Anda di halaman 1dari 8

JURNAL ILMIAH ISLAMIC RESOURCES p-ISSN 1412-3231

e-ISSN 2720-9172
Vol. 19, No. 2, Desember 2022

Reorientasi Proesionalisme Guru Di Era Globalisasi dalam Perspektf


Islam
Abd. Wahid a1 Muh. Yunusa2
a
Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Indonesia
1
abdul.wahid@umi.ac.id;
2
murhammad.yunus@umi.ac.id

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

Kata Kunci: Tantangan perkembangan sains dan teknologi serta pengaruh globalisasi,
Guru dibutuhkan sumber daya manusia yang andal dan berkompeten. Dalam hal
Era Globalisasi ini, guru ditantang untuk harus mampu mendidik dan menghasilkan para
Islam lulusan yang berdaya saing tinggi. Seorang pendidik diharapkan dapat
menaruh perhatian pada globalisasi yang berimbas kepada terjadinya
perubahan paradigma pembelajaran, yakni dari paradigma yang lama ke
paradigma baru, perlu sadar dan memahami akan dampak globalisasi
terhadap kemajuan peradaban dunia, yang merupakan suatu pelajaran
penting bagi pendidik yang senantiasa perlu memprioritaskan kualitas,
mengedepankan profesionalisme, siaga serta responsif terhadap
permasalahan-permasalahan pembelajaran, kreatif dan inovatif terhadap
adanya perubahan yang cepat agar proses pembelajaran menjadi berkualitas
dan up to date. Dengan kebutuhan sumber daya manusia yang diterapkan
dengan baik maka seorang pendidik diharapkan selalu melakukan introspeksi
dan meningkatkan sejumlah kompetensi yang dimiliki dan memperhatikan
tentang pentingnya profesionalisme dalam menjalankan tugasnya

Keywords: ABSTRACT
Teacher The challenges of the development of science and technology and the
Globalization Era influence of globalization require reliable and competent human resources.
Islam In this case, teachers are challenged to be able to educate and produce highly
competitive graduates. An educator is expected to be able to pay attention to
globalization which has an impact on changing the learning paradigm,
namely from the old paradigm to the new paradigm, needs to be aware of and
understand the impact of globalization on the progress of world civilization,
which is an important lesson for educators who always need to prioritize
quality, prioritizing professionalism, alert and responsive to learning
problems, creative and innovative towards rapid changes so that the learning
process becomes quality and up to date. With the needs of human resources
that are implemented properly, an educator is expected to always introspect
and improve a number of competencies he has and pay attention to the
importance of professionalism in carrying out his duties.

Pendahuluan

Guru (ustaz/ulama) merupakan salah satu komponen pendidikan yang memiliki peran dan
fungsi yang sangat strategis. Pada dasarnya, peran seorang guru dibutuhkan oleh peserta
didik untuk membantu mereka dalam mengoptimalkan bakat dan kemampuan mereka.
Pendidik dalam perspektf Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik,
baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Menurut
Djamarah (2015: 280) Guru adalah seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik atau tenaga profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya untuk
merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi.

217
http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
p-ISSN 1412-3231 Journal Ilmiah Islamic Resources
p-ISSN 2720-9172 Vol. 19, No. 2, Desember 2022

Dengan peranan yang sangat vital, guru ditempatkan terdepan dalam dunia pendidikan. Guru
sebagai tokoh pendidik yang paling banyak berinteraksi dengan peserta didik, merencanakan
dan melaksankan proses pembelajaran, mentransfer pengetahuan secara simultan melalui
pendampingan dan menanamkan nilai-nilai positif dalam pembelajaran. Sosok guru
memiliki peran sangat penting dalam proses menciptakan generasi penerus yang berkualitas,
baik secara intelektual maupun akhlaknya sehingga kelas dapat berhasil meneruskan estafet
kepemimpinan bangsa.
Melihat ke belakang sebelum berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, ketika
sumber-sumber pembelajaran masih kurang, dan pendidikan masih didominasi oleh kaum
agamawan dan ilmuan, fungsi dan peran guru begitu dihargai. Mereka bagaiakan orang suci
yang dihormati, mereka menjadi tempat bertanya, tempat meminta nasihat dan doa.Seiring
berjalanya waktu, terjadi pergseran dan perubahan yang mencolok pada peran dan fungsi
guru. Banyak tugas-tugas yang dulunya dipegang penuh oleh guru terutama dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan kini tergantikan oleh teknologi. Belum lagi, permasalahan
sosial dan budaya, penyimpangan, terutama dikalangan remaja membuat guru semakin
kewalahan. Disorientasi peran dan fungsi guru saat ini juga ditandai dengan banyaknya guru
yang memandang jabatannya hanya sebagai pekerja yang mengukur peran, fungsi, dan
tugasnya hanya dari segi uang yang diterimanya. Akibatnya, sebagian dari mereka
memanfaatkan jabatan dan lingkungan sekolah untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Terjadinya pergeseran orientasi tersebut harus segera dicegah, karena guru yang demikian
itu tidak akan menghasilkan generasi yang unggul, intelek, terampil dan jujur, dan mereka
tidak akan mungkin melaksanakan perannya sebagai agen perubahan sosial kearah yang
lebih baik. Untuk itu, kedepannya diperlukan adanya reorientasi peran dan fungsi guru dalam
mnghadapi era globalisasi yang juga dapat didasarkan pada norma-norma ajaran islam
didalam AL-Qur’an. Reorientasi ini bertujuan untuk meninjau kembali dan memperbaiki
visi dan misi seorang guru yang dapat membangun generasi peradaban dengan menyebarkan
kemampuan yang dimilikinya, panggilan dari hati nuraninya, dan tanggung jawab yang
dimilikinya.

Hasil dan Pembahasan


A. Guru dalam Sebuah Profesi
Kata profesi dalam bahasa latin “profesio” digunakan untuk menunjukkan pernyataan public
dari seseorang yang menduduki suatu jabatan public. Sanusi, dkk (1991) menjabarkan
tentang ciri utama suatu profesi, yang pertama, jabatan tersebut harus memiliki fungsi,
signifikansi yang menentukan, serta menuntun keterampilan dan keahlian tertentu, kedua,
keterampilan dan keahlian tersebut didapat dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
berdasar disiplin ilmu tertentu, ketiga, jabatan itu memerlukan pendidikan di perguruan
tinggi dengan waktu yang cukup lama, terutama dalam aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
professional itu sendiri, keempat, dalam memberikan layanan kepada khalayak ramai,
anggota profesi harus berpegang teguh pada kode etik yang diawasi dan dikontrol oleh
organisasi profesi terkait, kelima, kendatipun begitu, anggota profesi dapat dengan leluasa
dan bebas memberikan keputusan sesuai dengan profesinya, sehingga mereka bebas dari
campur tangan orang lain, dan keenam, jabatan ini memperoleh penghormatan yang tinggi
ditengah masyarakat, sehingga memperoleh imbalan atau gaji yang tinggi, berbeda dengan
pekerjaan lain yang non-profesi.

http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
218
p-ISSN 1412-3231 Journal Ilmiah Islamic Resources
p-ISSN 2720-9172 Vol. 19, No. 2, Desember 2022

Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi merujuk pada suatu
pekerjaan yang berdasar pada ilmu atau keahlian tertentu yang ditekuni, kemudian dengan
keahlian tersebut difungsikan sebagai mana mestinya kepada masyarakat.
Dalam kasus profesi sebagai guru, menurut National Eduction Association (NEA) (1948)
menyatakan bahwa jabatan rofesi merupakan jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual,
menekuni suatu batang tubuh ilmu tertentu, didahului dengan persiapan professiona yang
lama, memerlukan pelatihan jabatan yang kontinyu, menjanjikan karier bagi anggota secara
permanen, mengikuti standar baku mutu tersendiri, lebih mementingkan layanan kepada
masyarakat disbanding dengan keuntungan pribadi, dan memiliki organisasi professional
yang kuat dan dapat melakukan control terhadap anggota yang melakukan penyimpangan.
Dalam menjalankan tugas dan profesinya, guru mempunyai hak dan kewajiban yang harus
diperhatikan. Hak dan kewajiban tersebut telah diatur dalam undang-undang yang berkaitan
dengan Pendidikan. Dalam UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada pasal 20
maka guru berkewajiban sebagai berikut:
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
b. Mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang undangan, hukum dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika.
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dari rumusan tersebut dapat dipahami bahwa profesi sebagai guru memiliki tanggung jawab
besar dan luas, tidak hanya berkonsentrasi pada materi pelajaran, tetapi juga tetap
memperhatikan situasi-situasi tertentu, memfungsikan diri sebagai media dan fasilitator, dan
sekaligus bertanggung jawab kepada lembaga keprofesiannya. Guru merupakan seseorang
yang seharusnya dihormati karena memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap
keberhasilan pembelajaran di sekolah. Selain itu, Guru sangat berperan membantu
perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara ideal. (Mulyasa,
2005: 10). Guru professional siap difungsikan sebagai orang tua kedua bagi anak didiknya,
siap menjadi contoh dan teladan yang menjaga perilaku, dan berupaya membimbing dan
memberikan masukan positif dalam bentuk agama, ideology, dan lain-lain, sehingga anak
didik memiliki jiwa dan watak yang baik, mampu membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, merupakan termasuk tugas guru.

Tantangan Profesionalisme Guru Di Era Globalisasi


Kata globalisasi dapat diartikan sebagai proses yang mendunia atau proses yang
menempatkan masyarakat dunia untuk menjangkau satu sama lain dan saling terhubungkan
dalam seluruh aspek kehidupan. Globalisasi berupaya melakukan universalisasi sistem dunia
(world system) sehingga semua negara memiliki sistem yang homogen secara global (Safril
2015: 66). Proses ini ditandai dengan perubahan-perubahan baik itu teknologi, struktur
sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Menurut Ulrich beck dalam Sindhunata (2000) ada
tiga penekanan sebagai kata kunci dalam memahami kata globalisasi diantaranya yaitu:

http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
219
p-ISSN 1412-3231 Journal Ilmiah Islamic Resources
p-ISSN 2720-9172 Vol. 19, No. 2, Desember 2022

a. Deteritorialisasi yang berarti batas batas geografi ditiadakan atau tidak lagi
berperan dan tidak lagi menentukan dalam perdagangann antar negara
b. Transnasionalisme ialah meniadakan batas batas geografis seperti blok blok yang
satu dengan yang lain
c. Multi lokal dan translokal dimana globalisasi dimana globalisasi memberikan
kesempatan bagi manusia diberbagai belahan dunia membuka horison hidupnya
seluas dunia tanpa kehilangan kelokalannya
Berdasarkan penekanan diatas diketahui bahwa kehadiran globalisasi menuntut perubahan
yang mendasar bagi setiap individu. Hal ini berdampak pada perubahan tatanan kehidupan
menjadi semakin dinamis termasuk cara berfikir dan cara pandang masyarakat global.
Semakin berkembangnya aspek-aspek kehidupan semakin, semakin kuatnya tuntutan bagi
setiap individu untuk beradaptasi dan bersaing agar tetap bertahan di era lobal.
Dalam tantangan perkembangan sains dan teknologi serta pengaruh globalisasi, dibutuhkan
sumber daya manusia yang andal dan berkompeten. Dalam hal ini, guru ditantang untuk
harus mampu mendidik dan menghasilkan para lulusan yang berdaya saing tinggi, bukan
justru yang tumpul dalam menghadapi serangan berbagai kemajuan dinamika globalisasi.
Oleh karena itu, guru harus mampu untuk tetap meningkatkan kualitas dan kemampuannya,
serta seantiasa berinovasi untuk mengimbagi perkembangan sains dan teknologi yang terus
berkembang.
Pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran akan memudahkan dalam memperoleh
informasi secara cepat dan akurat. Kebanyakan institusi sekarang ini telah menggunakan
fitur-fitur teknologi seperti e-learning dan situs media lainnya untuk memudahkan perserta
didik dalam bertukar informasi dan data dengan cepat dan efisien, pemanfaatan teknlogi juga
dapat membantu peserta didik untuk mengeksplorasi, menggali, menganalisa, dan
memanfaatkan pengetahuan dengan mudah. Dengan system pembelajaran seperti ini guru
dituntut untuk mempelajari dan memanfaatkan media-media tersebut untuk mempermudah
dan memperlancar proses pembelajaran di era sekarang ini.

Dampak era globalisasi yang demikian itu pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi
lahirnya perubahan orientasi visi, misi, peran, dan fungsi guru. Penggunaan sains dan
teknologi sangat memperkecil peran dan fungsi guru, karena banyak tugas keguruan seperti
penyampaian informasi, pendidikan keterampilan yang sudah tergantikan teknologi.
Demikian pula dimensi “sakralitas” dan “kedudukan” seorang guru semakin tergeser. Doa
dan nasehat tidak lagi dimintakan, karena peran guru beralih sebagai fungsi kebendaan,
seperti: fungsi fasilitator, katalisator, dan mediator. (Abuddin Nata, 2012).

Reorientasi Profesionalisme Guru


Peningkatan profesionalisme guru menjadi atensi secara global. Hal ini disebabkan karena
tugas dan fungsi guru sebagaimana dipaparkan diatas tidak hanya sebagai pemberi informasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap jiwa yang mampu
beradaptasi dan bertahan dalam era hiperkompetensi. Tugas guru sebagai pembimbing
adalah dapat membantu peserta didik agar mampu beradaptasi terhadap beragam tantangan
kehidupan serta perkembangan yang ada dalam dirinya sendiri. Pemberdayaan peserta didik
ini meliputi beberapa aspek, yakni intelektual, emosional, social, dan keterampilan.

http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
220
p-ISSN 1412-3231 Journal Ilmiah Islamic Resources
p-ISSN 2720-9172 Vol. 19, No. 2, Desember 2022

Abduddin Nata (2012) menjabarkan tentang konsep guru berdasar pada visi misi qur’ani,
yaitu Ulul Albab, Al-ulama, Al-muzakki, ahl-al-zikr, dan Al-rasikhuuna fi al-ilm. Kelima
konsep ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Ulul albab
Secara bahasa, ulul berarti “mempunyai”, sedangkan al albaab memiliki
ragam arti namun arti yang paling sering digunakan dalam al qur’an adalah “akal’.
Ulul albab diartikan secara bahasa sebagai “orang yang memiliki akal”. Dalam
berbagai tafsir ayat-ayat yang mengandung kata ulul albab dapat ditarik kesimpulan
besar bahwa ulul albab menghiasi waktu dengan dua aktifitas utama secara
bersamaan yaitu “berfikir” dan “berzikir”. Ulul albab “berzikir” atau mengingat
Allah dalam situasi apapun (Q.S Al-Imran 3:191), sabar, melaksanakan sholat,
menolak kejahatan dengn kebaikan (Q.S Ar Ra’d 13:22). Dalam “berfikir” ulul albab
melibatkan berbagai objek termasuk fenomena alam (Q.S. Ali Imran 3:190-191) dan
fenomena sosial (Q.S. Yusuf 12:111).
Jadi dapat diketahui, bahwa guru sebagai ulul albab adalah orang yang
mempunyai keseimbangan antara daya fikir dan zikir. Dengan keseimbangan antara
dua daya ini, seorang guru dapat memberdayakan dirinya dengan peningkatan
kualitas kognitf dengan tetap mejalankan norma-norma kebaikan dan mencegah
yang mungkar. Seorang ulul albab tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan dan
keterampila, akan tetapi juga memiliki moral dan tanggung jawab dalam
memanfaatkan ilmu yang dimiliki.

2. Al-ulama
Kata “ulama” diartikan dari bahasa Arab yaitu orang yang berilmu atau orang
yang berpengetahuan. Pengertian ulama oleh Sayyid Quthub adalah orang yang
selalu berpikir kritis dan mendalami makna dari Al Qur’an, sehingga mereka akan
makrifat secara hakiki kepada Allah SWT. Guru sebagai ulama akan senantiasa
mendalami dan mengembangkan ilmunya melalui kegiatan penelitian maupun
kajian-kajian teori. Melalui pendalaman ilmu ini akan mengantarkannya untuk
memperluas wawasan dan penguasaan materi yang dimana nantinya akan digunakan
untuk mencerdaskan masyarakat. Fungsi keulamaan guru demikian ini sejalan
dengan kompetensi akademik yang menjadi syarat bagi seorang guru professional,
yaitu harus mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja sebagai
dasar dari pengabdiannya secara terus menerus.
Selain itu, sebagai al-ulama akan menyadari seorang guru bahwa berbagai
teori dan ilmu pengetahuan yang diajarkannya pada hakikatnya bersumber sang
pencipta dan merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Jadi, seorang guru
professional dalam perspektif islam tidak hanya mendalami dan menguasai bidang
ilmu yang diajarkannya, tetapi juga dengan ilmunya akan menuntun mereka untuk
tetap rendah hati dan tidak sombong, tidak berhenti untuk mencari ilmu, dan
menggunakan ilmunya untuk memajukan bangsa sebagai amanah dari Allah SWT.

3. Al-Muzakki
Secara bahasa al-muzakki berasal dari kata zaka, yang berarti suci, baik. Al-
muzakki diartikan sebagai orang yang memiliki karakter yang baik dan mulia.
Sebagai seorang pendidik, guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi

http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
221
p-ISSN 1412-3231 Journal Ilmiah Islamic Resources
p-ISSN 2720-9172 Vol. 19, No. 2, Desember 2022

juga membentuk karakter, akhlak, dan kepribadian yang baik. Guru memegang
peranan penting sebagai sosok panutan dan contoh bagi muridnya. Dengan fungsi
guru sebagai al-muzakki, akan senantiasa menjauhkan dirinya dan muridnya dari ha-
hal negative yang dapat merusak akhlak dan senantiasa membimbing muridnya
untuk melakukan perbuatan yang mulia. Fungsi ini sejalan dengan kompetensi
kepribadian yang harus dimiliki guru professional.

4. Ahl-al-dzikr
Dalam Qur’an surah Al-Anbiya’ ayat 7 disebutkan bahwa ahl-al-dzikr adalah
orang yang berilmu. Guru sebagai ahl-al-dzikr adalah oang yang memiliki ilmu
pengetahuan dan memiliki peran sebagai ahli dalam bidangnya, sehingga ia dapat
diandalkan dan pantas menjadi tempat bertanya, dan dengan ilmu yang dimilikinya
dapat menjadi sumber pengetahuan bagi muridnya, serta memiliki otoritas untuk
memberikan penilaian dan evaluasi. Sebagai ahl-al-dzikr, seorang guru memiliki
wawasan dan pengalaman yang luas, memiliki kemampuan analisis dan tinjauan
dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu yang dibenarkan oleh komunitas ilmiah.

5. Al-rasikhuna fi al-ilm
Dalam surah Al-imran ayat 7 diistilahkan bahwa Al-rasikhuna fi al-ilm
adalah orang-orang yang mendalam ilmunya, hati mereka bersih dan berkomitmen
terhadap kebenaran. Karena hati mereka bersih, maka akal mereka berfugsi
sebagaimana mestinya. Dengan sifat al-rasikhuna fi al-ilm, guru akan mampu
memberikan makna dari sebuah fakta dan data melalui proses analisis, dan juga
mampu memahami pesan ajaran, hakikat, inti, dan esensi dari sesuatu yang
diamatinya. Selain memiliki pemahaman dan informasi logis yang mendalam,
mereka juga termasuk orang-orang yang taat kepada Allah SWT, tidak angkuh, dan
individu istiqamah dalam pengamalan dan yang dapat diandalkan.

Konsep guru berdasarkan perspektif Islam yang dikemukakan diatas dapat menjadi dasar
dalam pengembangan profesionalisme guru dalam perkembangan zaman. Guru dapat
memulainya dari yang kecil dan konkrit, dengan tetap berpikir superior. Mulai dari
lingkungan kecil seperti pembelajaran di kelas, maka guru sebagai tenaga pendidik
sebenarnya sedang mengukir masa depan manusia sekaligus dapat menentukan kualitas
kehidupan manusia di masa yang akan datang. Dalam usaha tersebut pendidik juga perlu
menyadari bahwa dalam kehidupan selalu ada perputaran atau rotasi. Kesadaran ini dapat
memicu semangat untuk tetap berupaya mencari berbagai probabilitas dalam menjadikan
rotasi kehidupan tersebut sebagai suatu hikmah yang perlu disikapi dengan proses usaha
yang lebih baik dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik
Implikasi Peran Dan Fungsi Guru Di Era Globalisasi
Globalisasi dapat menjadi ancaman sekaligus tantangan. Ada yang mengartikan globalisasi
sebagai ideologi ada juga yang mengartikan sebagai alat. Ketika globalisasi sebagai alat
teknologi maka akan bersifat netral. Artinya mengandung hal-hal positif ketika
dimanfaatkan pada hal baik, begitu pula akan berakibat negatif jika digunakan pada hal
buruk. Ketika globalisasi sebagai ideologi maka istilah netralisasi sangat berkurang. Sebagai
pendidik professional, guru sebisa mungkin menjadi penggerak kearah yang lebih baik,
serta membangun peradaban manusia menjadi seimbang.

http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
222
p-ISSN 1412-3231 Journal Ilmiah Islamic Resources
p-ISSN 2720-9172 Vol. 19, No. 2, Desember 2022

Disamping tugas-tugas utama tersebut, guru juga harus senantiasa meningkatkan dan
mengembangkan ilmu dan skill dibidangnya agar tidak ketinggalan jaman, termasuk yang
terkait dengan hubungan kemasyarakatan dan tugas kemanusiaan diluar sekolah. Selain itu,
dengan keberagaman peserta didik dan tingkat kecerdasan masing-masing pendidik tidak
boleh mengarahkan siswa pada satu jenis kecerdasan. Seperti yang selama ini terjadi adalah
peserta didik dikatakan hanya memiliki satu jenis “kecerdasan” dan yang diukur melalui tes
standar saja. Namun menurut Horward memperkirakan pada manusia hanya 7 hingga 10
“kecerdasan utama” yang berbeda antara satu dengan yang lainnya antara satu individu
dengan yang lainnya. Ini artinya, tidak ada dalam lingkungan manapun bahwa peserta didik
yang satu lebih cerdas dari peserta lainnya. Melainkan, yang ada adalah peserta didik yang
satu mana yang sudah menemukan bidang kecerdasannya serta mana yang belum
menemukan. Oleh karena itu, guru dengan fungsinya sedapat mungkin membantu peserta
didik untuk membantu menemukan dan menguasai jenis kecerdasan yang benar-benar
bidang bakatnya. Idealnya penerapan pembelajaran tidak serta merta harus mempraktekkan
teori-teori secara mentah, melainkan tetap memperhatikan konteks masyarakat sekitar,
kondisi/latar belakang peserta didik, dan tentunya potensi suatu Lembaga Pendidikan.

Peran dan fungsi guru dalam perspektif Islam dapat diimpilkasikan secara universal. Guru
yang memiliki visi dan misi Qur’ani akan memandang berbagai ilmu pengetahuan sebagai
satu kesatuan, membangun ilmu dengan paradigma Islami, menggunakan etika tauhid
sebagai dasar kesatuan epistemologi keilmuan ilmu umum dan agama. Jika setiap guru
memiliki sikap yang utuh dan positif maka keadaan pendidikan di Indonesia akan
menampakkan prospek yang cerah. Guru tidak akan hanya ditempatkan sebagai agen
pembelajaran yang tunduk akan hokum transaksional, melainkan sebagai pelaksana misi
suci, penyelamat generasi dan bangsa. Guru bukan lagi hanya tahu pandai bicara, tetapi tahu
cara kerja fikiran, bukan hanya menyampaikan teori dan informasi, tapi memanfaatkannya
sebagai pendkung seni berfikir, dan bukan hana mendidik logika, tetapi juga mendidik
emosi. Dan peran guru yang demikian tersebut akan membentuk karakteristik anak didik dan
lulusan yan beriman, berakhlak mulia, intelek, berguna bagi agama, nusa dan bangsa,
khususnya untuk masa depan yang dimilikinya

Penutup
Globalisasi diartikan sebagai proses yang mendunia atau proses yang menempatkan
masyarakat dunia untuk menjangkau satu sama lain dan saling terhubungkan dalam seluruh
aspek kehidupan. Globalisasi yang menguniversalkan seluruh aspek kehidupan dapat
menjadi ancaman, tantangan, alat, maupun ideologi. Itu semua tergantung dari bagaimana
manusia menyikapi arus tersebut. Guru yang mempunyai peran dan fungsi yang strategis
dalam system pendidikan dituntut untuk berusaha melakukan pengembangan untuk
mengimbangi zaman yang semakin maju. Untuk itu, upaya meningkatan kualitas mutu
Pendidikan selalu bertitik kepada peningkatan mutu guru sebagai pendidik yang handal dan
berkompeten. Tampak bahwa untuk menjadi pendidik yang professional tidaklah mudah.
Seorang pendidik yang professional harus seninantiasa beradaptasi dan merespon paradigma
baru. Memiliki motivasi dan dorongan yang kuat untuk menjadi maju dan lebih baik. Konsep
guru sebagai Ulul Albab, Al-ulama, Al-muzakki, ahl-al-zikr, dan Al-rasikhuuna fi al-ilm
pada dasarnya mengkover keprofessionalan guru dalam peningkatan fungsi dan perannya.
Konsep guru dalam perspektif Islam akan memiliki implikasi terhadap profesionalitas

http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
223
p-ISSN 1412-3231 Journal Ilmiah Islamic Resources
p-ISSN 2720-9172 Vol. 19, No. 2, Desember 2022

keguruan, baik dari segi pengembangan ilmu, peningkatan kualitas model belajar,
pengembangan karakter, sehingga dapat membantu dan menyenangkan para siswa,
mencerahkan akal, jiwa dan hati, serta senantiasa mengembangkan ilmunya

Daftar Pustaka

Abuddin Nata. (2012). Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Achmad Sanusi. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga


Kependidikan. Jakarta: Depdikbud IKIP Bandung.
Djamarah, Syaiful Bahri. (2015). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

E. Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Kemendikbud (2005), Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005. Jakarta

Safril Mubah, Ahmad. (2015). Isu-isu Globalisasi Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sindhunata. (2000). Menuju Masyarakat Risiko. Basis nomor 01-02, Tahun ke 49 Januari
Februari, hlm 4-13.

http://jurnal.fai@umi.ac.id islamicresources@umi.ac.id
224

Anda mungkin juga menyukai