KORIOAMNIONITIS
DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. YESI MAIFITA, M.Kep
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul :
“KORIOAMNIONITIS”. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
Maternitas Keperawatan. Semoga makalah ini dapat memberikan ilmu, informasi, pengetahuan,
dan wawasan baru yang bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................2
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Korioamnionitis................................................................................................4
2.2 Epidemiologi Korioamnionitis...........................................................................................4
2.3 Etiologi Korioamnionitis....................................................................................................5
2.4 Patofisiologi Korioamnionitis............................................................................................5
2.5 Gambaran Klinis Koriamnionitis.......................................................................................6
2.7 Pathway..............................................................................................................................7
2.8 Diagnosis dan Penatalaksanaan..........................................................................................8
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................10
3.2 Saran..................................................................................................................................10
Daftar Pustaka........................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan kurang bulan merupakan masalah di bidang obstetrik dan perinatologi karena
berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas bayi. Tujuh puluh persen morbiditas dan
mortalitas neonatus disebabkan oleh prematuritas. Kemajuan dibidang obstetri dan perawatan neonatal
telah dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi yang dilahirkan, namun bayi yang dilahirkan
memerlukan perawatan khusus dan memerlukan biaya yang mahal dalam perawatan kesehatan
(Cunningham, 2014).
Persalinan kurang bulan disebabkan oleh faktor ibu, diantaranya umur ibu saat hamil kurang dari
18 tahun atau diatas 40 tahun, status ekonomi yang rendah, kebiasaan merokok, nutrisi yang buruk,
malformasi uterus, inkompeten serviks dan infeksi dalam kehamilan (Cunningham, 2014; Rodney, 2015).
2 Infeksi intrauterin merupakan faktor utama terjadinya persalinan kurang bulan, yaitu sebesar 40% dari
seluruh penyebab persalinan kurang bulan, dan lebih sering bersifat subklinis. Beberapa mekanisme yang
menerangkan terjadinya infeksi intrauterin yaitu dimulai dengan adanya pertumbuhan mikroorganisme
patogen di servikovaginal, kemudian menembus barrier serviks dan selanjutnya memicu perubahan pada
selaput amnion dan struktur segmen bawah rahim (Romero, 2011; Klein, 2011). Ketuban pecah dini
(KPD) atau Premature Rupture of Membranes (PROM) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion)
sebelum terjadinya persalinan. Bila terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu ini disebut sebagai KPD
preterm atau Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM).
1
Beberapa faktor penyebab terjadinya KPD adalah infeksi, riwayat KPD sebelumnya, overdistensi
uterus, kelainan pada serviks, malposisi dan malpresentasi janin, merokok, dan faktor stres psikologik
maternal. Tetapi faktor yang paling sering menyebabkan KPD adalah faktor eksternal yaitu infeksi 60-
70% (Mochtar, 2012; Rodney, 2015). Ketuban pecah dini (KPD) atau merupakan masalah penting dalam
obstetri berkaitan dengan komplikasi kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal serta menyebabkan infeksi
pada ibu maupun bayi (Mochtar, 2012). Insidensi ketuban pecah dini sebesar 8-10% dari jumlah
kehamilan dan biasanya dari kasus ketuban pecah dini akan diikuti dengan persalinan. Ketuban pecah dini
memberikan kontribusi 30% persalinan preterm dan 75% kasus ketuban pecah dini akan terjadi persalinan
(Wiknyosastro, 2008).
Korioamnionitis merupakan proses inflamsi atau infeksi pada plasenta, cairan amnion, selaput
korioamnion dan atau uterus yang timbul segera sebelum atau pada saat persalinan. Penelitian
menunjukkan bahwa secara histologis, korioamnionitis terjadi pada 3 20% kasus persalinan cukup bulan
dan 50% kasus persalinan kurang bulan. Korioamnionitis klinis terjadi pada 1-2% persalinan cukup bulan
dan 5-10% persalinan kurang bulan. Insidensi ini meningkat pada kasus ketuban pecah dini (Rodney,
2015). Infeksi akan merangsang dikeluarkannya mediator inflamasi melalui aktivitas makrofag dan sel-sel
leukosit Polimononuklear ( PMN ) pada desidua maternal dan membran korioamnion. Mediator inflamasi
yang dikeluarkan saat terjadi infeksi akan memicu terjadinya persalinan preterm. Peningkatan yang
signifikan dari mediator inflamasi akan memicu dikeluarkannya suatu zat yang berfungsi sebagai
regulator dari respons inflamasi. Protease inhibitor berfungsi sebagai pengatur respons inflamasi (Helmig,
2012; Doumas, 2013).
2
4. Agar mahasiswa bias patofisiologi dari Korioamnionitis
5. Agar mahasiswa mampu memahami komplikasi dari Korioamnionitis
6. Agar mahasiswa mampu mengatahui apa saja gambaran klinis dari Korioamnionitis
7. Agar mahasiswa mampu mengatahui diagnosis dan penatalaksanaan dari Korioamnionitis
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Epidemiologi
Dengan adanya korioamnionitis, morbiditas fetus meningkat secara substansif. Alexander dan
kolega (1998) mempelajari 1367 neonatus dengan berat lahir sangat rendah yang dilahirkan di rumah
sakit parkland. sejumlah 7% dilahirkan oleh wanita dengan korioamnionitis, dan hasil akhir dibandingkan
dengan bayi baru lahir tanpa infeksi secara klinis. para bayi yang baru lahir dengan grup terinfeksi
mempunyai insidensi yang lebih tinggi menderita sepsis, respiratory distress syndrome, kejang dengan
onset awal, perdaraham intraventrikular, dan leukomalasia periventrikular.
Para peneliti mengkonklusi bahwa bayi-bayi dengan berat badan sangat rendah tersebut rentan
terhadap perlukaan neurologis karena korioamnionitis. pada penelitian lain ( yoon dan kolega, 2000)
menemukan bahwa infeksi intra amnion pada bayi preterm berhubungan dengan meningkatnya
resiko cerebral palsy pada usia 3 tahun. Petroya dan kolega (2001) mempelajari lebih dari 11
juta kelahiran hidup dari 1995 hingga 1997 yang terdaftar pada national center for health statistic
linked birth-infant death cohort. Selama persalinan, 1.6 % wanira yang mengalami demam
berhubungan secara erat dengan infeksi yang menyebabkan kematian baik bayi term maupun
preterm. Bullard dan rekan sejawat (2002) melaporkan hasil yang sama
4
2.3 Etiologi
infeksi pada membrane dan cairan amnion dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
bervariasi. Bakteri dapat ditemukan melalui amniosintersis transabdominal sebanyak 20%.
Pada wanita dengan persalinan preterm tanpa manifestasi klinis infeksi dan dengan membrane
fetalis yang intak (cox dan rekan kerja,1996; watts dan kolega,1992). Produk viral juga
ditemukan (reddy and colleagues,2001). Infeksi tidak terbatas pada cairan amnion. Pada
penelitian yang dilakukan pada 609 wanita dengan section caesarea dengan membrane yang
intak, hauth dan rekan kerja (1998) mengkonfirmasi bahwa organism dari korioamnion
meningkat secara signifikan dalam persalinan spontan preterm. Proses penyembuhan dari
2.4. Patofisiologi
Patofisiologi korioamnionitis terutama terjadi melalui invasi asendens flora vaginal dan servikal
melalui kanal serviks, tetapi dapat juga terjadi melalui penyebaran hematogen akibat bakteremia
maternal, dan kontaminasi kavitas amnion akibat tindakan invasif.
Infeksi Asendens
Mekanisme utama pada patofisiologi korioamnionitis yaitu terjadinya infeksi asendens. Pada
umumnya, infeksi terjadi setelah ketuban pecah dini, namun proses ini juga dapat terjadi saat membran
masih intak. Terdapat 4 tahap dalam infeksi asendens:
1. Munculnya bakteri patogen atau terjadi perubahan mikroba flora normal yang ada pada vagina
dan serviks, misalnya akibat infeksi saluran kemih
2. Mikroorganisme mencapai kavitas amnion dan akan menetap pada bagian polus bawah uterus (di
antara membran dan korion)
3. Mikroorganisme menginvasi pembuluh darah janin (koriovaskulitis) atau melalui amnion
(amnionitis) kemudian menuju kavitas amnion dan menyebabkan korioamnionitis. Keadaan ini
akan menstimulasi produksi mediator inflamasi (prostaglandin dan radikal oksigen reaktif)
4. Pada tahap ini, mikroorganisme dapat mencapai janin melalui saluran pernapasan, pencernaan,
atau membran mukosa (membran timpani atau konjungtiva)[1,3,7]
Penyebaran Hematogen
5
Pada beberapa kasus, korioamnionitis dapat terjadi melalui mekanisme penyebaran hematogen
akibat bakteremia maternal. Patogen yang dapat menyebabkan korioamnionitis ini di antaranya
adalah Listeria monocytogenes, streptococcus grup A, dan Campylobacter spp.[3,9]
Korioamnionitis Iatrogenik
Korioamnionitis dapat terjadi secara iatrogenik akibat prosedur invasif yang dilakukan untuk
diagnosis prenatal atau terapi janin, misalnya akibat amniocentesis, fetoskopi, cerclage servikal, atau
transfusi intrauteri.
6
2.6 Pathway
7
2.7 Diagnosis dan penatalaksanaan
8
1. Anamnesis
Peneliti menemukan bahwa reaksi inflamasi dapat bersifat tidak spesifik dan tidak selalu terbukt
selalu terbukti terjadi infeksi pada ibu. Sebagai contoh, yamada dan kolega ( 2000 ) menemukan bahwa
cairan yang terwarna mekonium merupaka penarik kimiawi bagi leukosit. Sebaliknya, Benirschke dan
Kaufmann (2000) mempercayai bahwa korioamnionitis secara mikroskopik selalu disebabkan infeksi.
Korioamnionitis sering berhubungan berhubungan dengan rupture rupture membrane, kelahiran preterm,
ataupun keduanya. Sering kali sulit dibedakan apakah infeksi terlebih dahulu atau ruptur membran
terlebih dahulu yang terjadi. Gambaran khasnya adalah selaput ketuban yang terlihat seperti susu dan
berkabut (akibat adanya lekosit polimorfonuklear dan eksudat) disertai infiltrasi leukosit perivaskular
pada tali pada tali pusat clan pusat clan pembuluh darah uluh darah janin (omfalit janin (omfalitis).
Peradangan vilus fokal merupakan manifestasi lanjut.
Pada anamnesis korioamnionitis, perlu ditanyakan beberapa hal berikut :
Demam maternal
Nyeri perut
Sekret purulen
Usia gestasi
Paritas
Mekonium pada air ketuban
Riwayat infeksi menular seksual
Riwayat infeksi saluran kemih[4]
4. Komplikasi
Andomyometritis
9
Infeksi perlukaan
Abses pelvik
Bakteremia
Post partum hemorragic
4. Penatalaksanaan
Tegakkan diagnosis dini korioamnionitis.
Segera janin dilahirkan (hal ini berkaitan dengan prognosis).
Bila kehamilan prematur, maka kondisi ini akan memperburuk prognosis janin.
Jika janin sudah meninggal terlebih dahulu, maka usahakan untuk persalinan pervaginam karena
tindakan operasi sesar cenderung memicu sepsis.
Lakukan induksi/ akselerasi persalinan.
Segera mungkin berikan antibiotika (dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi ampisilin 3 x
1000 mg, gentamisin 5mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg).
Berikan uterotonika agar kontraksi rahim baik setelah persalinan (hal inj akan dapat mencegah
invasi mikroorganisme lewat sinus-sinus pembuluh darah pada dinding rahim)
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korioamnionitis merupakan infeksi yang terjadi pada membran (korion) dan cairan
amnion. Beberapa buku obstetri memperlihatkan insidens berkisar 1% dari seluruh persalinan.
Di negara berkembang dimana asuhan prenatal dan nutrisi ibu yang buruk kehamilan
mempunya insidens yang lebih tinggi dalam hal terjadinya korioamnionitis.
Korioamnionitis dapat terjadi akibat invasi mikroba ke cairan amnion dimana bakteri yang
mencapai rongga amnion menyebabkan terjadinya infeksi serta inflamasi di membran plasenta
dan umbilical cord .
3.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami isi dari makalah ini, meskipun banyak kekurangan
ketidaksempurnaan dari makalah ini. Kami harap ibu dapat memahami saran dan kritikan dari makalah
ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah,Muhammad Handono, Budi. (2009). Ketuban Pecah Dini(KPD) pada Kehamilan Preterm.
Edisi Pertama. Bandung : PT Refika Aditama
Al-Riyami, Nihal:Al-Ruheili, Intisar: Al-Shezawi, Fatma:Al-Khabori, Murtadha. (2013). Extreme
Preterm Premature Rupture of Membranes: Risk Factors and Feto Maternal Outcome. Oman
Medical Journal. Vol. 28, No.2: 108-111
Cunningham, F et al. (2010). Ketuban Pecah Dini, Williams Obstetrics edisi 24, United States : Mcgraw-
Hill Education.
12