Anda di halaman 1dari 4

1.

4 Kajian Hasil Amandemen UUD 1945


Meskipun tuntutan amandemen terhadap UUD 1945 semakin menguat akan tetapi MPR
sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan amandemen terhadap UUD
1945 tidak gegabah dalam melaksanakannya demi menjaga kelangsungan hidup Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam melakukan amandemen ada kesepakatan bersama
anggota MPR yang dituangkan dalam kesepakatan dasar anggota Panitia Ad Hoc Badan
Pekerja MPR dalam menyusun rancangan naskah perubahan UUD 1945, yaitu bahwa:
a. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
c. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial
d. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam
Penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal
e. Perubahan dilakukan dengan cara adendum (Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2003: 25).
Proses amandemen UUD 1945 terjadi secara bertahap selama empat kali yaitu: tahun 1999,
tahun 2000, tahun 2001 dan tahun 2002. Amandemen pertama disahkan tanggal 19 Agustus
1999, berisi: sembilan pasal. Ketentuan yang diubah dalam kesembilan pasal tersebut
berkenaan dengan 16 butir ketentuan. Amandemen kedua UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 2000 dengan 59 butir ketentuan yang diatur dalam 25 pasal. Amandemen
ketiga UUD 1945 disahkan pada tanggal 9 November 2001 menyangkut 23 pasal yang
berkaitan 68 butir ketentuan. Dan amandemen keempat UUD 1945 disahkan pada tanggal 10
Agustus 2002 menyangkut 18 pasal berkenaan 31 butir ketentuan (Jimly Assidiqie, 2007:
101). Keseluruhan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya meliputi:
a. Ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, serta
mekanisme hubungannya dengan Negara dan prosedur untuk mempertahankannya apabila
hak-hak itu dilanggar;
b. Prinsip-prinsip dasar tentang demokrasi dan rule of law serta mekanisme perwujudannya
dan pelaksanaannya, seperti melalui pemilihan umum, dan lain-lain;
c. Format kelembagaan Negara dan mekanisme hubungan antar organ
Pembagian kekuasaan menurut sebagaimana diatur dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945).
b. Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden, DPR dan DPD (Pasal 5 ayat (1),
pasal 19 dan pasal 22C UUD 1945).
c. Kekuasaan Yudikatif didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat (1) UUD
1945).
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD 1945 pasal 20A
ayat (1)”. DPR juga memiliki fungsi pengawasan”. Artinya DPR melakukan pengawasan
terhadap Presiden selaku eksekutif.
e. UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif, yang sebelum diamandemen
didelegasikan kepada Dewan pertimbangan Agung. Hal ini karena berdasarkan kenyataan
pelaksanaan kekuasaan konsultatif tidak jelas fungsinya.

B. Isi UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen


Sebagai sebuah negara merdeka, Indonesia memiliki hukum dasar yakni UUD 1945.
Merupakan sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum yang ada di Indonesia.
Selain itu UUD 1945 juga berfungsi sebagai alat kontrol dalam artian UUD 1945 mampu
mengontrol tingkatan norma hukum mana yang sesuai ataupun tidak sesuai dengan norma
yang seharusnya berlaku di Indonesia. Dimana UUD 1945 ini ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan garis-garis bedar pada haluan negara. Perubahan UUD
1945 menjadi ikon tuntutan reformasi yang menjadi tombak perjuangan gigih rakyat
Indonesia. Dengan tujuan untuk merombak tatanan kehidupan dalam berbangsa dan
bernegara agar dapat lebih signifikan. Tujuan utama dilakukan perombakan secara mendasar
melalui demokratisasi konstitusi adalah untuk mengubah sistem pemerintahan otoriter
menjadi demokratis. Perubahan terhadap konstitusi Indonesia perlu dan harus dilakukan
karena UUD 1945 saat itu menampakkan kekuasaan terbesar kepada eksekutif, sehingga
mengakibatkan adanya penyelewengan dalam berbagai aspek kehidupan masa itu. Dimana
terjadi tekanan reformasi besar-besaran yang digaungkan oleh rakyat Indonesia dengan
dimotori oleh mahasiswa yang pada akhirnya membuahkan hasil dengan adanya perubahan
UUD 1945 sebanyak empat kali dalam satu rangkaian. Sayangnya perubahan UUD 1945
tidak sepenuhnya dapat menjamin berlangsungnya proses perubahan arah tatanan hukum
maupun politik. Reformasi konstitusi yang dilakukan MPR nyatanya belum mampu
menampung dan mengakomodasi aspirasi masyarakat secara optimal dalam perubahan UUD
1945.
I. Perubahan Pertama UUD 1945
Perubahan pertama terjadi pada sidang umum MPR yang disahkan pada 1945 Oktober 1999.
Hal-hal mendasar yang menjadi permasalahan disini terdapat pada pasal 37 UUD 1945, yang
pada akhirnya MPR mengubah Pasal 5 Ayat (1), Pasar 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayar (3), Pasal 14,
Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21 UUD 1945.
Perubaha pertama ini bertujuan untuk membatasi kekuasaan Presiden dalam bidang eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Apabila dicermati dengan seksama, hasil dari perubahan pertama
UUD 1945 yang berniat memindahkan kekuasaan pembentukan UUD dari Presiden ke DPR
belum dapat dikatakan tegas. Hal ini dapat dilihat dari wewenang kedua lembaga negara
tersebut dalam membentuk Undang-Undang. Pengaturann seperti inilah yang membuat
kedudukan Presiden dan DPR dalam Pembentukan Undang-Undang adalah setara atau
sederajat. Hal ini yang menjadi suatu ketidakjelasan kompetensi antara Presiden sebagai
organ eksekutif dan DPR sebagai organ legislatif. Karena apabila kedudukan keduanya setara
akan mengakibatkan kesulitan bagi rakyat untuk memberikan dan menjatuhkan penilaian
obyektif pada pertanggungjawaban mengenai kualitas Undang-Undang yang dibentuk.
II. Perubahan Kedua UUD 1945
Perubahan kedua ini ditetapkan oleh MPR pada sidang tahunan 18 Agustus 2000. Pada
perubahan ini pasal yang diamandemen adalah Pasal 18 (A dan B), Passal 19, Pasal 20A,
Pasal 22 (A dan B), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 (A -J), Pasal 30, dan Pasal 36.
Amandemen kedua ini dilakukan karena terdapat beberapa pasal yang dinilai masih memiliki
makna ganda sehingga dapat mengakibatkan multitafsir. Dimana kekuasaan MPR juga masih
terlalu besar, begitu juga di beberapa lembaga negara lainnya. Oleh karenanya hal ini dinilai
belum demokratis sebagaimana .
III. Perubahan Ketiga UUD 1945
Perubahan ketiga ini ditetapkan oleh MPR pada sidang tahunan 9 November 2002. Pada
perubahan ini pasal yang diamandemen adalah Pasal 1, Pasal 3, Pasal 6A, Pasal 7 (A, B, dan
C), Pasal 8, Pasal 11, Pasal 17, Pasal 22 (C, D, dan E), Pasal 23 (A, B, C, E, F, G), dan Pasal
24 (A, B, dan C).
Amandemen ketiga ini dilatarbelakangi oleh adanya kelemahan dari amandemen kedua
berupa sistematika dan substansi Undang-Undang, diantaranya.
1. Kerancuan sistem pemerintahan;
2. Sikap tidak konsisten dalam penjabaran beberapa pasal, seperti pasal wewenang lembaga
negara; 3. Minimnya budaya taat berkonstitusi; dan
4. Budaya birokrasi yang masih rumit.
IV. Perubahan Keempat UUD 1945
Perubahan kedua ini ditetapkan oleh MPR pada sidang tahunan 11 Agustus 2002. Pada
perubahan ini pasal yang diamandemen adalah Pasal 2, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 16,
Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25A, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37, Aturan
Peralihan, Aturan Tambahan, dan menghapus BAB IV (DPA). Perubahan keempat ini terjadi
karena pertimbangan dari ketiga perubahan/amandemen UUD 1945, masih terdapat beberapa
hal yang menjadi latar belakang perlunya diberlakukan amandemen keempat.
1. Didasari oleh rasa perlunya sistem ketatanegaraan yang lebih demokratis;
2. Perlunya sistem ketatanegaraan berdasarkan hukum yang lebih teratur;
3. Perlunya jaminan atas HAM;
4. Perlunya desentralisasi yang lebih berorientasi pada daerah otonom;
5. Tidak ada grand design yang jelas dalam tiga amandemen sebelumnya; dan
6. Perlu adanya penguatan peran parlemen dalam hal mewujudkan fungsinya sebagai
perwakilan rakyat.
1. LEMBAGA NEGARA
Civilizated Organization atau lembaga negara merupakan institusi milik negara yang juga
dibentuk berdasar UUD 1945 dan Undang-Undang yang berlaku. Dimana lembaga negara
memiliki sistem khusus yang dirancang dan digunakan untuk melakukan pembangunan
negara.
Sebelum amandemen UUD 1945, Indonesia memiliki 6 (enam) lembaga negara, diantaranya:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Presiden
4. Badan Pengawas Keuangan (BPK)
5. Mahkamah Agung (MA)
6. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Setelah berlaku perubahan amandemen UUD 1945 dihapuslah satu lembaga negara dan
dibentuk dua lembaga baru. DPA adalah lembaga negara yang dihapus dan digantukan oleh
MK dan KY. Jadi, setelah terjadi amandemen UUD 1945 berikut merupakan lembaga negara
Indonesia.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden dan Wakil Presiden
5. Mahkamah Agung (MA)
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Komisi Yudisial (KY)
8. Badan Pengawas Keuangan (BPK)

2.1 Pengertian Fundamental


Menurut KBBI, arti kata ‘fundamental’ mencerminkan suatu hal yang mendasar. Segala hal
yang bersifat pokok, penting atau mendasar dapat dikatakan sebagai fundamental. Suatu hal
yang dikatakan fundamental biasanya memiliki sifat mempengaruhi sifat dasar dari hal yang
lain. Kata fundamental berasal dari Bahasa latin. Dalam Bahasa latin, ‘fundamentum’
memiliki artian kata pondasi. Oleh karena itu arti kata fundamental dapat dikatakan sebagai
pondasi atas suatu hal atau ilmu.

Anda mungkin juga menyukai