HEATER
Disusun Oleh :
Kelas : 3 KC
Kelompok 6
Dosen Pengampu : Endang Supraptiah, S. T., M. T.
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Heater” dengan baik serta tepat
waktu. Tidak lupa juga shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad beserta para keluarga, sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah
Perpindahan panas, Ibu Endang Supraptiah,S.T., M.T. yang telah membimbing
dan memberikan kami tugas ini sehingga kami dapat mengerti dan memahami
bagaimana proses pembuatan semen di indutri. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi sekaligus menambah wawasan dan pemahaman bagi
pembaca.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna menyempurnakan makalah ini.
(Kelompok 6)
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya
kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun
keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas
dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun
petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah satu
contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan
pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, antara lain :
1. Mengetahui pengertian Heater.
2. Mengetahui dan memahami prinsip kerja dari Heater
3. Mengetahui tipe-tipe dan klasifikasi dari Heat Exchanger
4. Mengetahui jenis – jenis dari Heater
5. Mengetahui komponen-komponen dari Heat Exchanger
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
kimia, pembangkit listrik, penyulingan minyak bumi, pendingin, industri
makanan, dan sebagainya.
2. Aliran Counter-Current
Penukar panas jenis ini, fluida panas dan fluida dingin masuk dan
keluar penukar pada sisi yang berlawanan. pada tipe ini memungkinkan terjadi
temperatur fluida dingin yang keluar dari penukar panas lebih tinggi
dibandingkan temperatur fluida panas yang keluar dari penukar panas (heat).
7
2.3 Tipe – Tipe Heat Exchanger
2.3.1 Double Pipe Heat Exchanger (Penukar Panas Pipa Rangkap)
Alat penukar kalor (heat) tipe Double-Pipe Exchanger terdiri atas dua
buah pipa yang tersusun secara konsentris. Penukar pipa model ini biasanya
terdiri dari beberapa line pipa yang disusun secara vertikal. Pada alat ini, proses
perpindahan panas terjadi secara tidak langsung (indirect contact type), karena
terdapat dinding pemisah antara kedua fluida (panas dan dingin) sehingga
kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida
pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang
lebih tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa annulus). Perpindahan
kalor yang terjadi pada fluida adalah proses perpindahan panas secara
konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada daerah dinding pipa. Kalor
mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur
rendah. Tipe aliran yang digunakan adalah aliran yang kedua fluidanya
berseberangan atau murni counter current.
Double-Pipe Exchanger diperuntukkan sebagai penukar panas pada
proses dengan kapasitas kerja cukup kecil, yaitu dengan luas penampang
kurang dari 200 ft2 dan cocok digunakan pada kondisi tekanan tingg (kuppan,
2013). Penukar panas jenis ini memiliki tingkat fleksibilitas dan yang tinggi
karena unitnya dapat dapat dilakukan penambahan atau pengurangan sesuai
kebutuhan, dengan desain yang mudah dalam pengoperasiannya dan peralatan
yang digunakan sudah distandarisasi sehingga memiliki kualitas yang baik.
Alat penukar panas jenis ini lebih sering digunakan dalam bentuk pipa-U dan
dikenal dengan nama hairpin exchanger.
Hairpin Heat Exchangers adalah desain yang memiliki tingkat
efisiensi yang paling tinggi untuk menangani proses dengan kondisi keluaran
fluida lebih panas memiliki temperatur yang lebih rendah dibanding temperatur
keluaran fluida dingin dan menghasilkan luas permukaan kontak yang paling
kecil. Selain itu, penukar panas jenis ini juga banyak digunakan untuk
mengoperasikan fluida dengan nilai pengotor yang tinggi, seperti slurry.
Hairpin Heat Exchangers bisa digunakan apabila memenuhi satu atau
lebih dari berbagai kondisi berikut:
8
1. Fluida bertekanan tinggi
2. Proses perpindahan panas terjadi secara temperature cross.
3. Pressure drop yang diperbolehkan sangat rendah.
4. Fluida kerja mengandung partikulat padat atau pengotor berupa slurry
5. Proses bersifat siklik
6. Ketika alat penukar panas menjadi subjeck dari perubahan panas mendadak
7. Ketika terjadi flow-induced vibration
10
Gambar 2.5 Jenis-Jenis Heater
1. Heater Tipe Box
Merupakan heater yang konfigurasi strukturnya berbentuk box.
Terdapat berbagai desain yang berbeda untuk furnace tipe box. Desain
ini meliputi berbagai macam variasi dari konfigurasi tube coil, yaitu
horizontal, vertikal, helikal dan arbor.
12
Gambar 2.7 Heater Tipe Cabin
14
2.5. Prinsip Kerja Heater
Prinsip kerja heater adalah ketika alat pemanas dihubungkan ke sumber
listrik dan dihidupkan, maka arus listrik akan mengalir melalui elemen
pemanas. Elemen pemanas ini mengubah energi listrik yang melaluinya
menjadi energi panas.Adapun prinsip kerja heater yang memanfaatkan radiasi
matahari yang nantinya diserap oleh absorber, lalu air panas ditampung di
dalam tangki yang diberi isolasi.
15
Gambar 2.9 Shell and tube Heat Exchanger
Komponen tipe heat exchanger ini meliputi shell, sheel cover, tube,
lembaran tube, baffle, dan nozel. Spesifikasi dan standar desain untuk STHE
ditetapkan oleh Tubular Exchanger Manufacturers Association
(TEMA). Sebelum diproduksi, ada beberapa parameter yang diperlukan,
seperti laju aliran, temperatur inlet dan outlet, tekanan, penurunan tekanan,
faktor resistensi, dan geometri seperti diameter shell.
1. Shell
Shell/ cangkang terbuat dari pipa atau pelat logam yang di-welding (dilas)
serta menggunakan bahan yang tahan terhadap suhu ekstrim dan anti korosi
2. Channel atau head
Jenis head tergantung pada penggunaan heat exchanger shell and tube. Di
antara banyak tipe head, tipe bonnet merupakan yang paling umum
digunakan karenan bagian head/channel nya tidak perlu sering dilepas.
16
3. Tube
Bagian tube/ tabung diproduksi melalui proses las atau ekstruksi. Bundle
tube ini terbuat dari baja karbon, baja tahan karat, titanium, Inconel, atau
tembaga. Ketebalan tabung diatur mengikuti besar tekanan, suhu, tegangan
termal, dan ketahanan terhadap korosi.
4. Tube sheet
Tube sheet adalah pelat yang terdiri dari lubang tempat masuknya tube.
Selain itu, tube sheet juga berguna untuk menopang konstruksi tube di
kedua ujung shell.
5. Tube Pitch
Tube pitch adalah jarak antara titik tengah dari satu tube ke tube terdekat
lainnya. Tube-tube tersebut bisa diletakkan dengan pola segitiga atau
persegi. Konfigurasi pola persegi merupakan yang paling mudah
dibersihkan dan menghasilkan turbulensi paling sedikit.
6. Baffle
Baffle digunakan untuk mengarahkan aliran sedemikian rupa sehingga
kecepatan fluida bisa meningkat dan mencapai koefisien perpindahan panas
yang tinggi serta mengurangi fouling.
7. Tie Rod dan Spacer
Tie rod dan spacer adalah penopang sekaligus termasuk komponen
struktural yang dirancang untuk menahan baffle di tempatnya dan menjaga
ruang antara baffle. Jumlah tie rod dan spacer tergantung jumlah baffle dan
diameter cangkang.
17
2. Kapasitas Panas
Heat exchanger harus mampu menangani suhu ekstrim yang bervariasi
sehingga operasi tetap berjalan. Penukar panas shell and tube memiliki
kapasitas kerja suhu tinggi dan dapat disesuaikan dalam kondisi apa pun.
3. Tekanan
Penukar panas shell and tube dirancang untuk menahan tekanan ekstrim.
4. Pressure drop
Pressure drop atau turunnya tekanan berarti kehilangan energi dan
memperlambat kecepatan aliran. Penukar panas shell and tube dirancang
untuk mengatasi kehilangan tekanan sehingga kecepatan tidak berubah
signifikan. Fouling adalah salah satu hal yang tidak diinginkan dan besar
kemungkinan terjadi jika pressure drop besar. Karena itu, pressure drop
yang minim dapat menghilangkan masalah ini.
5. Penyesuaian
Desain penukar panas shell and tube dapat disesuaikan untuk beradaptasi
dengan proses produksi apa pun. Perubahan diameter pipa, jumlah pipa,
panjang pipa, pitch pipa, dan susunan pipa dapat diubah agar sesuai dengan
kebutuhan aplikasi.
6. Ekspansi termal
Desain penukar panas shell and tube memungkinkan terjadunya ekspansi
termal antara tube dan shell. Konfigurasi ini memberikan penukar panas
kemampuan untuk menangani cairan yang mudah terbakar dan beracun.
18
1. Penentuan heat duty (Q) yang diperlukan penukar kalor yang direncanakan
harus memenuhi atau melebihi syarat ini.
2. Menentukan ukuran (size) alat penukar kalor dengan perkiraan yang
masuk akal untuk koefisien perpindahan kalor keseluruhannya.
3. Menentukan fluida yang akan mengalir di sisi tube atau shell. Biasanya sisi
tube direncanakan unuk fluida yang bersifat korosif, beracun, bertekanan
tinggi, atau bersifat mengotori dinding. Hal ini dilakukan agar lebih mudah
dalam proses pembersihan atau perawatannya.
4. Langkah selanjutnya adalah memperkirakan jumlah tube yang digunakan
dengan menggunakan rumus :
A = Nt (π) L.....................................................................
Dimana : Diameter luar tube (mm) dan L = Panjang tube (mm)
5. Menentukan ukuran shell. Langkah ini dilakukan setelah kita mengetahui
jumlah tube yang direncanakan. Kemudian perkirakan jumlah pass dan
tube pitch yang akan digunakan.
6. Langkah selanjutnya adalah memperkirakan jumlah baffle dan jarak antar
baffle yang akan digunakan. Biasanya baffle memiliki jarak yang seragam
dan minimum jaraknya 1/5 dari diameter shell tapi tidak kurang dari 2
inchi.
7. Langkah yang terakhir adalah memeriksa kinerja dari alat penukar kalor
yang telah direncanakan. Hitung koefisien perpindahan panas di sisi
tabung dan sisi shell. Hitung factor pengotornya apakah sesuai dengan
standar yang diizinkan, dan penurunan tekanan di sisi tube dan shell.
19
2.7.1 Komponen Shell and Tube Heat Exchanger
Komponen-komponen atau bagian-bagian pembentuk STHE terdiri dari :
1. Shell (Selubung/Cangkang)
2. Shell Cover (Penutup Shell Pada Ujung)
3. Tubes (Pipa)
4. Channel (Saluran)
5. Channel Copper (Penutup Saluran)
6. Tubesheet (Pelat Pengikat Pipa)
20
CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN
1. Heater digunakan untuk memanaskan air 800 mL dari suhu 30°C menjadi
70°C selama 20 menit. Tentukan daya listrik yang digunakan! Cair
= 4.200 J/kg°C
Pembahasan
Diketahui:
m=800 mL=0,8 kg
T2=70°C
T1=30°C
Cair= 4.200 J/kg°C
Ditanya: daya listrik?
Pembahasan:
Hubungan daya dan kalor
P × t =m×c×△T
P = m×c×△T
t
P = 0,8(4.200)(70o−30o)
1200
P= 112 Watt
Jadi, daya yang digunakan sebesar 112 watt.
2. 1.000 lb/jam udara lewat pada bagian dalam dari double pipe H.E, masuk pada
temperatur 60 dan keluar pada temperatur 100 . Dipanasi oleh steam jenuh
bertekanan 50 atm yang lewat di bagian annulus secara berlawanan arah . Pipa
dalam dibuat dari 1,5ʺ sch 80 standar steel. Thermal konduktivitasnya 150
btu/ft.j. , sedangkan pipa luar terbuat dari 3ʺ sch 40 pipa standar. Bila harga h
udara 15 dan harga h steam 600 btu/j. .ft2.
a. Hitung Overall koefisien didasarkan pada bagian luar pipa dalam
b. Hitung panjang H.E tersebut
c. Berapa jumlah steam yang di butuhkan
21
Pembahasan :
Skema sistem Double Pipe Heat Exchanger
Steam
P = 50 atm; T = 508,542oF
DT2 = 408,542oF
o
Udara 100 F T = 100oC
1000 lb/hr
T = 60oF
DT1 = 448,542oF
T = 508,542 oC
Udara
Inner pipe
Pipa dalam 1,5" sch 80
OD = 1,9 in = 0,158 ft
ID = 1,5 in = 0,125 ft
Steam
ho
hi
Counter Current
m = 1.000 lb/jam
TC1 = 60oF
TC2 = 100oF
22
( )
( ⁄ )
( ⁄ )
( ) ( ) ( )
Dari Lampiran 8
( )
( )
( )
q udara
( )
23
q yang mengalir/ft
( )
( )
1,493
3. Sebuah heater 300 W digunakan untuk memanaskan air selama 7 menit. Air
mengalami kenaikan suhu 17,09°C. Massa air yang dipanaskan menggunakan
heater sebanyak ... (cair=4.200 J/kg °C)
Pembahasan :
Diketahui: Cair=4.200 J/kg °C
△T=17,09°C
t=7 menit=420 s
P=300 W
24
Ditanya: massa air?
Pembahasan:
P×t = mc△T
m = P×t
c△T
m = 300×420
4.200(17,09)
m = 1,76 kg
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Heater merupakan salah satu jenis dari Heat Exchanger yang berfungsi
untuk memanaskan. Heater adalah objek yang dapat memancarkan panas atau
dapat menyebabkan benda lainnya mengalami kenaikan suhu dari suhu yang
rendah untuk mencapai suhu yang lebih tinggi.
Komponen-komponen atau bagian-bagian pembentuk STHE terdiri dari
1. Shell (Selubung/Cangkang)
2. Shell Cover (Penutup Shell Pada Ujung)
3. Tubes (Pipa)
4. Channel (Saluran)
5. Channel Copper (Penutup Saluran)
6. Tubesheet (Pelat Pengikat Pipa)
Terdapat berbagai variasi dalam mendesain fired heater. Ditinjau dari
bentuk casingnya, pada umumnya tipe heater yang digunakan di kilang minyak
ada tiga macam, yaitu berbentuk box, silindris, dan cabin.
3.2 Saran
Demikianlah makalah tentang perpindahan panas (Heater) ini dibuat,
untuk mendukung ataupun untuk memperbaiki makalah ini diperlukan saran-
saran yang bersifat membangun sehingga nantinya makalah ini menjadi lebih
bagus dan sempurna.
26
DAFTAR PUSTAKA
Amala, A.K. et al. (2022) „Prototype Alat Solar Water Heater Ditinjau dari Laju
Alir Air dan Sudut Kemiringan Panel terhadap Perpindahan Panas
Konveksi‟, Jurnal Pendidikan dan Teknologi Indonesia, 2(11), pp. 461–
467. Available at: https://doi.org/10.52436/1.jpti.243.
Doni Eka Phutra Damanik dan Yulfitra (2018) „Pengaruh Proses Equal Channel
Angular Pressing Terhadap Sifat Mekanik Aluminium Silikon Dengan
Suhu Anil 300°C‟, Jurnal Rekayasa Material, Manufaktur dan Energi,
1(1), pp. 30–38. Available at: https://doi.org/10.30596/rmme.v1i1.2433.
Noufal, M., Wijaya Kusuma, I.G.B. and Suarnadwipa, N. (2017) „Analisa
Perpindahan Panas Pada Heater Tank FASSIP-01‟, 3(1), pp. 1–10.
Rahmat Junaidi, Teuku Zulfadli, Muhammad Yusuf (2021) „Kajian Perpindahan
Panas Pada Solar Water Heater Dengan Sudut Kemiringan Kolektor 40°‟,
Jurnal Ilmiah Teknik Unida, 2(2), pp. 28–33. Available at:
https://doi.org/10.55616/jitu.v2i2.186.
Ramadhan, N. et al. (2017) „Analisis Perpindahan Panas Pada Kolektor Pemanas
Air Tenaga Surya Dengan Turbulence Enhancer‟, Jurnal Rekayasa Mesin,
8(1), pp. 15–22.
27