45222068
KELAS 1C D4 AB
ANGKATAN 2022
Pendahuluan
Di Taman Prasejarah Leang Leang Maros, dapat kita temukan jejak awal
manusia-manusia prasejarah Sulawesi. Pada dinding gua karst itu terdapat
gambar yang dibuat manusia kuno dari masa puluhan ribu tahun silam.
Gambar cap tangan dibuat dengan cara menyemprotkan cat pada tangan
yang ditempelkan ke permukaan dinding sehingga menyisakan cetakan
negatifnya. Cara itu disebut sebagai teknik negative hand stencil. Cat didapat
dari hematit, batuan mineral yang mengandung pigmen merah. Warna tersebut
meresap ke dalam pori-pori batu, membuatnya bertahan hingga ribuan tahun.
Pada bagian lain terdapat lukisan binatang yang sedang meloncat dengan
anak panah tertancap di dadanya. Lukisan dengan cat merah tersebut sudah
tampak buram akibat bercak putih yang menutupi dinding goa. Berdasarkan
analisis yang dilakukan seorang ahli zoologi, D.A. Hooijer, lukisan tersebut
menggambarkan babirusa.
Dari penelitian Palm dan para peneliti lain, lukisan prasejarah di goa-goa
lain di sekitarnya satu per satu terungkap. Lukisan ditemukan di Leang Burung,
Leang Jarie, Leang Lambattorang, Leang Ulu Wae, Leang Lambatorang, Leang
Sakapao, dan Leang Petta Kere. Dalam bahasa setempat, leang berarti goa.
Ada sekitar 230 goa prasejarah yang telah terdata di kawasan karst
Maros-Pangkep. Dari jumlah tersebut, yang diketahui memiliki peninggalan
lukisan sekitar 80 goa. Sebagian goa masuk dalam wilayah Taman Nasional
Bantimurung-Bulusaraung (TN Babul) seluas 43.700 hektare.
Dari jumlah yang terdata, masih sangat dimungkinkan ada goa-goa lain
yang belum ditemukan karena sejauh ini wilayah karst Maros-Pangkep yang
bisa terjangkau baru sekitar 10 persen. Kawasan karst Maros-Pangkep diakui
sebagai kawasan karst terbesar kedua di dunia setelah Guangzhou di China.
Sampai belum lama ini, tidak ada yang tahu pasti sejak kapan lukisan-
lukisan cadas menghiasi goa-goa di Maros. Sejumlah ahli memperkirakan
usianya tak lebih dari 10.000 tahun. Usia sebenarnya baru terungkap setelah
dipublikasikannya sebuah hasil penelitian di Nature, jurnal sains internasional
ternama, pada 9 Oktober 2014.
Penelitian itu dilakukan atas kerja sama sejumlah ahli dari Balai
Arkeologi Makassar, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, Pusat
Arkeologi Nasional, University of Wollongong Australia, Griffith University
Australia, dan Australian National University.