Anda di halaman 1dari 3

Analisis UUD 1945 Pasal 5 dan Pasal 20 Sebelum Amandemen dan Sesudah

Oleh: Milenia Ferlihanisa

Politik Perundang-undangan

UUD 1945 adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
konstitusi tertulis Indonesia. Terdapat beberapa amandemen dalam sejarah UUD 1945, dan
perubahan dalam beberapa pasal, termasuk Pasal 5 dan Pasal 20.

Pasal 5 UUD 1945 sebelum amandemen menyatakan:

"Kedaulatan atas negara dan wilayah Indonesia dilaksanakan oleh rakyat dan bagi negara dan
wilayah yang diselenggarakan oleh negara yang bersifat federal, kewenangan itu dilaksanakan
bersama antara negara dan yang bersangkutan." Namun, setelah beberapa amandemen, terutama
Amandemen Keempat UUD 1945, Pasal 5 mengalami perubahan. Pasal 5 yang sudah
diamandemen menyatakan:

"Kedaulatan negara berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang anggotanya dipilih
oleh rakyat."

Ini menggaris bawahi perubahan penting dalam pernyataan kedaulatan negara, yang awalnya
mencantumkan kedaulatan atas negara dan wilayah, menjadi kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Sementara itu, Pasal 20 UUD 1945 sebelum amandemen menyatakan:

"Negara tidak membedakan antara warga negara dalam keadaan pekerjaan dan di hadapan
hukum." Pasal 20 ini menegaskan prinsip non-diskriminasi dalam hukum dan pekerjaan. Setelah
beberapa amandemen, Pasal 20 tetap berlaku dengan prinsip yang sama: "Negara menjamin
persamaan kedudukan dan kesempatan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara."

Dalam hal ini, prinsip persamaan kedudukan dan kesempatan tetap menjadi prinsip yang
dijunjung tinggi dalam konstitusi Indonesia. Amandemen lebih banyak berkaitan dengan hal-hal
lain seperti sistem pemerintahan, kewenangan daerah, dan lain sebagainya.

Penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi negara dilakukan dalam sidang pertama Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah
proklamasi RI. Setelah rezim Orde Baru pimpinan Soeharto runtuh akibat gelombang Reformasi
1998, dilakukan perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 yakni dalam sidang-sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Hingga saat ini, telah dilakukan empat kali Amandemen UUD 1945 melalui Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), yakni pada 1999, 2000, 2001, dan 2002, dengan menghasilkan
sejumlah perubahan untuk beberapa pasal, diantaranya pasal 5 dan pasal 20.

Bunyi Pasal 5 UUD 1945 Sebelum Amandemen

1. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang- undang dengan persetujuan Dewan


Perwakilan Rakyat.

2. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang


sebagaimana mestinya.

Bunyi Pasal 5 UUD 1945 Setelah Amandemen

1. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan


Rakyat.

2. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang


sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, Pasal 5 UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen sama-sama
memiliki 2 ayat. Perubahan yang dilakukan dalam Pasal 5 UUD 1945 terjadi pada ayat 1. Esensi
dari ayat 1 sebelum dan sesudah amandemen masih sama, yakni presiden tetap memiliki hak
untuk membentuk undang-undang, begitu juga dengan DPR. Ada sedikit perbedaan dari
amandemen yang dilakukan dalam pasal 5 ayat 1 tersebut.

Kalimat “memegang kekuasaan” dan “berhak mengajukan” merupakan perubahan yang


cukup berarti bagi pasal 5 ayat1. Berbicara tentang pembagian kekuasaan (power). Presiden
(eksekutif) dalam konsep trias politika memegang peranan atau fungsi untuk menjalankan
undang-undang. Dalam konteks pasal 5, eksekutif justru mempunyai hak untuk membentuk
undang-undang, dan sebelum amandemen justru sebagai pemegang kekuasaan dalam
membentuk undang-undang.

Berangkat dari konsep pemisahan atau pembagian kekuasaan antara lembaga tinggi negara, maka
perubahan kalimat dalam ayat 1 ini memiliki makna yang begitu luar biasa. Perubahan ini
kemudian memberikan pelemahan terhadap fungsi presiden, sehingga tidak ada dominasi
kekuasaan terhadap legislatif yang notabenenya sebagai lembaga yang berfungsi sebagai
legislasi.

Dilihat dari historis sebelum amandemen, bagaimana hegemoni atau dominasi yang dilakukan
oleh presiden (eksekutif) dapat mengganggu stabilitas chek and balances anatara lembaga tinggi
negara. Sebelum dilakukan amandemen, presiden memiliki kekuatan dominasi diantara lembaga
tinggi negara lainnya. Tingginya kekuatan atau dominasi yang dilakukan kemudian
memunculkan ketidakstabilan dalam jalannya suatu negara terutama kebijakan atau unfang-
undang yang dihasilkan.

Untuk itu, amandemen yang dilakukan pada pasal 5 ayat 1 memberikan nuansa yang baru bagi
penyelenggaraan negara. Dikuatkannya fungsi legislasi dari DPR dan melemahkan hegemoni
yang diberikan pada eksekutif. Adanya hegemoni atau dominasi suatu lembaga terhadap lembaga
lainnya akan memunculkan iklim yang kurang baik bagi demokrasi dan penyelenggaraan negara.

Anda mungkin juga menyukai