Oleh :
1. Rindu Bunga Kasih Sinaga 200140067
2. Alvina Erasantika 200140080
3. Ranty Rahayu 200140047
4. Sri Juniati 200140094
5. Jessyca Carmen G 200140132
6. Renanda Pradila 200140147
4
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Perancangan Alat Proses HEAT EXCHANGER ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Perancangan Alat Proses. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Perancangan Alat Proses
HEAT EXCHANGER bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Jalaluddin, MT
selaku dosen mata kuliah Perancangan Alat Proses yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok III
5
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
1. PENDAHULUAN...............................................................................................1
2.2 Radiasi.......................................................................................................4
2.3.1
Antisipasi........................................................................................................6
2.3.2
Rekognisi........................................................................................................6
2.3.3
Evaluasi..........................................................................................................9
2.3.4
Kontrol.........................................................................................................10
3. PENUTUP.........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan..............................................................................................10
3.2 Saran........................................................................................................10
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa
mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding
yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact).
Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik
kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah
satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana
cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.
8
Penukar panas dapat diklasifikasikan menurut pengaturan arus mereka.
Dalam paralel-aliran penukar panas, dua cairan masuk ke penukar pada akhir
yang sama, dan perjalanan secara paralel satu sama lain ke sisi lain. Dalam
counter-flow penukar panas cairan masuk ke penukar dari ujung berlawanan.
Desain saat ini counter paling efisien, karena dapat mentransfer panas yang
paling. Dalam suatu heat exchanger lintas-aliran, cairan perjalanan sekitar tegak
lurus satu sama lain melalui exchanger.
Untuk efisiensi, penukar panas yang dirancang untuk memaksimalkan luas
permukaan dinding antara kedua cairan, dan meminimalkan resistensi terhadap
aliran fluida melalui exchanger. Kinerja penukar juga dapat dipengaruhi oleh
penambahan sirip atau corrugations dalam satu atau dua arah, yang meningkatkan
luas permukaan dan dapat menyalurkan aliran fluida atau menyebabkan
turbulensi.
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, antara lain :
1. Mengetahui pengertian Heat Exchanger
2. Mengetahui dan memahami prinsip kerja dari Heat Exchanger
3. Mengetahui tipe-tipe dan klasifikasi dari Heat Exchanger
4. Mengetahui komponen-komponen dari Heat Exchanger
5. Mengetahui bentuk atau sketsa serta prinsip kerja instrumentasi atau alat
ukur pada Heat Exchanger
9
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
10
compactness, pengaturan aliran, pass arrangements, fasa dari fluida kerja, dan
mekanisme perpindahan panasnya. Berikut akan dijelaskan jenis heat exchanger
berdasarkan klasifikasi tersebut.
2.2.1 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Konstruksinya
Berdasarkan konstruksinya, alat penukar panas dapat diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut.
a. Tubular Heat Exchanger
1. Double-Pipe Exchanger
Alat penukar panas tipe pipa ganda (Double-Pipe Exchanger) terdiri atas
dua buah pipa yang tersusun secara konsentris. Biasanya, alat penukar panas jenis
ini lebih lazim digunakan dalam bentuk pipa-U dan lebih dikenal dengan nama
hairpin exchanger. Tipe aliran yang digunakan adalah murni countercurrent.
Jumlah pipa yang digunakan dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan, baik
secara seri maupun paralel.
Double-Pipe Exchanger diperuntukkan sebagai penukar panas dengan
kapasitas kerja cukup kecil, kurang dari 300 ft2 dan cocok digunakan pada tekanan
tinggi[1]. Penukar panas jenis ini memiliki fleksibilitas yang tinggi karena unitnya
dapat ditambahkan maupun dikurangi sesuai kebutuhan, dengan desain yang
mudah untuk dioperasikan dan peralatan yang digunakan sudah distandarisasi
sehingga kualitasnya terjamin.
Hairpin Heat Exchangers merupakan desain yang paling efisien dalam
menangani proses dengan keluaran fluida panas memiliki temperatur yang lebih
rendah dibanding temperatur keluaran fluida pendingin (temperature cross) dan
menghasilkan luas permukaan kontak yang paling kecil. Selain itu, penukar panas
jenis ini juga banyak untuk mengoperasikan fluida dengan nilai fouling yang
ringgi, seperti slurry.
Hairpin Heat Exchangers sangat cocok digunakan apabila satu atau lebih
dari kondisi-kondisi berikut terpenuhi
1. Proses perpindahan panas terjadi secara temperature cross
2. Fluida kerja bertekanan tinggi
3. Fluida kerja mengandung partikulat padat atau berupa slurry
11
4. Pressure drop yang diperbolehkan rendah
5. Ketika alat penukar panas menjadi subjeck dari perubahan panas mendadak
6. Ketika flow-induced vibration terjadi
7. Proses bersifat siklik
12
CTHE tidak dapat dibersihkan secara mekanis sehingga alat penukar panas
jenis ini hanya untuk fluida yang bersih, bebas partikulat padat, atau fluida yang
fouling deposits-nya dapat dibersihkan secara kimiawi. Material yang digunakan
pada HE tipe ini biasanya alumunium (untuk fluida cyrogenics) dan stainless steel
untuk fluida dengan temperatur operasi yang tinggi sehingga CTHE merupakan
alat penukar panas dengan harga yang tidak murah. CTHE memiliki beberapa
keunggulan yang khusus, terutama ketika dioperasikan untuk temperatur rendah
untuk kasus-kasus berikut.
1. Perpindahan panas secara simultan antara lebih dari dua aliran
2. Tekanan operasi tinggi
3. Diperlukan sejumlah besar unit perpindahan panas
13
Gambar 5. Linde Coil-Wound Heat Exchanger
b. Plate Heat Exchanger
Plate Heat Exchanger (PHE) termasuk ke dalam jenis alat penukar panas
yang jarang digunakan di industri, namun memiliki beberapa keunggulan
dibanding penukar panas lainnya. PHE dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu Plate and Frame, Spiral Heat Exchanger, dan Panel Heat Exchanger.
1. Plate and Frame or Gasketed Plate Heat Exchanger
Alat penukar panas jenis ini biasa digunakan sebagai alternatif dari shell
and tube untuk penukaran panas cair-cair dengan tekanan rendah hingga
menengah. Alat ini terdiri atas bagian plate dengan empat saliran inlet dan outlet,
serta bagian frame.
14
2. Spiral Plate Heat Exchanger
Alat penukar panas jenis spiral plate (SPHE) ini digunakan sebagai
alternatif Shell and Tube ketika fluida kerja yang digunakan mengandung
partilkulat padat berupa slurry atau suspensi. SPHE digunakan dalam kasus-kasus
sebagai berikut.
1. Fluida kerja memiliki kandungan partikulat padat hingga 50%
2. Fluida kerja memiliki nilai viskositas yang tinggi, hingga 500.000 cP,
terutama pada proses pendinginan fluida viscous
3. SPHE digunakan pada proses reboiling, kondensasi, heating, maupun cooling
dari fluida viscous, slurry, dan lumpur
15
5. Dalam perancangan reaktor untuk proses tertentu, alat penukar panas jenis
ini fleksibel dalam pemilihan media transfer panasnya
16
Gambar 10. Plate-Fin Heat Exchanger
(a.) Skema alat, dan
(b.) (b) Brazed alumunium HE
d. Regenerative Heat Exchanger
Regenerator dapat terbagi menjadi fixed-matrix dan rotary regenerator.
Alat penukar panas jenis ini umum diaplikasikan pada turbin gas suatu industri
pembangkit listrik .
Regenerator
Rotary
Fixed Matrix Regenerator
17
2.2.2 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Proses Perpindahan
Panasnya
Berdasarkan proses perpindahan panasnya, heat exchanger terbagi ke
dalam dua jenis, yaitu alat penukar panas tipe kontak tak langsung (indirect
contact) dan alat penukar panas tipe kontak langsung (direct contact).
A. Heat Exchanger tipe Kontak Tak Langsung
Heat exchanger tipe ini melibatkan adanya suatu dinding pemisah antara
fluida kerja dengan fluida pemana/pendinginnya. Oleh karena itu, pada tipe ini,
tidak akan terjadi kontak secara langsung antara fluida-fluida yang terlibat. Pada
tipe kontak tak langsung ini, heat exchanger diklasifikasikan ke dalam tiga jenis,
yaitu HE tipe direct-transfer, storage type exchanger, dan fluidized-bed heat
exchanger.
B. Heat Exchanger tipe Direct Transfer
Pada alat penukar panas tipe ini, fluida kerja mengalir secara terus
menerus melewati dinding pemisahnya. Yang membedakan heat exchanger tipe
ini dengan tipe kontak tak langsung lainnya adalah aliran fluida kerjanya mengalir
secara kontinu dan tak terhenti sama sekali. Heat exchanger tipe ini sering disebut
dengan heat exchanger recuperator.
a. Storage Type Exchanger
Alat penukar panas tipe ini memindahkan panas secara bertahap melalui
dinding pemisah. Pada alirannya, terjadi penyimpanan sesaat sehingga energi
panas lebih lama tersimpan di dinding-dinding pemisahnya. Heat exchanger tipe
ini sering disebut dengan regenerative heat exchanger.
b. Fluidized-Bed Heat Exchanger
Pada alat penukar panas jenis ini, terdapat bed yang menyebabkan aliran
fluida panas yang melewati bagian ini kecepatannya menurun karena tertahan bed
yang ada dan panas yang terkandung akan lebih efisien diserap oleh padatan bed
tersebut. Selanjutnya, fluida dingin mengalir melalui saluran pipa yang dialirkan
melewati bed tersebut, dan secara bertahap panasnya ditrasfer ke fluida dingin.
18
Gambar 12. Fluidized-Bed Heat Exchanger
c. Heat Exchanger tipe Kontak Langsung
Perpindahan panas antara fluida satu dan lainnya pada alat tipe kontak
langsung ini juga melibatkan pencampuran sejumlah massa fluida-fluida tersebut.
Perpindahan panas yang terjadi biasanya juga melibatkan perubahan fasa dari
salah satu fluida yang mengindikasikan terjadinya perpindahan panas dalam
jumlah besar dan cepat. Heat Exchanger tipe ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1. Immiscible Fluid Exchanger
HE tipe ini melibatkan dua fluida tapi tidak mempengaruhi fasa dari fluida
tersebut, namun bisa saja diikuti dengan sedikit proses kondensasi maupun
evaporasi.
2. Gas-Liquid Exchanger
Contoh dari hear exchanger tipe ini adalah pada cooling tower di mana dua
fluida yang dimaksud adalah air pendingin dan udara panas.
3. Liquid-Vapour Exchanger
HE jenis ini biasanya bertujuan untuk menurunkan suhu dari uap air yang
sangat panas dengan cara menyemprotkan sejumlah air ke dalam uap air
panas tersebut.
2.1.6 Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan Surface Compactness
Klasifikasi Heat Exchanger yang dilakukan berbasis luas bidang kontak
perpindahan panas. Semakin luar permukaan kontak perpindahan panas per satuan
19
volumenya, maka semakin efisien perpindahan panas yang terjadi.
Pengklasifikasian berdasarkan faktor ini tentu disesuaikan dengan jenis fluida
kerja yang digunakan. Heat exchanger berdasarkan klasifikasi ini terbagi menjadi
3 jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Compact Heat Exchanger (700m2/m3)
2. Laminar Flow Heat Exchanger (3000m2/m3)
3. Micro Heat Exchanger (15000m2/m3)
20
4. Fluida kerja sangat sensitif terhadap temperatur, seperti contohnya adalah
produk industri pangan
21
2.1.10 Crossflow Exchanger
Pola aliran ini terbagi menjadi tiga kodisi aliran berbeda, yaitu sebagai
berikut.
1. Kedua fluida tidak bercampur (Gambar 16.a)
2. Satu fluida tidak bercampur dan fluida lainnya bercampur (Gambar 16.b)
3. Kedua fluida bercampur (Gambar 16.c)
22
B. Heat Exchanger Cair-Cair
Pada umumnya, heat exchanger tipe ini menggunakan jenis shell and tube.
Kedua fluida dipompa melewati alat penukar pana, sehingga prinsip utama
perpindahan panas ini adalah berbasis forced convection (konveksi paksa).
C. Heat Exchanger Gas-Gas
Pada beberapa kasus alat penukar panas jenis ini, salah satu gas akan
dikompressi sehingga memiliki tekanan yang lebih besar dibanding gas lainnya.
Apabila dibandingkan dengan heat exchanger untuk fasa cair-cair, ukuran dari
mesin tipe ini jauh lebih besar karena koefisien perpindahan panasnya relatif jauh
lebih kecil (sehingga membutuhkan luas permukaan kontak yang lebih besar).
2.2.5 Klasifikasi berdasarkan Mekanisme Perpidahan Panas
Mekanisme perpindahan panas yang terjadi antara satu fluida dengan
fluida lainnya adalah (1) konveksi satu fasa, (2) konveksi dua fasa (kondensasi
dan evaporasi), dan (3) perpaduan konveksi dan radiasi.
Berdasarkan perubahan fasa yang terjadi pada mekanisme tersebut, heat
exchanger dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu kondensor dan
evaporator.
A. Kondensor
Umumnya, rute kondensasi fluida terbagi menjadi dua, yaitu aliran luar
pipa yang berisi water-cooled steam condenser dan bagian dalam pipa yang berisi
air-cooled condenser. Pada kondensor ini biasanya ditambahkan fin untuk
memperluas permukaan kontak.
B. Evaporator
Evaporator dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu fired system dan
unfired system.
a. Fired System
Pada tipe ini, terlibat pembakaran dari bahan bakar pada temperatur yang
sangat tinggi namun pada tekanan atmosferik (densitas rendah) dan menghasilkan
uap (steam). Alat penukar panas tipe ini sering disebut dengan boiler yang
berfungsi untuk mengubah seluruh fasa cair menjadi fasa uapnya.
23
b. Unfired System
Tipe heat exchanger ini melibatkan range temperatur yang sangat luas,
dari temperatur tinggi seperti nuclear steam generator hingga temperatur sangat
rendah seperti cryogenic gasifiers dan liquid natural gas evaporation. Alat tipe ini
banyak diaplikasikan di industri pengolahan bahan pangan untuk menguapkan
pelarut, membuat konsentrat dari larutan, dan aplikasi lainnya.
2.3 Pola Aliran Perpindahan Panas
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, heat exchanger banyak
digunakan di hampir semua industri. Biasanya, terdapat dua buah aliran yang
masuk ke dalam HE di mana panas berpindah dari aliran fluida bertemperatur
tinggi ke fluida dengan temperatur rendah. Aliran fluida panas memasuki heat
exchanger dengan temperatur yang relatif lebih panas, dan meninggalkan heat
exchanger dengan temperatur yang lebih rendah. Panas tersebut berpindah ke
fluida dingin yang memasuki heat exchanger sehingga fluida dingin ini ketika
meninggalkan heat exchanger, suhunya relatif lebih tinggi.
Dalam mengatur pola aliran fluida ketika melewati heat exchanger, pada
umumnya dapat dibedakan menjadi dua jenis pola aliran, yaitu co-current dan
counter-current[11].
24
(b) Pola Aliran Counter Current
Gambar 17. Pola Aliran Pada Heat Exchanger
Berdasarkan pola aliran yang disebutkan di atas, kurva perubahan
temperatur pada heat exchanger juga akan memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut akan mempengaruhi nilai log mean temperature difference (TLMTD).
25
( T 1−t 2 )−(T 2−t 1)
LMTD = (T 1−t 2 )
ln ( )
(T 2−t 1 )
dengan: T1 = temperatur fluida panas masuk
T2 = temperatur fluida panas keluar
t1 = temperatur fluida dingin masuk
t2 = temperatur fluida dingin keluar
26
Gambar 19. Propane Pre-Cooled Mixed Refrigerant (C3MR) Process
27
C. Wet-Surface Air Coolers (WSAC)
Prinsip kerja WSAC berdasar pada penurunan temperatur yang
diakibatkan karena adanya panas laten dari perubahan fasa dari gas ke fasa
cairnya. WSAC dapat mendinginkan suhu hingga 5—10 derajat Fahrenheit di
bawah temperatur wet-bulb. Contoh, WSAC dapat memberikan outlet stream
dengan suhu 80 derajat Fahrenheit, meski temperatur wet-bulb pada saat itu
bersuhu 110 derajat Fahrenheit.
28
Gambar 22. Polaris Plate Heat Exchanger
E. Scraped Surface Heat Exchangers di Industri Pangan
Tipe alat penukar panas yang lazim digunakan di industri pengolahan
bahan pangan adalah heat exchanger yang mampu mengolah bahan dengan
viskositas yang relatif lebih tinggi, yang terdiri atas jacketed cylinder dengan
tabung silinder yang dilengkapi dengan blade di tengahnya. Blade tersebut akan
berputar sehingga mengakibatkan fluida di dalamnya mengalir ke arah anular.
Koefisien perpindahan panas pada alat ini bervariasi pada rentang 900—4000
J/(m2s.oC). Mesin-mesin penukar panas ini diaplikasikan dalam memproduksi es
krim dan pendinginan lemak pada produksi margarin.
29
sekitar 400K, maka akan terbentuk kabut/mist dari asam sulfat yang sangat sulit
dikendalikan dan berbahaya dalam proses. Oleh karena itu, unit heat exchanger
diterapkan pada sistem ini untuk menjaga suhu sistem pada batas aman operasi,
sekitar 400K.
30
dengan pergerakan udara, (3) kecepatan relatif antara udara dan air, dan (4) waktu
terjadinya kontak antara air dan udara. Oleh karena itu, biasanya desain cooling
tower berupa menara tinggi untuk memberikan performa dan efisiensi
pendinginan yang lebih baik.
31
Gambar 26. Proses Quenching pada Pemrosesan Logam Panas
32
BAB III
TUGAS KHUSUS
33
Ketebalan dinding tabung biasanya ditentukan untuk memastikan:
• Ada ruang yang cukup untuk korosi
• Itu getaran aliran-diinduksi memiliki ketahanan
• Axial kekuatan
• Kemampuan untuk dengan mudah stok suku cadang biaya
Kadang-kadang ketebalan dinding ditentukan oleh perbedaan tekanan
maksimum di dinding.
c. Panjang tabung
penukar panas biasanya lebih murah ketika mereka memiliki diameter
shell yang lebih kecil dan panjang tabung panjang. Dengan demikian, biasanya
ada tujuan untuk membuat penukar panas selama mungkin. Namun, ada banyak
keterbatasan untuk ini, termasuk ruang yang tersedia di situs mana akan
digunakan dan kebutuhan untuk memastikan bahwa ada tabung tersedia dalam
panjang yang dua kali panjang yang dibutuhkan (sehingga tabung dapat ditarik
dan diganti). Juga, itu harus diingat bahwa tunggal, tabung tipis yang sulit untuk
mengambil dan mengganti.
d. Tabung pitch
ketika mendesain tabung, adalah praktis untuk memastikan bahwa tabung
pitch (yaitu jarak pusat-pusat tabung sebelah) tidak kurang dari 1,25 kali diameter
luar tabung
Shell and tube penukar panas terdiri dari serangkaian tabung. Satu set dari
tabung berisi cairan yang harus baik dipanaskan atau didinginkan. Cairan kedua
berjalan lebih dari tabung yang sedang dipanaskan atau didinginkan sehingga
dapat menyediakan panas atau menyerap panas yang dibutuhkan. Satu set tabung
disebut berkas tabung dan dapat terdiri dari beberapa jenis tabung: polos, bersirip
longitudinal dll Shell dan penukar panas tabung biasanya digunakan untuk
aplikasi tekanan tinggi (dengan tekanan lebih besar dari 30 bar) dan suhu lebih
besar dari 260°C. Hal ini karena shell dan penukar panas tabung yang kuat karena
bentuknya.
Heat exchanger Jenis ini terdiri dari suatu tabung dengan diameter cukup
besar yang di dalamnya berisi seberkas pipa dengan diameter relatif kecil. Alat
34
penukar panas ini terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara parallel
dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir
di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah
yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Untuk meningkatkan effisiensi
pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas cangkang dan buluh dipasang
sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida, namun
pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban
kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.
35
D,i = Diameter inside (m)
36
Hal ini disebabkan karena Tube mempunyai ketahanan terhadap korosif, relatif
murah dan kekuatan dari small diameter Tube melebihi shell.
c. Tekanan
Shell yang bertekanan tinggi dan diameter yang besar akan diperlukan
dinding yang tebal, hal ini akan memakan biaya yang mahal. Untuk mengatasi hal
itu apabila fluida bertekanan tinggi lebih baik dialirkan melalui Tube.
d. Temperatur
Biasanya lebih ekonomis meletakkan fluida dengan temperatur lebih tinggi
pada Tube side, karena panasnya ditransfer seluruhnya ke arah permukaan luar
Tube atau ke arah shell sehingga akan diserap sepenuhnya oleh fluida yang
mengalir di shell. Jika fluida dengan temperatur lebih tinggi dialirkan pada shell
side, maka transfer panas tidak hanya dilakukan ke arah Tube, tapi ada
kemungkinan transfer panas juga terjadi ke arah luar shell (ke lingkungan).
e. Sediment/ Suspended Solid / Fouling
Fluida yang mengandung sediment/suspended solid atau yang
menyebabkan fouling sebaiknya dialirkan di Tube sehingga Tube-Tube dengan
mudah dibersihkan. Jika fluida yang mengandung sediment dialirkan di shell,
maka sediment/fouling tersebut akan terakumulasi pada stagnant zone di sekitar
baffles, sehingga cleaning pada sisi shell menjadi tidak mungkin dilakukan tanpa
mencabut Tube bundle. f. Viskositas
Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate dilewatkan
melalui shell karena dapat menggunakan baffle. Koefisien heat transfer yang
lebih tinggi dapat diperoleh dengan menempatkan fluida yang lebih viscous pada
shell side sebagai hasil dari peningkatan turbulensi akibat aliran crossflow
(terutama karena pengaruh baffles). Biasanya fluida dengan viskositas > 2 cSt
dialirkan di shell side untuk mengurangi luas permukaan perpindahan panas yang
diminta. Koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi terdapat pada shell side,
karena aliran turbulen akan terjadi melintang melalui sisi luar Tube dan baffle.
Faktor yang mempengaruhi efektivitas alat penukar panas (Heat
Exchanger) terutama Heat exchanger tipe shell & tube:
37
1. penggunaan baffle dapat meningkatkan efektifitas alat penukar panas, hal
ini sejalan dengan peningkatan koefisien perpindahan panas.
2. pengaruh tebal isolasi pada bagian luar shell, efektifitas meningkat hingga
suatu harga maksimum dan kemudian berkurang.
3. dengan menggunakan alat penukar panas tabung konsentris, efektifitas
berkurang, jika kecepatan udara masuk dingin meningkat dan efektifitas
meningkat, jika laju alir massa udara meningkat.
4. Menentukan jarak antar baffle minimum 0,2 dari diameter shell sedangkan
jarak maksimum ialah 1x diameter bagian dalam shell. Jarak baffle yang
panjang akan membuat aliran membujur dan kurang menyimpang dari
aliran melintang.
3.3 Faktor yang mempengaruhi efektivitas Heat exchanger tipe shell &
tube:
1. Melakukan penelitian penggunaan baffle dapat meningkatkan efektifitas
alat penukar panas, hal ini sejalan dengan peningkatan koefisiennya.
2. Melakukan penelitian pengaruh tebal isolasi pada bagian luar shell,
efektifitas meningkat hingga suatu harga maksimum dan berkurang.
3. Menyimpulkannya dengan menggunakan alat penukar panas tabung
konsentris, efektifitas berkurang, jika kecepatan udara masuk dingin
meningkat dan efektifitas meningkat, jika laju alir massa udara meningkat.
4. Menentukan jarak antar baffle minimum 0,2 dari diameter shell danjarak
maksimumnya 1x diameter bagian dalam shell. Jarak baffle yang panjang
membuat aliran membujur dan kurang menyimpang dari aliran melintang.
38
bertujuan untuk meratakan dan memperlama transfer kalor pada permukaan pipa
tube.
Heat exchanger shell and tube dikategorikan berdasarkan konfigurasi
perancangan:
39
Pada heat exchanger shell and tube terdapat rumus dasar yaitu
kesetimbangan energi kalor dari input menuju output yang dapat dirumuskan
menjadi:
Q = m(h).Cp(h).[T(h input) – T(h output)] = m(c).Cp(c).[T(c output) – T(c
input)]
Q = Laju perpindahan kalor (kW)
m(h), m(c) = Laju aliran massa dari fluida panas dan fluida dingin (kg/s)
Cp(h), Cp(c) = Kalor spesifik dari fluida panas dan fluida dingin (kj/kg .
C)
T (h input), T (c input) = Temperatur input dari fluida panas dan fluida
dingin (C)
T (h output), T (c output) = Temperatur output dari fluida panas dan fluida
dingin (C)
Inti dari kesetimbangan ini adalah jumlah energi kalor dari input sama
dengan jumlah energi kalor dari output. Kompleksitas aliran yang terjadi dalam
heat exchanger, perhitungan secara analitis (matematika murni) menjadi terlalu
kompleks bahkan tidak mungkin untuk dilakukan. Sehingga alternatif yang umum
digunakan lainya adalah menggunakan metode-metode semi-empiris seperti e-
NTU, P-NTU, LMTD, psi-P, dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, penggunaan metode di atas sangat dibatasi oleh data-
data yang diketahui, atau urutan prosedur yang dilakukan, yang pada akhirnya
juga merupakan proses yang iteratif. Selain itu, metode-metode di atas juga
memiliki limitasi jika model yang digunakan memiliki bentuk-bentuk yang unik
seperti ukuran baffle yang tidak lazim, atau modifikasi fitur-fitur pada pipa,
sehingga perhitungan di atas akan menjadi over-simplified. Metode yang biasa
digunakan untuk menganalisis kompleksitas aliran energi kalor pada heat
exchanger adalah metode simulasi CFD. CFD adalah permodelan menggunakan
komputer dengan model yang kita desain secara utuh sesuai dengan kondisi real
nya; sehingga kita dapat memperoleh hasil perhitungan yang lebih komprehensif
meskipun memiliki konfigurasi-konfigurasi yang unik.
40
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah kami ini adalah sebagai berikut:
1. Heat exchanger atau perpindahan panas didefinisikan sebagai suatu alat
yang dipergunakan untuk memindahkan / mentransfer energi panas antara
satu fluida dengan fluida lain.
2. Jenis – jenis penukar panas di antara lain yaitu: Double pipe heat
exchanger, plate and frame heat exchanger, shell and tube heat
exchanger, adiabatic whell heat exchanger, pillow plate heat exchanger,
dynamic scraped heat exchanger, dan phase change heat exchanger.
3. Tipe aliran pada alat penukar panas adalah sebagai berikut: aliran searah,
aliran silang, aliran silang berlawanan, dan aliran berlawanan arah.
4. Pengaplikasian heat exchanger pada industri yaitu: NGL extraction and
liquefaction units, kolom distilasi, wet surface air coolers, proses produksi
etanol, produksi asam sulfat, waste heat boiler, cooling tower, dan pada
produksi pembuatan baja.
5. Jenis shell and tube merupakan yang biasa digunakan di dalam industri
perminyakan, dan materialnya harus mudah dibersihkan, korosi, tekanan,
temperatur, dan pengendapan.
6. Faktor yang mempengaruhi alat penukar panas pada shell and tube adalah
penggunaan baffle, pengaruh tebalnya isolasi pada bagian luar shell, dan
jarak antar baffle minimal 0,2 dari diameter shell serta jarak
maksimumnya adalah 1x diameter bagian dalam shell.
4.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca agar dapat memahami makalah kami ini dan
dapat mengamalkan nya di jalan kebaikan, dan semoga kedepannya heat
exchanger yang dibahas tidak hanya shell and tube tetapi jenis penukar panas
yang lainnya.
41
DAFTAR PUSTAKA
42