

d. Biaya untuk berobat berkurang.

3. Hasil yang Diharapkan Program GERMAS

Pelaksanaan Strategi Gerakan Masyarakat yang diharapkan


adalah sebagai berikut:
a. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam
peningkatan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat
hidup, martabat dan derajat kesehatannya.
b. Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan
kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan
memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk mencapai
kemajuan. Sehingga diharapkan dapat terciptanya kondisi:
1) Tumbuh kembangnya berbagai upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat serta meningkatnya kemampuan dan
kemandirian dalam PHBS
2) Adanya upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat
seperti Posyandu, Pos Obat Desa (POD)
3) Masyarakat menjadi peserta dana sehat (JPKM)

4. Sasaran GERMAS

Seluruh anggota masyarakat baik secara perorangan


kelompok maupun tokoh masyarakat yang menjadi panutan di
setiap tatanan yang ada di masyarakat.

5. Indikator Dan Kunci Keberhasilan GERMAS

a. Adanya petugas kesehatan yang mampu melakukan upaya


gerakan pemberdayaan.

b. Adanya sarana yang mendukung kegiatan gerakan


pemberdayaan kesehatan.
c. Adanya forum komunikasi yang menjadi wadah kemitraan/
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan
(PHBS).

d. Adanya kader yang mampu menjadi fasilitator kesehatan di


desa.

e. Berjalannya kegiatan posyandu

f. Adanya Pos Obat Desa

g. Adanya rancangan kegiatan pembangunan kesehatan (PHBS)


di desa hasil MMD.

h. Adanya kegiatan gerakan pemberdayaan masyarakat di bidang


kesehatan.

i. Adanya dokumentasi proses dan hasil kegiatan.

j. Adanya rencana tindak lanjut atau kegiatan yang


berkesinambungan.

k. Adanya dukungan sumber daya maupun kebijakan dari


pengambil keputusan maupun lintas sektor terkait.
6. Cara Pendekatan Gerakan Masyarakat
Cara pendekatan gerakan masyarakat terbagi dua:

a. Makro

1) Membangun komitmen di setiap jenjang

2) Membangkitkan opini masyrakat (Critical mass)

3) Menyediakan penunjuk pelaksanaan dan biaya operasional

4) Monitoring dan evaluasi serta koordinasi


b. Mikro

1) Menggali potensi yang belum disadari masyarakat. Potensi


dapat muncul dari adanya kebutuhan masyarakat (demand
creation) yang diperoleh melalui pengarahan, pemberian
masukan dialog kerja sama dan pendelegasian.
2) Membuat model-model percontohan dan prototype
pengembangan masyarakat seperti menerapkan
Pendekatan Edukatif dan Manajemen ARRIF (Analisis,
Rumusan, Rencana, Intervensi, Forum Komunikasi) Dalam
melaksanakan gerakan masyarakat perlu memperhatikan
karakteristik masyarakat setempat yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

a) Masyarakat Pembina (caring community)

Yaitu masyarakat yang peduli kesehatan misalnya : LSM


kesehatan, Organisasi Profesi yang bergerak di bidang
kesehatan.
b) Masyarakat setara (Coping Community)

Yaitu masyarakat yang karena kondisinya kurang


memadai sehingga tidak dapat memelihara
kesehatannya. Misalnya seorang ibu sadar akan
pentingnya memeriksakan kehamilan, tetapi karena
keterbatasan ekonomi dan tidak adanya transportasi
maka si ibu tidak pergi ke sarana pelayanan kesehatan
c) Masyarakat pemula (Crisis response Community)

Yaitu masyarakat yang tidak tahu akan pentingnya


kesehatan dan belum didukung oleh fasilitas yang
tersedia Misalnya masyarakat di lingkungan kumuh dan
daerah terpencil.

7. Bentuk Kegiatan GERMAS

a. Melakukan aktivitas fisik

b. Mengonsumsi sayur dan buah

c. Tidak merokok

d. Tidak mengonsumsi alkohol


e. Memeriksa kesehatan secara rutin

f. Membersihkan lingkungan

g. Menggunakan jamban

8. Indikator Keluarga Sehat

a. Program Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak

1) Mengikuti Keluarga berencana

2) Melaksanakan persalinan di fasilitas kesehatan

3) Memberikan ASI ekslusif 6 bulan

4) Mengimunisasikan bayi (imunisasi dasar lengkap)

5) Memantau tumbuh kembang balita

b. Pengendalian Penyakit Menular & Tidak Menular

1) Mengobati penderita TB sesuai standart

2) Mengobati penderita Hipertensi secara teratur

3) Mengobati penderita gangguan jiwa

c. Perilaku dan Kesehatan Lingkungan

1) Tidak merokok

2) Menyediakan air bersih

3) Menyediakan jamban keluarga

4) Menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional

9. Peningkatan Gaya Hidup Sehat Dengan Perilaku Cerdik


Mari Menuju Masa Muda Sehat di Hari Tua Nikmat dengan Perilaku

Cerdik
C Cek kondisi kesehatan secara berkala
E Enyahkan asap rokok
R Rajin aktifitas fisikl
D Diet sehat dengan kalori seimbang
I Istirahat yang cukup
K Kendalikan stress

D. Interprofesional Education (IPE) Dan Interprofesional


Colaboration (IPC)
1. Interprofesional Education (IPE)

a. Definisi IPE
Pendidikan interprofesi (interprofessional education, IPE)
didefinisikan oleh Centre for the Advancement of
Interprofessional Education (CAIPE) sebagai suatu bentuk
pendidikan yang terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan
belajar bersama, dari, dan mengenai satu sama lain untuk
mewujudkan kolaborasi yang efektif dan meningkatkan luaran
kesehatan (Surabaya, 2020).
Pendidikan interprofesi merupakan “an occasion when two
or more professions learn with, from and about each other to
improve collaboration and the quality of care” sebagai sarana
untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep dasar dari definisi
tersebut diatas adalah suatu proses pembelajaran yang
melibatkan dua atau lebih profesi yang berbeda dan adanya
proses saling interaksi di dalamnya. Proses ini haruslah
dibedakan dengan istilah antar disiplin (interdisipline) dan multi
profesi (multiprofesional) yang mana kedua istilah tersebut
hanyalah suatu pembelajaran bersama tetapi tidak ada proses
saling interaksi (terkadang hanya bersifat satu arah).
Menurut Royal Collage of Nursing, 2016, Interprofessional
education (IPE) merupakan metode pembelajaran yang
interaktif, berbasisi kelompok, yang dilakukan dengan
menciptakan suasana belajar yang berkolaborasi, serta untuk
menyampaikan pemahaman mengenai interpersonal,
kleompok, organisasi dan hubungan antar organisasi sebagai
proses personalisasi dikutip dalam (ayu, 2021)
Interprofessional education (IPE) merupakan salah satu
sistem pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai sistem
pendidikan yang terintegrasi untuk menyiapkan praktik
kolaborasi. IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi belajar dan
mampu berkolaborasi dalam meningkatkan kesehatan Center
of the advance interprofessional education, 2011 dikutip dalam
(ayu, 2021).
b. Tujuan Inter Professional Education (IPE)

Hasil yang diharapkan dari IPE dapat diklasifikasikan


antara lain reaksi, modifikasi sikap dan persepsi, kemahiran
pengetahuan dan keterampilan, perubahan perilaku,
perubahan dalam praktik organisasi, serta manfaat untuk
pasien dan klien. Tujuan lain dari pelaksanaan IPE sendiri yaitu
untuk meningkatkan pemahaman tentang interdisipliner dan
rasa kerjasama, untuk membina kejasama yang kompeten,
untuk membuat penggunaan sumber daya yang efektif dan
efisien, dan untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien
yang komprehensif.

Ada beberapa Manfaat dari interprofessional Education


antara lain adalah sebagai berikut: (Triana, 2018) dikutip dalam
(ayu, 2021)

1. Untuk meningkatkan praktik yang dapat meningkatkan


pelayanan kesehatan dan membuat hasil yang positif
dalam melayani klien.
2. Meningkatkan manfaat tentang pengetahuan dan
keterampilan yang memerlukan kerja secara
kolaborasi.
3. Membuat lebih baik dan nyaman terhadap pengalaman
dalam belajar bagi mahasiswa.

Adapun tujuan dari Interprofessional Education adalah untuk


mempersiapkan profesi kesehatan dengan ilmu, keterampilan,
sikap dan perilaku professional yang penting untuk praktik
kolaborasi interprofessional. Secara umum Interprofessional
Education bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih
mengenal peran profesi kesehatan yang lain, sehingga
diharapkan mahasiswa mampu untuk berkolaborasi dengan
baik saat proses perawatan pasien. Proses perawatan pasien
secara Interprofessional akan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan dan meningkatkan kepuasan pasien.
Tujuan pelaksanaan IPE antara lain:

1. Meningkatkan pemahaman interdisipliner dan


meningkatkan Kerjasama
2. Membina kerjasama yang kompeten
3. Membuat penggunaan sumber daya yang efektif dan
efisien
4. Meningkatkan kualitas pelayanan yang komperhensif
c. Metode Pelaksanaan Interprofessional Education (IPE)

Praktik pembelajaran IPE dilaksanakan dengan


menerapkan beberapa metode yang sudah ada atau telah
diterapkan di Negara lain, dimulai dengan diberikannya suatu
masalah kepada mahasiswa yang akan melakukan IPE yaitu
dihadapkan langsung dengan pasien dengan kasus tertentu
kemudian mahasiswa melakukan peran masing-masing untuk
penanganan pasien, kemudian dilakukan diskusi dalam
kelompok atau disebut dengan tutorial untuk membahas
manajemen penanganan kasus pada pasien, sehingga
mahasiswa didorong untuk menjelaskan sesuai dengan disiplin
ilmu mereka dan diharapkan hasilnya dapat memberikan
tindakan yang sesuai pada pasien (Modul Kegiatan IPE).

Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi


hambatanhambatan yang muncul dapat dilakukan dengan
penyesuaian jadwal antar profesi yang bersangkutan, adanya
sikap disiplin dan saling memahami untuk terciptanya
komunikasi dan kedisiplinan yang baik, menyiapkan bahan
diskusi di hari sebelumnya, financial yang cukup untuk
pengadaan fasilitas pendukung dalam IPE.

2. Interprofessional Collaboration (IPC)

a. Definisi IPC

Inter Professional Collaboration (IPC) adalah kerjasama


antara profesi kesehatan dengan latar pendidikan berbeda
menjadi satu tim berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang efektif (WHO, 2013). IPC menurut
Institute of Medicine (IOM) bekerjasama efektif dalam tim
memegang peranan utama dalam perbaikan sistem organisasi
pemberian pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered
Care), karna lebih aman, efektif dan efisien (Anthoine dkk.,
2014; Gree dkk., 2015; Rousseau dkk., 2017; Stephens dkk.,
2016). IPC merupakan strategi dalam meningkatkan kualitas
pelayanan. IPC dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan
memberi manfaat bersama bagi semua yang terlibat (Green
and Johnson, 2015).

b. Manfaat Dilaksanakannya IPC

Manfaat dari dilaksakannya IPC yaitu dapat menurunkan


angka komplikasi, lama rawat di rumah sakit, konflik diantara
tim kesehatan, dan tingkat kematian serta di bidang kesehatan
mental, praktek kolaboratif dapat meningkatkan kepuasan
pasien dan tim kesehatan, mengurangi durasi pengobatan,
mengurangi biaya perawatan, mengurangi insiden bunuh diri,
dan mengurangi kunjungan rawat jalan (Health Professional
Education Quality (HPEQ), 2011). Kerjasama dan kolaborasi
yang baik antar profesi kesehatan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kepuasan pasien dalam melakukan pelayanan
kesehatan. Sementara itu, menurut Green dan Johnson (2015)
IPC dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan memberi
manfaat bersama bagi semua yang terlibat.

c. Kompetensi yang Diharapkan dari Interprofessional


Collaboration
Freeth & Reeves (2004) mengatakan bahwa ada beberapa hal
yang diharapkan dari penerapan Interprofessional Collaboration
yaitu:
a) Pengetahuan
Dapat memahami otonomi tiap profesi dan paham peran
masing-masing dalam keterpaduan.
b) Keterampilan
Profesionalisme terjaga, bukan untuk berebut, bertentangan
tetapi untuk bersinergi, saling melengkapi dan terpadu dalam
pelayanan holistik, manusiawi, etis dan bermutu.
Kemampuan komunikasi yang baik, mengutamakan
keselamatan klien / pasien.
c) Sikap
Profesional dalam bidangnya, saling menghormati, keiklasan
untuk bekerja sama dalam kesejajaran, saling percaya
dengan profesi lain, mampu terbuka, disiplin, jujur dan
bertanggung jawab.
E. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)

MMD (Musyawarah Masyarakat Desa) adalah pertemuan


perwakilan warga desa beserta tokoh masyarakat dan para petugas
untuk membahas hasil Survey Mawas Diri (SMD) dan merencanakan
penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD
tersebut.
Survey Mawas Diri (Community Self Survey) adalah kegiatan
untuk mengenali keadaan dan masalah yang dihadapi masyarakat,
serta potensi yang dimiliki masyarakat untuk mengatasi masalah
tersebut. Potensi yang dimiliki antara lain ketersediaan sumber daya,
serta peluang – peluang yang dapat dimobilisasi. Hal ini penting untuk
diidentifikasi oleh masyarakat sendiri, agar selanjutnya masyarakat
dapat digerakkan untuk berperan serta aktif memperkuat upaya-
upaya perbaikannya, sesuai kemampuan dan kewenangannya.
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) dilaksanakan setelah kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data selesai dilaksanakan.
1. Tujuan Musyawarah Masyarakat Desa

a. Masyarakat mengenal dan menyepakti masalah kesehatan


yang ada di masyarakat

b. Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah


kesehatan yang ada

c. Masyarakat menyusun dan menyepakti rencana


penanggulangan masalah kesehatan yang ada

d. Mendorong tumbuh dan meningkatnya peran serta


masyarakat dalam upaya membangun keseahatan
dilingkungannya.

2. Langkah – Langkah Kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa

a. Tahap Persiapan Kegiatan MMD


Kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) diawali
dengan pelaksanaan Kegiatan Pra Musyawarah Masyarakat
Desa (Pra MMD). Kegiatan Pra MMD dilakukan setelah
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data selesai
dilakukan,. Data yang telah diolah,selanjutnya dibuat
penyajian data yang baik. Penyajian data yang baik harus
informatif, dan menarik bagi masyarakat, oleh karenanya
bentuk penyajian data dibuat variatif, bisa berbentuk narasi,
bentuk table maupun grafik.
Kegiatan Pra MMD dihadiri oleh Ketua RW dan ketua
RT, Tokoh masyarakat dan kader kesehatan, yang jumlahnya
tidak perlu banyak (8 – 10 orang), karena tujuan utama
kegiatan Pra MMD adalah terbentuknya panitia MMD dan
disepakatinya waktu pelaksanaan MMD. Kegiatan Pra MMD
dimaksudkan untuk:
Mensosialisasikan data yang telah terkumpul oleh
mahasiswa, serta mengenalkan masalah yang ditemukan
menurut mahasiswa. Data dan masalah yang telah
kumpulkan mahasiswa merupakan “Potret diri“ tentang
lingkungan masyarakat yang telah didata mahasiswa.
Masalah yang ditemukan mahasiswa tidak dibahas secara
rinci pada saat Pra MMD, karena perumusan dan
penyepakatan masalah menurut masyarakat dilakukan pada
waktu kegiatan MMD.
Memberi kesempatan kepada para tokoh masyarakat,
Pembina desa/ staf Puskesmas untuk mengklarifikasi dan
memastikan data dan masalah yang terkumpul oleh
mahasiswa, apakah sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya atau masih ada kekeliruan hasil pendataan.

a. Membentuk Panitia MMD dan menyepakati waktu


pelaksanaan MMD. Susunan acara MMD, sebagai berikut:

1) Pembukaan
2) Sambutan Pembimbing Praktik

Dalam sambutan pembimbing penting dijelaskan


tentang kegiatan Pra MMD, maksud dan tujuan Pra MMD,
serta perlunya dilakukan kegiatan MMD setelah
dilaksanakannya Pra MMD agar data yang telah
terkumpul oleh mahasiswa dapat diketahui oleh
masyarakat.

3) Penyajian dan Klarifikasi Data

4) Pembentukan Panitia MMD

5) Pembacaan Kesimpulan

6) Penutup

b. Susunan Panitia MMD, sebagai berikut:


1) Ketua : Tokoh Masyarakat
2) Sekretaris : Mahasiswa
3) Seksi Acara : Mahasiswa
4) Seksi Konsumsi :Masyarakat dibantu Mahasiswa
5) Seksi Humas dan Perlengkapan : Mahasiswa
6) Penyaji Hasil Pengumpulan Data : Mahasiswa/
Masyarakat
c. Sebelum pelaksanaan MMD, beberapa hal yang perlu
dipersiapkan antara lain:

1) Surat Undangan pelaksanaan MMD

2) Bahan Data yang siap disajikan pada Flipchar

3) Daftar Hadir peserta

4) Konsumsi

5) Papan Flipchart, kertas flipchart, spidol


6) Dokumentasi

7) Petugas / Pelaksana MMD yang berasal dari mahasiswa:

a) Pembaca hasil pengumpulan data, sekaligus


memandu merumuskan dan menyepakati masalah,
dibantu dengan satu orang yang membalik-balikan
halaman kertas flipchart serta satu orang yang
menuliskan rumusan masalah pada kertas Flipchart.
Pembaca dan pemandu perumusan masalah
hendaknya memiliki kemampuan meyakinkan
masyarakat dalam memahami dan menyepakati
masalah sesuai dengan data yang disajikan. Cara
meyakinkan masyarakat dalam memahami dan
menyepakati masalah adalah menjelaskan data yang
ada ( kondisi sebenarnya) dibandingkan dengan
standar atau kondisi yang diharapkan.

b) Pemandu penyepakatan rencana penanggulangan,


dibantu dengan penulis rencana penanggulangan
pada flipchart

c) Penulis dan pembaca hasil kesimpulan MMD

d) Pembawa acara MMD

e) Pembaca Do’a dari masyarakat

f) Pelaksana Dokumentasi kegiatan MMD

d. Tahap Pelaksanaan Kegiatan MMD

Pelaksanaan MMD dilakukan dengan susunan acara sebagi


berikut :

a) Pembukaan

b) Laporan Panitia MMD


c) Sambutan / Arahan Dosen Pembimbing Praktik

Dalam sambutan pembimbing penting dijelaskan


tentang kegiatan MMD, maksud dan tujuan MMD, serta
perlunya dilakukan kegiatan MMD setelah
dilaksanakannya, agar data yang telah terkumpul oleh
mahasiswa dapat diketahui oleh masyarakat, sehingga
masyarakat akan mengetahui dan menyadari tentang “
potret “ kesehatan di lingkungannya. Masyarakat juga
perlu diajak untuk menemukan masalah kesehatan
disekitarnya serta berpikir bersama untuk
menanggulanginya.

d) Penyajian Data dan Perumusan Masalah

e) Penyepakatan Rencana Penanggulangan Masalah

f) Pembacaan Kesimpulan Hasil MMD

g) Arahan Kepala Desa / Ketua RW / Petugas Puskesmas


Arahan kepala desa/ketua RW atau Petugas
Puskesmas diberikan pada akhir acara MMD, agar hasil –
hasil kesepakatan yang telah dirumuskan dalam MMD
lebih ditegaskan lagi untuk ditindaklanjuti dan
dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat, sehingga
pelaksanaan berbagai kegiatan intervensi
penanggulangan masalah yang telah direncanakan dapat
terlaksana dengan baik.

h) Penutup.

F. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Komunitas

1. Pengkajian

Pengkajian komunitas merupakan suatu proses, merupakan


upaya untuk dapat mengenal masyarakat. Pengkajian adalah
upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis terhadap
masyarakat untuk dikaji dan dianalisis, sehingga masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat, baik individu, keluarga
atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis,
psikologis, sosial, ekonomi maupun spritual dapat ditentukan. Pada
tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan mulai dari
pengumpulan data, pengolahan data, analisa data, perumusan
atau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas
masalah (Saepudin, 2010).
Tujuan dalam mengkaji komunitas untuk mengidentifikasi
faktorfaktor (baik positif maupun negatif) yang mempengaruhi
kesehatan warga masyarakat agar dapat mengembangkan strategi
promosi kesehatan. Mahasiswa mencari, mengambil,
mengidentifikasi informasi secara terus menerus terhadap semua
komponen yang ada pada suatu komunitas.
2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh


informasi mengenai masalah kesehatan pada masyarakat
sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk
mengatasi masalah yang menyangkut aspek fisik, psikologis,
sosial, ekonomi dan spritual serta faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu, data tersebut harus akurat dan
dapat dilakukan analisis untuk pemecahan masalah. Kegiatan
pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :
a. Data inti

1) Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas

Data ini dikaji melalui wawancara kepada tokoh formal dan


informal di komunitas dan studi dokumentasi sejarah
komunitas tersebut. Uraikan data umum mengenai lokasi
daerah binaan, luas wilayah, iklim, keadaan demografi,
distribusi kekuatan komunitas dan pola perubahan
komunitas.
2) Data demografi

Mengkaji jumlah komunitas berdasarkan usia, jenis


kelamin, status perkawinan, ras atau suku, bahasa, tingkat
pendapatan, pendidikan, pekerjaan, agama dan komposisi
keluarga.
3) Vital statistik

Jabarkan atau uraikan data mengenai angka kematian


kasar, penyebab kematian, angka pertambahan anggota
dan angka kelahiran.
4) Status kesehatan komunitas

Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari


biostatistik dan vital statistik. Data yang dikaji antara lain
mulai dari angka mortalitas, morbiditas dan cakupan
imunisasi. Selanjutnya status kesehatan komunitas
dikelompokan berdasarkan kelompok berikut ini kelompok
usia balita, bayi, usia sekolah, remaja dan lansia.
Kelompok khusus di masyarakat, mulai dari ibu hamil, ibu
nifas, kelompok penyakit kronis dan penyakit menular.

5) Kejadian penyakit 3 bulan terakhir didaerah komunitas.

6) Status psikososial

Komunikasi dengan sumber-sumber kesehatan, hubungan


dengan orang lain dan peran di masyarakat.
7) Status pertumbuhan dan perkembangan.

8) Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan.

9) Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan


kesehatan.
10) Pola perilaku tidak sehat dan minum-minuman alkohol.

b. Data lingkungan fisik

Sanitasi
1) Bagaimana cara penyediaan air bersih, termasuk fasilitas
mandi, cuci dan kakus.
2) Bagaimana penyediaan air minum masyarakat, berasal
dari air hujan, sumur atau PDAM.
3) Bagaimana pengolahan jamban.

4) Bagaimana pembuangan sarana air limbah, tersedia atau


tidak, memenuhi syarat kesehatan atau tidak, dan apakah
air limbah yang dibuang mencemari lingkungan
sekitarnya.
5) Bagaimana pengolahan sampah masyarakat, meliputi
sarana pembuangan dan cara pengolahannya.
3. Jenis Data

Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data subjektif dan
objektif.
a. Data subjektif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah
yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas,
yang diungkapkan secara langsung melalui lisan.
b. Data obyektif, yaitu data yang diperoleh melalui pemeriksaan,

pengamatan dan pengukuran.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh pengkaji dalam


hal ini mahasiswa atau petugas kesehatan masyarakat,
keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil
pemeriksaan atau pengkajian.
b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain


yang dapat dipercaya, misalnya data dari kelurahan, catatan
riwayat kesehatan pasien atau medical record.
5. Cara pengumpulan data

a. Wawancara atau anamnesis

Wawancara adalah kegiatan komunikasi timbal balik yang


berbentuk tanya jawab antara petugas kesehatan dengan
klien, keluarga klien atau dengan masyarakat yang berkaitan
dengan masalah kesehatan klien. Wawancara harus
dilakukan dengan ramah, terbuka, menggunakan bahasa
sederhana dan mudah dipahami oleh klien atau keluarga
klien. Hasil wawancara atau anamnesis kemudian dicatat
dalam format proses pengkajian.
b. Pengamatan

Pengamatan dalam kesehatan komunitas meliputi aspek


fisik, psikologi, perilaku dan sikap. Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan panca indera dan hasilnya dicatat
dalam format proses pengkajian.
6. Pengolahan Data

Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan


data dengan cara sebagai berikut:
a. Klasifikasi data atau kategorisasi data
Cara mengkategorikan data:
1) Berdasarkan karakteristik demografi.

• Berdasarkan karakteristik geografi

• Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi

• Berdasarkan sumber dan pelayanan kesehatan

2) Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan


telly.
3) Tabulasi data.

4) Interpretasi data.
7. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan untuk mengaitkan data dan


menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki,
sehingga dapat diketahui kesenjangan atau masalah yang
dihadapi oleh masyarakat. Apakah masalah yang dihadapi oleh
masyarakat termasuk masalah kesehatan. Tujuan analisis data
antara lain :
a. Menetapkan kebutuhan komunitas.

b. Menetapkan kekuatan.

c. Mengidentifikasi pola respon komunitas

d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan


kesehatan

8. Perumusan Masalah Kesehatan

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka dapat diketahui


masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat yang
selanjutnya dapat dilakukan intervensi. Namun, masalah yang
telah dirumuskan tidak mungkin dapat diatasi sekaligus. Oleh
karena itu, petugas kesehatan komunitas harus membuat
prioritas masalah.
9. Penentuan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah dilakukan secara kualitatif dan


kuantitatif. Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu
proses yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan
menggunakan metode tertentu untuk menentukan urutan
masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting.
Dalam menentukan prioritas masalah dalam hal ini menggunakan
teori delbeq.

Metode Delbeq menetapkan prioritas masalah menggunakan


metode ini adalah melalui diskusi kelompok namun peserta diskusi
terdiri dari para peserta yang tidak sama keahliannya, maka
sebelumnya dijelaskan dahulu sehingga mereka mempunyai
persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang dibahas.
Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.
Cara menentukan prioritas masalah menurut teori delbeq :
a. Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang
berjumlah antara 6-8 orang.
b. Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang
akan ditentukan peringkat prioritasnya.
c. Kemudian masing-masing orang tersebut menuliskan
peringkat urutan prioritas untuk setiap masalah yang akan
ditentukan prioritasnya.
d. Penulisan tersebut dilakukan secara tertutup.

e. Kemudian dari masing-masing orang dikumpulkan dan


hasilnya dituliskan dibelakang setiap masalah.
f. Nilai peringkat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah
paling kecil berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).
Delbeq menyarankan dilakukan satu kali lagi pemberian
peringkat tersebut, dengan harapan masing-masing orang
akan mempertimbangkan kembali peringkat yang diberikan
setelah mengetahui nilai rata-rata.
Tidak ada diskusi dalam teknik ini, yaitu untuk menghindari
orang yang dominan mempengaruhi orang lain. Kelemahan
Teori Delbeq :

1) Menentukan siapa yang seharusnya ikut dalam


menentukan peringkat prioritas tersebut.
2) Penentuan peringkat bisa sangat subjektif.

3) Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest

yang berbeda dan tidak untuk menentukan prioritas atas


dasar fakta.
10. Diagnosis

Diagnosis adalah respons individu pada masalah kesehatan,


baik yang aktual maupun potensial. Masalah aktual adalah
masalah yang diperoleh pada saat pengkajian, sedangkan
masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul
kemudian, jadi, diagnosis adalah suatu pernyataan yang jelas,
padat, dan pasti tentang status dan masalah kesehatan klien
yang dapat diatasi dengan tindakan asuhan komunitas. Dengan
demikian, diagnosis asuhan komunitas ditetapkan berdasarkan
masalah yang ditemukan. Diagnosis asuhan komunitas akan
memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan
masyarakat, baik yang nyata (aktual), maupun yang mungkin
terjadi (potensial).
Jadi, menegakkan diagnosis asuhan komunitas minimal harus
mengandung dua komponen tersebut di atas, disamping
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kemampuan masyarakat untuk menanggulangi masalah.

b. Sumberdaya yang tersedia dari masyarakat.

c. Partisipasi dan peran serta masyarakat.

11. Rencana Asuhan Komunitas

Rencana asuhan komunitas adalah penyusunan rencana


tindakan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah
sesuai dengan diagnosis asuhan komunitas yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien. Jadi,
perencanaan asuhan komunitas kesehatan masyarakat disusun
berdasarkan diagnosis asuhan komunitas yang telah ditetapkan
dan rencana yang disusun harus mencakup elemen-elemen
berikut ini.
a. Perumusan tujuan

Perumusan tujuan asuhan komunitas harus memenuhi


kriteria sebagai berikut:
1) Berfokus pada masyarakat

2) Jelas dan singkat

3) Dapat diukur dan observasi

4) Realistis

5) Ada target waktu

6) Melibatkan peran serta masyarakat

b. Kriteria hasil untuk menilai pencapaian tujuan

Penentuan kriteria hasil dalam perencanaan asuhan


komunitas adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan kata kerja yang tepat

2) Dapat dimodifikasi

3) Bersifat spesifik

12. Pelaksanaaan Asuhan Komunitas

Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana


asuhan komunitas yang telah disusun. Petugas kesehatan
masyarakat dalam implementasi asuhan komunitas harus
bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya, dalam hal
ini melibatkan pihak puskesmas, tenaga kesehatan desa, dan
anggota masyarakat. Prinsip yang umum digunakan dalam
pelaksanaan atau implementasi pada asuhan komunitas adalah
inovatif, integrated, rasional, mampu dan mandiri, serta ugem
(yakin atau percaya pada kemampuannya).
Selain prinsip di atas prinsip lain yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan respons masyarakat

b. Disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia pada


masyarakat
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan
diri sendiri serta lingkungannya
d. Menekankan pada aspek peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit
e. Mempertimbangkan kebutuhan kesehatan dan perawatan
masyarakat secara esensial
f. Memperhatikan perubahan lingkungan masyarakat

g. Melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam


pelaksanaan perawatan
13. Evaluasi Atau Penilaian

Evaluasi memuat keberhasilan tindakan asuhan komunitas.


Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut.
Sedangkan, keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian masyarakat dalam
perilaku kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan
masyarakat komunitas dengan tujuan yang telah ditetapkan atau
dirumuskan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan dalam
penilaian adalah sebagai berikut:
a. Membandingkan hasil tindakan yang dilaksanakan dengan
tujuan yang telah ditetapkan
b. Menilai efektivitas proses asuhan komunitas, mulai dari tahap
pengkajian sampai dengan pelaksanaan
c. Hasil penilaian asuhan komunitas digunakan sebagai bahan
perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi.
Daftar Pustaka

WHO. 2010. Framework for Action on Interprofesional Education &


Collaborative Practice. World Health Organization. Geneva.

Pusat SDM Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan, Kurikulum dan Modul


Peningkatan Kapasitas Tenaga Pendidik dalam Penerapan
Pendidikan Antar Profesi pada Pelayanan Kesehatan Komunitas,
Jakarta 2016

Becker, K.L, Hanyok, L.A, Walton-Moss, B. (2014). The turf and baggage
of nursing and medicine: Moving forward to achieve success in
interprofessional education. The Journal for Nurse Practitioners,
10:4, 240-244
Bennet, P.N, Gum, L., Lindeman, I., Lawn, S., McAllister, S., Richards, J.,
Kelton, M., Ward, H. (2011). Faculty perceptions of
interprofessional education, Nurse Education Today, 31, 571-576

Buring et al. (2009). Interprofessional Education: Definitions, Student


Competencies, and Guidelines for Implementations. Am J Pharm
Educ, 73(4).

Liaw, S.Y, Siau, C., Zhou, W.T, Lau. (2014). Interprofessional simulation-
based education program: A promising approach for changing
stereotypes and improving attitudes toward nurse-phisician
collaboration. Applied Nursing Research, 27, 258- 260.

Surabaya, P. K. (2020). Modul Pembelajaran Interprofessional Education


(IPE). Surabaya.
Wulandari, C., Ahmad, L. A., & Saptaputra, S. (2016). Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di
UPTD Puskesmas Langsara Kecamatan Wawonii Barat Kabupaten
Konawe Kepulauan Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 1.

Anda mungkin juga menyukai