Anda di halaman 1dari 6

RM 1

1. Cara Pemeriksaan Infeksi Virus dan Diagnosis yang sesuai dengan Skenario
1. Pemeriksaan subjektif (anamnesis)
Anamnesis dilakukan dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The
Fundamental Four) yaitu melakukan anamnesis dengan cara mencari data :
- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah
keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk
mencari pertolongan. Pada skenario keluha utama dari pasein adalah lenting pada
bibir atas dan terasa terbakar dan sakit. Keluhan tersebut timbul 3 hari yang lalu, 2
hari sebelum keluhan di bibir timbul, pasien demam , lemah dan lesu.
- Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, mencari penyakit
yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik, serta riwayat
pengobatan pasien. Dari skenario pasien pernah mengalami keluhan yang sama 1
tahun yang lalu.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak
keluarga atau riwayat penyakit yang menular. Pada kasus skenario tidak ditemukan
penyakit keturunan.
- Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan. Dari hasil anamnesa pada kasus di
skenario tidak terdapat penjelasan mengenai riwayat sosial dan ekonomi.
2. Gejala Klinis
Pada skenario didapat gejala klinis lentingan pada bibir atas, terasa panas seperti
terbakar dan sakit. Keluhan tersebut timbul 3 hari yang lalu, 2 hari sebelum keluhan di
bibir timbul, pasien demam , lemah dan lesu
3. Tanda Klinis
Tanda klinis penyakit meliputi lesi yang terdapat pada rongga mulut yang terlihat
pada pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis dijumpai pada skenario terdapat vesikel
bergerombol disertai krusta berwarna kuning kecoklatan pada bibir atas kiri (merujuk
gambar).
4. Pemeriksaan Penunjang
Sampai saat ini belum ada pedoman khusus untuk mengidentifikasi jenis patogen
penyebab suatu infeksi. Pemeriksaan penunjang yang selama ini sering dilakukan
untuk infeksi virus beberapa diantaranya yaitu:
a) Darah lengkap / complete blood count
Pemeriksaan darah atau pemeriksaan hematologi secara umum dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pemeriksaan hematologi rutin dan hematologi
lengkap. Pemeriksaan hematologi rutin terdiri dari hemoglobin/Hb,
hematokrit (HCT), hitung jumlah sel darah merah/eritrosit, hitung jumlah
sel darah putih/leukosit, hitung jumlah trombosit dan indeks eritrosit.
Pemeriksaan hematologi lengkap (complete blood count) terdiri dari
pemeriksaan darah rutin ditambah hitung jenis leukosit dan pemeriksaan
morfologi sel/ sediaan apus darah tepi (SADT)/Gambaran darah tepi
(GDT)/morfologi darah tepi (MDT) yaitu ukuran, kandungan hemoglobin,
anisositosis, poikilositosis, polikromasi. (Kemenkes RI, 2011 dalam
Wahdaniah, 2018). Kelebihan dari pemeriksaan darah lengkap yaitu
mudah, murah, cepat dilakukan, tetapi memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah yaitu 64% dan 67% secara berurut.
Pemeriksaan darah dapat mencari antibodi terhadap virus penyebab
penyakit. Tubuh dapat membentuk antibodi untuk melawan infeksi, dan
sistem pertahanan tubuh ini dapat bertahan selama bertahun-tahun hingga
seumur hidup. Pembentukan antibodi ini membutuhkan waktu sekitar dua
minggu agar efektif melawan infeksi dari herpes. Terdeteksinya antibodi
berarti tubuh pernah terserang penyakit herpes.
Terdapat dua jenis tes darah yang dilakukan untuk mendeteksi herpes,
yaitu:
- Tes darah yang dilakukan untuk mendeteksi antibodi yang berguna
melawan HSV-1 atau HSV-2. Tes khusus ini tidak akan mendeteksi
letak lokasi infeksi herpes yang terjadi di dalam tubuh.
- Tes yang kedua ini hanya untuk mencari tahu jika tubuh telah
memiliki antibodi pada semua jenis herpes. Namun, tes ini tidak dapat
menentukan jika seseorang memiliki antibodi terhadap HSV-1 atau
HSV-2.
Meski begitu, terdapat beberapa kemungkinan bahwa tes darah terhadap
pemeriksaan herpes dapat mendeteksi antibodi terhadap virus serupa
melalui reaksi silang. Hasil ini akan mengarah pada hasil positif yang palsu,
berarti kamu terdeteksi mengalami infeksi padahal faktanya tidak seperti
itu.
b) Hitung jenis / differential count
Differensial counting merupakan hitung jenis lekosit yang biasanya
dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan apus darah tepi. Pemeriksaan
apus darah tepi merupakan pemeriksaan rutin terdiri dari hemoglobin (Hb),
jumlah sel darah putih (lekosit), Hitung jenis sel darah putih (Differensial
counting), dan Laju Endap Darah (LED). Selain pemeriksaan rutin juga ada
pemeriksaan penyaring (skrining) yang terdiri dari gambaran darah tepi,
hematokrit (Ht), indeks eritrosit, retikulosit, trombosit dan lain-lain.
Pada hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis lekosit
normal sekaligus memperhatikan kemungkinan adanya sel lekosit abnormal
dalam darah tepi atau perifer. Sel lekosit normal merupakan sel lekosit yang
sudah matur atau dewasa yang beredar pada darah perifer dan terdiri dari
basofil, eosinofil, netrofil batang, netrofil segmen, limposit dan monosit.
Sel lekosit abnormal merupakan sel lekosit yang masih muda secara normal
ada dalam sumsum tulang dan dalam beberapa kasus dijumpai pada darah
perifer.
Untuk dapat melakukan hitung jenis lekosit diperlukan preparat apus
darah tepi yang baik. Kriteria preparat darah hapus yang baik adalah lebar
dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda, secara gradual
penebalannya berangsur-angsur menipis dari kepala ke ekor, tidak
berlubang, tidak terputus-putus, tidak terlalu tebal dan mempunyai
pengecatan yang baik. Morfologi preparat darah hapus dibagi tiga bagian
yaitu kepala, badan dan ekor. Pada bagian badan dibagi dalam enam zona
(daerah baca) yang dimulai dari zona 1 yang berada dekat kepala sampai
zona VI yang dekat dengan ekor. Memiliki sensitivitas 64% dan spesifisitas
76%, keduanya rendah.
c) Protein reaktif C / C-reactive protein (CRP):
Tes C-Reaktif Protein (CRP) adalah tes darah yang mengukur jumlah
protein (yang disebut protein C-reaktif) dalam darah. Protein C-reaktif
mengukur keseluruhan kadar peradangan dalam tubuh. Kadar CRP yang
tinggi disebabkan oleh infeksi dan berbagai penyakit jangka panjang lain.
Akan tetapi tes CRP tidak dapat menunjukkan lokasi terjadinya peradangan
atau penyebabnya. Tes lain dibutuhkan untuk mengetahui penyebab dan
lokasi peradangan.
d) Tes serologi
Sangat bergantung pada keputusan klinis dan diagnosis banding
dokter, misalnya tes untuk demam dengue dan tifoid. Serologi adalah salah
satu cabang imunologi yang mempelajari reaksi antigen-antibodi secara in
vitro. Reaksi serologis dilakukan berdasarkan asumsi bahwa agen infeksius
memicu host untuk menghasilkan antibodi spesifik, yang akan bereaksi
dengan agen infeksius tersebut. Reaksi ini dapat digunakan untuk
mengetahui respon tubuh terhadap agen infeksius secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Keuntungan melakukan pemeriksaan serologis untuk menegakkan
diagnosis suatu penyakit antara lain, karena reaksi serologis spesifik untuk
suatu agen infeksius, waktu yang diperlukan pun lebih singkat daripada
pemeriksaan kultur atau identifikasi bakteri, dan pengambilan sampel relatif
mudah yaitu darah.
e) Tes sitologi (Tes Tzanck)
Pemeriksaan sitologi pada penyakit kulit dilakukan oleh spesialis kulit
dari Prancis yaitu Arnault Tzanck (1947). Pemeriksaan hapusan Tzanck
pada penyakit kulit digunakan untuk mendiagnosa penyakit Herpes
simpleks virus, herpes zoster virus, varisela zoster virus. Prosedur
dilakukannya tes ini meliputi: Pengambilan Spesimen, fiksasi dan
pewarnaan. Bahaan diperoleh dari dasar lesi dan dioleskan lalu diwarnai.
Temuan sel-sel berinti banyak dengan pembengkakan, balloning dan
degenerasi yang cukup untuk diagnosa.
f) Tes Antigen detection (fluorescence assay)
Merupakan teknik pemeriksaan histokimia atau sitokimia untuk
mendeteksi antigen yang terdapat pada sel atau jaringan. Zat flourescence
akan berkonjugasi dengan antibodi spesifik, ini tidak akan mengganggu
reaksi imunologi yang terjadi. Antibodi yang sudh berikatan dengan
fluorescence tersebut ditambahkan sel atau jaringan sehingga berikatan
dengan antigen membentuk kompleks imun. Antibodi yang tidak berikatan
dengan antigen akan tuang dengan adanya pencucian. Kompleks imun akan
menghasilkan warna yang terang yang akan tampak menggunakan
mikroskop fluorescence karena latar belakang gelap.
g) Reassesment
a. Melakukan penilaian setelah dilakukan perawatan dari diagnosis yang didapat
sebelumnya.
b. Kemudian evaluasi apakah perawatan berhasil atau tidak? jika tidak,
mengapa? Kemudian lakukan pemeriksaan lebih lanjut/rujuk atau dengan
mempertimbangkan diagnosis banding.

Diagnosis pada skenario yaitu Herpes Simpleks Rekuren. Hal ini karena pada gejala
pada pasien menurut tanda klinis yaitu vesikel bergerombol disertai krusta berwarna kuning
kecoklatan pada bibir atas kiri dan tanda klinisnya yaitu lentingan pada bibir atas, terasa
panas seperti terbakar dan sakit. Keluhan tersebut timbul 3 hari yang lalu, 2 hari sebelum
keluhan di bibir timbul, pasien demam, lemah dan lesu. Lalu saat anamnesis riwayat penyakit
didapatkan pasien memiliki penyakit yang sama 1 tahun yang lalu. Sesuai dengan gejala pada
recurrent Intraoral Herpes. Infeksi Herpes simpleks virus 1 (HSV 1) intraoral rekuren atau
Recurrent Intraoral Herpes (RIH) merupakan infeks HSV 1 berulang yang ditandai adanya
lepuh yang sakit dan gatal serta vesikel pada mukosa oral. Lesi didahului rasa sakit,
kesemutan, gatal, dimulai sebagai makula yang cepat berubah menjadi papula, lalu vesikel
selama sekitar 48 jam, kemudian menjadi ulser yang akan pecah menjadi ulser dan keropeng
dalam 72-96 jam serta sembuh tanpa jaringan parut. Lesi yang luas dapat muncul pada pasien
immunokompromis.
Herpes simpleks oral rekuren merupakan bentuk sekunder atau rekuren dari infeksi
herpes simpleks primer. Herpes simpleks adalah penyakit yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (VHS) yang merupakan virus DNA.Virus ini terdiri dari dua kelompok utama yang
dapat menginfeksi manusia, yaitu VHS tipe 1 dan tipe 2. Pada manusia, VHS bersifat laten
atau dormant dan dapat mengalami reaktivasi. Kemungkinan. Lesi infeksi rekuren
bermanifestasi dalam dua bentuk, yaitu lesi yang sering terjadi pada daerah di dekat bibir
yang dikenal dengan nama herpes labialis atau cold sore, dan lesi pada rongga mulut yang
disebut infeksi herpes simpleks intraoral rekuren. Pada kasus yang dijelaskan dalam skenario,
dengan pemeriksaan klinis dijumpai vesikel bergerombol disertai krusta berwarna kuning
kecoklatan pada bibir atas kiri hal ini menandakan aktivasi virus herpes simpleks oral rekuren
ini merupakan tipe herpes simpleks oral rekuren labialis, karena berdasarkan tempat
terjadinya yaitu di rongga mulut (bibir). Komplikasi lain yang bisa terjadi karena jenis herpes
ini adalah sering kambuhnya luka dan lecet yang membutuhkan perawatan terus-menerus,
Virus menyebar ke bagian lain dari kulit, infeksi tubuh yang meluas, yang bisa menjadi
serius pada orang yang sudah memiliki sistem kekebalan yang lemah, seperti orang dengan
HIV. Umumnya, setelah terinfeksi dengan HSV-1, virus ini akan tetap berada di tubuh,
bahkan jika penderita tidak mengalami episode berulang. Gejala episode berulang biasanya
hilang dalam 1 sampai 2 minggu tanpa pengobatan apapun. Lepuh biasanya akan
berkeropeng dan mengeras sebelum menghilang.

Anda mungkin juga menyukai