Anda di halaman 1dari 10

Logical Fallacy Pada Cyberbullying Kalangan Pemuda Pemudi

Alfazilah Br Barus1, Safwan Amin2


Program Studi Psikologi, Fakultas kedokteran
alfazilahbarus@gmail.com

Abtrak
Logical Fallacy adalah kesesatan logika berpikir yang timbul karena terjadi
ketidaksesuaian apa yang dipikirkan dan bahasa yang digunakan untuk
merumuskan pokok pikiran. Penalaran yang sesat ini dapat terjadi apabila susunan
premis yang ada tidak menghasilkan sustu kesimpulan yang benar. Cyberbullying
sendiri sebenarnya adalah salah satu bentuk bullying. Cyberbullying dapat
didefinisikan sebagai perilaku agresif dan diarahkan pada target yang berulang
kali dilakukan oleh kelompok atau individu dalam menggunakan media elektronik
dari waktu ke waktu kepada individu yang dianggap tidak mudah untuk dilawan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
atau pernyataan lisan atau orang-orang dan perilaku yang diamati. Sujek dalam
penelitian ini merupakan 5 orang informan yang dipilih oleh peneliti. Adapun
objek penelitian ini adalah sumber dalam penelitian adalah Logical Fallacy
terhadap perilaku Cyberbullying. Metode pengumpulan data melalui observasi,
dan wawancara serta dokumentasi. Metode analisis data menggunakan model
Miles dan Huberman yaitu dengan mereduksi data pada pemilihan, pemfokusan,
penyederhanaan, abstraksi, pentransformasian, serta penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian bahwa informan sudah memahami konsep tindakan
logical fallacy dan cyberbullying.
Kata kunci: Perilaku, mahasiswa, bullying
PENDAHULUAN
Logical Fallacy adalah kesesatan logika berpikir yang timbul karena
terjadi ketidaksesuaian apa yang dipikirkan dan bahasa yang digunakan untuk
merumuskan pokok pikiran. Penalaran yang sesat ini dapat terjadi apabila susunan
premis yang ada tidak menghasilkan sustu kesimpulan yang benar. Dengan artian
kesesatan Fallacy muncul ketika suatu argumen terbentuk dari premoi-premis
yang tidak berkaitan dengan argumen yang ada (LaBoissiere, 2010). Apabila
dikaitkan dengan fenomena yang ada, kecenderungan manusia untuk bernalar,
mengambil keputusan, dan memilih alternatif pilihan tidak terlepas dari
kecenderungan sifat dasar manusia untuk memilih sesuatu yang disukainya
daripada orang lain. Seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan
perkembangan teknologi dan sistem informasi. Secara tidak sadar media sosial
telah mempengaruhi masyarakat bahkan pada ruang lingkup mahasiswa, baik
secara positif maupun negatif. Salah satu bentuk pengaruh negatif adalah
Cyberbullying yang sedang berlangsung di beberapa negara, salah satunya
Indonesia. Cyberbullying dapat didefinisikan sebagai perilaku agresif dan
diarahkan pada target yang berulang kali dilakukan oleh kelompok atau individu
dalam menggunakan media elektronik dari waktu ke waktu kepada individu yang
dianggap tidak mudah untuk dilawan. Saat ini, cyberbullying merajalela bahkan di
berbagai media sosial seperti Instagram, Tiktok, Facebook, Twitter dan lainnya.
Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hal ini media sosial juga berperan
penting dalam efek negatif tersebut. Perilaku ini biasa terjadi di lingkungan
masyarakat, terutama di jejaring sosial. Seringkali, para pelaku online ini
melakukan ini karena mereka membutuhkan perhatian dan persetujuan dari orang
lain tanpa memikirkan dampak yang mereka timbulkan. Pengakuan yang
dibutuhkan oleh pelaku adalah pengakuan bahwa pelaku berhubungan dengan
banyak orang dan bahwa pelaku dapat mengatasinya. Misalnya, mempermalukan
secara online dapat berupa kritik dengan hinaan yang memengaruhi jiwa
seseorang. Ada banyak jenis cyberbullying itu sendiri, salah satunya adalah online
shaming. Online Shaming sendiri adalah tindakan merusak kepercayaan orang
lain di dunia maya yang biasanya dilakukan dengan tujuan menghina, memfitnah,
melecehkan serta mengancam orang lain. Adapun online shaming yang paling
banyak terjadi dalam masyarakat adalah body shaming. Body shaming sendiri 3
didefinisikan sebagai ejekan mengenai penampilan fisik terhadap individu di
dalam kelompoknya, Widiasti 2016. Di Indonesia, saat ini sedang marak kasus
body shaming. Pelaku body shaming biasanya Hal datang dari orang terdekat
seperti orang tua, sahabat, teman, tetangga, bahkan guru di sekolah. Namun,
perilaku mencemooh fisik dianggap hal yang lucu dan biasa, dalih bercanda,
alasan ingin memberi dukungan agar korban berubah, dan alasan yang paling
umum digunakan adalah kebebasan berpendapat di ruang publik. Body shaming
dapat dialami oleh semua orang tanpa terkecuali, tidak melihat usia, gender,
tingkat pendidikan, kedudukan, ataupun pekerjaan seseorang sebagai sasaran
pelaku. Pelaku body shaming biasanya datang dari orang terdekat seperti orang
tua, sahabat, teman, tetangga, bahkan guru di sekolah. Namun, perilaku
mencemooh fisik dianggap hal yang lucu dan biasa, dalih bercanda, alasan ingin
memberi dukungan agar korban berubah, dan alasan yang paling umum
digunakan adalah kebebasan berpendapat di ruang public Berdasarkan penjelasan
diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Logical Fallacy dan
Cyberbullying pada media sosial. Bagaimana kemudian interaksi penilaian
seseorang yang mengandung Logical Fallacy dalam media sosial seperti facebook,
instagram, telegram, tik-tok dan twitter memunculkan perilaku Cyberbullying
dalam masayarakat khususnya mahasiswa dengan tujuan dapat menambah
wawasan dan pemahaman mengenai proses berpikir yang benar sehingga nantinya
tidak menyebabkan munculnya perilaku yang destruktif seperti Cyberbullying
yang terjadi pada Mahasiswa Universitas Malikussaleh (UNIMAL) Lhokseumawe
selama ini.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau pernyataan lisan atau
orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian ini dilaksanakan di kota Lhokseumawe. Subjek pada penelitian
ini adalah Mahasiswa Universitas Malikussaleh Lhokseumawe. Penelitian ini
menggunakan Teknik pengumpulan data. Melalui observasi, dan wawancara serta
dokumentasi.
Metode analisis data menggunakan model Miles dan Huberman yaitu
dengan mereduksi data pada pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi,
pentransformasian, serta penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil
penelitian bahwa informan sudah memahami konsep tindakan Logical Fallacy dan
Cyberbullying.
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui gambaran umum tentang
Logical Fallacy dan Cyberbullying melalui media sosial yang terjadi pada
Mahasiswa Universitas Malikussaleh (UNIMAL) Lhokseumawe, serta Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi proses Logical Fallacy dan Cyberbullying
melalui media sosial pada Mahasiswa Universitas Malikussaleh (UNIMAL)
Lhokseumawe. Subjek peneliti adalah 5 Mahasiswa/i baru Universitas
Malikussaleh dari beberapa jurusan, yang dimana Wawancara tersebut di lakukan
pada November 2022.

1. Reduksi data
Reduksi data merujuk pada pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi,
dan pentransformasian “data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan yang
tertulis. Sebagaimana kita ketahui, reduksi data terjadi secara kontinu, melalui kehidupan
suatu proyek yang diorientasikan secara kualitatif. Faktanya, bahkan “sebelum” data
secara aktual dikumpulkan Emzir 2011.
Kasus: Peneliti ingin menjelajahi tentang apa itu Cyberbullying dan factor yang
mempengaruhi Cyberbullying pada mahasiswa/i UNIMAL .
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah suatu kegiatan ketika sekumpulan informasi
disusun. Seperti yang disebut Emzir dengan melihat sebuah tayangan 6 membantu
kita memahami apa yang terjadi dan melakukan suatu analisis lanjutan atau
tindakan yang didasarkan pada pemahaman tersebut. Tujuan dari penyajian data
tersebut adalah suatu jalan masuk utama untuk analisis kualitatif valid.
Penulis menentukan subjek dengan cara purposive sampaling dimana
pengambilan sampel penelitian yang dilakukan dengan sengaja dan dengan
kriteria tertentu secara relevan dengan tujuan penelitian.
Alasan penulis focus pada subjek yang terpilih karena subjek sedang
menekuni bidang tersebut, mereka juga orang yang aktif di media sosial dan dari
beberapanya ada yang mengalami Cyberbullying tersebut.

Hasil Penelitian
Waktu dan tempat dilaksanakannya Studi Lapangan ini pada tanggal 9
November 2022 bertempat di Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.
Berdasarkan dengan hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan oleh peneliti
dengan mengambil 5 informan yaitu, AS, LZ, RA, NL, dan PY, peneliti menemukan
berbagai informasi terkait dengan pemahaman dan pandangan mengenai Logical Fallacy
terhadap Cyberbullying.
Pada pembahasan ini peneliti akan mengalisis pemahaman informan terhadap
tindakan Cyberbullying. Untuk identitas informan sengaja peneliti samarkan dan peneliti
hanya lampirkan dalam bentuk inisial saja.
Informan pertama yaitu AS menyampaikan:
“Menurut saya, menghina kepribadian seseorang di media sosial sudah
termasuk Cyberbullying.”
Menurut NL,
“Perilaku menghina kepribadian di media sosial sesorang merupakan bagian
dari tindakan Cyberbullying.’
Hal ini sejalan dengan ungkapan yang disampaikan informan lain, yaitu LZ yang
mengungkapkan bahwa:
“Menurut saya cyberbullying merupakan bentuk bullying yang dilakukan melalui
medsos, perilaku itu memang dari sifat si pelaku yang begitu suka mencampuri urusan
orang, suka mencari tahu tentang orang, ketika si pelaku sudah mengetahui tentang si
korban, disitu lah bullying itu terjadi Cyberbullying”.
Hal ini juga disampaikan informan yang berinisial RA yang juga mengungkapkan
pernyataan dalam wawancara sebagai berikut:
“Menurut saya cyberbullying itu adalah membully/menindas/mencela orang di
sosial media menggunakan kata-kata atau semacamnya. Hal itu dilakukan pelaku karena
pelaku telah mengetahui sisi lemah dari si korban lalu, korban melakukannya karena dia
hanya iseng iseng saja melakukan hal tersebut untuk memuaskan keinginannya”.
Cyberbulling merupakan tindakan penindasan, celaan, dan hinaan terhadap
seseorang menggunakan ungkapan kata atau semacamnya. Hal tersebut dilakukan saat
pelaku mengetahui sisi lemah dari korban.
Hal ini dikuatkan oleh ungkapan informan NL yang disampaikan saat wawancara:
“Menurut saya cyberbullying adalah tindakan merendahkan atau melecehkan
seseoramg melalui teknologi internet atau dunia maya yang merupakan balas dendam
dan sesuatu hal yang tidak disukai oleh si pelaku kepada korban”.
Menurut PY “cyberbullying merupakan tindakan merendahkan atau melecehkan
seseoramg melalui teknologi internet atau dunia maya berupa media sosial dengan
maksud membalas dendam”.
Selanjutnya menganalisis pemahaman informant tentang Logical Fallacy,
menurut AS Logical Fallacy itu adalah sebuah pemikiran yang sesat saat berfikir. AS
mengaakan bahwasanya, “logical fallacy yatitu menilai sesuatu dengan fikiran yang
sesat atau tidak benar”.
Menurut pemahaman NL logical fallacy yaitu menilai argument berdasarkan
pemikiran yang sesatatau tidak benar. Dia mengatakan bahwa “logical fallacy itu adalah,
penilaian atau argumen berdasarkan pemikiran logis yang buruk atau kesalahan dalam
penalaran”.
Menurut LZ logical fallacy itu juga adalah sebuah pemikiran yang tidak benar
atau memberikan sebuah argument dengan pemikran yang sesat, dia mengatakan bahwa
“memberikan pendapat yang tidak benar”
Menurut RA logical fallacy adalah “disaat kita menilai seseorang berdasarkan
pemikiran logis yang buruk. Di perkuat lagi oleh PY bahwa menurutnya logical fallacy
yaitu “sesat berfikir dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan seseorang”.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Logical Fallacy Terhadap Tindakan
Cyberbulling Pada Mahasiswa Universitas Malikussaleh (UNIMAL) Lhokseumawe:
Menurut AS faktor yang mempengaruhi logical fallacy itu karena faktor balas
dendam, “Yang mempengaruhi orang melakukan cyberbullying itu dikarenakan oleh
faktor balas dendam, mungkin irang yang melakukan cyberbullying itu karena dia dlunya
korban pembullyan jadi si pelaku ini ingin membalaskan dendamnya”.
Pendapat AS dan ML sama bahwa si pelaku itu melakukan cyberbullying itu
dikarenakan balas dendam “Disebabkan faktor balas dendam, si pelaku mungkin
mengalami kericuhan di masa lampau denagn si korban cyberbullying tersebut,jadi
untuk membalaskan dendamnya si pelaku melakukan cyberbullying”
Menurut LZ si pelaku melakukan cyberbullying di sebabkan si pelaku
menganggap hal tersebut hanya canda gurawan sahaja. Seperti yang di katakan LZ “Si
pelaku mungkin hanya menganggap cyberbullying tersebut hanya sebuah lelucon dan
candaan saja yang dapat menghibur diri si pelaku tersebut”.
Pendapat RA dan LZ hampir sama menurutnya faktor yang mempengaruhi
terjadinya cyberbullying itu karena si pelaku melihat si korban dari sisi lemahnya
mungkin juga karena merasa iri “Faktor nya mungkin si pelalku melihat sisi lemah dari
si korban ini jadi dia memngolok olok kelemahan si korban dengan melakukan
cyberbullying”
Menurut PY faktor lingkungan juga mempengaruhui terjadinya cyberbullying.
“Faktor teman dan juga lingkungan juga dapat mempengaruhi seseorang melakukan
cyberbullying, karena ikut ikutan dan menganggapnya hanya sekedar candaan”.

Pembahasan
Pada bagian ini peneliti akan menjabarkan pembahasan terhadap temuan
data yang telah dijelaskan diatas untuk melihat bagaimana pemahaman mahasiswa
tentang logical fallacy terhadap tindakan Cyberbullying dan faktor yang
mempengaruhinya.
Perilaku menghina kepribadian di media sosial sesorang merupakan
bagian dari tindakan Cyberbullying. Hal ini disampaikan oleh salah satu informan
yang berinisial NL. Disamping itu, informan selanjutnya yang berinisial LZ juga
menyatakan bahwa Cyberbullying merupakan bagian hinaan (bullying) yang
dilakukan oleh pelaku yang merupakan cerminan sifat pelaku yang suka
mencampuri urusan orang, dan suka mengeksplorasi tentang diri orang lain
melalui medsos dengan tujuan menghina disaat pelaku mengetahui indentitas
orang tersebut.
Selanjutnya, hal sejalan disampaikan oleh RA yang menjelaskan bahwa
Cyberbulling merupakan tindakan penindasan, celaan, dan hinaan terhadap
seseorang menggunakan ungkapan kata atau semacamnya.
Hal tersebut dilakukan saat pelaku mengetahui sisi lemah dari korban.
Tidak menutupi kemungkinan bahwa tindakan cyberbullying juga merupakan
bagian tindakan balas dendam seseorang saat memiliki masalah dengan orang lain
yang dibencinya.
Hal tersebut diperkuat oleh PY yang menjelaskan bahwa cyberbullying
merupakan tindakan merendahkan atau melecehkan seseoramg melalui teknologi
internet atau dunia maya berupa media sosial dengan maksud membalas dendam.
Pemahaman Logical Fallacy Menurut informan yang berinisial NL menjelaskan
bahwa logical fallacy yaitu menilali argument berdasarkan pemikiran yang sesuata
tidak benar. Pernyataan ini juga diperkuat dengan informan LZ yang mengatakan
bahwa logical fallacy adalah sebuah pemikiran yang tidak benar atau memberikan
sebuah argument dengan pemikran yang sesat.
Disamping itu, informan RA menyatakan bahwa menilai sesuatu atu
seseorang berdasarkan pemikiran logis yang buruk. Hal itu juga sejalan dengan
penjelasan dari informan PY yang mengatakan bahwa logical fallacy merupakan
sesat berfikir dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan seseorang. Dari
pernyataan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pernyataan beberapa mahasiswa
diatas menunjukkan bahwa logical fallacy merupakan pola pikir atau persepsi
seseorang terhadap sesuatu dengan pemikiran atau pandangan yang salah.
Hal ini tentunya menunjukkan bahwa mahasiswa memahami konsep
logical fallacy itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan para ahli yang
telah disebutkan di beberapa teori pada bab-bab sebelumya.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Logical Fallacy Terhadap Tindakan
Cyberbulling Pada Mahasiswa Universitas Malikussaleh (UNIMAL)
Lhokseumawe Pada pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi logical fallacy
terhadap tindakan cyberbullying menjelaskan bahwa informan AS menyatakan
bahwa faktor-faktor tersebut terjadi oleh sikap balas dendam seseorang kepada
orang lain yang dibencinya. Penrnyataan AS dan ML juga memiliki pendapat
yang sama yaitu karena faktor balas dendam, yaitu dengan mencari kelemahan
korban yang menjadi tujuan bullying.
Disamping itu faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying adalah
karena mereka masih menganggap bahwa cyberbullying tersebut hanya sebuah
lelucon dan candaan biasa yang dapat menghibur diri si pelaku tersebut. Hal ini
tentunya merupakan logical fallacy yang masih menjadi pandangan selama ini.
Mereka menganggap bahwa cyberbullying hanya sebagai candaan yang tidak
mempengaruhi jiwa seseorang. Pada pada hakikatnya segala sesuatu yang
disampaikan akan membekas pada diri seseorang. Hal ini tentunya merupakan
pola pikir yang sesat yang harus dihindari. Adapun pernyataan ini disampaikan
oleh informan PY.

KESIMPULAN
Cyberbullying merupakan penyalah gunaan teknologi dimana seseorang
menulis teks ataupun mengunggah gambar maupun video mengenai orang tertentu
dengan tujuan untuk mempermalukan, menyiksa, mengolokolok, atau mengancam
mereka. Logical Fallacy merupakan pola pikir atau persepsi seseorang terhadap
sesuatu dengan pemikiran atau pandangan yang salah. Hal ini tentunya
menunjukkan bahwa mahasiswa memahami konsep logical fallacy itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ainur Rahman Hidayat. (2017). Filsafat Berpikir, Pamekasan: Duta Media.
Arikunto. (2006) Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Baron, Robert A, Donn Byrne. (2004). Psikologi Sosial Edisi kesepuluh. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Barnardos. (2012). Get With It: Understanding and Identifyng Cyberbullying to
Help Protect Your Children. Brunswick Press Ltd.
Irving, M Copy, Carl Cohan. (1990). Introduction to Logic: Eighth Edition. New
York: Macmilan Publishing Company.
Kowalski, R.M., Limber, S.P., & Agatston, P.W. (2008). Cyberbullying: Bullying
in the digitalage. Oxford: Blackwell Publishing.
Soekadijo, RG (2014), Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif,
Gramedia pustaka utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai