Anda di halaman 1dari 34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Usaha Wingko Babat Home Industry
a. Sejarah Wingko Babat Home Industry Non Label
Wingko babat home industry non label adalah sebuah usaha
kecil mikro menengah (UMKM) yang didirikan oleh seorang
wanita ibu rumah tangga bernama Susana Ernawati yang kerap
disapa Susana oleh teman-temannya. UMKM ini memproduksi dan
menjual produk wingko babat rumahan yang memiliki sasaran
pasar berbagai kalangan di segala usia. Pada mulanya, ia tidak
memiliki keinginan untuk membuka UMKM wingko babat
rumahan ini, tetapi karena di rumah tidak ada kegiatan dan juga
teman terdekatnya menyarankan untuk membuka usaha karena
wingko babat buatannya enak, maka pada akhirnya ia memiliki
keinginan untuk membuka usaha wingko babat home insdurty non
label tersebut.
Pada awal tahun 2018, Susana mempunyai inisiatif untuk
membuat produk wingko babat lalu dititipkan kepada temannya
yang berjualan di pasar dekat dengan tempat tinggalnya. Dengan
bermodalkan uang sebesar Rp 500.000, ia membuat wingko babat
rumahan tersebut dan menghasilkan 200 wingko babat dengan
ukuran bulat mini. Pada hari itu, wingko babat yang dititipkan pada
temannya tidak terjual habis hanya terjual sebanyak 150 wingko
babat saja. Tentu saja hal tersebut tidak dapat mengembalikan
modal yang telah dikeluarkan dalam pembuatan wingko babat
tersebut. Dalam hal tersebut ia tidak merasa kecewa, karena dalam

27
28

mengenalkan suatu produk baru ke konsumen tidak selamanya


berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pada pertengahan tahun 2018, Susana memutuskan untuk
membuka usaha wingko babat non label. Tidak seperti wingko
babat pada umumnya yang memiliki label nama, Susana lebih
mengedepankan kualitas rasa dibanding packaging. Walaupun
dalam hal tersebut tentu menghambat penjualan produk wingko
babat yang dijualnya tetapi ia sangat yakin bahwa ia dapat
memasarkan produknya sesuai yang diharapkannya. Dengan tidak
menggunakan label nama pada wingko babat buatannya, tentu
sangat menghemat dalam biaya produksinya, karena tidak
diperlukan biaya tambahan untuk cetak label nama pada wingko
babat tersebut. Ia membuka usaha tersebut dengan adik
kandungnya agar dapat mempermudah dalam kegiatan produksi
dan kegiatan penjualannya.
Susana memilih memproduksi wingko babat dirumahnya
sendiri untuk meminimalisir biaya dan mendapatkan laba yang
lebih besar. Ia memproduksi wingko babat seorang diri, jika ada
pesanan banyak ia meminta bantuan kepada adik kandungnya yang
berada di dekat rumahnya. Pada awal produksi ia masih
menggunakan peralatan yang sangat sederhana dalam pembuatan
wingko babat. Pada tahun berikutnya, ia berhasil membeli
peralatan canggih yang sangat dibutuhkan agar dapat
mempermudah dalam pembuatan wingko babatnya tersebut.
Apabila terdapat pesanan banyak dan ia tidak sanggup
menyelesaikannya, maka pesanan tersebut dibantu oleh adik
kandungnya agar pesanannya cepat terselesaikan dalam waktu
yang telah ditentukan.
Pada awal memulai usaha Susana menawarkan wingko babat
buatannya kepada teman-temannya secara langsung dari mulut ke
mulut atau biasa dikenal dengan istilah word of mouth, lalu karena
29

perkembangan zaman yang sangat melesat dan membuat segala hal


semakin canggih maka Susana menawarkan wingko babat
buatannya melalui aplikasi WhatsApp. Kemudian ia
mempromosikan wingko babat buatannya melalui fitur di aplikasi
WhatsApp yaitu “Status WhatsApp”. Tidak seperti penjual wingko
babat pada umumnya Susana melakukan produksi dan penjualan
wingko babat ketika hanya ada pesanan saja atau biasa dikenal
dengan istilah made to order, dimana pembuatan dan penjualan
wingko babat hanya dilakukan ketika ada pesanan dari konsumen
saja. Dalam pesanan tersebut sesuai tentu produksi dan pembuatan
wingko babat sesuai dengan jumlah dan waktu yang diinginkan
oleh konsumen.
Susana menggunakan sistem produksi made to order dalam
usaha yang dijalaninya karena ia belajar dari pengalaman
sebelumnya ketika ia membuat wingko babat dan dititipkan kepada
temannya bahwa wingko babat buatannya tidak terjual habis dan
masih terdapat sisa wingko babat yang cukup banyak. Hal tersebut
membuat Susana berpikir bagaimana caranya agar wingko babat
buatannya tidak terbuang sia-sia dan mubazir. Lalu ia disarankan
oleh adik kandungnya untuk memproduksi dan membuat wingko
babat ketika ada pesanan dari konsumen saja. Awalnya ia sangat
ragu dengan saran adik kandungnya karena hal tersebut membuat
ia kehilangan konsumen yang biasa membeli wingko babat
buatannya setiap hari di pasar. Dengan banyaknya pertimbangan
yang dipikirkan, akhirnya ia setuju dengan saran yang diberikan
adik kandungnya tersebut karena tujuan utama ia membuka usaha
tersebut adalah memproduksi sesuai dengan keinginan konsumen
dan tidak ingin wingko babat buatannya terbuang sia-sia (mubazir).
Setelah usaha wingko babat home industry non label tersebut
berjalan kurang lebih selama 3 tahun, saat ini wingko babat
buatannya sudah banyak sekali peminatnya, tidak hanya dari teman
30

terdekatnya saja tetapi orang lain (bukan dari kalangan keluarga


dan temannya) banyak yang tertarik untuk mencoba wingko babat
buatanya tersebut. Dengan sistem produksi made to order yang
disarankan adik kandungnya pada saat itu membuat ia dapat
membagi waktu dalam hal keluarga, anak, hobi, dan usahanya
tersebut. Sistem produksi made to order yang diterapkan oleh
Susana dalam menjalankan usahanya tersebut juga memberikan
kepuasan tersendiri bagi konsumennya yaitu wingko babat yang
diterima oleh konsumen masih dalam keadaan baru karena dibuat
sesuai dengan waktu yang diingkan oleh konsumen. Hal tersebut
tentu menjadi keuntungan bagi Susana.
Seiring dengan berjalannya waktu, Susana tidak hanya
memproduksi wingko babat. Ada bahan-bahan pokok yang ikut di
promosikan dalam Status WhatsApp nya tersebut. Dengan begitu,
tujuan utama nya yaitu ia tetap berjualan dan mempromosikan
wingko babat buatannya. Ia memilih memproduksi wingko babat
home industry non label karena ia sendiri sangat suka dengan salah
satu jajanan pasar tersebut. Wingko babat dengan berbahan dasar
kelapa, gula, tepung ketan, vanili dan sedikit garam menawarkan
cita rasa yang sangat cocok di lidah orang Indonesia. Tidak hanya
itu, wingko babat ini juga sangat mudah di dapatkan di pasar
tradisional, biasanya harga yang ditawarkan pun sangat terjangkau
mulai dari Rp 1.500/buah sampai dengan Rp 2.500/buah. Harga
tersebut sesuai dengan wingko babat tersebut dijual.
Hingga saat ini, Susana masih fokus berjualan secara offline
dan belum berpikiran untuk berjualan secara online (GoFood,
GrabFood, dan ShopeeFood) karena masih banyak hal yang harus
dipersiapkan dengan matang, salah satunya kepuasaan konsumen.
Untuk promosi produk wingko babat masih tetap secara online
yaitu melalui Status WhatsApp. Susana sangat yakin bahwa usaha
yang dijalankannya tersebut dapat mencapai keberhasilan meski
31

hanya berjualan secara offline. Terlebih usaha yang ia tekuni di


bidang makanan yang tentu saja tidak akan pernah ada habisnya. Ia
juga meyakini bahwa usaha yang dijalankan dengan memproduksi
wingko babat home industry dapat menjadikan kegiatan yang
positif dan juga dapat memperoleh keuntungan sesuai
keinginannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari

b. Profil Usaha Wingko Babat Home Industry Non Label


Nama Usaha : Wingko Babat Home Industry Non Label
Pemilik Usaha : Susana Ernawati
Badan Usaha : Perusahaan Perseorangan
Bidang Usaha : Makanan
Jenis Usaha : Dagang dan Home Industry
Alamat : Desa Nglajo, Kecamatan Cepu
Akun Usaha : WhatsApp = 082133675805

c. Produk Usaha Wingko Home Industry Non Label


Pada awal mendirikan usaha, Susana selaku pemilik UMKM
tersebut mengatakan bahwa ia menjual produk wingko babat yang
dibuat secara homemade dari resep yang diberikan oleh sang ibu.
Namun, seiring dengan berkembangnya usaha yang telah
dijalankannya, ia mempunyai inisiatif untuk memproduksi wingko
babat sesuai dengan resep yang telah ia coba buat sebelumnya.
Resep wingko babat yang ia buat tentu tidak kalah enak dengan
resep wingko babat buatan ibu nya. Lalu ia mencoba untuk
mengkreasikan resep wingko babat buatannya dengan buatan
ibunya hasilnya sesuai dengan ekpektasi ia dan pelanggan. Dengan
menggabungkan dua resep wingko babat yang berbeda menjadikan
daya tarik tersendiri bagi para konsumennya. Produk yang dijual
oleh Susana Ernawati yaitu hanya wingko babat dengan ukuran
bulat mini. Wingko babat tersebut dijual dengan harga Rp
2.500/buah, tentu sangat terjangkau bagi kalangan orang biasa.
32

d. Akun Usaha Wingko Babat Home Industry Non Label


Akun usaha yang digunakan oleh Susana Ernawati selaku
pemilik UMKM wingko babat home insdutry non label dalam
melangsungkan kegiatan usahanya yaitu hanya aplikasi WhatsApp.
WhatsApp merupakan sebuah aplikasi pesan yang
memungkinkan pengguna mengirim dan menerima pesan berupa
obrolan online, file, video, dan foto (Shihombing dan Sugianto,
2018). Susana selaku pemilik UMKM wingko babat home industry
non label mengatakan bahwa ia menggunakan WhatsApp untuk
berkomunikasi dengan pembeli baik konsumen yang memesan
secara langsung maupun melalui WhatsApp. Dalam percakapan di
aplikasi WhatsApp tersebut, konsumen dapat bertanya seputar
berapa banyak produk yang akan dipesan, waktu pengambilan
produk, harga pada produk, dan juga pengambilan produk yang
telah dipesan. Tidak hanya itu Susana menggunakan aplikasi
WhatsApp sebagai sarana promosi agar para konsumennya dapat
memesan dengan cara membalas Status WhatsApp yang telah ia
buat sebelumnya.
Gambar 4.1
Akun WhatsApp Usaha Wingko Babat Home Industry
Non Label
33

Dari gambar 4.1 menunjukkan bahwa di akun WhatsApp usaha


wingko babat home industry non label telah tercantum nama kontak
dan juga nomor telepon. Hal tersebut tentu saja dapat
mempermudah konsumen dalam memesan wingko babat tersebut.

e. Kegiatan Usaha Wingko Babat Home Industry Non Label


Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Susana selaku pemilik
UMKM wingko babat home industry non label yaitu hanya
menerapkan sistem produksi made to order.
Susana mengatakan bahwa ia melakukan sistem produksi
made to order apabila produk (wingko babat) belum dibuat
olehnya. Hal tersebut tentu tidak akan membuat konsumen
menunggu produk wingko babatnya, karena produk akan dibuat
ketika konsumen melakukan pemesanan kepadanya. Jika ada
konsumen yang ingin memesan wingko babat buatannya maka
konsumen tersebut harus memberi tahu dirinya H-2 hari agar ia
tidak tergesa-gesa dalam menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Berikut adalah alur kegiatan usaha wingko babat home
industry non label dengan sistem produksi made to order :

Gambar 4.2
Alur Kegiatan Usaha Wingko Babat Home Industry Non
Label dengan Sistem Produksi Made To Order

Promosi Pemesanan Pembuatan

Pembayaran Pengiriman Pengemasan

Dari gambar 4.2 menunjukkan bahwa alur kegiatan usaha


dengan sistem produksi made to oder dimulai dari Susana selaku
pemilik UMKM wingko babat home industry non label melakukan
34

promosi untuk memperkenalkan produknya terlebih dahulu


kepada calon konsumen.

Konsumen yang tertarik dengan produk yang dipromosikan


oleh Susana dapat melakukan pemesanan langsung melalui
WhatsApp dengan mengirimkan pesan berupa : berapa banyak
produk yang akan di pesan dan waktu pengambilan produk yang
telah dipesan.

Selanjutnya Susana melakukan pembuatan produk (wingko


babat) sesuai dengan pesanan konsumen. Setelah selesai
pembuatan produk, kegiatan selanjutnya yaitu melalukan
pengemasan (packaging) agar terlihat lebih rapih di tangan
konsumen.

Setelah melakukan pengemasan, Susana siap untuk melakukan


pengiriman produk wingko babat yang telah dibuat olehnya untuk
dikirimkan langsung kepada konsumen. Setelah produk diterima
oleh konsumen, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan
pembayaran yang dilakukan oleh penjual dan pembeli.

2. Penjualan Wingko Babat Home Industry Non Label

Susana selaku pemilik UMKM wingko babat home industry non


label melakukan penjualan produk wingko babat melalui aplikasi
WhatsApp dengan sistem produksi made to order. Berikut adalah data
penjualan produk wingko babat home industry non label pada tahun
2021 :
35

Tabel 4.1

Data Penjualan Wingko Babat Home Industry Non Label pada


Tahun 2021

No Bulan Penjualan (Buah) Harga Omzet


1. Januari 450 2.500 1.125.000
2. Februari 550 2.500 1.375.000
3. Maret 700 2.500 1.750.000
4. April 600 2.500 1.500.000
5. Mei 680 2.500 1.700.000
6. Juni 570 2.500 1.425.000
7. Juli 630 2.500 1.575.000
8. Agustus 800 2.500 2.000.000
9. September 760 2.500 1.900.000
10. Oktober 835 2.500 2.087.500
11. November 900 2.500 2.250.000
12. Desember 825 2.500 2.062.500
Total Keseluruhan 8.300 20.750.000
Data Diolah Oleh Penulis

Dari data pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada tahun 2021
Susana selaku pemilik UMKM wingko babat home industry non label
berhasil menjual produk wingko babat sebanyak 8.300 buah dan
mendapatkan omzet sebesar Rp 20.750.000 melalui aplikasi WhatsApp.
Pada bulan November 2021 penjualan wingko babat home industry non
label paling tinggi yaitu sebesar 900 buah. Untuk data peningkatan
penjualan tiap bulannya dapat dimuat dalam grafik sebagai berikut :
36

Gambar 4.3
Grafik Peningkatan Penjualan Wingko Babat Home Industry Non
Label pada Tahun 2021

1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Data Diolah oleh Penulis

Dari gambar 4.3 dapat diketahui bahwa penjualan produk wingko


babat home industry non label pada tahun 2021 rata-rata mengalami
peningkatan setiap bulannya, kecuali pada bulan April, Juni,
September, dan Desember. Pada bulan Februari penjualan produk
wingko babat home industry non label meningkat sebesar 18,1%, bulan
Maret meningkat sebesar 21,4%, bulan Mei meningkat sebesar 11,7%,
bulan Juli meningkat sebesar 9,5%, bulan Agustus meningkat sebesar
21,25%, bulan Oktober meningkat sebesar 8,98%, dan bulan November
meningkat sebesar 7,2%.

Pada awalnya, Susana mengatakan bahwa hanya menyediakan


produk wingko babat beberapa saja dan tidak ingin membuat sebanyak
itu. Namun, karena produk wingko babatnya banyak yang memesan dan
konsumen semakin hari semakin meningkat, sedikit demi sedikit ia
37

menambahkan jumlah pembuatan wingko babat yang dibuatnya.


Terbukti penjualan produk wingko babatnya meningkat sejalan dengan
ditambahkannya pembuatan pada wingko babat tersebut.

3. Strategi Pemasaran Usaha Wingko Babat Home Industry Non


Label
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Susana selaku pemilik
UMKM wingko babat home industry non label mengatakan bahwa ia
memiliki strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk
wingko babat di kalangan penjual wingko babat yang lainnya. Berikut
adalah strategi pemasaran tersebut :

a. Segmenting, Targeting dan Positioning


1) Segmentasi Pasar (Segmenting)
Segmentasi pasar adalah kegiatan dalam suatu pasar
menjadi kelompok pembeli yang memiliki kebutuhan berbeda
sesuai dengan keinginan masing-masing. Dalam hal ini,
Susana membagi segmentasi pasar menjadi segmentasi
berdasarkan geografis dan segmentasi berdasarkan
demografis.
a) Segementasi Berdasarkan Geografis
Susana mengatakan bahwa strategi pemasasarannya
adalah mengelompokkan konsumen berdasarkan
geografisnya yaitu semua kalangan orang yang berada di
Desa Nglajo, Kecamatan Cepu.

“Karena penjualanku secara offline, aku


mengelompokkan konsumen menjadi semua
kalangan dengan bagian pasar geografisnya di Desa
Nglajo, Kecamatan Cepu. Walaupun banyak
saingannya di Kecamatan Cepu ini, aku tidak peduli
karena rezeki tidak akan tertukar. Tidak hanya orang
kota saja yang bisa makan wingko babat ini, di
pelosok desa seperti Desa Nglajo pun bisa menikmati
wingko babat dengan harga yang sangat terjangkau.
38

Dengan aku menjual wingko babat yang berbeda dari


yang lain, dapat menjadikan usahaku lebih dikenal
oleh orang banyak di luar sana.”
b) Segementasi Berdasarkan Demografis
Susana mengatakan bahwa ia mengelompokkan
konsumen menjadi pasar sasaran di WhatsApp
berdasarkan dengan demografisnya yaitu :
Jenis Kelamin : Perempuan dan Laki-Laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Usia : Semua Usia
Pendidikan : Semua Kalangan
Pekerjaaan : Semua Pekerjaan

2) Penentuan Pasar Sasaran (Targeting)


Susana mengatakan bahwa pada awalnya ia hanya
menentukan target pasar sasarannya adalah teman-teman
terdekatnya saja, karena dengan menjual produk buatannya
ke teman-teman terdekatnya ia tidak perlu khawatir jika
terdapat penipuan disaat pemesanan produk. Namun, seiring
berjalannya waktu pemikirannya pun berubah, ia
mengatakan bahwa jika dirinya tidak memperkenalkan
produk buatannya ke orang lain maka produk wingko babat
buatannya tidak akan dikenal oleh masyarakat luas terutama
penduduk di Desa Nglajo, Kecamatan Cepu tersebut.

“Sekarang pasar sasaran wingko babat home industry


non label telah bertambah yang awalnya hanya teman
terdekat saja, saat ini penduduk dari Desa Nglajo pun
ada. Mereka ada yang melakukan pemesanan secara
langsung ada juga yang melalui WhatsApp. Tidak hanya
itu saja, penduduk dari luar Desa Nglajo pun ada yang
pernah memesan wingko babat buatanku. Dengan harga
Rp 2.500/buah menurut saya sudah sangat terjangkau di
39

kalangan masyarakat Kecamatan Cepu baik yang tinggal


di desa maupun yang tinggal di kota.”

3) Penentuan Posisi Pasar (Positioning)


Susana mengatakan bahwa ia menciptakan image UMKM
yang baik di mata para konsumen dengan sering memberikan
bonus tambahan berupa produk wingko babat buatannya
ketika konsumen membeli produk dengan jumlah yang sangat
banyak. Hal tersebut tentu menjadikan konsumen lebih tertarik
lagi ketika membeli produk wingko babat buatannya karena
keduanya baik dirinya maupun konsumen merasa
diuntungkan.

“Aku sering memberikan produk wingko babat tambahan


untuk konsumenku jika mereka membeli produkku sangat
banyak, karena aku tidak biasa memberikan diskon atau
potongan harga ke konsumenku jadi aku hanya
memberikan produk wingko babat tambahan saja. Dengan
hal seperti itu, saya yakin memberikan keuntungan bagi
keduanya baik untuk diriku sendiri maupun
konsumenku.”

b. Strategi Marketing Mix (Bauran Pemasaran)


1) Strategi Produk (Product)
Susana mengatakan bahwa ia melakukan strategi produk
dengan berbagai cara, diantaranya yaitu :
a) Melakukan Inovasi Packaging
Susana memproduksi produk wingko babat yang
mudah diingat oleh konsumennya. Walaupun tidak
memiliki label nama pada produk yang dijualnya ia tetap
memiliki cara agar wingko babat buatannya diingat oleh
para konsumennya.

“Pas awal aku jual produk wingko babat ini belum


aku kasih packaging, hanya wingko babat ditumpuk
40

menjadi satu lalu dimasukkan ke dalam kardus.


Untuk penyekat antara wingko babatnya hanya
menggunakan potongan plastik. Namun, seiring
berjalannya waktu dan diberi saran oleh adik
kandungku, katanya lebih rapih dan higienis jika
diberikan packaging walaupun hanya berupa plastik.
Jadi saat ini wingko babat yang aku produksi
diberikan plastik masing-masing per buah sesuai
dengan ukuran wingko babat tersebut. Dengan
menggunakan plastik sebagai packaging nya akan
memberikan kesan yang rapih di mata para
konsumen.”
Walaupun hal tersebut belum menjadikan ciri khas
wingko babat buatannya, tetapi inovasi packaging yang
dilakukannya menjadi dampak positif bagi dirinya
maupun para konsumen. Dengan menggunakan
packaging akan memberikan kesan yang baik untuk usaha
yang sedang dijalankannya tersebut. Berikut adalah
inovasi pada packaging wingko babat home industry non
label.
Gambar 4.4
Inovasi Packaging Wingko Babat Home Industry Non
Label

Sebelum
41

Sesudah

Dari gambar 4.4 menunjukkan bahwa inovasi


packaging pada produk wingko babat home industry non
label yang dilakukan oleh Susana yaitu dengan
penambahan packaging berupa plastik yang diberikan
kepada masing-masing wingko babat agar terlihat lebih
rapih dan higienis sampai di tangan konsumen. Selain itu,
dengan adanya packaging akan memberikan kesan yang
bagus untuk usaha yang sedang dijalankan oleh Susana
tersebut.

b) Menggunakan Kamera Asli dari Handphone


Susana mengatakan bahwa ia tidak menggunakan
jasa foto produk seperti usaha wingko babat lainnya, ia
hanya bermodalkan kamera handphone yang dimilikinya
lalu melakukan foto produk wingko babat yang kemudian
ia upload pada status WhatsApp.

“Aku tidak pakai jasa foto produk seperti usaha


wingko babat lainnya, aku cuma pake kamera yang
ada di handphoneku ini saja. Foto produknya pun
tidak aku edit, aku foto hanya asal saja yang penting
terlihat wingko babatnya. Biasanya aku foto dibawah
sinar lampu agar terlihat lebih terang produk wingko
42

babat yang sudah aku foto. Jika aku pakai jasa foto
produk makanan tentu akan menambah biaya lagi jadi
aku foto seadanya saja menggunakan kamera
handphone.”

Gambar 4.5
Foto Produk Wingko Babat Home Industry Non
Label

c) Memberikan Pelayanan yang Baik


Susana berusaha semaksimal mungkin memberikan
pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Pelayanan
yang diberikan oleh Susana yaitu mencakup pelayanan
dalam penjualan produk dengan menjalin komunikasi
yang baik dengan calon konsumen maupun konsumen
tetap.

“Tentu aku menjalin komunikasi yang baik kepada


calon konsumen mauapun konsumen tetap aku,
karena hal itu merupakan salah satu prinsip aku dalam
memberikan pelayanan yang baik. Disaat calon
konsumen atau konsumen tetap aku chat ke
WhatsApp tentu langsung aku balas, Ra. Kecuali jika
43

aku ada kepentingan yang mendesak yang


mengharuskan untuk tidak pegang handphone nah itu
aku balasnya ketika sudah pegang handphone.”

Sedangkan pelayanan pada saat pengemasan produk,


Susana tentu memperhatikan secara detail packaging yang
akan digunakan untuk produk wingko babatnya tersebut.
Packaging yang digunakan pun dalam keadaan baru
sehingga produk wingko babat yang diterima oleh
konsumen tetap terjaga kebersihannya.

“Disaat aku melakukan packaging wingko babat tentu


plastik yang aku gunakan masih baru, karena aku
sangat mementingkan kepuasaan pada konsumen.
Aku tidak ingin konsumenku merasa kecewa dengan
pelayanan yang aku berikan kepada mereka. Aku
harap dengan adanya packaging plastik di masing-
masing wingko babat dapat menjadikan produk
tersebut tetap dalam keadaan baru dan terjaga
kualitasnya.”

d) Memberikan Tambahan Produk


Susana melakukan sistem penjualan yang berbeda
dengan penjual wingko babat pada umumnya, dimana jika
ada konsumen yang membeli poduk wingko babatnya
dengan jumlah yang sangat banyak maka ia memberi
tambahan produk wingko babat tersebut. Menurut Susana
dengan cara tersebut, dapat dijadikan trik dalam menarik
perhatian konsumen.

“Aku memberikan tambahan produk kepada


konsumenku jika ada yang membeli dengan jumlah
yang sangat banyak. Misal konsumen ku membeli
wingko babat dengan jumlah 50 buah dengan begitu
aku memberikan tambahan produk sejumlah 2 atau 3
buah wingko babat. Menurutku dengan cara seperti
itu dapat menarik konsumen lebih banyak lagi, karena
44

dari kedua belah pihak yaitu aku (penjual) dengan


konsumen merasa diuntungkan. Tentu hal tersebut
dapat memberikan kepuasaan tersendiri bagi
konsumenku.”

2) Strategi Harga (Price)


Susana mengatakan bahwa ia menetapkan harga produk
yang dijualnya dengan harga standar sesuai dengan kualitas
produk yang ditawarkannya. Ia juga menetapkan harga sesuai
dengan lingkungan masyarakat di tempat tinggalnya tersebut.

“Aku menjual produk wingko babat dengan harga yang


standar dengan masyarakat tempat tinggalku, Ra. Aku
tidak berani menjual degan harga yang tinggi karena aku
juga sadar daerah tempat tinggalku hanya di desa.
Tentunya aku menetapkan harga sesuai dengan kualitas
produk yang aku tawarkan kepada konsumen.”

Susana juga mengatakan bahwa ia membeli produk


wingko babat dari toko lain yang sudah memiliki label nama.
Ia membeli produk wingko babat dari toko lain untuk
membandingkan kualitas pada produk wingko babat dan juga
harga yang ditawarkan oleh toko lain.

“Aku beli produk wingko babat dari toko lain yang sudah
ada label namanya untuk membandingkan kualitas produk
dan harga yang ditawarkannya. Aku penasaran apakah
harga yang ditawarkan tersebut sesuai dengan kualitas
produk wingko babat yang dijualnya. Karena banyak yang
menjual wingko babat dengan harga murah tanpa
memperhatikan kualitas produknya. Tentu aku tidak
seperti itu, karena aku sangat memperhatikan kualitas
produk wingko babat yang aku buat agar konsumen selalu
merasa puas dengan hasil produk buatanku.”

Berikut adalah perbandingan harga produk wingko babat


home industry non label dan produk wingko babat home
industry dengan label :
45

Tabel 4.2

Perbandingan Harga Produk Wingko Babat Home


Industry Non Label dan Wingko Babat Home Industry
dengan Label
Wingko Babat Home Wingko Babat Home
Industry Non Label Industry dengan Label
Produk Harga Produk Harga
Wingko Babat Rp 2.500 Wingko Babat Rp 2.000
Bulat Mini Bulat Mini

3) Strategi Distribusi (Place)


Susana mengatakan bahwa ia menggunakan strategi
distribusi secara langsung kepada konsumen tanpa perantara
atau distributor seperti pengusaha wingko babat yang lain.

“Disini aku pakai strategi distribusi langsung ke


konsumen ku, Ra. Jadi tidak ada perantara atau distributor
seperti pengusaha wingko babat yang lain. Penjualan
wingko babat ku juga secara offline dan hanya dirumah,
belum memiliki toko offline seperti pengusaha wingko
babat lainnya. Usaha yang aku jalanin ini juga tidak ada
dropshipper dan reseller, tapi kalau ada temen atau
tetanggaku yang beli wingko babat bisa langsung ambil ke
rumah tanpa WhatsApp aku terlebih dahulu.”

4) Strategi Promosi (Promotion)


Susana mengatakan bahwa ia melakukan strategi promosi
dalam memasarkan produk wingko babatnya dengan dua cara,
yaitu :
a) Promosi Penjualan Melalui Status WhatsApp
Susana menggunakan fitur status WhatsApp sebagai
media promosi penjualan produk wingko babatnya.
Dengan ia mempromosikan produk wingko babat di status
46

WhatsApp secara terus menerus tentu dapat menarik


konsumen untuk membeli produk tersebut.

“Promosi yang aku gunakan tersebut tentu untuk


menaikkan daya tarik konsumen yang ada di kontak
WhatsApp ku, agar lebih banyak lagi yang beli produk
wingko babat ku, Ra. Jadi setiap ada yang beli produk
wingko babat ku langsung aku posting di status
WhatsApp, agar kontak WhatsApp ku tahu kalau aku
setiap hari open PO. Menurutku dengan cara promosi
seperti itu sudah efektif dalam kegiatan jual beli yang
aku lakukan selama ini.”

Susana mengatakan bahwa promosi penjualan produk


wingko babat melalui fitur status WhatsApp dapat
meningkatkan penjualan produknya. Namun tidak begitu
terlihat berapa persen peningkatan pada penjualan produk
wingko babatnya tersebut.

“Promosi yang aku lakukan itu tentu meningkatkan


penjualan produk yang aku jual. Tapi aku sepenuhnya
tidak bisa mengetahui berapa persen kenaikkan yang
diperoleh dari penjualan yang telah aku lakukan
selama ini. Tetapi terlihat perubahannya setelah aku
posting status WhatsApp tentang produk wingko
babat yang aku jual. Misal temenku si A sebelumnya
tidak pernah beli wingko babat di aku, setelah aku
posting produk wingko babat di status WhatsApp dia
tanya tentang wingko babat ku itu. Menurutku
promosi yang aku lalukan di status WhatsApp tersebut
sukses menaikkan daya tarik konsumen di kontak
WhatsApp ku.”

Promosi penjualan produk wingko babat yang


dilakukan oleh Susana menggunakan fitur yang tersedia
di aplikasi WhatsApp yaitu status WhatsApp adalah
sebagai berikut :
47

Gambar 4.6

Promosi Penjualan Melalui Status WhatsApp

Sumber : Status WhatsApp

b) Promosi dari Mulut ke Mulut (Word Of Mouth)


Susana mengatakan bahwa selain memanfaatkan fitur
WhatsApp sebagai media promosinya ia juga
mempromosikan produk wingko babat secara langsung
dengan kata lain promosi dari mulut ke mulut. Dengan
seperti itu, maka orang terdekatnya atau orang yang kenal
dengan dirinya akan tahu bahwa ia memiliki usaha
wingko babat non label tersebut.
48

“Selain mempromosikan produk wingko babat ku


melalui aplikasi WhatsApp, aku juga ada cara lain
dalam menarik daya tarik konsumen. Caranya yaitu
dengan mempromosikan produk ku secara langsung
atau kata lainnya promosi dari mulut ke mulut.
Menurutku dengan cara tersebut dapat menjadi daya
tarik tersendiri bagi konsumen, karena sekarang
sudah jarang yang mempromosikan dari mulut ke
mulut lebih sering menjumpai yang mempromosikan
melalui sosial media saja. Dengan cara
mempromosikan produk dari mulut ke mulut maka
para konsumen akan lebih percaya bahwa kita
berjualan secara nyata, karena saat ini banyak sekali
yang melakukan penipuan dalam bertransaksi.”

Susana juga mengatakan bahwa dengan


mempromosikan produk wingko babatnya secara
langsung dapat meningkatkan penjualan, karena banyak
orang yang tertarik hanya dengan dijelaskan dari mulut ke
mulut saja.

“Dalam menjalankan usaha seperti ini tentu aku perlu


memahami strategi yang tepat untuk mempromosikan
produk wingko babat buatanku ini. Dengan melihat
keadaan seperti sekarang ini banyak sekali penjual
yang mempromosikan produknya hanya melalui
sosial media saja. Menurutku cara seperti itu memang
sudah tepat tetapi masih kurang untuk menarik daya
beli konsumen. Banyak orang desa yang tidak
mengetahui sosial media karena mereka tidak
mempunyai handphone. Oleh karena itu, dengan
permasalahan yang terjadi tersebut dapat aku jadikan
ide dalam mempromosikan produk yang ku jual ini
yaitu melakukan promosi wingko babat dari mulut ke
mulut. Untuk memberi tahu kepada tetangga atau
kerabat ku yang tidak memiliki handphone bahwa aku
bahwa aku berjualan wingko babat. Tidak hanya
orang desa saja banyak juga masyarakat yang tinggal
di Kecamatan Cepu suka dengan promosi produk
49

secara langsung dengan kata lain pemilik usahanya


datang untuk mempromosikan kepada calon
konsumen, karena mereka merasa produk yang
ditawarkan nyata. Dengan seperti itu tentu promosi
yang aku gunakan menjadi daya tarik tersendiri bagi
calon konsumen maupun konsumen tetapku.”

4. Sistem Produksi Made To Order dalam Meningkatkan Penjualan


Produk Wingko Babat Home Industry Non Label
Susana selaku pemilik UMKM wingko babat home industry non
label mengatakan bahwa sistem produksi made to order yang
digunakannya sangat membantu dalam meningkatkan penjualan
wingko babat yang telah dijalaninya tersebut. Dengan sistem produksi
yang digunakannya, Susana mendapatkan keuntungan yang
diharapkan.

“Dengan sistem produksi made to order yang aku gunakan selama


kegiatan penjualan ini tentu sangat membantu dalam meningkatkan
penjualan produk wingko babat yang telah aku jalani selama
bertahun-tahun. Berawal dari tahun 2018 aku menitipkan produk
wingko babat ku di pasar tradisional terdekat yang hasilnya tidak
sesuai dengan yang diharapkan sampai akhirnya aku mengubah
sistem produksi made to order yang menjadikan produk wingko
babat ku ini lebih dikenal di masyarakat sekitar tempat tinggal
khusunya di Desa Nglajo ini. Dan sampai saat ini aku tidak
menyangka bahwa dengan sistem produksi made to order yang
telah aku gunakan selama ini dapat menjadi daya tarik tersendiri
bagi konsumen ku. Karena menurut konsumen ku dengan sistem
produksi yang aku gunakan dapat menjaga kualitas produk wingko
babat yang aku buat yaitu dengan pembuatannya yang sesuai
dengan adanya pesanan, jadi produk wingko babat ku masih baru
dan terjaga kualitasnya.”

Susana juga memberi tahu bahwa dengan menggunakan sistem


produksi made to order dalam kegiatan penjualannya ia memperoleh
kelebihan yang dapat menjadikan keberhasilan dalam berjualan wingko
babatnya tersebut. Kelebihan yang diperoleh Susana yaitu :
50

a. Produk yang Dijual Selalu Baru


Susana mengatakan bahwa produk wingko babat buatannya
tentu selalu baru karena ia menerapkan sistem produksi made to
order pada kegiatan penjualannya. Sistem made to order yang telah
dijalankannya selama bertahun-tahun tentu memiliki kelebihan
tersendiri bagi Susana, karena dengan hal tersebut ia dapat
memperhatikan dan menjaga kualitas wingko babat buatannya.

“Tentu produk wingko babat buatan ku selalu baru, Ra. Karena


aku tidak ingin mengecewakan para konsumen ku yang telah
berekspektasi tinggi terhadap produk bauatanku ini. Dengan
sistem produksi made to order yang aku jalani selama
bertahun-tahun ini tentu memilki keuntungan bagi aku, karena
dengan sistem made to order ini aku lebih hati-hati dalam
membuat wingko babat. Aku sangat memperhatikan bahan-
bahan wingko babat yang akan ku buat, mulai dari memilih
kelapa parut yang tidak terlalu tua dan juga tidak muda karena
hal tersebut dapat membuat wingko babatnya berserat, tepung
ketan protein tinggi agar adonannya lebih menyatu jika sudah
dicampur dengan kelapanya. Lalu ada santan disini aku pake
santan asli yang berasal dari kelapa parut tersebut agar rasa
kelapanya lebih terasa, berbeda dengan wingko babat dengan
santan instan rasanya tidak akan pekat. Selanjutnya ada gula
pasir disini bebas menggunakan gula pasir yang seperti apa,
kalau aku biasanya pakai Gulaku karena rasa manis dari gula
tersebut sangat berbeda dengan gula pasir lainnya. Tidak
berhenti sampai disitu selanjutnya aku tetap harus menjaga
kualitas produknya dengan memperhatikan panggangan yang
digunakan untuk memanggang wingko babat tersebut. Suhu
pada panggangan dan waktu memanggang wingko babat
tersebut harus sesuai agar adonan wingko babatnya tidak
terlalu kering ataupun masih basah. Jadi dengan sistem made
to order tersebut tentu sangat membatu aku dalam pembuatan
wingko babat, karena dapat aku jadikan evaluasi jika ada
kegagalan pada pembuatan produk.”

Susana juga mengatakan bahwa produk wingko babatnya lebih


mahal sedikit dari penjual wingko babat lainnya karena ia lebih
51

mementingkan kualitas pada produk wingko babat buatannya.


Dengan begitu konsumen merasa memiliki kepuasan dalam
menikmati produk wingko babat buatannya.

a. Tidak Terdapat Penumpukan Produk


Susana mengatakan bahwa dengan menggunakan sistem
produksi made to order dalam kegiatan penjualannya tentu tidak
terdapat penumpukan produk wingko babat yang telah dibuatnya.
Hal tersebut karena Susana membuat produk wingko babat sesuai
dengan pesanan dari konsumen saja, jadi ia tidak setiap hari
membuat produk tersebut. Dengan seperti itu tentu mengurangi
penumpukan pada produk wingko babat.

“Dengan menggunakan sistem produksi made to order dalam


kegiatan penjualanku ternyata sangat menguntungkan bagi
usaha yang telah ku jalani tersebut. Aku tidak perlu membuat
wingko babat setiap hari dan juga tidak terjadi penumpukan
pada produk yang telah aku buat. Ketika aku membuat wingko
babat tentu tidak akan mubazir karena aku membuat produk
itu sesuai dengan pesanan dari konsumen. Jadi disaat ada
konsumen ingin membeli wingko babat buatanku lalu aku tulis
di list pesanan setelah itu baru aku membuat wingko babatnya.
Keuntungan tidak memproduksi produk setiap hari yaitu
menghindari makanan tersebut basi atau busuk.”

b. Hemat Tenaga Kerja


Susana mengatakan bahwa dengan menggunakan sistem
produksi made to order dalam kegiatan penjualannya tentu sangat
menghemat tenaga kerja. Hal tersebut karena Susana tidak
membuat produk setiap hari, jadi ia membuat produk jika ada
pesanan dari konsumen saja. Dengan seperti itu, tentu sangat
menghemat tenaga kerja yang diperlukan.

“Dengan menggunakan sistem produksi made to order dalam


kegiatan penjualanku tentu sangat menghemat tenaga kerja ku,
Ra. Karena aku buat wingko babat ini tidak setiap hari, jika
52

ada pesanan dari konsumen saja baru aku buat wingko


babatnya. Walaupun tidak setiap hari aku membuat wingko
babatnya tetap saja dalam pembuatan wingko babat aku perlu
menggunakan tenaga kerja yang cukup ekstra karena biasanya
pesanan dari konsumenku tidak hanya sedikit tetapi dengan
jumlah yang cukup banyak. Paling sedikit itu biasanya 30 buah
wingko babat dan pas waktu itu pernah satu hari ada yang
pesan 250 buah. Tentu dalam hal tersebut sangat
membutuhkan tenaga kerja yang cukup ekstra karena dalam
sehari harus menyelesaikan dengan jumlah yang cukup banyak
dan juga dikejar waktu oleh konsumen. Dengan seperti itu aku
harus pintar dalam mengatur waktu pembuatan wingko babat
tersebut.”

Susana juga mengatakan bahwa dengan menggunakan sistem


produksi made to order dalam kegiatan penjualannya sangat
menguntungkan bagi dirinya sendiri. Keuntungan yang diperoleh
yaitu ia dapat memanfaatkan waktu bersama keluarga, teman atau
untuk hobinya tersebut.

c. Kepuasan Konsumen
Susana mengatakan bahwa dengan menggunakan sistem
produksi made to order dalam kegiatan penjualannya tentu sangat
menguntungkan yaitu terdapat kepuasan tersendiri bagi
konsumennya. Hal tersebut dapat terjadi karena Susana lebih
memperhatikan komposisi dan kandungan pada wingko babatnya
tersebut. Jadi dengan begitu Susana dapat memperhatikan
kepuasan pada konsumennya.

“Dalam kegiatan penjualanku tentu aku berharap semua


konsumenku merasa puas dengan produk wingko babat
buatanku. Dengan hal seperti itu tentu menjadi kepuasan
tersendiri bagi aku, karena produk yang aku jual diterima oleh
masyarakat sekitar sini. Dengan sistem produksi yang aku
jalani tersebut tentu menjadi keuntungan bagi aku yaitu aku
menjadi lebih fokus dalam proses pembuatan wingko babat.
Tidak hanya itu, bahan-bahan yang aku gunakan tentu yang
53

memiliki kualitas bagus agar rasa yang ditawarkan oleh


wingko babat tersebut sesuai dengan ekspektasi para
konsumen. Dengan seperti itu aku berharap dapat menjadi
kepuasan tersendiri bagi konsumenku.”

Susana juga mengatakan bahwa dengan kepuasan yang


dirasakan oleh para konsumennya dapat dijadikan peluang dalam
usahanya tersebut. Karena hal tersebut dapat dijadikan kegiatan
promosi dari mulut ke mulut yang dilakukan para konsumennya
agar membeli produk wingko babat buatan Susana.

“Ketika konsumenku merasa puas dengan produk wingko


babat buatanku tentu aku mempunyai peluang yang cukup
besar, karena secara tidak langsung konsumenku akan
memperkenalkan produk wingko babat buatanku ke keluarga,
teman atau tetanggnya dari mulut ke mulut. Hal tersebut juga
termasuk ke dalam kegiatan promosi yang dilakukan oleh
konsumenku sendiri. Dengan begitu tentu dapat meningkatkan
penjualan produk wingko babatku dan juga memberikan
keuntungan yang aku inginkan.”

B. Pembahasan dan Temuan


Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Susana selaku pemilik UMKM
wingko babat home industry non label melakukan beberapa strategi
pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk wingko babat home
industry non label di Desa Nglajo Kecamatan Cepu. Strategi tersebut akan
dianalisis sebagai berikut :
1. Strategi Pemasaran Usaha Wingko Babat Home Industry Non
Label
a. Segmenting, Targeting dan Positioning
1) Segmentasi Pasar (Segmenting)
Segmentasi pasar adalah kegiatan dalam suatu pasar
menjadi kelompok pembeli yang memiliki kebutuhan berbeda
sesuai dengan keinginan masing-masing. Dalam hal ini,
Susana membagi segmentasi pasar menjadi segmentasi pasar
54

berdasarkan geografis dan segmentasi pasar berdasarkan


demografis. Segmentasi geografisnya yaitu Desa Nglajo
Kecamatan Cepu, sedangkan segmentasi demografisnya yaitu
semua kalangan orang.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya pada
tahun 2020 dengan judul strategi pemasaran dalam
meningkatkan penjualan produk fashion muslim pada toko
Antaradinhijabs. Persamaan penelitian ini yaitu strategi
pemasaran yang dilakukan oleh toko Antaradinhijabs dalam
menjalankan usahanya yaitu menggunakan segmenting,
targeting, positioning. Dimana di dalam pembahasan
segmentasi pasar ia menjelaskan tentang segmentasi
berdasarkan geografis dan juga segmentasi berdasarkan
geografis. Hasil penelitian yang diperoleh pun sama yaitu
untuk meningkatnya penjualan produk pada home industry
tersebut.

2) Penentuan Pasar Sasaran (Targeting)


Penentuan pasar dapat dilakukan jika perusahaan terlebih
dahulu menentukan segmentasi pasar dari produk yang telah
dipasarkan sebelumnya. Dalam hal ini, Susana menentukan
pasar sasarannya adalah semua kalangan baik laki-laki
maupun perempuan, di segala usia, di segala jenjang
pendidikan dan pekerjaan di Desa Nglajo Kecamatan Cepu
sesuai dengan penentuan segmentasi pasar sebelumnya.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh beberapa mahasiswi dari Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari tahun 2020 dengan
judul strategi pemasaran terhadap peningkatan volume
penjualan pada home industry kue HD Cake Kota Banjarbaru.
Persamaan pada penelitian ini yaitu strategi pemasaran yang
55

digunakan oleh home industry kue HD Cake menggunakan


sistem STP (Segmennting, Targeting, Positioning). Dimana di
dalamnya membahas tentang targeting yang digunakan oleh
home industry kue HD Cake dalam untuk meningkatkan
penjualan pada produknya.

3) Penentuan Posisi Pasar (Positioning)


Perusahaan harus menentukan posisi apa yang ingin
ditempati setelah menentukan segmentasi pasar dan pasar
sasaran yang akan dituju. Hal ini pembeli lebih cenderung
melihat keunggulan produk yang dipromosikan sebagai
kualitas terbaik. Dalam hal ini, Susana memposisikan UMKM
dan produknya dengan sering memberikan produk tambahan
kepada konsumen ketika melakukan pembelian produk
dengan jumlah yang cukup banyak karena hal tersebut dapat
menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen sehinggan
penjualan produk wingko babatnya meningkat.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi IAIN Purwokerto pada tahun 2020
dengan judul strategi pemasaran dalam meningkatkan volume
penjualan pada BukedBakar Purwokerto. Persamaan
penelitian ini yaitu penerapan strategi pemasaran yang
digunakan oleh home industry BukedBakar yaitu dengan
sistem segmenting, targeting, positioning. Dimana di
dalamnya membahas tentang posisi pasar (positioning) yang
diterapkan oleh home industry BukedBakar. Hasil penelitian
yang diperoleh pun sama yaitu meningkatnya volume
penjualan pada home industry, hanya tetapi keuntungan yang
diperoleh dari penjualan BukedBakar belum maksimal.

b. Strategi Marketing Mix (Bauran Pemasaran)


1) Strategi Produk (Product)
56

Strategi produk merupakan strategi dalam menetapkan


suatu produk baik berupa barang maupun jasa yang sesuai
dengan pasar yang akan dituju untuk memenuhi kebutuhan
konsumen serta dapat meningkatkan penjualan produk. Dalam
hal ini, Susana menentukan strategi produknya dengan cara
melakukan inovasi produk, menggunakan kamera asli dari
handphone, memberikan pelayanan yang baik, dan
memberikan tambahan produk.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi IAIN Tulungagung pada tahun 2021
dengan judul strategi pemasaran dalam meningkatkan
penjualan pada home industry kerupuk. Persamaan penelitian
ini adalah strategi yang digunakan dalam kegiatan penjualan
yaitu menggunakan strategi marketing mix atau biasa disebut
dengan bauran pemasaran. Di dalam penelitian tersebut
membahas strategi produk yang tepat dalam menjual kerupuk
agar dapat meningkatkan penjualan pada home industry
tersebut. Persamaan dari hasil penelitian yang diperoleh yaitu
menunjukkan bahwa dengan menggunakan strategi marketing
mix dapat meningkatkan penjualan pada produk karena
penjual dapat mengelompokkan sesuai dengan bidangnya
masing-masing terutama startegi produk.

2) Strategi Harga (Price)


Strategi harga merupakan strategi yang dilakukan dalam
menetapkan harga yang tepat. Harga menjadi sebuah tolak
ukur terkait kualitas suatu produk yang dapat menyebabkan
laku atau tidaknya produk tersebut. Dalam hal ini, Susana
menetapkan harga produk yang dijualnya dengan harga yang
standart (tidak terlalu mahal dan juga tidak terlalu murah serta
telah disesuaikan dengan kualitas produk dan harga
pasarannya). Penetapan harga tersebut sesuai dengan pasar
57

sasarannya yaitu lingkungan tempat tinggalnya, sehingga


produk yang dijual oleh Susana laku di pasaran dan juga secara
tidak langsung produknya akan meningkat.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi Universitas Islam Kalimantan
(UNISKA) pada tahun 2020 dengan judul analisis strategi
pemasaran dalam meningkatkan volume penjualan pada home
industry “Donat Kentang Mama Syifa” di Sekumpul
Martapura Kabupaten Banjar. Penelitian ini memiliki
kesamaan yaitu menggunakan strategi marketing mix dalam
keberlangsungan kegiatan penjualan. Penelitian ini membahas
strategi harga yang digunakan dalam kegiatan penjualan
hanger “Ayam Jago” tersebut. Harga yang ditentukan dalam
kegiatan penjualan produk akan berpengaruh pada volume
penjualan. Persamaan dari hasil penelitian yang diperoleh
yaitu dengan menggunakan strategi tersebut terutama pada
strategi harga dapat meningkatkan penjualan pada produk.

3) Strategi Distribusi (Place)


Susana menggunakan strategi distribusi secara langsung
kepada konsumen tanpa perantara atau distributor. Susana
dalam memasarkan produknya pun hanya di rumah karena ia
belum memiliki toko offline. Meski penjualan wingko
babatnya hanya di rumah saja, ia tetap bisa mencapai target
penjualan yang diingkan karena pasar sasarannya luas. Masih
banyak orang yang suka membeli produk makanan secara
offline karena produk yang ditawarkannya tentu sangat
terjamin keasliannya.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi IAIN Tulungagung pada tahun 2018
dengan judul strategi pemasaran dalam meningkatkan
penjualan pada home industry hanger “Ayam Jago” di Kota
58

Tulungagung. Penelitian ini memiliki kesamaan yaitu


menggunakan strategi marketing mix dalam keberlangsungan
kegiatan penjualan. Penelitian ini membahas strategi distribusi
yang digunakan dalam kegiatan penjualan hanger “Ayam
Jago” tersebut. Persamaan dari hasil penelitian yang diperoleh
yaitu dengan menggunakan strategi tersebut dapat
meningkatkan penjualan pada produk karena penjual memiliki
strategi yang tepat dalam menentukan lokasi usahanya.

4) Strategi Promosi (Promotion)


Strategi promosi merupakan strategi yang dilakukan oleh
suatu perusahaan dalam hal memperkenalkan dan
memasarkan produk serta berusaha membujuk calon
konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Dalam hal
ini, Susana melakukan strategi promosi dalam memasarkan
produknya dengan cara promosi penjualan melalui status
WhatsApp dan juga promosi dari mulut ke mulut (word of
mouth).
Penelitian ini memliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi Universitas Islam Kalimantan
(UNISKA) pada tahun 2020 dengan judul analisis strategi
pemasaran untuk meningkatkan penjualan pada usaha pentol
ikan 3R di Pagatan Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah
Bambu. Persamaan pada penelitian ini yaitu dalam
keberlangsungan penjualan menggunakan strategi marketing
mix (bauran pemasaran). Di dalamnya membahas strategi
promosi yang tepat dalam menjalankan kegiatan usahanya
tersebut. Hasil yang diperoleh pun sama yaitu dengan
memanfaatkan sosial media dalam kegiatan promosi dapat
meningkatkan penjualan pada produk yang dijual
59

2. Sistem Produksi Made To Order dalam Meningkatkan Penjualan


Produk Wingko Babat Home Industry Non Label
Sistem produksi made to order adalah metode dimana semua bahan
baku dan suku cadang harus disiapkan saat menerima pesanan
pelanggan. Sistem produksi yang dijalankan sesuai pesanan permintaan
yang diterima (Kolissch, R). Dengan menggunakan sistem produksi
made to order dalam kegiatan penjualannya, Susana mendapatkan
keuntungan yang dapat menjadikan keberhasilan dalam berjualan
wingko babatnya.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa Universitas Wiraraja pada tahun 2019
tentang strategi pemasaran kripik singkong “Sabar Menanti” dalam
meningkatkan penjualan di UD. Sumber Mas di Desa Lalangon,
Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep. Persamaan pada penelitian
ini yaitu sistem produksi yang digunakan dalam kegiatan penjualan
menggunakan made to order atau biasa dikenal dengan pembuatan
produk ketika terdapat pesanan saja. Penelitian ini menggunakan sistem
produksi tersebut dikarenakan terdapat kendala pada bahan baku. Di
dalam penelitian tersebut membahas strategi yang tepat untuk
digunakan dalam keberlangsungan penjualan. Hasil yang diperoleh pun
sama yaitu dengan menggunakan sistem produksi made to order dalam
kegiatan penjualan dapat meningkatkan penjualan pada produk
tersebut.
Penelitian ini memiliki hubungan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi IAIN Tulungagung pada tahun 2021 yang
berjudul strategi pemasaran dalam meningkatkan penjualan pada home
industry kerupuk. Persamaan pada penelitian ini yaitu sistem produksi
yang digunakan dalam kegiatan penjualan menggunakan made to
order. Di dalamnya membahas tenaga kerja yang diperlukan ketika
terdapat pesanan produk dan juga modal yang dibutuhkan dalam
kegiatan penjualan. Pembahasan tersebut merupakan salah satu faktor
60

pendukung dalam sistem produksi made to order karena memberikan


keuntungan pada pemilik usaha. Persamaan dari hasil yang diproleh
yaitu dengan menggunakan sistem produksi made to order dalam
kegiatan penjualan dapat meningkatkan penjualan pada produk dengan
memperhatikan tenaga kerja dan modal yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai