Makalah Media Pendidikan
Makalah Media Pendidikan
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah kebijakan Tafsir
tarbawi
KATA PENGANTAR
Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua
dalam memenuhi tugas dari mata kuliah pendidikan nilai karakter dan semoga
segala yang tertuang dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini
disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi arahan dan tuntunan agar yang
membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN MEDIA PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-
QUR’AN
A. Pengertian Media Pendidikan
B. Tafsir Surat Al-Alaq 4-5
C. Tafsir Surat Al-A’raf ayat 57
D. Tafsir Surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan ayat 78-82
D. Tafsir Surat Al-Isra’ Ayat 14
E. Pesan Tarbawi
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar bahasa merupakan usaha yang tidak gampang dan kadang menjenuhkan,
bahkan kadang kala membuat orang frustasi. Hal tersebut merupakan hambatan dalam
mendalami suatu ilmu, Dalam kaitannya dengan usaha menciptakan suasana yang
kondusif itu, alat/media pendidikan atau pengajaran mempunyai peranan yang sangat
penting. Sebab alat/media merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran
terutama yang berkaitan dengan indra pendengaran dan pengelihatan. Adanya
alat/media bahkan dapat mempercepat proses pembelajaran murid karena dapat
membuat murid lebih cepat menanggapipelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah antara lain:
1. Apa pengertian media pendidikan ?
2. Bagaimana tafsir surat Al-Alaq ayat 4-5 ?
3. Bagaimana tafsir surat Al-A’raf ayat 57 ?
4. Bagaimana tafsir surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan Al-Kahfi ayat 78-80 ?
5. Bagaimana tafsir surat Al-Isra’ ayat 14 ?
6. Apa pesan tarbawy dari keempat surat mengenai media pendidikan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian media pendidikan.
2. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Alaq ayat 4.
3. Untuk mengetahui tafsir surat Al-A’raf ayat 57.
4. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan ayat 78-80.
5. Untuk mengetahui tafsir surat Al-Isra’ ayat 14.
6. Untuk mengetahui pesan tarbawy mengenai media pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
5( ) َعلَّ َم اِإْل ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم4( الَّ ِذي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم
Artinya: “Yang mengajar dengan Pena, Mengajar manusia apa yang
belum diketahui (nya)”. (QS. Al-Alaq ayat 4-5).
Ayat diatas melanjutkan dengan memberi contoh sebagian dari kemurahan-
Nya itu dengan menyatakan bahwa : Dia Yang Maha Pemurah itu yang
mengajar manusia dengan pena, yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan Dia
juga yang mengajar manusia tanpa alat dan usaha mereka apa yang belum
diketahui-nya.
ت فََأ ْن َز ْلنَا بِ ِه ْ َّاح بُ ْشرًا بَ ْينَ يَ َديْ َرحْ َمتِ ِه ۖ َحتَّ ٰى ِإ َذا َأقَل
ٍ ِّت َس َحابًا ثِقَااًل ُس ْقنَاهُ لِبَلَ ٍد َمي َ ََوهُ َو الَّ ِذي يُرْ ِس ُل الرِّ ي
رًاŒا َخ ْيŒŒ ِدلَهُ َما َربُّهُ َمŒ َأ ْن يُ ْبŒاŒ َ) فََأ َر ْدن80( ْال ُغاَل ُم فَ َكانَ َأبَ َواهُ ُمْؤ ِمنَي ِْن فَ َخ ِشينَا َأ ْن يُرْ ِهقَهُ َما طُ ْغيَانًا َو ُك ْفرًا
اŒŒ ٌز لَهُ َمŒهُ َك ْنŒ َانَ تَحْ تŒŒ) َوَأ َّما ْال ِجدَا ُر فَ َكانَ لِ ُغاَل َم ْي ِن يَتِي َمي ِْن فِي ْال َم ِدينَ ِة َو َك81( ب رُحْ ًما
َ ِم ْنهُ زَ َكاةً َوَأ ْق َر
هُ ع َْنŒُك ۚ َو َما فَ َع ْلت
َ ِّ َك ْنزَ هُ َما َرحْ َمةً ِم ْن َربŒد َربُّكَ َأ ْن يَ ْبلُغَا َأ ُش َّدهُ َما َويَ ْست َْخ ِر َجاŒَ صالِحًا فََأ َرا
َ َو َكانَ َأبُوهُ َما
Artinya: Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku denganmu”. Aku akan
memberitahukan kepadamu makna apa yang engkau tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun perahu, maka ia adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, maka
aku ingin menjadikannya memiliki cela karena di balik sana ada raja mengambil
setiap perahu secara paksa. Dan adapun anak remaja, maka kedua orangtuanya adalah
dua orang mukmin, dan kami khawatir dia akan membebani kedua orangtuanya
kedurhakaan dan kekufuran. Maka, kami menghendaki kiranya Tuhan mereka berdua
mengganti bagi mereka berdua yang lebih baik darinya (dalam hal) kesucian dan lebih
dekat (dalam) kasih sayang (-nya). Adapun dinding itu adalah kepunyaan dua orang
anak yatim di kota itu, dan di bawahnya terdapat simpanan bagi mereka berdua,
sedang ayah keduanya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar
supaya keduanya mencapai kedewasaan mereka berdua dan mengeluarkan
simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan aku tidaklah melakukannya
berdasar kemauanku. Demikian itu makna apa yang engkau tidak dapat sabar
terhadapnya.
Telah tiga kali Nabi Musa as. melakukan pelanggaran. Kini cukup sudah
alasan bagi hamba Allah itu untuk menyatakan perpisahan. Karena itu, dia berkata:
“inilah masa atau pelanggaran yang menjadikan perpisahan antara aku denganmu,
wahai Musa. Namun, sebelum berpisah aku akan memberitahukan kepadamu
informasi yang pasti tentang makna dan tujuan di balik peristiwa-peristiwa yang
engkau tidak dapat sabar menghadapinya”.
Lalu, hamba Allah yang saleh menerangkan pengalaman mereka satu demi
satu: ”Adapun perahu-katanya-maka ia adalah milik orang-orang miskin yang mereka
gunakan bekerja di laut untuk mencari rezeki, maka aku ingin menjadikannya
memiliki cela sehingga dinilai tidak bagus digunakan, karena dibalik sana ada raja
yang kejam dan selalu memerintahkan petugas-petugasnya agar mengambil secara
paksa setiap perahu yang berfungsi baik”. Hamba Allah yang saleh itu seakan-akan
melanjutkan dengan berkata: “Dengan demikian, apa yang kubocorkan itu bukanlah
bertujuan menenggelamkan penumpangnya, tetapi justru menjadi sebab
terpeliharanya hak-hak orang miskin”. Memang, melakukan kemudharatan yang kecil
dapat dibenarkan guna menghindari kemudharatan yang lebih besar.[3]
Selanjutnya, hamba Allah yang saleh itu menjelaskan latar belakang peristiwa
kedua. Dia berkata: “Adapun si anak yang aku bunuh itu, maka kedua orangtuanya
adalah dua orang mukmin yang mantap keimanannya dan Kami khawatir bahkan
tahu, berdasar informasi Allah, bahkan jika anak itu hidup dan tumbuh dewasa dia
akan membebani kedua orang tuanya dengan beban yang sangat berat akibat
keberanian dan kekejaman sang anak sehingga keduanya melakukan kedurhakaan dan
kekufuran. Maka dengan membunuhnya-aku dengan niat di dalam hati- dan Allah
SWT dengan kuasa-Nya menghendaki, kiranya Tuhan Yang Maha Esa yang
disembah oleh ibu bapak anak itu mengganti buat mereka berdua anak lain yang lebih
baik dalam hal kesucian, yakni sikap keberagamaannya dan lebih dekat lagi mantap
dalam kasih sayang dan buktinya kepada kedua orang tuanya daripada anak yang
kubunuh itu “.
Peristiwa terakhir dijelaskan oleh hamba Allah yang saleh itu dengan
menyatakan: “Adapun dinding rumah yang aku tegakkan tanpa mengambil upah itu,
ia adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya terdapat harta
simpanan orang tua mereka buat mereka berdua. Kalau dinding itu roboh, harta
simpanan itu ditemukan dan diambil orang yang tidak berhak, sedang ayah keduanya
adalah seorang yang saleh yang niatnya menyimpan harta itu untuk kedua anaknya.
Maka Tuhanmu menghendaki dipeliharanya harta itu agar supaya keduanya mencapai
usia dewasa dan menemukan simpanan kedua orangtuanya itu untuk mereka
manfaatkan. Apa yang aku lakukan itu adalah sebagai rahmat terhadap kedua anak
yatim itu dari Tuhamu “.
Lalu, hamba Allah yang saleh itu menegaskan untuk menampik kemungkinan
dugaan melanggar agama bahwa, “Aku tidaklah melakukan apa yang telah kulakukan
sejak pembocoran perahu, penegakan tembok, dan pembunuhan anak berdasar
kemauanku sendiri. Tetapi, semuanya adalah atas perintah Allah melalui ilmu yang
diajarkan-Nya kepadaku. Ilmu itu pun kuperoleh bukan atas usahaku, tetapi semata-
mta anugerah-Nya. Demikian-lanjut hamba Allah itu-makna dan penjelasan peristiwa-
peristiwa yang engkau tidak dapat sabar menghadapinya”.
F. Pesan Tarbawi
1. Sumber ilmu pengetahuan adalah Allah. Dia yang mengajar manusia dan
mengilhaminya.
2. Ada dua cara memperoleh pengetahuan. Pertama, dengan upaya manusia sendiri
menggunakan potensi-potensi yang dianugerahkan Allah SWT. Dan kedua, tanpa
usaha manusia, seperti yang diperoleh melalui ilham, intuisi, dan wahyu ilahi. Yang
kedua ini semata-mata karena Allah SWT bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
3. Sebelum hujan turun, angin beraneka ragam, namun sedikit demi sedikit Allah
SWT. mengarak dengan perlahan partikel-partikel awan, kemudian digabungkan-Nya
partikel-partikel itu sehingga ia tindih-menindih dan menyatu, lalu turunlah hujan.
Yang melakukan itu adalah Allah SWT. melalui hukum-hukum alam yang ditetapkan-
Nya. Demikian juga dia kuasa menghidupkan siapa yang telah mati dan menuntut
dari mereka tanggung jawab masing-masing.
4. Seseorang tidak boleh dipaksa mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
ruhaniah atau tasawuf, karena ilmu ini tidak dapat dicerna oleh semua orang. Itu
sebabnya sehingga hamba Allah itu berkata kepada Musa as., “Jika engkau
mengikutiku, maka janganlah....”
5. Seseorang yang melakukan kesalahan serupa berkali-kali hendaknya menyadari
kelemahan dirinya dan mempertimbangkan untuk melakukan langkah lain yang lebih
sesuai dengan bakat atau kemampuannya.
6. Segala yang buruk atau yang dapat berkesan buruk harus dihindarkan dari
pensibahannya kepada Allah, karena itulah ketika hamba Allah membocorkan
perahu, dia berucap,“maka aku ingin menjadikannya memiliki cela”. Sebaliknya segala
yang baik hendaknya dinisbahkan kepada Allah, karena itu ketika menopang tembok
yang hampir roboh, redaksi yang digunakannya, “maka Tuhanmu menghendaki”.
7. Setiap orang memiliki kitab amal yang kini dalam kehidupan dunia masih
tersembunyi dan tidak diketahui hakikatnya. Di hari kemudian kitab itu akan
dikeluarkan dari “tempatnya” yang tersembunyi, lalu akan disodorkan kepada
masing-masing pemiliknya sehingga terlihat dan terbaca dengan jelas lagi rinci
isinya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pada surat Al-Alaq ayat 4-5 menjelaskan bahwa ada dua cara yang
ditempuh Allah SWT dalam mengajar manusia. Pertama melalui media pena
(tulisan) yang harus dibaca oleh manusia dan yang kedua melaui pengajaran secara
langsung tanpa alat (tanpa media). Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ‘ilm
ladunniy. Kemudian pada surat Al-A’raf ayat 57 media pendidikan yang dimaksud
adalah meniupkan aneka angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya, yakni sebelum turunnya hujan.
Kemudian di surat Al-Kahfi ayat 70-71 dan ayat 78-82 media
pendidikannya adalah perahu yang dilubangi, anak yang dibunuh, dan dinding
rumah. Yang terakhir adalah surat Al-Isra’ ayat 14 media pendidikan yang
digunakan adalah kitab.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib . 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Jakarta: Gema
Insani.
Sadiman, Arief S., dkk. 2012. Media Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir Al-Misbah Jilid 6. Jakarta: Lentera Hati.