Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

PERANCANGAN ALAT PROSES HEAT EXCHANGER


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Perancangan Alat Proses
Dosen Pengampu : Ir. Jalaluddin, MT

Oleh :
1. Rindu Bunga Kasih Sinaga 200140067
2. Alvina Erasantika 200140080
3. Ranty Rahayu 200140047
4. Sri Juniati 200140094
5. Jessyca Carmen G 200140132
6. Renanda Pradila 200140147

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2002

4
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Perancangan Alat Proses HEAT EXCHANGER ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Perancangan Alat Proses. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Perancangan Alat Proses
HEAT EXCHANGER bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Jalaluddin, MT
selaku dosen mata kuliah Perancangan Alat Proses yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Lhokseumawe, 21 November 2022

Kelompok III

5
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

1. PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Kajian Teori...............................................................................................2

1.2.1 Science and art................................................................................2


1.2.2 Anticipation....................................................................................3
1.2.3 Recognition.....................................................................................3
1.2.4 Evaluation.......................................................................................3
1.2.5 Control............................................................................................3
2. PEMBAHASAN.................................................................................................4
2.1 Radiology..................................................................................................4

2.2 Radiasi.......................................................................................................4

2.3 Higine Industri...........................................................................................5

2.3.1
Antisipasi........................................................................................................6

2.3.2
Rekognisi........................................................................................................6

2.3.3
Evaluasi..........................................................................................................9

2.3.4
Kontrol.........................................................................................................10

3. PENUTUP.........................................................................................................10

3.1 Kesimpulan..............................................................................................10

3.2 Saran........................................................................................................10

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Unit penukar kalor adalah suatu alat untuk memindahkan panas dari suatu
fluida ke fluida yang lain. Sebagian besar dari industri-industri yang berkaitan
dengan pemprosesan selalu menggunakan alat ini, sehingga alat penukar kalor ini
mempunyai peran yang penting dalam suatu proses produksi atau operasi. Salah
satu tipe dari alat penukar kalor yang banyak dipakai adalah Shell and Tube Heat
Exchanger. Alat ini terdiri dari sebuah shell silindris di bagian luar dan sejumlah
tube (tube bundle) di bagian dalam, dimana temperatur fluida di dalam tube
bundle berbeda dengan di luar tube (di dalam shell) sehingga terjadi perpindahan
panas antara aliran fluida didalam tube dan di luar tube. Adapun daerah yang
berhubungan dengan bagian dalam tube disebut dengan tube side dan yang di luar
dari tube disebut shell side.
Pemilihan yang tepat suatu alat penukar kalor akan menghemat biaya
operasional harian dan perawatan. Bila alat penukar kalor dalam keadaan baru,
maka permukaan logam dari pipa-pipa pemanas masih dalam keadaan bersih
setelah alat beroperasi beberapa lama maka terbentuklah lapisan kotoran atau
kerak pada permukaan pipa tersebut. Tebal tipisnya lapisan kotoran tergantung
dari fluidanya. Adanya lapisan tersebut akan mengurangi koefisien perpindahan
panasnya. Harga koefisien perpindahan panas untuk suatu alat penukar kalor
selalu mengalami perubahan selama pemakaian. Batas terakhir alat dapat
berfungsi sesuai dengan perencanaan adalah saat harga koefisien perpindahan
panas mencapai harga minimum.
Alat penukar panas atau Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan
untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa
dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya,
medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air

7
biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa
mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding
yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact).
Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik
kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah
satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana
cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.

Tipe Aliran pada Alat Penukar Panas


Tipe aliran di dalam alat penukar panas ini ada 4 macam aliran yaitu :
• Parallel flow/co current /flow (aliran searah)
• Cross flow (aliran silang)
• Cross counter flow (aliran silang berlawanan)
• Counter current flow (aliran berlawanan arah)

Jenis-jenis penukar panas


Jenis-jenis penukar panas antara lain :
a. Double Pipe Heat Exchanger
b. Plate and Frame Heat Exchanger
c. Shell anf Tube Heat Exchanger
d. Adiabatic wheel Heat Exchanger
e. Pillow plate Heat Exchanger
f. Dynamic scraped surface Heat Exchanger
g. Phase-change Heat Exchanger
Alat penukar kalor sangat dibutuhkan pada proses produksi dalam suatu
industri, maka untuk mengetahui unjuk kerja dari alat penukar kalor perlu
diadakan analisis. Dengan analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa alat
tersebut mampu menghasilkan kalor dengan standar kerja sesuai kebutuhan yang
diinginkan.

8
Penukar panas dapat diklasifikasikan menurut pengaturan arus mereka.
Dalam paralel-aliran penukar panas, dua cairan masuk ke penukar pada akhir
yang sama, dan perjalanan secara paralel satu sama lain ke sisi lain. Dalam
counter-flow penukar panas cairan masuk ke penukar dari ujung berlawanan.
Desain saat ini counter paling efisien, karena dapat mentransfer panas yang
paling. Dalam suatu heat exchanger lintas-aliran, cairan perjalanan sekitar tegak
lurus satu sama lain melalui exchanger.
Untuk efisiensi, penukar panas yang dirancang untuk memaksimalkan luas
permukaan dinding antara kedua cairan, dan meminimalkan resistensi terhadap
aliran fluida melalui exchanger. Kinerja penukar juga dapat dipengaruhi oleh
penambahan sirip atau corrugations dalam satu atau dua arah, yang meningkatkan
luas permukaan dan dapat menyalurkan aliran fluida atau menyebabkan
turbulensi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Heat Exchanger ?
2. Bagaimana sistem kerja Heat Exchanger ?
3. Apa saja tipe-tipe dan klasifikasi dari Heat Exchanger ?
4. Apa saja bagian-bagian Heat Exchanger ?
5. Bagaimana sketsa komponen-komponen serta prinsip instrumentasi atau
alat ukur pada Heat Exchanger ?

1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, antara lain :
1. Mengetahui pengertian Heat Exchanger
2. Mengetahui dan memahami prinsip kerja dari Heat Exchanger
3. Mengetahui tipe-tipe dan klasifikasi dari Heat Exchanger
4. Mengetahui komponen-komponen dari Heat Exchanger
5. Mengetahui bentuk atau sketsa serta prinsip kerja instrumentasi atau alat
ukur pada Heat Exchanger

9
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 pengertian Heat Exchanger


Heat Exchanger atau dalam bahasa Indonesia disebut juga alat penukar
panas didefinisikan sebagai suatu alat yang dipergunakan untuk
memindahkan/mentransfer energi panas antara satu fluida dengan fluida lain pada
suatu beda temperatur tertentu. Pada sebagian besar heat exchanger, fluida kerja
terpisah oleh suatu permukaan penukar panas, dan secara ideal fluida kerja dengan
fluida pemanas/pendinginnya tidak saling bercampur.

Gambar 1. Contoh Heat Exchanger tipe Shell and Tube


Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terhadap
dinding pemisah (jika aliran tidak bercampur), maupun kontak langsung antar
fluida (direct contact). Heat Exchanger sangat banyak diaplikasikan di industri-
industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri
pengolahan gas bumi, refrigerasi, pembangkit listrik, dan industri lainnya. Contoh
sederhana heat exchanger pada kehidupan sehari-hari adalah pada radiator mobil
di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.
2.2 Klasifikasi Heat Exchanger
Heat Exchanger dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan
karakteristik penukar panasnya. Pengelompokkan tersebut dapat ditinjau dari
aspek konstruksi mesin penukar panas, proses perpindahan, degree of surface

10
compactness, pengaturan aliran, pass arrangements, fasa dari fluida kerja, dan
mekanisme perpindahan panasnya. Berikut akan dijelaskan jenis heat exchanger
berdasarkan klasifikasi tersebut.
2.2.1 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Konstruksinya
Berdasarkan konstruksinya, alat penukar panas dapat diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut.
a. Tubular Heat Exchanger
1. Double-Pipe Exchanger
Alat penukar panas tipe pipa ganda (Double-Pipe Exchanger) terdiri atas
dua buah pipa yang tersusun secara konsentris. Biasanya, alat penukar panas jenis
ini lebih lazim digunakan dalam bentuk pipa-U dan lebih dikenal dengan nama
hairpin exchanger. Tipe aliran yang digunakan adalah murni countercurrent.
Jumlah pipa yang digunakan dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan, baik
secara seri maupun paralel.
Double-Pipe Exchanger diperuntukkan sebagai penukar panas dengan
kapasitas kerja cukup kecil, kurang dari 300 ft2 dan cocok digunakan pada tekanan
tinggi[1]. Penukar panas jenis ini memiliki fleksibilitas yang tinggi karena unitnya
dapat ditambahkan maupun dikurangi sesuai kebutuhan, dengan desain yang
mudah untuk dioperasikan dan peralatan yang digunakan sudah distandarisasi
sehingga kualitasnya terjamin.
Hairpin Heat Exchangers merupakan desain yang paling efisien dalam
menangani proses dengan keluaran fluida panas memiliki temperatur yang lebih
rendah dibanding temperatur keluaran fluida pendingin (temperature cross) dan
menghasilkan luas permukaan kontak yang paling kecil. Selain itu, penukar panas
jenis ini juga banyak untuk mengoperasikan fluida dengan nilai fouling yang
ringgi, seperti slurry.
Hairpin Heat Exchangers sangat cocok digunakan apabila satu atau lebih
dari kondisi-kondisi berikut terpenuhi
1. Proses perpindahan panas terjadi secara temperature cross
2. Fluida kerja bertekanan tinggi
3. Fluida kerja mengandung partikulat padat atau berupa slurry

11
4. Pressure drop yang diperbolehkan rendah
5. Ketika alat penukar panas menjadi subjeck dari perubahan panas mendadak
6. Ketika flow-induced vibration terjadi
7. Proses bersifat siklik

Gambar 2. Hairpin Heat Exchanger


2. Shell and Tube Heat Exchanger
Pada sebuah industri proses, shell and tube heat exchanger digunakan
dalam jumlah yang sangat besar, paling banyak di antara jenis alat penukar panas
lainnya. Lebih dari 90% alat penukar panas yang dipakai di industri adalah berupa
shell and tube.
Alat penukar panas jenis ini menjadi pilihan pertama saat mendesain suatu
heat exchanger karena prosedur desain dan manufakturnya mudah dan dapat
dibuat dari berbagai jenis material. Selain itu, codes dan desain standar sudah
banyak tersedia. Tidak ada batasan desain dalam shell and tube, baik dari segi
temperatur operasi, maupun tekanan.

Gambar 3. Alat Penukar Panas Tipe Shell and Tube


3. Coiled Tube Heat Exchanger (CTHE)

12
CTHE tidak dapat dibersihkan secara mekanis sehingga alat penukar panas
jenis ini hanya untuk fluida yang bersih, bebas partikulat padat, atau fluida yang
fouling deposits-nya dapat dibersihkan secara kimiawi. Material yang digunakan
pada HE tipe ini biasanya alumunium (untuk fluida cyrogenics) dan stainless steel
untuk fluida dengan temperatur operasi yang tinggi sehingga CTHE merupakan
alat penukar panas dengan harga yang tidak murah. CTHE memiliki beberapa
keunggulan yang khusus, terutama ketika dioperasikan untuk temperatur rendah
untuk kasus-kasus berikut.
1. Perpindahan panas secara simultan antara lebih dari dua aliran
2. Tekanan operasi tinggi
3. Diperlukan sejumlah besar unit perpindahan panas

Gambar 4. Coiled Tube Heat Exchanger


4. Linde Coil-Wound Heat Exchanger
Linde coil-wound heat exchanger adalah alat penukar panas dengan range
temperatur dan tekanan yang sangat besar dan cocok digunakan baik untuk aliran
satu fasa maupun aliran dua fasa.

13
Gambar 5. Linde Coil-Wound Heat Exchanger
b. Plate Heat Exchanger
Plate Heat Exchanger (PHE) termasuk ke dalam jenis alat penukar panas
yang jarang digunakan di industri, namun memiliki beberapa keunggulan
dibanding penukar panas lainnya. PHE dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu Plate and Frame, Spiral Heat Exchanger, dan Panel Heat Exchanger.
1. Plate and Frame or Gasketed Plate Heat Exchanger
Alat penukar panas jenis ini biasa digunakan sebagai alternatif dari shell
and tube untuk penukaran panas cair-cair dengan tekanan rendah hingga
menengah. Alat ini terdiri atas bagian plate dengan empat saliran inlet dan outlet,
serta bagian frame.

Gambar 6. Plate and Frame Heat Exchanger

14
2. Spiral Plate Heat Exchanger
Alat penukar panas jenis spiral plate (SPHE) ini digunakan sebagai
alternatif Shell and Tube ketika fluida kerja yang digunakan mengandung
partilkulat padat berupa slurry atau suspensi. SPHE digunakan dalam kasus-kasus
sebagai berikut.
1. Fluida kerja memiliki kandungan partikulat padat hingga 50%
2. Fluida kerja memiliki nilai viskositas yang tinggi, hingga 500.000 cP,
terutama pada proses pendinginan fluida viscous
3. SPHE digunakan pada proses reboiling, kondensasi, heating, maupun cooling
dari fluida viscous, slurry, dan lumpur

Gambar 7. Spiral Plate Heat Exchanger[8]


3. Plate or Panel Coil Heat Exchanger
Panel Coil dapat memberikan hasil yang optimum pada proses pemanasan
maupun pendinginan dari segi kontrol, efisiensi, dan kualitas produk. Keuntungan
dari penggunaan alat penukar panas tipe ini adalah sebagai berikut.
1. Alat ini dapat mengatasi semua jenis fluida (uap, maupun uap bersuhu
sangat tinggi)
2. Pengontrolan sirkulasi, temperatur, dan kecepatan laju perpindahan panas
dapat dilakukan dengan akurat
3. Tidak terjadi kontaminasi dan maintenance
4. Efisiensi maksimum

15
5. Dalam perancangan reaktor untuk proses tertentu, alat penukar panas jenis
ini fleksibel dalam pemilihan media transfer panasnya

Gambar 8. Panel Coil Heat Exchanger

c. Extended Surface Exchanger


Pada pertukaran panas dengan gas atau beberapa jenis cairan, ketika
koefisien perpindahan panasnya sangat kecil, maka dibutuhkan luas permukaan
kerja yang besar untuk meningkatkan laju perpindahan panasnya. Penambahan
luas permukaan tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan “sirip” pada
permukaan. Tube-fin heat exchanger (Gambar 9) dan plate-fin heat exchanger
(Gambar 10) merupakan jenis penukar panas tipe ini yang paling banyak
digunakan di industri.

Gambar 9. Tube-Fin Heat Exchanger

16
Gambar 10. Plate-Fin Heat Exchanger
(a.) Skema alat, dan
(b.) (b) Brazed alumunium HE
d. Regenerative Heat Exchanger
Regenerator dapat terbagi menjadi fixed-matrix dan rotary regenerator.
Alat penukar panas jenis ini umum diaplikasikan pada turbin gas suatu industri
pembangkit listrik .

Regenerator

Rotary
Fixed Matrix Regenerator

Dual Bed Fixed Matrix-


Single Bed Rotary Matrix
Valved rotating Hoods
Gambar 11. Klasifikasi Regenerator

17
2.2.2 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Proses Perpindahan
Panasnya
Berdasarkan proses perpindahan panasnya, heat exchanger terbagi ke
dalam dua jenis, yaitu alat penukar panas tipe kontak tak langsung (indirect
contact) dan alat penukar panas tipe kontak langsung (direct contact).
A. Heat Exchanger tipe Kontak Tak Langsung
Heat exchanger tipe ini melibatkan adanya suatu dinding pemisah antara
fluida kerja dengan fluida pemana/pendinginnya. Oleh karena itu, pada tipe ini,
tidak akan terjadi kontak secara langsung antara fluida-fluida yang terlibat. Pada
tipe kontak tak langsung ini, heat exchanger diklasifikasikan ke dalam tiga jenis,
yaitu HE tipe direct-transfer, storage type exchanger, dan fluidized-bed heat
exchanger.
B. Heat Exchanger tipe Direct Transfer
Pada alat penukar panas tipe ini, fluida kerja mengalir secara terus
menerus melewati dinding pemisahnya. Yang membedakan heat exchanger tipe
ini dengan tipe kontak tak langsung lainnya adalah aliran fluida kerjanya mengalir
secara kontinu dan tak terhenti sama sekali. Heat exchanger tipe ini sering disebut
dengan heat exchanger recuperator.
a. Storage Type Exchanger
Alat penukar panas tipe ini memindahkan panas secara bertahap melalui
dinding pemisah. Pada alirannya, terjadi penyimpanan sesaat sehingga energi
panas lebih lama tersimpan di dinding-dinding pemisahnya. Heat exchanger tipe
ini sering disebut dengan regenerative heat exchanger.
b. Fluidized-Bed Heat Exchanger
Pada alat penukar panas jenis ini, terdapat bed yang menyebabkan aliran
fluida panas yang melewati bagian ini kecepatannya menurun karena tertahan bed
yang ada dan panas yang terkandung akan lebih efisien diserap oleh padatan bed
tersebut. Selanjutnya, fluida dingin mengalir melalui saluran pipa yang dialirkan
melewati bed tersebut, dan secara bertahap panasnya ditrasfer ke fluida dingin.

18
Gambar 12. Fluidized-Bed Heat Exchanger
c. Heat Exchanger tipe Kontak Langsung
Perpindahan panas antara fluida satu dan lainnya pada alat tipe kontak
langsung ini juga melibatkan pencampuran sejumlah massa fluida-fluida tersebut.
Perpindahan panas yang terjadi biasanya juga melibatkan perubahan fasa dari
salah satu fluida yang mengindikasikan terjadinya perpindahan panas dalam
jumlah besar dan cepat. Heat Exchanger tipe ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1. Immiscible Fluid Exchanger
HE tipe ini melibatkan dua fluida tapi tidak mempengaruhi fasa dari fluida
tersebut, namun bisa saja diikuti dengan sedikit proses kondensasi maupun
evaporasi.
2. Gas-Liquid Exchanger
Contoh dari hear exchanger tipe ini adalah pada cooling tower di mana dua
fluida yang dimaksud adalah air pendingin dan udara panas.
3. Liquid-Vapour Exchanger
HE jenis ini biasanya bertujuan untuk menurunkan suhu dari uap air yang
sangat panas dengan cara menyemprotkan sejumlah air ke dalam uap air
panas tersebut.
2.1.6 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Surface Compactness
Klasifikasi Heat Exchanger yang dilakukan berbasis luas bidang kontak
perpindahan panas. Semakin luar permukaan kontak perpindahan panas per satuan

19
volumenya, maka semakin efisien perpindahan panas yang terjadi.
Pengklasifikasian berdasarkan faktor ini tentu disesuaikan dengan jenis fluida
kerja yang digunakan. Heat exchanger berdasarkan klasifikasi ini terbagi menjadi
3 jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Compact Heat Exchanger (700m2/m3)
2. Laminar Flow Heat Exchanger (3000m2/m3)
3. Micro Heat Exchanger (15000m2/m3)

Gambar 13. Ilustrasi Compact Heat Exchanger


2.2.3 Klasifikasi berdasarkan Pengaturan Aliran (Flow Arrangements)
Aliran dalam sebuah heat exchanger dapat berupa aliran searah (parallel
flow), aliran berlawanan arah (counter flow), dan aliran bersilangan (cross flow).
Pemilihan jenis aliran pada heat exchanger sangat mempengaruhi efektivitas, arah
aliran fluida, level temperatur, dan kriteria desain lainnya.
a. Parallel Flow Exchanger (Aliran Searah)
Pada tipe ini, aliran fluida memasuki sisi yang sama pada sebuah heat
exchanger dan beraliran searah satu sama lainnya, hingga kemudian keluar dari
sisi yang lain. Pengaturan aliran jenis ini memiliki tingkat efektivitas paling
rendah di antara single-pass exchanger lain pada laju alir, rasio kapasitas, dan
luas permukaan yang sama. Meskipun pengaturan ini tidak sering digunakan,
pengaturan ini dapat digunakan jika memenuhi kriteria kondisi berikut.
1. Ketika ada kemungkinan temperatur dari fluida panas saat didinginkan
dapat mencapai titik beku-nya
2. Pengaturan ini memberikan pemanasan yang lebih awal (misalnya
digunakan pada boiling)
3. Kriteria desain yang dibuat hanya cocok pada pengaturan aliran parallel
flow ini

20
4. Fluida kerja sangat sensitif terhadap temperatur, seperti contohnya adalah
produk industri pangan

Gambar 14. Pola Aliran Searah


b. Counterflow Exchanger (Aliran Berlawanan Arah)
Pola aliran ini sebetulnya sama-sama sejajar satu sama lain, hanya arah
alirannya saling berlawanan sehingga distribusi temperaturnya tampak seperti
pada Gambar 15. Secara ideal, pola aliran ini memberikan efisiensi yang paling
besar di antara jenis pola aliran lainnya pada parameter aliran yang sama. Akan
tetapi, pada beberapa tipe heat exchanger, pola aliran counter current ini tidak
dapat diaplikasikan karena sulitnya proses manufakturnya dan kesulitan dalam
proses pemisahan pada dua ujung heat exchanger yang berbeda[1].

Gambar 15. (a.) Pola Aliran Counterflow, (b) Distribusi Temperatur


Counterflow Exchanger
(i=inlet, o=outlet, t=temperatur fluida)

21
2.1.10 Crossflow Exchanger
Pola aliran ini terbagi menjadi tiga kodisi aliran berbeda, yaitu sebagai
berikut.
1. Kedua fluida tidak bercampur (Gambar 16.a)
2. Satu fluida tidak bercampur dan fluida lainnya bercampur (Gambar 16.b)
3. Kedua fluida bercampur (Gambar 16.c)

Gambar 16. Pola Aliran Crossflow Exchanger


2.2.4 Klasifikasi berdasarkan Pass Arrangements
Klasifikasi berdasarkan jumlah pass yang dilakukan terbagi atas single-
pass Exchanger dan Multiphase Exchanger. Pada single-pass, aliran fluida
melewati rangkaian alat penukar panas hanya sekali saja, sedangkan pada
multipass, fluida yang telah melewati alat penukar panas diputar kembali
melewatinya lagi selama dua kali atau lebih.
Multipass Exchanger menjadi alternatif ketika desain yang tersedia
memerlukan panjang pipa yang sangat panjang, sehingga untuk mengefisienkan
besar alat, maka fluida akan dilewatkan kembali sehingga lebih efisien.
2.2.5 Klasifikasi berdasarkan Fasa Fluida
Berdasarkan jenis fluida yang digunakan, heat exchanger dapat
diklasifikasikan menjadi gas-cair, cair-cair, dan gas-gas.
A. Heat Exchanger Gas-Cair
Heat Exchanger untuk fluida gas-cair biasanya berbentuk tube-fin dengan
fasa cair berada pada tube. Fasa cair dipompa melalui pipa dan memiliki nilai
koefisien konveksi yang besar, sedangkan fasa gas dialirkan secara crossflow
terhadap pipa. Untuk menambah nilai koefisien perpindahan panasnya, “sirip”
biasanya digunakan untuk memperbesar luas permukaan kontak.

22
B. Heat Exchanger Cair-Cair
Pada umumnya, heat exchanger tipe ini menggunakan jenis shell and tube.
Kedua fluida dipompa melewati alat penukar pana, sehingga prinsip utama
perpindahan panas ini adalah berbasis forced convection (konveksi paksa).
C. Heat Exchanger Gas-Gas
Pada beberapa kasus alat penukar panas jenis ini, salah satu gas akan
dikompressi sehingga memiliki tekanan yang lebih besar dibanding gas lainnya.
Apabila dibandingkan dengan heat exchanger untuk fasa cair-cair, ukuran dari
mesin tipe ini jauh lebih besar karena koefisien perpindahan panasnya relatif jauh
lebih kecil (sehingga membutuhkan luas permukaan kontak yang lebih besar).
2.2.5 Klasifikasi berdasarkan Mekanisme Perpidahan Panas
Mekanisme perpindahan panas yang terjadi antara satu fluida dengan
fluida lainnya adalah (1) konveksi satu fasa, (2) konveksi dua fasa (kondensasi
dan evaporasi), dan (3) perpaduan konveksi dan radiasi.
Berdasarkan perubahan fasa yang terjadi pada mekanisme tersebut, heat
exchanger dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu kondensor dan
evaporator.
A. Kondensor
Umumnya, rute kondensasi fluida terbagi menjadi dua, yaitu aliran luar
pipa yang berisi water-cooled steam condenser dan bagian dalam pipa yang berisi
air-cooled condenser. Pada kondensor ini biasanya ditambahkan fin untuk
memperluas permukaan kontak.
B. Evaporator
Evaporator dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu fired system dan
unfired system.
a. Fired System
Pada tipe ini, terlibat pembakaran dari bahan bakar pada temperatur yang
sangat tinggi namun pada tekanan atmosferik (densitas rendah) dan menghasilkan
uap (steam). Alat penukar panas tipe ini sering disebut dengan boiler yang
berfungsi untuk mengubah seluruh fasa cair menjadi fasa uapnya.

23
b. Unfired System
Tipe heat exchanger ini melibatkan range temperatur yang sangat luas,
dari temperatur tinggi seperti nuclear steam generator hingga temperatur sangat
rendah seperti cryogenic gasifiers dan liquid natural gas evaporation. Alat tipe ini
banyak diaplikasikan di industri pengolahan bahan pangan untuk menguapkan
pelarut, membuat konsentrat dari larutan, dan aplikasi lainnya.
2.3 Pola Aliran Perpindahan Panas
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, heat exchanger banyak
digunakan di hampir semua industri. Biasanya, terdapat dua buah aliran yang
masuk ke dalam HE di mana panas berpindah dari aliran fluida bertemperatur
tinggi ke fluida dengan temperatur rendah. Aliran fluida panas memasuki heat
exchanger dengan temperatur yang relatif lebih panas, dan meninggalkan heat
exchanger dengan temperatur yang lebih rendah. Panas tersebut berpindah ke
fluida dingin yang memasuki heat exchanger sehingga fluida dingin ini ketika
meninggalkan heat exchanger, suhunya relatif lebih tinggi.
Dalam mengatur pola aliran fluida ketika melewati heat exchanger, pada
umumnya dapat dibedakan menjadi dua jenis pola aliran, yaitu co-current dan
counter-current[11].

(a) Pola Aliran Co-current

24
(b) Pola Aliran Counter Current
Gambar 17. Pola Aliran Pada Heat Exchanger
Berdasarkan pola aliran yang disebutkan di atas, kurva perubahan
temperatur pada heat exchanger juga akan memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut akan mempengaruhi nilai log mean temperature difference (TLMTD).

Gambar 18. Kurva Karakteristik Temperatur pada Co-current dan Counter-


Current
Log Mean Temperature Difference (LMTD)
Faktor yang sangat membedakan suatu pola aliran, antara co-currrent dan
counter-current adalah dari segi LMTD-nya. Dengan menggunakan parameter
kerja yang sama (laju alir, rejime aliran, dsb.), tiap jenis pola aliran akan
menghasilkan nilai LMTD yang berbeda. Log mean temperature difference adalah
beda temperatur rata-rata yang tepat untuk digunakan dalam alat penukar panas
karena fluida panas dan fluida dingin yang masuk dan keluar pada alat tersebut
tidaklah sama[13]. LMTD digunakan untuk mendefinisikan temperatur driving
force dari suatu heat exchanger. LMTD dirumuskan sebagai berikut.

25
( T 1−t 2 )−(T 2−t 1)
LMTD = (T 1−t 2 )
ln ⁡( )
(T 2−t 1 )
dengan: T1 = temperatur fluida panas masuk
T2 = temperatur fluida panas keluar
t1 = temperatur fluida dingin masuk
t2 = temperatur fluida dingin keluar

Berdasarkan persamaan laju perpindahan panas, Q = U A LMTD, maka


LMTD akan mempengaruhi luas permukaan kontak yang dibutuhkan (A) dari
suatu heat exchanger. Pola aliran countercurrent akan menghasilkan nilai LMTD
yang lebih besar dibanding co-current. Dengan demikian, dalam memindahkan
sejumlah panas yang sama pada satu fluida ke fluida yang lainnya, heat exchanger
dengan pola aliran berlawanan arah (counter-current) akan menghasilkan luas
permukaan kontak yang lebih kecil. Dengan alasan itulah, industri-industri lebih
senang menggunakan heat exchanger jenis counter-current.
2.4 Aplikasi Heat Exchanger di Industri
Heat Exchanger banyak sekali diaplikasikan di industri proses seperti
industri pengolahan minyak dan gas bumi, industri petrokimia, industri
pembangkit energi, industri pangan, serta industri-industri lainnya. Pada bagian
ini akan dibahas sedikit mengenai aplikasi heat exchanger di industri-industri
tersebut.
A. NGL Extraction and Liquefaction Units
Pada industri pengolahan Natural Gas Liquid (NGL), alat penukar panas
diaplikasikan sebagai prosees pre-cool dari gas alam yang akan diproses. Setelah
melewati unit operasi pemisahan gas asam, gas alam akan didinginkan hingga
mencapai suhu -35 derajat Celcius menggunakan fluida pendingin propana.
Setelah itu, natural gas akan mengalami proses liquefaksi dengan cara didinginkan
hingga suhu -150 sampai -162 derajat Celcius menggunakan suatu campuran
refrigeran (MR=Mixed Refrigeran)[14].

26
Gambar 19. Propane Pre-Cooled Mixed Refrigerant (C3MR) Process

B. Kolom Fraksionasi dan Distilasi


Kolom fraksionasi merupakan salah satu unit operasi pada industri kimia.
Kolom fraksionasi diaplikasikan dalam industri petroleum, industri petrokimia,
industri pengolahan gas, dan industri lain yang sejenis. Distilasi merupakan cara
yang paling banyak digunakan, yaitu dengan memanfaatkan perbedaan volatilitas
dari suatu fluida. Sebelum memasuki suatu kolom distilasi, biasanya fluida akan
memasuki suatu kolom reboiler terlebih dahulu, agar mencapai kondisi ideal
sebelum memasuki kolom pemrosesan distilasi.[15]

Gambar 20. Kolom Distilasi Kontinu Industri Kimia

27
C. Wet-Surface Air Coolers (WSAC)
Prinsip kerja WSAC berdasar pada penurunan temperatur yang
diakibatkan karena adanya panas laten dari perubahan fasa dari gas ke fasa
cairnya. WSAC dapat mendinginkan suhu hingga 5—10 derajat Fahrenheit di
bawah temperatur wet-bulb. Contoh, WSAC dapat memberikan outlet stream
dengan suhu 80 derajat Fahrenheit, meski temperatur wet-bulb pada saat itu
bersuhu 110 derajat Fahrenheit.

Gambar 21. Contoh Unit WSAC


D. Proses Produksi Etanol
Pada proses produksi etanol, heat exchanger banyak digunakan terutama
dalam proses pendinginan mash, fermenter, dan yeast propagator cooling. Pada
proses ini, heat exchanger yang paling pantas digunakan adalah tipe Plate.
Kegunaan alat penukar panas dalam sistem ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
utilitas dari panas yang terbuang dan menyediakan penyimpanan energi. Metode
yang diterapkan adalah metode Pinch, dimana metode ini digunakan untuk
meminimalisasi konsumsi energi untuk proses kimia dengan menghitung besaran
termodinamika dari kemungkinan target energi yang dicapai dengan
mengoptimasi sistem heat recovery, operasi metode, dan kondisi proses. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi biaya dan menaikkan efisiensi kerja.

28
Gambar 22. Polaris Plate Heat Exchanger
E. Scraped Surface Heat Exchangers di Industri Pangan
Tipe alat penukar panas yang lazim digunakan di industri pengolahan
bahan pangan adalah heat exchanger yang mampu mengolah bahan dengan
viskositas yang relatif lebih tinggi, yang terdiri atas jacketed cylinder dengan
tabung silinder yang dilengkapi dengan blade di tengahnya. Blade tersebut akan
berputar sehingga mengakibatkan fluida di dalamnya mengalir ke arah anular.
Koefisien perpindahan panas pada alat ini bervariasi pada rentang 900—4000
J/(m2s.oC). Mesin-mesin penukar panas ini diaplikasikan dalam memproduksi es
krim dan pendinginan lemak pada produksi margarin.

Gambar 23. Scraped Surface Heat Exchanger


F. Produksi Asam Sulfat
Reaksi pada produksi asam sulfat, yang berasal dari reaksi atntara sulfur
trioksida dengan air sehingga membentuk asam sulfat, bersifat sangat eksotermik.
Dalam hal ini, apabila temperatur tidak dijaga konstan pada suhu operasi, yakni

29
sekitar 400K, maka akan terbentuk kabut/mist dari asam sulfat yang sangat sulit
dikendalikan dan berbahaya dalam proses. Oleh karena itu, unit heat exchanger
diterapkan pada sistem ini untuk menjaga suhu sistem pada batas aman operasi,
sekitar 400K.

Gambar 24. SulphuricAcid Dilution Unit

G. Waste Heat Boiler


Pada industri yang menghasilkan produk buangan berupa gas atau fluida
cair panas, biasanya digunakan unit waste heat boiler ini. Gas buang yang
memiliki temperatur sangat tinggi ini tidak boleh serta-merta dibuang ke
lingkungan karena dapat menyebabkan kerusakan. Untuk mensiasati hal tersebut,
panas sensibel yang terkandung di dalam gas dimanfaatkan kembali oleh alat
penukar panas ini menjadi sebuah steam reformer. Air dialirkan pada WHB yang
kemudian dipanaskan oleh gas panas sehingga berubah fasa menjadi uap panas.
Uap panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memanaskan komponen lain
di dalam proses. Sementara itu, gas panas tersebut turun temperaturnya sehingga
aman untuk dibuang ke udara.
H. Cooling Tower
Cooling tower biasa digunakan di industri sebagai sistem pendinginan
kembali air yang digunakan pada water cooled condenser. Cooling tower
digunakan untuk mendinginkan kembali air yang dipakai untuk mendinginkan
sistem atau dengan kata lain unit ini berfungsi sebagai penghasil air pendingin
yang dipakai pada cooler. Besarnya kemampuan transfer panas yang terjadi di
dalam cooling tower bergantung pada (1) perbedaan suhu air masuk dan suhu wet
bulb temperatur udara saat itu, (2) luas permukaan air yang kontak langsung

30
dengan pergerakan udara, (3) kecepatan relatif antara udara dan air, dan (4) waktu
terjadinya kontak antara air dan udara. Oleh karena itu, biasanya desain cooling
tower berupa menara tinggi untuk memberikan performa dan efisiensi
pendinginan yang lebih baik.

Gambar 25. Natural Draft Cooling Tower


I. Quenching
Quenching merupakan proses perpindahan panas dengan prinsip
pendinginan secara mendadak. Proses ini banyak dilakukan di industri metalurgi,
terutama pada industri pengolahan baja (steelmaking). Prinsip dasar dari proses ini
adalah pemanfaatan pendinginan termodinamika yang mendahului kinetika.
Maksudnya, pada quenching, baja panas didinginkan secara mendadak sehingga
ukuran partikel baja masih besar dan tidak sempat mengecil walaupun suhunya
sudah rendah. Karena perubahan suhu (termodinamika) lebih cepat dibandingkan
dengan proses mengecilnya (kinetika) partikel baja tersebut.

31
Gambar 26. Proses Quenching pada Pemrosesan Logam Panas

32
BAB III
TUGAS KHUSUS

3.1 Shell and Tube


Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana
didalamnya terdapat suatu bandle (berkas) pipa dengan diameter yang relative
kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya
mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell.
Alat penukar panas cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel pipa
yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel
(cangkang ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida
yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau
bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel
pada mantel. Untuk meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat
penukar panas cangkang dan buluh dipasang sekat ( buffle ). Ini bertujuan untuk
membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal ( residence time ),
namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan
menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan
panasnya harus diatur.
Ada beberapa fitur desain termal yang akan diperhitungkan saat
merancang tabung di shell dan penukar panas tabung. Ini termasuk:
a. Diameter pipa
Menggunakan tabung kecil berdiameter membuat penukar panas baik
ekonomis dan kompak. Namun, lebih mungkin untuk heat exchanger untuk
mengacau-balaukan lebih cepat dan ukuran kecil membuat mekanik
membersihkan fouling yang sulit. Untuk menang atas masalah fouling dan
pembersihan, diameter tabung yang lebih besar dapat digunakan. Jadi untuk
menentukan diameter tabung, ruang yang tersedia, biaya dan sifat fouling dari
cairan harus dipertimbangkan.
b. Ketebalan tabung

33
Ketebalan dinding tabung biasanya ditentukan untuk memastikan:
• Ada ruang yang cukup untuk korosi
• Itu getaran aliran-diinduksi memiliki ketahanan
• Axial kekuatan
• Kemampuan untuk dengan mudah stok suku cadang biaya
Kadang-kadang ketebalan dinding ditentukan oleh perbedaan tekanan
maksimum di dinding.
c. Panjang tabung
penukar panas biasanya lebih murah ketika mereka memiliki diameter
shell yang lebih kecil dan panjang tabung panjang. Dengan demikian, biasanya
ada tujuan untuk membuat penukar panas selama mungkin. Namun, ada banyak
keterbatasan untuk ini, termasuk ruang yang tersedia di situs mana akan
digunakan dan kebutuhan untuk memastikan bahwa ada tabung tersedia dalam
panjang yang dua kali panjang yang dibutuhkan (sehingga tabung dapat ditarik
dan diganti). Juga, itu harus diingat bahwa tunggal, tabung tipis yang sulit untuk
mengambil dan mengganti.
d. Tabung pitch
ketika mendesain tabung, adalah praktis untuk memastikan bahwa tabung
pitch (yaitu jarak pusat-pusat tabung sebelah) tidak kurang dari 1,25 kali diameter
luar tabung
Shell and tube penukar panas terdiri dari serangkaian tabung. Satu set dari
tabung berisi cairan yang harus baik dipanaskan atau didinginkan. Cairan kedua
berjalan lebih dari tabung yang sedang dipanaskan atau didinginkan sehingga
dapat menyediakan panas atau menyerap panas yang dibutuhkan. Satu set tabung
disebut berkas tabung dan dapat terdiri dari beberapa jenis tabung: polos, bersirip
longitudinal dll Shell dan penukar panas tabung biasanya digunakan untuk
aplikasi tekanan tinggi (dengan tekanan lebih besar dari 30 bar) dan suhu lebih
besar dari 260°C. Hal ini karena shell dan penukar panas tabung yang kuat karena
bentuknya.
Heat exchanger Jenis ini terdiri dari suatu tabung dengan diameter cukup
besar yang di dalamnya berisi seberkas pipa dengan diameter relatif kecil. Alat

34
penukar panas ini terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara parallel
dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir
di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah
yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Untuk meningkatkan effisiensi
pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas cangkang dan buluh dipasang
sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida, namun
pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban
kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.

Gambar 3.1 Shell and Tube


Pada alat penukar kalor ini suhu input pada sisi shell dan sisi tube telah
ditentukan sehingga nilainya tetap dan tak berubah-ubah sedangkan nilai suhu
output diperoleh dari hasil pencampuran antara suhu dingin dan suhu panas maka
dari itu pada input nilai flowrate dimanipulasi agar dapat menghasilkan suhu
output yang diingingan maka dari itu pada sisi input diberi manual valve yang
bertujuan untuk memanipulasi laju aliran yang masuk ke dalam alat penukar panas
sehingga bukaan valve ditentukan sendiri untuk menghasilkan suhu campuran
pada output. Ketika laju aliran berubah-ubah maka perpindahan kalor ikut
berubah. Untuk mengatahui prinsip kerja dari alat penukar panas ini maka
digunakan persamaan perpindahan panas sebagai berikut ini :
K water
Nu. ......................................................................................................(2.1)
D,i
Dimana :
Nu = Bilangan Nusselt
K water koefisien water (kJ/kg. ℃)

35
D,i = Diameter inside (m)

3.2 Pemilihan Material Tabung


Agar dapat memindahkan panas dengan baik, material tabung harus
mempunyai thermal conductivity. Karena panas ditransfer dari suatu sisi yang
panas menuju sisi yang dingin melalui tabung, terdapat perbedaan temperature
sepanjang lebar tabung. Karena ada kecenderungan material tabung untuk
mengembang berbeda-beda secara thermal pada berbagai temperature thermal
stresses muncul selama operasi. Hal ini sesuai terhadap tegangan dari tekanan
tinggi dari fluida itu sendiri.
Material tabung juga harus sesuai dengan kedua hal yaitu sisi shell dan sisi
tube yang dialiri untuk periode lama dibawah kondisi-kondisi operasi
(temperature, tekanan, pH, dan lain-lain) untuk memperkecil hal yang buruk
seperti korosi. Semua yang dibituhkan yaitu melakukan pemilihan seksama atas
bahan yang kuat, thermal conductive, corrosion resistant, material tabung
bermutu tinggi, yang secara khas berbahan metal. Pilihan material tabung yang
buruk bisa mengakibatkan suatu kebocoran melalui suatu tabung antara sisi shell
dan tube yang menyebabkan fluida yang lewat terkontaminasi dan kemungkinan
hilangnya tekanan.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan aliran fluida
dalam shell side dan Tube side untuk shell and Tube exchanger adalah :
a. Kemampuan untuk dibersihkan (Cleanability)
Jika dibandingkan cara membersihkan Tube dan Shell, maka pembersihan
sisi shell jauh lebih sulit. Untuk itu fluida yang bersih biasanya dialirkan di
sebelah shell dan fluida yang kotor melalui Tube.
b. Korosi
Masalah korosi atau kebersihan sangat dipengaruhi oleh penggunaan dari
paduan logam. Paduan logam tersebut mahal, oleh karena itu fluida dialirkan
melalui Tube untuk menghemat biaya yang terjadi karena kerusakan shell. Jika
terjadi kebocoran pada Tube, heat exchanger masih dapat difungsikan kembali.

36
Hal ini disebabkan karena Tube mempunyai ketahanan terhadap korosif, relatif
murah dan kekuatan dari small diameter Tube melebihi shell.
c. Tekanan
Shell yang bertekanan tinggi dan diameter yang besar akan diperlukan
dinding yang tebal, hal ini akan memakan biaya yang mahal. Untuk mengatasi hal
itu apabila fluida bertekanan tinggi lebih baik dialirkan melalui Tube.
d. Temperatur
Biasanya lebih ekonomis meletakkan fluida dengan temperatur lebih tinggi
pada Tube side, karena panasnya ditransfer seluruhnya ke arah permukaan luar
Tube atau ke arah shell sehingga akan diserap sepenuhnya oleh fluida yang
mengalir di shell. Jika fluida dengan temperatur lebih tinggi dialirkan pada shell
side, maka transfer panas tidak hanya dilakukan ke arah Tube, tapi ada
kemungkinan transfer panas juga terjadi ke arah luar shell (ke lingkungan).
e. Sediment/ Suspended Solid / Fouling
Fluida yang mengandung sediment/suspended solid atau yang
menyebabkan fouling sebaiknya dialirkan di Tube sehingga Tube-Tube dengan
mudah dibersihkan. Jika fluida yang mengandung sediment dialirkan di shell,
maka sediment/fouling tersebut akan terakumulasi pada stagnant zone di sekitar
baffles, sehingga cleaning pada sisi shell menjadi tidak mungkin dilakukan tanpa
mencabut Tube bundle. f. Viskositas
Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate dilewatkan
melalui shell karena dapat menggunakan baffle. Koefisien heat transfer yang
lebih tinggi dapat diperoleh dengan menempatkan fluida yang lebih viscous pada
shell side sebagai hasil dari peningkatan turbulensi akibat aliran crossflow
(terutama karena pengaruh baffles). Biasanya fluida dengan viskositas > 2 cSt
dialirkan di shell side untuk mengurangi luas permukaan perpindahan panas yang
diminta. Koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi terdapat pada shell side,
karena aliran turbulen akan terjadi melintang melalui sisi luar Tube dan baffle.
Faktor yang mempengaruhi efektivitas alat penukar panas (Heat
Exchanger) terutama Heat exchanger tipe shell & tube:

37
1. penggunaan baffle dapat meningkatkan efektifitas alat penukar panas, hal
ini sejalan dengan peningkatan koefisien perpindahan panas.
2. pengaruh tebal isolasi pada bagian luar shell, efektifitas meningkat hingga
suatu harga maksimum dan kemudian berkurang.
3. dengan menggunakan alat penukar panas tabung konsentris, efektifitas
berkurang, jika kecepatan udara masuk dingin meningkat dan efektifitas
meningkat, jika laju alir massa udara meningkat.
4. Menentukan jarak antar baffle minimum 0,2 dari diameter shell sedangkan
jarak maksimum ialah 1x diameter bagian dalam shell. Jarak baffle yang
panjang akan membuat aliran membujur dan kurang menyimpang dari
aliran melintang.

3.3 Faktor yang mempengaruhi efektivitas Heat exchanger tipe shell &
tube:
1. Melakukan penelitian penggunaan baffle dapat meningkatkan efektifitas
alat penukar panas, hal ini sejalan dengan peningkatan koefisiennya.
2. Melakukan penelitian pengaruh tebal isolasi pada bagian luar shell,
efektifitas meningkat hingga suatu harga maksimum dan berkurang.
3. Menyimpulkannya dengan menggunakan alat penukar panas tabung
konsentris, efektifitas berkurang, jika kecepatan udara masuk dingin
meningkat dan efektifitas meningkat, jika laju alir massa udara meningkat.
4. Menentukan jarak antar baffle minimum 0,2 dari diameter shell danjarak
maksimumnya 1x diameter bagian dalam shell. Jarak baffle yang panjang
membuat aliran membujur dan kurang menyimpang dari aliran melintang.

3.4 Prinsip dasar kerja shell and tube


Prinsip dasar kerja shell and tube adalah fluida kerja akan masuk menuju
tube dan fluida lain yang digunakan untuk mentransfer kalor ke fluida kerja akan
masuk melalui shell sehingga tube akan berubah temperatur karena pengaruh
aliran fluida dari shell. Arah aliran fluida pada shell dirancang berkelok dengan
bantuan pembatas baffle dan membentuk alur seperti ular. Alur berkelok ini

38
bertujuan untuk meratakan dan memperlama transfer kalor pada permukaan pipa
tube.
Heat exchanger shell and tube dikategorikan berdasarkan konfigurasi
perancangan:

Gambar 3.2 Klasifikasi berdasarkan konfigurasi perancangan


Klasifikasi tersebut dikelompokan berdasarkan jenis front head,
konfigurasi shell, dan konfigurasi rear head. Setiap jenis shell and tube memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing tergantung dari penggunaan oleh
industri.

39
Pada heat exchanger shell and tube terdapat rumus dasar yaitu
kesetimbangan energi kalor dari input menuju output yang dapat dirumuskan
menjadi:
Q = m(h).Cp(h).[T(h input) – T(h output)] = m(c).Cp(c).[T(c output) – T(c
input)]
 Q = Laju perpindahan kalor (kW)
 m(h), m(c) = Laju aliran massa dari fluida panas dan fluida dingin (kg/s)
 Cp(h), Cp(c) = Kalor spesifik dari fluida panas dan fluida dingin (kj/kg .
C)
 T (h input), T (c input) = Temperatur input dari fluida panas dan fluida
dingin (C)
 T (h output), T (c output) = Temperatur output dari fluida panas dan fluida
dingin (C)
Inti dari kesetimbangan ini adalah jumlah energi kalor dari input sama
dengan jumlah energi kalor dari output. Kompleksitas aliran yang terjadi dalam
heat exchanger, perhitungan secara analitis (matematika murni) menjadi terlalu
kompleks bahkan tidak mungkin untuk dilakukan. Sehingga alternatif yang umum
digunakan lainya adalah menggunakan metode-metode semi-empiris seperti e-
NTU, P-NTU, LMTD, psi-P, dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, penggunaan metode di atas sangat dibatasi oleh data-
data yang diketahui, atau urutan prosedur yang dilakukan, yang pada akhirnya
juga merupakan proses yang iteratif. Selain itu, metode-metode di atas juga
memiliki limitasi jika model yang digunakan memiliki bentuk-bentuk yang unik
seperti ukuran baffle yang tidak lazim, atau modifikasi fitur-fitur pada pipa,
sehingga perhitungan di atas akan menjadi over-simplified. Metode yang biasa
digunakan untuk menganalisis kompleksitas aliran energi kalor pada heat
exchanger adalah metode simulasi CFD. CFD adalah permodelan menggunakan
komputer dengan model yang kita desain secara utuh sesuai dengan kondisi real
nya; sehingga kita dapat memperoleh hasil perhitungan yang lebih komprehensif
meskipun memiliki konfigurasi-konfigurasi yang unik.

40
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah kami ini adalah sebagai berikut:
1. Heat exchanger atau perpindahan panas didefinisikan sebagai suatu alat
yang dipergunakan untuk memindahkan / mentransfer energi panas antara
satu fluida dengan fluida lain.
2. Jenis – jenis penukar panas di antara lain yaitu: Double pipe heat
exchanger, plate and frame heat exchanger, shell and tube heat
exchanger, adiabatic whell heat exchanger, pillow plate heat exchanger,
dynamic scraped heat exchanger, dan phase change heat exchanger.
3. Tipe aliran pada alat penukar panas adalah sebagai berikut: aliran searah,
aliran silang, aliran silang berlawanan, dan aliran berlawanan arah.
4. Pengaplikasian heat exchanger pada industri yaitu: NGL extraction and
liquefaction units, kolom distilasi, wet surface air coolers, proses produksi
etanol, produksi asam sulfat, waste heat boiler, cooling tower, dan pada
produksi pembuatan baja.
5. Jenis shell and tube merupakan yang biasa digunakan di dalam industri
perminyakan, dan materialnya harus mudah dibersihkan, korosi, tekanan,
temperatur, dan pengendapan.
6. Faktor yang mempengaruhi alat penukar panas pada shell and tube adalah
penggunaan baffle, pengaruh tebalnya isolasi pada bagian luar shell, dan
jarak antar baffle minimal 0,2 dari diameter shell serta jarak
maksimumnya adalah 1x diameter bagian dalam shell.

4.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca agar dapat memahami makalah kami ini dan
dapat mengamalkan nya di jalan kebaikan, dan semoga kedepannya heat
exchanger yang dibahas tidak hanya shell and tube tetapi jenis penukar panas
yang lainnya.

41
DAFTAR PUSTAKA

42

Anda mungkin juga menyukai