Perbedaan Karakteristik Pemikiran Islam Neo-Revivalisme dengan Neo-
Modernisme
Pemikiran Islam Neo- Revivalisme
Revivalisme, secara etimologi berasal dari kata revival, yang berarti kebangkitan Kembali ecara tegas, revivalisme dalam arti khusus telah mengalami banyak perubahan, bergantung pada evolusi pemikiran dan perubahan sikap masyarakat Islam. Akan tetapi, secara umum tedapat suatu kesinambungan semangat yang mendasar. Jadi, dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa neo- revivalisme memiliki tendensi suatu gagasan dan gerakan kebangkitan dalam perubahan yang menghadirkan serta menformulasi perkembangan zaman agar tetap selaras dengan nilai-nilai ke-Islaman. Semua gerakan pembaharuan dan kebangkitan yang tidak terkena sentuhan atau pengaruh Barat ini memiliki ajaran doctrinal dengan cirri-ciri umum, a). Keprihatinan mendalam terhadap kemerosotan sosio-moral masyarakat muslim, b). Imbauan untuk “kembali” kepada ajaran Islam yang murni, di mana tema sentralnya menghilangkan segala bentuk tahyu, bid’ah dan khurafat, meninggalkan gagasan tentang kemapanan dan finalitas faham mashab-mashab hukum tradisional, membuka kembali pintu-pintu ijtihad yang sebelumnya dianggap telah tertutup dalam menerjemahkan pesan-pesan orisinilitas Al-qur’an dan Al-Sunnah, c). Imbauan untuk meninggalkan pandangan-pandangan tentang kodrat takdir yang dihasilkan oleh wacana teologi Islam tradisional, d). Imbauan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Islam pada segala bidang, jika perlu dilakukan dengan kekuatan bersenjata (jihad). Adapun hal yang baru dari gerakan ini adalah perluasan terhadap isi wacana ijtihad seperti hubungan akal dan wahyu, pembaharuan di bidang pendidikan, sosial, politik dan bentuk pemerintahan yang representative dan konstitusional sebagai akibat dari terjadinya kontak dengan pemikiran Barat. Pemikiran Neo-Modernisme Pertama, neo-modernisme memiliki sifat atau watak progresif. Dalam artian dengan penekanan sikap positif terhadap pentingnya modernitas, kemajuan, dan pengembangan. Ia sangat kritis dalam memperhatikan masalah-masalah keadilan sosial, disertai rasa optimis tentang ke arah mana manusia bergerak maju dan mau mengapreasi jalannya perubahan sosial yang begitu cepat. Kedua, neomodernisme seperti halnya fundamentalisme adalah respons rerhadap modernitas, gangguan globalisasi peradaban, dan kebudayaan Barat rerhadap dunia Islam. Tidak seperti fundamentalisme yang melihat Barat sebagai kebalikan Timur, neomodernisme tidak merasa perlu menekankan perbedaan dcngan Barat atau tidak menekankan identitas diri yang terpisah. Neomodernisme secara cerdas dapat mendekati keilmuan dan kebudayaan Barat, khususnya dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Kritik rerhadap bagian tertentu budaya Barat bukan berarti hal itu tak dapat direkonsialisikan. Neomodernisme ridak hanya membela ide-ide liberal Barat seperti demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan pemisahan agama dengan negara, namun menekankan bahwa ide-ide Islam ini memberi warisan umum rerhadap Barat. Ketiga, pemikiran neomodernisme Indonesia menganjurkan jenis sekularisme khusus yang berdasarkan Pancasila dan Konstitusi Indonesia, sehingga keinginan sektarianisme keagamaan tetap terpisah dari keinginan negara atau ada keterpisahan agama dengan negara. Neomodernisme Indonesia berargumentasi bahwa al-Quran dan Hadits tak berisi blue print tentang negara Islam atau tidak menetapkan bahwa negara agama adalah perlu atau mungkin. Atas pemikiran ini, Nurcholish Madjid pernah melontarkan ide kontroversial sekulariasi dan desakralisme. Sekularisasi adalah usaha untuk menduniawikan nilal-nilal yang sudah duniawi dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya. Keempat, neomodernisme menghadirkan sebuah kererbukaan, inklusivitas, dan pemahaman liberal Islam yang dapat direrima oleh segala kalangan, pengakuan pluralisme sosial, penekanan perlunya toleransi, dan hubungan harmonis di kalangan masyarakat. Kelima, neomodernisme dimulai dengan semangat kembali pada abad modernisme (Muhammad Abduh) dengan memerhatikan rasionalitas dalam kegiatan ijtihad ataupun upaya individual dalam interpretasi nash. Kalangan neomodernisme mengembangkan sistem hermeneutik, ijtihad kontekstual, memerhatikan kekhususan masyarakat dan budaya Arab abad ke-17, dan melakukan interprerasi baru untuk merespons kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan budaya masyarakat akhir abad ke-20. Bisa dikatakan, neomodernisme menyintesiskan tradisi keilmuan Islam, tuntutan modernis tentang ijtihad, tuntutan ilmu sosial Barat, dan kemanusiaan. Mereka bisa melakukan upaya ini karena mereka berlatar belakang tradisionalis (pesantren atau madrasah) yang dibekali dengan penguasaan Bahasa Arab dan akrab dengan warisan keilmuan Islam klasik. Dengan demikian, secara simultan neomodernisme adalah gerakan kembali pada dasar-dasar modernisme dan menyintesiskan pemikiran kaum tradisionalis, modernis, dan tuntutan Barat.