Anda di halaman 1dari 8

Infobrief CIFOR memberi informasi mengenai

topik terkini di bidang penelitian kehutanan


secara ringkas, akurat, dan telah melalui
proses pencermatan oleh mitra bestari.

No. 144, Juni 2016 10.17528/cifor/006144 cifor.org

Konflik perusahaan-masyarakat di sektor


perkebunan industri Indonesia
Meri Persch-Orth dan Esther Mwangi

Pesan inti
•• Persaingan klaim lahan merupakan penyebab utama konflik antara masyarakat dan perusahaan di kebanyakan konflik
lahan perkebunan industri.
•• Konflik terwujud dalam berbagai bentuk. Masyarakat kerap melakukan protes fisik dan kampanye media, sedangkan
perusahaan kerap menghindari dialog dan menggunakan jasa satuan pengaman untuk menekan konflik.
•• Keterlibatan satuan pengaman harus diatur. Sejumlah kasus yang melibatkan satuan pengaman eksternal memakan
korban 32% lebih banyak jika dibandingkan dengan kasus-kasus yang tidak melibatkan satuan pengaman eksternal.
Dalam kasus yang disertai kekerasan, sebagian besar dilakukan oleh atau ditujukan kepada personil keamanan,
pasukan tentara dan polisi. Namun, kami tidak dapat membedakan apakah keterlibatan mereka ada di suatu konflik
yang sudah tereskalasi, atau apakah mereka yang menyebabkan konflik tereskalasi menjadi kekerasan.
•• Mediasi sering disalahtafsirkan dan diimplementasikan secara buruk. Namun, berbagai usaha sedang dilakukan oleh
aktor pemerintah dan non-pemerintah untuk membangun kapasitas dalam prinsip dan praktik mediasi.
•• Lebih banyak usaha harus dilakukan untuk mendorong komunikasi antara pihak yang berkonflik dan untuk
memberikan layanan mediasi profesional di tahap awal konflik. Untuk konflik-konflik yang telah tereskalasi ke tingkat
kekerasan fisik, berbagai usaha untuk mengubah bagaimana konflik diekspresikan, atau diperlukan adanya intervensi
eksternal untuk menegakkan solusi yang mungkin paling sesuai.
•• Walaupun pemerintah mendukung terciptanya komunikasi antara berbagai pihak berkonflik, konflik sendiri tidak
semestinya dimediasi oleh pemerintah, karena pemerintah sendiri adalah aktor dari sebagian besar konflik (karena
pemerintah mengeluarkan izin untuk lahan). Idealnya, layanan mediasi dapat disediakan oleh para mediator
profesional yang menjadi bagian dari Impartial Mediators Network atau terdaftar pada Roundtable on Sustainable Palm
Oil (RSPO) atau Kamar Dagang dan Industri.
•• Pentingnya tindakan konkret yang menandakan komitmen para pihak untuk mengakhiri atau menurunkan konflik.
•• Para pegiat dan anggota masyarakat setempat melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota
RSPO lebih mudah dimintai pertanggungjawabannya. Mereka juga lebih cepat menanggapi berbagai keluhan, meski
tanpa intervensi langsung dari RSPO. Sebagian besar konflik yang memakan korban (67%) timbul di perkebunan yang
tidak berasosiasi dengan inisiatif keberlanjutan internasional seperti RSPO atau IFC.

Latar belakang yang terlibat dalam konflik (dan orang-orang yang bekerja
Indonesia menempati angka tertinggi pada konflik dengan mereka) dapat menghindari eskalasi destruktif dari
perkebunan industri di seluruh dunia, dengan sebagian konflik yang sedang berlangsung atau yang akan terjadi.
besar korban terjadi di Sumatra (Gerber 2011; Overbeek, Secara menyeluruh, studi ini berkontribusi pada usaha-usaha
dkk. 2012), dan konflik terkait lahan menjadi sumber yang sedang berjalan dan dimaksudkan untuk menangani
utama kekerasan letal di Indonesia (IPAC 2013). Studi konflik perusahaan-masyarakat di sektor perkebunan
ini memberikan tinjauan mengenai konflik perkebunan Indonesia secara lebih efektif.
industri di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman sifat sengketa dan konflik terkait perkebunan.
Studi ini mengembangkan suatu tipologi konflik, mengkaji Pendekatan studi
berbagai strategi yang digunakan untuk menangani konflik Studi ini didasarkan pada berbagai tinjauan terhadap literatur
tersebut dan menarik pelajaran untuk resolusi konflik, konflik yang ada, laporan LSM, siaran pers dan wawancara
dengan perhatian khusus pada bagaimana berbagai pihak dengan pemangku kepentingan. Berbagai kunjungan
2
No.
No.143
20
Juni 2016

lapangan dilakukan untuk mendapatkan dokumentasi (1999). Kerangka kerja ini mengaitkan dinamika konflik dan
mendalam dari kasus-kasus terpilih. Total 62 kasus tercatat tingkatan eskalasi dengan strategi intervensi dan strategi resolusi
dalam basis data dan 9 kasus didokumentasikan secara konflik yang berbeda. Eskalasi konflik diikuti dengan rusaknya
rinci. Basis data konflik mengumpulkan informasi mengenai komunikasi antar para pihak, hilangnya kendali atas situasi
lokasi, ukuran daerah terdampak konflik, apakah perusahaan dan peningkatan kesiapan untuk menggunakan kekerasan
tersebut berafilisasi dengan RSPO atau program tersertifikasi sebagai rangkaian tindakan sah untuk menyelesaikan berbagai
lainnya, berbagai penyebab konflik, durasi dan intensitas kepentingan yang saling berkompetisi (Schweitzer 2001;
konflik, perwujudan konflik, berbagai usaha resolusi konflik Demmers 2012). Glasl (1999) mengidentifikasi beberapa ‘points of
dan berbagai hasil dari usaha tadi. Kriteria untuk pencakupan no return’ (tidak dapat kembali ke keadaan awal), yang menyeret
dalam basis data meliputi: fase resolusi konflik (mis. apakah eskalasi konflik semakin dalam dan menjadikannya tak terlacak.
terselesaikan, resolusi diusahakan tetapi gagal, usaha resolusi Sembilan fasenya1 terkait dengan kemungkinan hasil yang
yang sedang berjalan); bahwa konflik terjadi antara perusahaan muncul, dari ‘sama-sama menang’ ke ‘menang-kalah’ ke ‘sama-
dengan masyarakat; bahwa resolusi diusahakan sejak 2005 sama kalah’, ketika konflik menjadi semakin destruktif. Semakin
atau lebih; bahwa perkebunan kelapa sawit atau kayu terlibat dalam tingkat eskalasi konflik, semakin besar kebutuhan akan
dan bahwa kasus tersebut terdokumentasikan dengan baik intervensi eksternal. Di tahap-tahap akhir, resolusi mungkin hanya
atau para peneliti mempunyai akses ke informan yang dapat dapat dicapai melalui kekuatan dan otoritas eksternal.
diandalkan.

Pemilihan sembilan kasus untuk analisis mendalam didasarkan Distribusi konflik perusahaan-masyarakat
pada akses ketersediaan informan. Para peneliti berusaha untuk Gambar 1 menunjukkan distribusi kasus-kasus yang kami analisis
mendapatkan representasi heterogen dari lokasi, mekanisme dan petakan sebagai bagian dari studi ini.
resolusi konflik, tingkat kerumitan dan tingkat kekerasan.
Total 28 orang diwawancara atau berpartisipasi dalam Sebagian besar konflik didokumentasikan di Sumatra (39%) dan
berbagai diskusi kelompok terfokus. Wawancara ini meneliti Kalimantan (35%) dan paling sedikit di Jawa (3%), yang memiliki
secara teperinci isu-isu berikut: berbagai penyebab konflik, populasi lebih padat dibanding pulau-pulau lainnya dan memiliki
perwujudan konflik, para pelaku dan pemangku kepentingan lebih sedikit perkebunan pohon industri berskala besar. Kami
yang terlibat dalam konflik, pengambilan keputusan dan menemukan bahwa banyak konflik di Papua belum mencapai
representasi masyarakat yang berkonflik, berbagai usaha fase resolusi konflik, dan sebagai konsekuensinya konflik-konflik
resolusi konflik, pemicu-pemicu eskalasi, berbagai faktor yang ini tidak dimasukan dalam basis data. Bukannya menanggapi
memengaruhi konflik dan pembelajaran yang didapat. keluhan masyarakat, perusahaan malah membiarkan masyarakat
setempat tanpa opsi ganti rugi dengan menekan penolakan
Kami mengkaji konflik dengan menggunakan kerangka kerja masyarakat dan memastikan bahwa penolakan semacam itu
‘eskalasi konflik’ yang dikembangkan oleh Friederich Glasl tidak mendapat perhatian media.

Gambar 1.  Peta lokasi konflik.

1  Kesembilan fase tersebut mencakup: pengerasan, debat, tindakan, citra dan


koalisi, pembukaan topeng dan kehilangan muka, ancaman dan ancaman balik,
serangan terbatas, menghancurkan musuh dan bersama-sama masuk jurang
yang sangat dalam.
3
No. 144
Juni 2016

Tabel 1.  Luas rata-rata yang disengketakan per pulau. Penyebab yang paling umum dari
Pulau Luas rata-rata yang disengketakan ha konflik perusahaan-masyarakat
Jawa 284 Penyebab konflik utama ialah perampasan lahan (land
Sumatra 3.589 grabbing)2 (84%). Namun, sebagian besar konflik memiliki
banyak penyebab yang umumnya terkait pada tenurial
Kalimantan 4.225
lahan dan ketidakadilan pembagian manfaat. Perampasan
Sulawesi 5.350 lahan, kurang atau tidak lengkapnya persetujuan atas
Papua 18.628 dasar informasi awal tanpa paksaan (FPIC), dihiraukannya
Rerata 5.146 klaim hak adat, dan perusakan pepohonan dan tanaman
pangan sering kali muncul dalam konflik yang sama. Selain
itu, tidak memadainya kompensasi, pembagian manfaat
dan kegagalan untuk merealisasikan janji-janji merupakan
Dari berbagai konflik yang kami analisis, 87% melibatkan penyebab yang sering kali muncul bersamaan. Polusi
perkebunan kelapa sawit, dan 13% melibatkan industri merupakan penyebab konflik terutama di masyarakat yang
pulp dan kertas, atau perkebunan pohon kayu sebagai bergantung pada sungai lokal untuk mencuci, memasak
pihak perusahaan. dan memancing.

Luas rata-rata daerah yang berkonflik adalah 5.146 ha.


Luas rata-rata terkecil daerah yang disengketakan ada di Bagaimana konflik mewujud
Jawa, dan terluas di Papua, dimana daerah konflik terluas Protes fisik oleh masyarakat dilaporkan dalam 84% dari
adalah di Mimika seluas 35.759 ha (Tabel 1). kasus yang terjadi. Dalam 71% dari kasus yang terjadi, satu
atau beberapa pihak berusaha lewat publikasi dan media
Luas rata-rata daerah yang disengketakan adalah 5.229 dalam bentuk kampanye LSM, siaran pers atau mengirim
ha untuk perkebunan kayu, 5.875 ha untuk non-anggota surat keluhan ke pihak ke tiga, seperti Komisi Nasional Hak
RSPO, 6.195 ha untuk anggota RSPO dan 2.961 ha untuk Asasi. Masyarakat, sering kali didukung oleh LSM, umumnya
perkebunan bersertifikat RSPO. menggunakan bentuk protes ini untuk melawan konflik.

8%
Akses terbatas 8%
10%
Perusakan situs keramat 10%
11%
Janji yang tidak ditepati 11%
13%
Pembagian Manfaat 16%
16%
Polusi 18%
23%
Pengabaian hukum adat 26%
31%
Perampasan lahan 84%
0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gambar 2.  Penyebab konflik.

2  Perampasan lahan merupakan akuisisi lahan berskala besar yang


kontroversial. Lahan dirampas secara ilegal dan tidak adil, menggunakan
metode curang dan manipulatif.
4
No.
No.143
20
Juni 2016

63% kasus yang terjadi, intimidasi dan ancaman terhadap rakyat, suatu temuan yang dikonfirmasi oleh KPA
dilakukan oleh perusahaan, termasuk kriminalisasi (2014) dalam suatu analisis dari basis data mereka yang tidak
anggota masyarakat. Contoh-contoh kriminalisasi dipublikasikan.
termasuk penangkapan oleh polisi terhadap anggota
masyarakat yang memetik tandan buah segar di lahan Studi ini menunjukkan berbagai pendekatan berbeda yang
yang disengketakan. Keterlibatan militer dan polisi untuk cenderung digunakan oleh perusahaan dan masyarakat dalam
menjaga perdamaian sering kali dipahami sebagai konflik. Sementara masyarakat berusaha lewat publikasi untuk
intimidasi oleh anggota masyarakat setempat. Keterlibatan meningkatkan visibilitas konflik tersebut, perusahaan berusaha
satuan pengaman, seperti polisi (termasuk brigade mobil), memadamkan protes tersebut secara paksa.
militer dan satuan pengaman (eksternal) perusahaan
meningkatkan kemungkinan digunakannya kekerasan Upaya-upaya semacam itu untuk memfokuskan perhatian
dalam suatu konflik sebanyak sembilan kali lipat. Studi perusahaan namun justru memaksa perusahaan
lain tentang konflik di Indonesia juga menemukan menggunakan teknik-teknik represif dan bukannya berusaha
keterlibatan satuan pengaman bersifat merusak, provokatif melakukan dialog atau resolusi.
dan tidak produktif, berkontribusi pada eskalasi (Betts
2004; Chauvel 2008; IPAC 2014). Untuk maksud tertentu,
satuan pengaman ini ditarik ke dalam konflik dimana Berbagai strategi untuk resolusi konflik
eskalasi mungkin terjadi. Namun, kehadiran mereka sendiri Untuk semua konflik yang dikaji, resolusi konflik telah
dapat menjadi pemicu eskalasi bila anggota masyarakat diusahakan setidaknya satu kali. Dalam 47% dari kasusnya,
setempat menanggapinya dengan penolakan keras mediasi3 merupakan mekanisme resolusi yang digunakan.
(Susan dan Wahab 2014). Berikutnya, satuan pengaman Tiga dari empat usaha mediasi dipimpin oleh pemerintah
ini merupakan pelaku kejahatan utama dalam kekerasan (setempat), seperti oleh Bupati atau DPRD. Dalam 45% dari

100%
90%
80% 76%
70% 71%
% kasus

60%
50%
44% 40%
40% 37%
30% 31% 29%
24%
20% 19%
13% 16%
10% 11% 11% 10%
0%
Demonstrasi

Pemblokiran jalan

Okupasi lahan

Penyitaan

Pencurian

Surat keluhan

Publisitas

Intimidasi dan ancaman

Kriminalisasi

Penggusuran paksa

Kerusakan material

Pengrusakan aset alam

Mencederai orang

Kematian

Protes fisik Publikasi Intimidasi dan Kekerasan terhadap Kekerasan terhadap


84% dan Media ancaman properti orang (-orang)
71% 63% 48% 29%

Gambar 3.  Perwujudan konflik.

3  Mediasi adalah proses di mana pihak ke tiga yang disetujui bersama


dan tidak memihak, membantu para pihak yang berkonflik dalam
menyelesaikan masalah konflik mereka dengan mendorong perdamaian
dan memfasilitasi negosiasi, tetapi di mana kekuasaan pengambilan
keputusan dan implementasinya diserahkan terutama di tangan para pihak
yang berkonflik (Wall, dkk. 2001, 2011; Bush dan Folger 2005).
5
No. 144
Juni 2016

pada perkebunan pohon industri bersifat rumit karena


60% 47% keterlibatan banyak aktor (Yasmi, dkk.. 2006). Selain
45%
% kasus

40% 31% masyarakat dan perusahaan yang berkonflik, pelaku-


20% 19%
5% pelaku tambahan termasuk masyarakat transmigran,
0% pemerintah, satuan pengaman, LSM, gereja dan RSPO.
Mediasi

Negosiasi

Pengadilan

RSPO

IFC CAO
Para pialang lahan ternyata juga terlibat (Susan dan
Wahab 2014).

Pemicu-pemicu eskalasi berikut muncul berulang dalam


banyak konflik yang dipelajari:
•• Kurangnya dialog dan komunikasi: Suatu pola
Gambar 4.  Mekanisme resolusi konflik yang digunakan. berulang ialah kurangnya atau rusaknya dialog
dan komunikasi antara masyarakat setempat
dan pengelola perusahaan perkebunan. Hal ini
kasusnya, digunakan negosiasi4. Dalam 31% dari kasusnya, mungkin terjadi karena anggota masyarakat
para pihak berusaha menyelesaikan konflik di pengadilan. mungkin tidak mengetahui kepada siapa mereka
Tren terkini ialah LSM mendukung masyarakat setempat dapat menyampaikan keluhan/keberatannya.
untuk menantang legalitas izin konsesi dan bukannya Ketika usaha masyarakat untuk memulai dialog
berfokus pada hak-hak lahan masyarakat. Dalam 19% dengan pengelola perusahaan gagal dan anggota
dari kasusnya, Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) masyarakat merasa tidak didengar, mereka sering
terlibat dalam resolusi konflik melalui Prosedur Keluhan kali beralih pada taktik ‘senjata kaum lemah’, seperti
atau Fasilitas Penyelesaikan Sengketa mereka. Dalam memetik tandan buah segar, memblokir jalan yang
5% dari kasusnya, International Finance Corporation (IFC) menghalangi truk-truk yang mengangkut tandan
Compliance Advisor Ombudsman (CAO) mengintervensi buah segar sehingga menghalangi mereka untuk
melalui mediasi. mencapai tempat pengkilangan pada waktunya,
serangan pembakaran, merampas peralatan berat
Kami beranggapan mekanisme resolusi konflik dan merusak kantor-kantor perusahaan dan aset-
diusahakan terkait dengan intensitas konflik. Telah aset lainnya. Taktik-taktik ini semakin memperlebar
diidentifikasi empat tingkatan intensitas, yaitu tanpa kesenjangan dialog/komunikasi.
kekerasan, supresi5, kekerasan dan mematikan (letal). •• Kepentingan pihak luar dan politik: Pihak-
Kami menemukan bahwa negosiasi tidak digunakan pihak luar mungkin menghalangi resolusi konflik,
dalam konflik kekerasan dan letal, tetapi keputusan khususnya bila mereka mendapat manfaat dari
pengadilan lebih cenderung digunakan bila konflik kebuntuan yang terjadi. Dari banyak wawancara
berubah menjadi kekerasan. Negosiasi dan mediasi lebih untuk studi kasusnya, kami menemukan bahwa
mungkin untuk dijalankan bagi konflik non-kekerasan para pelaku eksternal, seperti LSM, partai-partai
atau tersupresi. Bantuan eksternal lebih sering diusahakan politik dan pialang lahan, mungkin menghambat
disertai keputusan hakim dan dengan sedikit negosiasi. resolusi konflik bila mereka dapat menggunakan
Jadi, konsisten dengan kerangka kerja Glasl (1999), konflik tersebut untuk mencapai tujuan mereka
pendekatan terhadap resolusi tergantung pada intensitas sendiri. Dalam kasus PT Asiatic Persada di Jambi,
konflik; diperlukan lebih banyak bantuan eksternal diluar konflik dan kompetisi timbul antara berbagai
pihak yang berkonflik ketika konflik tersebut meningkat LSM. LSM yang lebih radikal yang tidak bersedia
intensitasnya karena pihak yang berkonflik tidak memiliki mengompromikan tuntutan mereka untuk
kapabilitas untuk menyelesaikannya sendiri. menyelesaikan reformasi pertanian justru secara
aktif merusak mediasi. Hal ini menghalangi resolusi
konflik yang telah berlangsung lama untuk anggota
Faktor-faktor yang memicu eskalasi masyarakat yang kepentingan utamanya adalah
konflik penghidupan mereka. Dalam kasus yang sama,
Pemicu eskalasi adalah peristiwa atau tindakan suatu partai politik terlibat dalam konflik, berharap
yang tidak ada sebelum konflik terjadi tetapi ketika untuk membangun basis pemilih mereka.
diimplementasikan cenderung untuk meningkatkan •• Durasi konflik dan kemajuan resolusi konflik:
ketegangan antara para pihak yang berkonflik. Eskalasi Disulut oleh frustrasi atas lambatnya penyelesaian
sengketa lahan dengan PT Barat Selatan Makmur
Investindo, beberapa ratus penduduk desa
4  Negosiasi adalah hubungan tawar-menawar di antara para pihak yang
memulai kerusuhan dan menyerang kompleks
berlawanan.
5  Dalam studi ini, supresi adalah dalam bentuk intimidasi dan ancaman,
perkantoran perusahaan. Dalam konflik Perhutani
seperti menyewa penjahat bayaran, menetapkan pos-pos militer, Blora di Jawa Tengah, dan kasus-kasus PT Salonok
menyuarakan ancaman, patroli polisi dan tentara, dan kriminalisasi. Ladang Mas dan Agro bukit di Kalimantan
6
No.
No.143
20
Juni 2016

Tengah, tampaknya tidak ada kemajuan dalam Upaya untuk dialog


penyelesaian konflik dan masyarakat merasa
bahwa protes damai tidak mengarah pada restitusi
keluhan. Akibatnya, semakin lama konflik tidak Protes fisik
terselesaikan maka semakin besar kemungkinan Intimidasi
untuk eskalasi. dan ancaman
•• Infiltrasi: Dalam kasus PT Kurnia Luwuk Sejati Publisitas
dan dalam wawancara dengan para pegiat LSM, dan media
Kekerasan
kecurigaan telah diungkapkan bahwa demonstrasi Kekerasan atas hak milik
diinfiltrasi oleh pihak luar dengan maksud-maksud atas hak milik
berbeda dari protes damai. Pihak luar semacam Kekerasan
Kekerasan pada orang
ini akan memulai kekerasan, sering kali mengarah
pada orang
pada penangkapan anggota masyarakat oleh polisi.
•• Mobilisasi satuan pengaman: Mobilisasi
satuan pengaman, seperti polisi, brigade mobil Gambar 5.  Spiral eskalasi.
dan militer, meski dimaksudkan untuk menjaga
perdamaian, sering kali dipahami sebagai
respon pengamanan yang mengintimidasi
yang meningkatkan frustrasi masyarakat karena pihak mungkin menyulut reaksi balik oleh pihak
kegagalan untuk mendapatkan perbaikan atau lainnya (Gambar 2). Kegagalan komunikasi dan dialog
perhatian untuk sengketa tersebut. Sebagian besar merupakan langkah pertama dalam eskalasi, karena bila
sengketa dimana kekerasan digunakan melawan komunikasi gagal, masyarakat biasanya berusaha melalui
penduduk, melibatkan satuan keamanan eksternal protes fisik. Misalnya, dalam kasus PT Kurnia Luwuk
sebagai salah satu pelaku kejahatan: keterlibatan Sejati, masyarakat tidak dapat menemukan perwakilan
personil pengaman eksternal memunculkan perusahaan yang bersedia mendiskusikan keberatan
hampir sembilan kali kemungkinan bahwa mereka. Frustrasi para petani tentang hal ini merupakan
kekerasan akan digunakan. Konflik-konflik di mana salah satu alasan untuk demonstrasi massa.
personil keamanan eksternal terlibat menimbulkan
korban dalam 32% kasusnya, versus tidak adanya Kami melihat penolakan dan protes fisik seperti
korban dalam kasus-kasus dimana personil itulah yang dihadapi dengan represif, diikuti dengan
keamanan eksternal tidak terlibat. penolakan lebih lanjut dan lebih banyak represi.
•• Mundurnya salah satu pihak dalam proses Ketika petugas keamanan PT Agro Bukit menangkap
resolusi konflik: Dalam kasus PT Wira Karya warga desa yang memetik tandan buah segar di
Sakti di Jambi, perusahaan tersebut menarik diri lahan sengketa dalam konsesi mereka, para petugas
dari mediasi. Dalam konflik antara PT Kresna Duta tersebut diserang dan dilukai oleh ratusan rekan
Agroindo, sebuah anak perusahaan Golden Agri warga desa. Ketika dua warga desa ditahan oleh polisi
Resources, dan masyarakat setempat di Jambi, setahun kemudian dengan alasan yang sama, warga
Sumatra, masyarakat menolak mediator karena menghancurkan satu pos perusahaan dan menusuk
kekhawatiran tentang netralitas. Dalam kasus PT penjaganya. Setelah penangkapan ke tiga, seorang
Riau Andalan Pulp and Paper, perusahaan menolak warga desa yang datang menuntut pembebasan
mediator untuk alasan yang sama. Dalam kasus teman-temannya, mati setelah ditembak dan dipukuli
PT Mustika Sembuluh, perusahaan menolak suatu oleh brigade mobil.
usaha mediasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi
karena memiliki mekanisme resolusi konfliknya Mencegah eskalasi spiral konflik negatif dan memastikan
sendiri yang digunakan disana, namun ternyata resolusi damai dari sengketa memerlukan usaha-usaha
tidak diterima oleh masyarakat. Kegagalan- de-eskalasi baik dari para pihak yang berkonflik maupun
kegagalan resolusi konflik semacam itu mungkin dari para pelaku eksternal. Dalam studi kami, kami
menyebabkan konflik menjadi tereskalasi karena menemukan inisiatif berikut digunakan untuk mende-
para pihak akan berusaha dengan opsi-opsi yang eskalasi konflik:
lebih keras dengan harapan untuk memaksa pihak •• intervensi pemerintah (21% dari kasusnya)
lainnya kembali ke proses resolusi. •• inisiasi dialog (13%)
•• komitmen tertulis dari salah satu pihak yang
menyatakan niat untuk menyelesaikan konflik (secara
Menangkap spiral eskalasi damai) (10%)
Dengan membandingkan perwujudan konflik dengan •• pemetaan lahan sengketa atau perbatasan secara
tangga eskalasi Glasl (1999), kami menemukan partisipatoris atau oleh pihak ketiga yang netral (10%)
bahwa tindakan permusuhan selanjutnya oleh satu •• inisiasi misi atau tim pencari fakta (8%)
7
No. 144
Juni 2016

•• konsesi oleh perusahaan dalam bentuk wawasan tentang penghalang-penghalang utama


pengembangan masyarakat, dukungan keuangan dari implementasinya dan apakah atau bagaimana
atau pembayaran denda adat (5%) SOP ini dapat disesuaikan untuk mendorong lebih
•• penghentian operasional sementara di lahan banyak dialog dan berkurangnya ketergantungan
yang disengketakan (3%) yang mungkin dianggap terhadap satuan pengaman.
sebagai ‘gencatan senjata’ dan menandakan
komitmen untuk menangani keluhan/keberatan
masyarakat. Ucapan terima kasih
Infobrief ini telah diproduksi dengan bantuan dana
Usaha-usaha semacam itu menandakan komitmen dari Komisi Eropa. Kami juga mengucapkan terima
penting untuk mengakhiri atau mende-eskalasi konflik kasih kepada para peserta “Workshop to review and
tersebut yang mungkin mencegah reaksi paling negatif discuss conflict resolution among communities
atau keras oleh salah satu pihak. and companies in Indonesia’s industrial tree
plantations,” 15 Februari 2016 di Bogor, Indonesia.
RSPO terlibat langsung dalam 21% kasusnya. Para
pegiat lokal dan anggota masyarakat melaporkan Pandangan apa pun yang dikemukakan dalam
bahwa anggota-anggota RSPO lebih mudah dimintai publikasi ini adalah pandangan kami. Pandangan
pertanggungjawabannya dan umumnya lebih cepat tersebut tidak selalu mewakili pandangan CIFOR
menanggapi keluhan apa pun yang disampaikan, atau penyandang dana kami.
bahkan tanpa intervensi langsung dari RSPO sendiri.
Dalam kasus PT Agrowiratama di Kalimantan
Barat, keanggotaan RSPO-nya mensyaratkan agar Referensi
perusahaan secara terbuka mengumumkan rencana Betts IL. 2004. Post-Suharto social conflict in
apapun untuk perluasan operasional mereka, yang Indonesia analysis and treatment. Reformasi
memungkinkan LSM dan masyarakat setempat untuk [reform], Otomomi Daerah [regional autonomy
mengajukan keluhan dan bernegosiasi dengan or decentralisation] and political elites in Maluku,
perusahaan sebelum beroperasi. West Kalimantan and Central Sulawesi. www.
conflictrecovery.org/ibetts2.doc
PT Asiatic Persada dapat menyelenggarakan operasional Bush RA dan Folger JP. 2005. The Promise of
yang akuntabel melalui keanggotaan RSPO-nya, dan Mediation: The Transformative Approach to
pendanaan IFC dibawah kepemilikan Wilmar. Ketika Conflict. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Wilmar menjual saham-sahamnya kepada anggota Chauvel R. 2008. Refuge, displacement and
non-RSPO pada 2013, perusahaan tersebut tidak lagi dispossession: Responses to Indonesian rule
memiliki insentif eksternal untuk menyelesaikan konflik and conflict in Papua. In: Conflict, Violence and
dan usaha-usaha mediasi terhenti. Setahun kemudian Displacement in Indonesia. In Hedman E, ed.
konflik tersebut bereskalasi, mengakibatkan kematian Studies on Southeast Asia (45). Ithaca, NY, AS:
seorang warga. Sebagian besar konflik dengan korban Cornell Southeast Asia Program. 147–72.
(67%) timbul di perkebunan yang tidak berasosiasi Demmers J. 2012. Theories of Violent Conflict: An
dengan inisiatif keberlanjutan internasional seperti Introduction. London: Routledge.
RSPO atau FSC. Gerber JF. 2011. Conflicts over industrial tree
plantations in the South: Who, how and why?
Global Environmental Change 21(1):165-76.
Pekerjaan selanjutnya Glasl F. 1999. Confronting Conflict: A First Aid Kit for
Dalam suatu lokakarya yang membahas hasil-hasil Handling Conflict. Stroud, UK: Hawthorn Press.
yang disajikan disini, para peserta mengindikasikan [IPAC] Institute for Policy Analysis of Conflict. 2013.
bahwa diperlukan penelitian lebih jauh terhadap Mesuji: An anatomy of Indonesian land conflict.
beberapa isu terkait konflik. Pertama, kita perlu IPAC Report no. 1, August 2013. Jakarta: IPAC.
memahami lebih baik mengenai mengapa ketika [IPAC] Institute for Policy Analysis of Conflict. 2014.
kesepakatan konflik atau komitmen untuk mengakhiri Indigenous rights vs agrarian reform in Indonesia:
konflik dibuat antara masyarakat dan perusahaan, A case study from Jambi. IPAC Report no. 9, April
kesepakatan/komitmen ini sering kali gagal. Penelitian 2014. Jakarta: IPAC.
ini akan membantu menyoroti pengecekan berimbang [KPA] Konsorsium Pembaruan Agraria. 2014.
yang diperlukan untuk memastikan bahwa komitmen Catatan akhir tahun 2014: Membenahi masalah
dan kesepakatan diimplementasikan oleh kedua belah agraria: prioritas kerja Jokowi-JK pada 2015.
pihak. Kedua, perusahaan sering kali memiliki prosedur Jakarta: KPA.
standar operasional mereka dalam peristiwa konflik. Overbeek W, Kroger M dan Gerber JF. 2012. An
SOP ini harus dikaji lebih dalam untuk menghasilkan overview of industrial tree plantation conflicts in the
8
No.
No.143
20
Juni 2016

global South. Conflicts, trends, and resistance struggles. Wall JA, Dunne TC dan Chen-Serafin S. 2011.
EJOLT Report No. 3. The effects of neutral, evaluative, and pressing
Schweitzer C. 2001. Putting nonviolent peaceforce into mediator strategies. Conflict Resolution Quarterly 29
the picture. In Nonviolent Peaceforce Feasibility Study. (2):127–150.
Hamburg, Germany: Nonviolent Peaceforce. 8–47. Wall JA, Stark JB dan Standifer RL. (2001) Mediation: A
Susan N dan Wahab OH. 2014. The causes of protracted current review and theory development. Journal of
land conflict in Indonesia’s democracy: The case of Conflict Resolution 45(3): 370–91.
land conflict in Register 45, Mesuji Lampung Province, Yasmi Y, Schanz H dan Salim A. 2006. Manifestation of
Indonesia. International Journal Sustainable Future for conflict escalation in natural resource management.
Human Security 2(1):39–45. Environmental Science & Policy 9(6):538–46

Penelitian ini dilaksanakan oleh CIFOR sebagai bagian dari Program Penelitian CGIAR pada Hutan,
Pohon dan Wanatani (CRP-FTA). Program kolaboratif ini bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan
dan pemanfaatan hutan, wanatani, dan sumber daya genetis pohon yang mencakup lanskap dari
hutan sampai ke lahan budidaya. CIFOR memimpin CRP-FTA melalui kemitraan dengan Bioversity
International, CATIE, CIRAD, International Center for Tropical Agriculture dan World Agroforestry Centre.

Fund

cifor.org blog.cifor.org

Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR)


CIFOR memajukan kesejahteraan manusia, konservasi lingkungan dan kesetaraan melalui penelitian yang membantu
membentuk kebijakan dan praktik kehutanan di negara berkembang. CIFOR adalah anggota Konsorsium CGIAR.
Kantor pusat kami berada di Bogor, Indonesia, dengan kantor wilayah di Asia, Afrika dan Amerika Latin.

Anda mungkin juga menyukai