Anda di halaman 1dari 3

Nama : Savaat Imron Sudadi

NIM : 19423163

Perbedaan Karakteristik Pemikiran Islam Neo-Revivalisme dengan Neo-


Modernisme

 Pemikiran Islam Neo- Revivalisme


Revivalisme, secara etimologi berasal dari kata revival, yang
berarti kebangkitan Kembali ecara tegas, revivalisme dalam arti khusus
telah mengalami banyak perubahan, bergantung pada evolusi
pemikiran dan perubahan sikap masyarakat Islam. Akan tetapi,
secara umum tedapat suatu kesinambungan semangat yang mendasar.
Jadi, dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa neo-
revivalisme memiliki tendensi suatu gagasan dan gerakan kebangkitan
dalam perubahan yang menghadirkan serta menformulasi perkembangan
zaman agar tetap selaras dengan nilai-nilai ke-Islaman.
Semua gerakan pembaharuan dan kebangkitan yang tidak
terkena sentuhan atau pengaruh Barat ini memiliki ajaran doctrinal
dengan cirri-ciri umum, a). Keprihatinan mendalam terhadap
kemerosotan sosio-moral masyarakat muslim, b). Imbauan untuk
“kembali” kepada ajaran Islam yang murni, di mana tema
sentralnya menghilangkan segala bentuk tahyu, bid’ah dan khurafat,
meninggalkan gagasan tentang kemapanan dan finalitas faham
mashab-mashab hukum tradisional, membuka kembali pintu-pintu
ijtihad yang sebelumnya dianggap telah tertutup dalam
menerjemahkan pesan-pesan orisinilitas Al-qur’an dan Al-Sunnah, c).
Imbauan untuk meninggalkan pandangan-pandangan tentang kodrat
takdir yang dihasilkan oleh wacana teologi Islam tradisional, d).
Imbauan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Islam pada segala
bidang, jika perlu dilakukan dengan kekuatan bersenjata (jihad).
Adapun hal yang baru dari gerakan ini adalah perluasan terhadap isi
wacana ijtihad seperti hubungan akal dan wahyu, pembaharuan di
bidang pendidikan, sosial, politik dan bentuk pemerintahan yang
representative dan konstitusional sebagai akibat dari terjadinya kontak
dengan pemikiran Barat.
 Pemikiran Neo-Modernisme
Pertama, neo-modernisme memiliki sifat atau watak progresif.
Dalam artian dengan penekanan sikap positif terhadap pentingnya
modernitas, kemajuan, dan pengembangan. Ia sangat kritis dalam
memperhatikan masalah-masalah keadilan sosial, disertai rasa optimis
tentang ke arah mana manusia bergerak maju dan mau mengapreasi jalannya
perubahan sosial yang begitu cepat.
Kedua, neomodernisme seperti halnya fundamentalisme adalah
respons rerhadap modernitas, gangguan globalisasi peradaban, dan
kebudayaan Barat rerhadap dunia Islam. Tidak seperti fundamentalisme yang
melihat Barat sebagai kebalikan Timur, neomodernisme tidak merasa perlu
menekankan perbedaan dcngan Barat atau tidak menekankan identitas diri
yang terpisah. Neomodernisme secara cerdas dapat mendekati keilmuan dan
kebudayaan Barat, khususnya dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan.
Kritik rerhadap bagian tertentu budaya Barat bukan berarti hal itu tak dapat
direkonsialisikan. Neomodernisme ridak hanya membela ide-ide liberal
Barat seperti demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan pemisahan agama
dengan negara, namun menekankan bahwa ide-ide Islam ini memberi
warisan umum rerhadap Barat.
Ketiga, pemikiran neomodernisme Indonesia menganjurkan jenis
sekularisme khusus yang berdasarkan Pancasila dan Konstitusi Indonesia,
sehingga keinginan sektarianisme keagamaan tetap terpisah dari keinginan
negara atau ada keterpisahan agama dengan negara. Neomodernisme
Indonesia berargumentasi bahwa al-Quran dan Hadits tak berisi blue print
tentang negara Islam atau tidak menetapkan bahwa negara agama adalah
perlu atau mungkin. Atas pemikiran ini, Nurcholish Madjid pernah
melontarkan ide kontroversial sekulariasi dan desakralisme. Sekularisasi
adalah usaha untuk menduniawikan nilal-nilal yang sudah duniawi dan
melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya.
Keempat, neomodernisme menghadirkan sebuah kererbukaan,
inklusivitas, dan pemahaman liberal Islam yang dapat direrima oleh segala
kalangan, pengakuan pluralisme sosial, penekanan perlunya toleransi, dan
hubungan harmonis di kalangan masyarakat.
Kelima, neomodernisme dimulai dengan semangat kembali pada abad
modernisme (Muhammad Abduh) dengan memerhatikan rasionalitas dalam
kegiatan ijtihad ataupun upaya individual dalam interpretasi nash. Kalangan
neomodernisme mengembangkan sistem hermeneutik, ijtihad kontekstual,
memerhatikan kekhususan masyarakat dan budaya Arab abad ke-17, dan
melakukan interprerasi baru untuk merespons kebutuhan-kebutuhan dan
perkembangan budaya masyarakat akhir abad ke-20. Bisa dikatakan,
neomodernisme menyintesiskan tradisi keilmuan Islam, tuntutan modernis
tentang ijtihad, tuntutan ilmu sosial Barat, dan kemanusiaan. Mereka bisa
melakukan upaya ini karena mereka berlatar belakang tradisionalis
(pesantren atau madrasah) yang dibekali dengan penguasaan Bahasa Arab
dan akrab dengan warisan keilmuan Islam klasik. Dengan demikian, secara
simultan neomodernisme adalah gerakan kembali pada dasar-dasar
modernisme dan menyintesiskan pemikiran kaum tradisionalis, modernis,
dan tuntutan Barat.

Anda mungkin juga menyukai